Anda di halaman 1dari 2

A.

Latar Belakang
Kanker serviks adalah kanker terbesar keempat penyebab kematian
perempuan di seluruh dunia (Nganwai et al., 2008). Kanker serviks merupakan
kanker tertinggi pada perempuan di Vietnam dan Thailand, dan menjadi kanker
tertinggi kedua di Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia, kanker serviks
merupakan penyebab nomor dua kematian pada perempuan dewasa (Ferlay et al.,
2002). Setiap tahun, setidaknya muncul 15.000 kasus baru kanker serviks dan
7.500 kematian akibat kanker serviks. Kanker ini merupakan kasus terbanyak
kedua pada perempuan Indonesia usia produktif antara 14-44 tahun (Castellsagu
et al., 2007).
Salah satu penyebab kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma
Virus (HPV). HPV ditularkan melalui aktivitas seksual terutama pada usia yang
dini, dengan banyak pasangan seksual, dan juga melalui sentuhan kulit di wilayah
genital (skin to skin contact) (Bobak et al., 1993). Infeksi HPV bisa dicegah
menggunakan vaksin. Saat ini terdapat dua jenis vaksin, yaitu kuadrivalen dan
bivalen yang telah terbukti bermanfaat melawan HPV tipe 16 dan 18 yang
bertanggung jawab atas 70% kasus kanker serviks (Blodt et al., 2011). Vaksin
HPV sebagai vaksin kanker serviks adalah vaksin kedua di dunia yang dapat
mencegah terjadinya kanker (Gottlieb, 2002). Pedoman di sebagian negara saat ini
merekomendasikan vaksinasi HPV untuk semua perempuan berusia 11 sampai 12
tahun dan 9 tahun (Blodt et al., 2011). Catch- up vaksinasi juga direkomendasikan
untuk semua perempuan muda berusia 13 sampai 26 tahun yang sebelumnya
belum pernah divaksinasi (Adam et al., 2007). Mengingat prevalensi dan beban
penyakit kanker serviks, manfaat vaksin HPV pada kesehatan masyarakat cukup
besar. Di sebagian besar negara vaksinasi HPV sudah diterima, termasuk di negara
tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand. Sementara itu, baik di
Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand, program vaksinasi HPV belum
diterapkan dan dicanangkan dalam program kesehatan secara nasional (Domingo
et al., 2008). Program yang telah dilakukan di Indonesia untuk mengantisipasi
kanker serviks barulah skrining dengan pendekatan Visual Inspection by Acetic

acid (IVA) pada perempuan usia 25-49 tahun di 6 provinsi, salah satunya di
provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Noviani cit. Domingo et al., 2008).

B. Tujuan imunisasi HPV


Infeksi HPV yang menyerang organ genetalia biasanya ditularkan melalui
hubungan seksual, dan imunisasi diberikan untuk melakukan perlindungan
terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus tersebut.
Selain itu vaksin diberikan pada usia tersebut maka respon kekebalan tubuh yang
dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila diberikan setelah pubertas.
Imunisasi HPV dapat mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen kanker serviks),
Vaksinasi tidak bertujuan untuk terapi.Lama proteksi vaksin bivalen 53 bulan, dan
vaksin quadrivalen berkisar 36 bulan.23
C. Manfaat Skrining Imunisasi HPV
Lesi pra kanker adalah kondisi serviks yang berpotensi menjadi kanker.
Kondisi serviks berupadisplasia ringan sel-sel epithelial mukosa serviks yang
kemudian berkembang menjadi displasiasedang-berat, karsinoma in-situ dan
akhirnya kanker invasif. Penyebab utama lesi pra kanker serviksadalah infeksi
virus HPV (human papilloma virus) group onkogenik resiko tinggi; terutama
HPV16 dan 18 serta pillogeni. Deteksi lesi pra kanker terdiri atas metode
pemeriksaan sitologi Pap tes(konvensional {1} dan liquid-base cytology /LBC)
{II}, inspeksi visual asam asetat (IVA) {I}, inspeksi visual lugoliodin (VILI), dan
test DNA HPV {III}. Metode IVA dan VILI adalah metode yang sederhana,
murah, non-invasif, akurasi memadai dan diterima, serta tidak memerlukan
fasilitas laboratorium. Metode inidapat dijadikan pilihan di pelayanan primer dan
secara massal. Sedangkan untuk masyarakat kota dandaerah-daerah dengan akses
pelayanan kesehatan(sekunder dan tersier), metode skrining denganpemeriksaan
sitologi akan lebih tepat.

Anda mungkin juga menyukai