HENDRA SEPTIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
RINGKASAN
HENDRA SEPTIAWAN. Analisis Pengelolaan Lingkungan Pabrik Kelapa Sawit
Batu Ampar PT SMART Tbk Dalam Implementasi Indonesian Sustainable
Palm Oil. Dibimbing oleh HARIYADI dan MACHMUD THOHARI.
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan sistem usaha di bidang
perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan
didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. ISPO terdiri
dari 7 prinsip, 40 kriteria, dan 128 indikator yang harus dipenuhi sebagai
persyaratan untuk penerapan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis kinerja pengelolaan lingkungan PKS Batu
Ampar, Kabupaten Kotabaru berdasarkan persyaratan ISPO dan merumuskan
optimalisasi kinerja pengelolaan lingkungan PKS Batu Ampar untuk peningkatan
berkelanjutan dalam implementasi persyaratan ISPO.
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif melalui evaluasi
kinerja pengelolaan lingkungan berdasarkan persyaratan ISPO serta melakukan
identifikasi dan analisis permasalahan pengelolaan lingkungan PKS Batu Ampar.
Rumusan optimalisasi untuk perbaikan kinerja lingkungan disusun sesuai dengan
persyaratan ISPO dengan menggunakan metode SWOT yaitu instrumen
perencanaan strategis dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan, kelemahan,
kesempatan eksternal dan ancaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKS Batu Ampar PT SMART Tbk
dapat memenuhi 38 indikator ISPO terkait pengelolaan lingkungan. Pencapaian
kinerja pengelolaan lingkungan PKS Batu Ampar tahun 2013 meliputi:
pemanfaatan sumber energi terbaharukan yang menghasilkan energi sebesar
5.0664 juta KWh, penghematan solar sebesar 1 677 615.89 liter , penurunan emisi
sebesar 70.63 Kg CO2/ton CPO, penghematan pupuk kimia senilai Rp5 750
080/ha/tahun.
Berdasarkan hasil analisis SWOT, beberapa strategi telah dirumuskan untuk
mengoptimalkan kinerja pengelolaan lingkungan sehingga terus menerus dapat
ditingkatkan. Prioritas strategi optimalisasi kinerja yang digunakan adalah strategi
SO (strengths opportunities), yaitu: menyusun rencana pembangunan metan
capture di areal IPAL PKS Batu Ampar, menjalin kerjasama dengan pihak ketiga
untuk pemanfaatan cangkang dan fiber kelapa sawit sebagai pakan ternak,
mengembangkan inovasi pemanfaatan limbah padat bekerjasama dengan
masyarakat sekitar.
Kata kunci: pabrik kelapa sawit, pengelolan lingkungan, minyak sawit
berkelanjutan
SUMMARY
HENDRA SEPTIAWAN. Analysis of Environmental Management Palm Oil Mill
Batu Ampar - PT SMART Tbk In Implementation Indonesian Sustainable Palm
Oil. Supervised by HARIYADI and MACHMUD THOHARI.
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) is an enterprise system in the area
of oil palm plantations are viable economically, socially viable and
environmentally friendly based on the laws and regulations in force in Indonesia.
ISPO consists of seven principles, 40 criteria and 128 indicators that must be met
as a condition for the application of sustainable oil palm plantations. The purpose
of this study is to analyze the environmental management performance palm oil
mill Batu Ampar, Kotabaru regency based ISPO requirements and formulate the
optimization of environmental performance management palm oil mill Batu
Ampar to continuous improvement in the implementation of the ISPO
requirements.
Data processing and analysis was descriptively through environmental
management performance evaluation based on the ISPO requirements and also the
identification and analysis of environmental management issues in palm oil mill
Batu Ampar. Formulation optimization for improved environmental performance
prepared in accordance with the ISPO requirements by using SWOT is a strategic
planning instrument using the framework of the strengths, weaknesses, external
opportunities and threats.
The results show that the palm oil mill Batu Ampar - PT SMART Tbk can
meet 38 indicators related to environmental management ISPO. Achievement of
environmental management performance palm oil mill Batu Ampar in 2013
include: the utilization of renewable energy sources that produce energy by
5.0664 million kWh, the savings amounted to 1 677 615.89 liters of diesel fuel,
emission reduction of 70.63 kg CO2 / tonne of CPO, chemical fertilizers worth
saving Rp5 750 080 / ha / year.
Based on the results of the SWOT analysis, several strategies have been
formulated to optimize the environmental performance management that can
continuously be improved. Priority performance optimization strategy used is SO
strategy (strengths opportunities), namely: development plans in the area of
wastewater methane capture Batu Ampar palm oil mill, establish a partnership
with a third party for the use of shell and palm fiber as animal feed, develop
innovative utilization of solid waste in cooperation with the surrounding
community.
Keywords: palm oil mill, environmental management, sustainable palm oil
HENDRA SEPTIAWAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Ujian:
21 November 2014
Tanggal Lulus:
SIOZ B]J L
:snlnT p8Euug
ffi
uuuftusecse6
vloz $qrre oN Iz
:uerlil le88uel
ueEun18ur1u"p ur"[V
e,(eg requrns ueelop8ua6
mnr5 uu-60r6 snle)
qelo Intple{r0
eloEBuy
ffirrq{qrq
w/k
_)
ry/
,-yYNl
Eulqrulqured
Isluo)
qelo rnfnpslq
wzotrzsod:
fio
ue,ne4de5 srpueH
uqod alqtruD$ns
duN
?tu?N
srsel Inpn1
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa
taala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013
sampai Juni 2014 ini ialah pengelolaan lingkungan dengan judul Analisis
pengelolaan lingkungan pabrik kelapa sawit Batu Ampar PT SMART Tbk
dalam implementasi Indonesian Sustainable Palm Oil. Penelitian ini merupakan
syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MS dan
Dr. Ir. Machmud Thohari, DEA selaku pembimbing serta semua pihak yang telah
membantu dalam proses pengumpulan data sehingga saya berhasil menyelesaikan
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri
serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Bogor, Januari 2015
Hendra Septiawan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
5
5
5
5
2 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Bahan dan Alat
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
6
7
7
10
13
13
17
24
30
33
35
41
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
44
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR TABEL
1. Jumlah Produksi CPO dan Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit
Indonesia Tahun 2008-2013
11
13
16
17
20
21
21
9. Hasil Analisa Limbah Cair PKS Batu Ampar Juli 2013-Juni 2014
22
23
25
25
25
27
28
29
27
30
31
31
32
22. Pengelolaan Limbah B3 PKS Batu Ampar Periode Juli 2013-Juni 2014
33
35
37
37
38
41
DAFTAR GAMBAR
1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian
12
18
6. Nilai BOD outlet limbah cair PKS Batu Ampar Juli 2013-Juni 2014
24
26
28
32
34
38
DAFTAR LAMPIRAN
1. Checklist Prinsip dan Kriteria ISPO
43
56
62
63
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas dari sektor perkebunan memiliki
kelebihan dibandingkan minyak nabati lainnya bila dilihat dari segi produksi.
Jumlah pangsa produksi minyak kelapa sawit mencapai 34 % di seluruh dunia,
selain itu kelapa sawit memiliki luas lahan produksi yang lebih efisien
dibandingkan sumber minyak nabati lainnya seperti kedelai, minyak lobak
(rapeseed oil), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak jagung, minyak
kapas, dan minyak kelapa. Hal ini disebabkan karena kelapa sawit merupakan
tanaman tahunan yang berbuah sepanjang tahun.
Keunggulan lain kelapa sawit ialah dari sisi produktivitas yaitu mampu
memproduksi Crude Palm Oil (CPO) 4 sampai 5 juta ton per hektar dengan biaya
produksi yang tergolong lebih murah daripada tanaman pesaing lainnya. Hal ini
menjadi dasar pertimbangan mengapa harga CPO memiliki harga yang lebih
terjangkau bagi konsumen dunia dibandingkan dengan harga minyak nabati
lainnya.
Perkembangan investasi dan bisnis industri kelapa sawit di Indonesia
tumbuh dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pentingnya komiditi kelapa
sawit terlihat dari permintaan produk industri kelapa sawit berupa CPO yang
semakin meningkat sebagai sumber bahan minyak nabati untuk industri pangan,
industri kimia, dan penyediaan untuk biofuel. Kelapa sawit memiliki berbagai
turunan produk yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, mulai dari mentega,
minyak goreng, biskuit, hingga sebagai bahan industri tekstil, farmasi, kosmetika,
sabun, deterjen dan beberapa jenis produk turunan lainnya. Ampasnya pun dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk, serta batang dan pelepahnya dapat dimanfaatkan
sebagai papan partikel bahkan kertas.
Indonesia memiliki potensi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang
sangat besar karena memiliki cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan
tenaga kerja, dan kesesuaian iklim. Jumlah produksi dan luas lahan perkebunan
kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan dalam 6 tahun terakhir,
seperti tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Produksi CPO dan Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit
Indonesia Tahun 2008-2013
Tahun
Produksi (Ton)
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : BPS. (2013)
19 400 797
21 390 326
22 496 857
23 995 937
26 015 519
26 895 450
Luas (Ha)
7 333 707
7 949 389
8 548 828
9 102 296
10 133 322
10 586 467
2
Perkembangan bisnis kelapa sawit di Indonesia menemui berbagai
tantangan yang harus dihadapi. Adanya tuduhan yang bersifat negatif dari
beberapa lembaga lingkungan mancanegara yang menyebutkan bahwa industri
kelapa sawit sebagai perusak lingkungan tentunya sangat merugikan dan akan
mempengaruhi pengembangan industri ini.
Pemerintah maupun pengusaha kelapa sawit Indonesia mengindikasikan
bahwa kampanye negatif mengenai industri kelapa sawit yang tidak ramah
lingkungan sebagai salah satu bagian dari persaingan bisnis minyak nabati dunia.
Hal ini tidak terlepas dari fakta yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan
produsen CPO terbesar di dunia dengan jumlah produksi yang terus meningkat
setiap tahunnya dan diperkirakan mampu memproduksi CPO sebesar 40 juta ton
pada tahun 2020.
Menghadapi tuntutan pasar global dan persaingan bisnis minyak nabati
dunia, pemerintah berupaya untuk terus mengembangkan industri kelapa sawit
nasional dengan memperhatikan prinsip berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang
dihasilkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian yaitu mewajibkan
perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk menerapkan ISPO.
Ketentuan ini diatur
dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
19/Permentan/OT.140/3/ 2011, tentang pedoman perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan Indonesia yang ditetapkan tanggal 29 Maret 2011.
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan sistem usaha di bidang
perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan
didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. ISPO terdiri
dari 7 prinsip, 40 kriteria, dan 128 indikator yang harus dipenuhi sebagai
persyaratan untuk penerapan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Tujuh prinsip dalam ISPO untuk Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia meliputi : 1) Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan; 2)
Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa sawit; 3)
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan; 4) Tanggung Jawab Terhadap Pekerja;
5) Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas; 6) Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi
Masyarakat; dan 7) Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan.
Sebelum adanya pedoman perkebunan kelapa sawit berkelanjutan
Indonesia, para pihak pemangku kepentingan global industri kelapa sawit telah
berinisiatif mendirikan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang
memiliki tujuan untuk mendorong pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit
berkelanjutan melalui kerjasama didalam rantai penyedia (supply chain) dan
membuka dialog antara stakeholder-nya untuk memenuhi permintaan pasar.
Berbeda dengan sertifikasi internasional RSPO yang bersifat voluntary,
ISPO bersifat mandatory bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit kelas I, kelas
II, dan kelas III, sehingga ada sanksi berupa penurunan kelas kebun menjadi kelas
IV bila perusahaan belum mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat
ISPO sampai 31 Desember 2014.
Sampai Januari 2014, tercatat baru sekitar 30% perusahaan perkebunan
kelapa sawit di Indonesia yang sudah mendapatkan sertifikat ISPO. Persentase
tersebut menunjukkan baru 40 dari 127 perusahaan yang laporannya sudah
diterima oleh komisi ISPO selama periode Mei 2011-April 2014. Jumlah luas area
yang sudah mendapatkan sertifikat ISPO adalah 378 061.74 ha dengan jumlah
produksi CPO sebesar 2 106 030.93 ton
3
Implementasi ISPO diharapkan mampu menghindari dan mengurangi
dampak kerusakan lingkungan, emisi gas rumah kaca, hingga pemicu deforestasi.
Oleh karena itu, pengelolaan industri kelapa sawit yang berkelanjutan khususnya
pengelolaan lingkungan perlu mendapatkan perhatian serius karena merupakan isu
global yang sensitif sehingga berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi
industri kelapa sawit bila tidak dikelola dengan baik.
Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Batu Ampar PT
SMART Tbk, yang secara administratif berlokasi di Desa Serongga, Kecamatan
Kelumpang Hilir, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. PKS Batu
Ampar mulai beroperasi pada tahun 2000 dengan kapasitas olah 60 ton TBS/jam
yang menghasilkan produk berupa CPO (crude palm oil) dan PK (palm kernel).
Pemilihan PKS Batu Ampar sebagai lokasi penelitian karena telah
menerapkan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 : 2004, rountable on
sustainable palm oil (RSPO) dan international sustainability & carbon
certification (ISCC) secara sukarela sebagai bentuk komitmen perusahaan
terhadap pengelolaan lingkungan. Selain itu perusahaan juga memperoleh hasil
penilaian peringkat kinerja perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan
(PROPER) dari Kementerian Lingkungan Hidup dengan predikat hijau, sehingga
perlu dikaji lebih mendalam mengenai kinerja pengelolaan lingkungan PKS Batu
Ampar dalam pemenuhan persyaratan dan implementasi Indonesian Sustainable
Palm Oil serta potensi perusahaan untuk selalu melakukan perbaikan terus
menerus dalam peningkatan kinerja lingkungan.
Hal ini sejalan dengan tujuan perusahaan untuk menjadi pemimpin dalam
produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan dengan mengadopsi praktik industri
terbaik, pengelolaan lingkungan secara bertanggung jawab, dan memberdayakan
masyarakat. Strategi keberlanjutan PT SMART Tbk adalah menerapkan praktik
terbaik secara holistik dalam semua dimensi keberlanjutan (lingkungan,
masyarakat, pasar, dan tempat kerja).
Dalam persyaratan ISPO, kriteria terkait pengelolaan lingkungan pabrik
kelapa sawit sebagian besar tercantum pada prinsip 2 dan 3. Pengelolaan
lingkungan tersebut diantaranya melaksanakan kewajiban terkait AMDAL dan
perizinan lingkungan, konservasi terhadap sumber dan kualitas air, pengelolaan
dan pemanfaatan limbah, pengendalian gangguan dari sumber yang tidak bergerak
(kebisingan, getaran, kebauan), serta melakukan identifikasi sumber emisi gas
rumah kaca. Disamping itu, sesuai prinsip 7 dalam persyaratan ISPO, perusahaan
harus melakukan peningkatan usaha secara berkelanjutan, khususnya terkait
kinerja pengelolaan lingkungan.
Untuk mengetahui kinerja pengelolaan lingkungan PKS Batu Ampar,
dilakukan pengumpulan data dengan mengkaji pemenuhan dokumen terhadap
persyaratan ISPO dan observasi implementasinya di lapangan. Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan dan analisis data dengan mengevaluasi kinerja pengelolaan
lingkungan berdasarkan prosedur yang diterapkan oleh perusahan dan peraturan
yang berlaku sesuai dengan persyaratan ISPO. Kemudian, akan dilakukan
identifikasi dan analisa permasalahan pengelolaan lingkungan PKS Batu Ampar
sebagai dasar dalam upaya perbaikan dan perumusan optimalisasi pengelolaan
lingkungan sesuai dengan persyaratan dalam implementasi ISPO.
Rumusan optimalisasi ini menjadi bagian dalam upaya peningkatan kinerja
pengelolaan lingkungan secara terus menerus sehingga dapat terwujud
4
pengelolaan lingkungan pabrik kelapa sawit yang bersih, ramah lingkungan, dan
berkelanjutan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan seperti pada
Gambar 1.
5
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini diformulasikan sebagai berikut :
1) Bagaimana kinerja pengelolaan lingkungan PKS Batu Ampar berdasarkan
persyaratan ISPO?
2) Bagaimana mengoptimalkan kinerja pengelolaan lingkungan PKS Batu
Ampar untuk peningkatan berkelanjutan (continual improvement) dalam
implementasi persyaratan ISPO?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1) Menganalisis kinerja pengelolaan lingkungan PKS Batu Ampar
berdasarkan persyaratan ISPO.
2) Merumuskan optimalisasi kinerja pengelolaan lingkungan PKS Batu
Ampar untuk peningkatan berkelanjutan dalam implementasi persyaratan
ISPO.
Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan manfaat bagi
stakeholder/pemangku kepentingan sebagai berikut:
1) Memberikan informasi mengenai kondisi maupun kendala pengelolaan
lingkungan pabrik kelapa sawit.
2) Memberikan panduan untuk memenuhi dan menerapkan standar ISPO
khususnya dalam pengelolaan lingkungan pabrik kelapa sawit.
3) Sebagai masukan dan pedoman kepada perusahaan untuk meningkatkan
kinerja pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis kinerja pengelolaan lingkungan
sesuai prinsip dan kriteria indonesian sustainable palm oil di pabrik kelapa sawit
Batu Ampar. Lingkup pengelolaan lingkungan tersebut meliputi kewajiban terkait
AMDAL dan perizinan lingkungan, konservasi terhadap sumber dan kualitas air,
pengendalian pencemaran udara dan emisi gas rumah kaca, pengelolaan limbah
padat, dan pengelolaan limbah B3.
Penelitian ini juga akan merumuskan optimalisasi untuk peningkatan kinerja
pengelolaan lingkungan secara terus menerus sesuai dengan persyaratan
indonesian sustainable palm oil. Rumusan optimalisasi ini sejalan dengan prinsip
sistem manajemen lingkungan ISO 14001 : 2004 yang telah diterapkan di PKS
Batu Ampar.
6
2 METODE PENELITIAN
Lokasi
Penelitian
7
Bahan dan Alat
Bahan penelitian ini bersumber dari data yang dikumpulkan melalui
departemen environment health & safety (EHS) PT SMART Tbk dan bagian
operasional kegiatan pabrik kelapa sawit Batu Ampar yang dilengkapi dengan
studi literatur dari berbagai sumber referensi.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera digital untuk
dokumentasi, check list persyaratan Indonesian sustainability palm oil, dan
komputer/laptop beserta perlengkapannya untuk analisis dan pengolahan data.
Indikator terkait pengelolaan lingkungan dalam ISPO yang akan dievaluasi pada
penelitian ini berjumlah 38 indikator yang terdiri dari 6 indikator pada prinsip 1,
18 indikator pada prinsip 2, 13 indikator pada prinsip 3 , dan 1 indikator pada
prinsip 7.
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
1. Data Primer dikumpulkan melalui observasi lapangan yang dilakukan dengan
cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala, peristiwa
dan aspek-aspek yang diteliti di lokasi penelitian dan melakukan wawancara
secara langsung dengan pihak yang berkompeten atau berwenang terkait
masalah yang diteliti ;
2. Data sekunder dikumpulkan dengan mengkaji pemenuhan dokumen dan data
rekaman hasil kegiatan pengelolaan serta pemantauan lingkungan.
Pengumpulan data juga dilengkapi dokumentasi selama kegiatan penelitian
dengan mengambil gambar/ foto-foto mengenai kondisi pengelolaan
lingkungan perusahaan.
Selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data secara deskriptif melalui
evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan berdasarkan persyaratan ISPO serta
melakukan identifikasi dan analisis permasalahan pengelolaan lingkungan PKS
Batu Ampar.
Rumusan optimalisasi untuk perbaikan kinerja lingkungan disusun sesuai
dengan persyaratan ISPO dengan menggunakan metode SWOT (Strength,
weaknesses, opportunities and threats) yaitu instrumen perencanaan strategis
dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan, kelemahan, kesempatan eksternal
dan ancaman. Menurut Rangkuti (2006), proses pembuatan analisis SWOT terdiri
dari beberapa tahapan yaitu :
1. Tahap pengambilan data, yaitu evaluasi faktor internal dan eksternal.
2. Tahap analisis, yaitu pembuatan matriks internal eksternal SWOT
3. Tahap pengambilan keputusan.
Analisis terhadap faktor internal dan eksternal dapat dilakukan dengan
mengunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dengan merinci seluruh
kekuatan dan kelemahan serta matriks EFE (External Factor Evaluation) untuk
menampilkan seluruh peluang dan ancaman. Skala peringkat untuk matriks IFE :
1=sangat lemah, 2=lemah, 3=kuat, 4=sangat kuat. Sedangan untuk matriks EFE :
1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi, 4=sangat tinggi (Rangkuti 2006).
Data yang telah diperoleh dianalisis secara kuantitaif melalui perhitungan
Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce and Robinson (1998) agar
8
diketahui secara pasti posisi organisasi yang sesungguhnya. Terdapat tiga tahap
perhitungan yang dilakukan, yaitu:
1. Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) serta jumlah total perkalian
skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor SWOT. Skor adalah penilaian
yang diberikan untuk kondisi atau keadaan yang sudah berjalan dalam
organisasi atau perusahaan. Bobot merupakan persentase pentingnya suatu
variabel atau indikator dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Total bobot
masing-masing analisa adalah 100 atau 1.Bobot dapat ditentukan oleh Top
Manager atau kelompok manajer yang berdiskusi dalam penentuan bobotnya.
2. Melakukan pengurangan jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor O
dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada
sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) menjadi nilai atau titik pada
sumbu Y.
3. Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran
SWOT. Contoh matriks kuadran SWOT disajikan pada Gambar 3.
9
3. Kuadran III (negatif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat
berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi, artinya
organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi
yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada
sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
4. Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi
tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi bertahan,
artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh
karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan,
mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini
dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.
Setelah melakukan klasifikasi terhadap berbagai kemungkinan dari faktor
internal dan eksternal, maka digunakan matriks SWOT untuk mempermudah
dalam pengambilan keputusan. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.
Matriks SWOT dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi
yakni strategi SO (strengths opportunities), strategi WO (weakness opportunities),
strategi ST (strengths threats), dan strategi WT (weakness threats). Penjelasan
mengenai 4 strategi tersebut yaitu:
1. Strategi SO merupakan strategi yang menggunakan seluruh kekuatan untuk
mengambil keuntungan dari adanya kesempatan dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya.
2. Strategi WO merupakan strategi yang didasarkan pada pemanfaatan peluang
yang ada dengan cara meminimalkan dan mengatasi kelemahan.
3. Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari
dan mengatasi ancaman.
4. Strategi WT ditetapkan berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dengan
meminimalisir kelemahan dan menghindari ancaman.
10
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum (Undang-Undang No. 32 Tahun 2009).
Pabrik kelapa sawit menghasilkan banyak produk samping dan air limbah
dalam jumlah besar yang mungkin memiliki dampak signifikan terhadap
lingkungan jika tidak dikelola dengan benar. Pengelolaan lingkungan dengan
pendekatan ekosistem industri untuk industri CPO dapat dilakukan melalui upaya
penggunaan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle) melalui pemanfaatan limbah
padat dan cair serta manajemen energi yang tepat. Hal ini bertujuan untuk
mencapai pembuangan polutan yang hampir nihil. Pendekatan seperti itu dapat
berkontribusi dalam transformasi pabrik kelapa sawit menjadi kegiatan industri
yang lebih ramah lingkungan. (Chavalparit et al. 2006)
Kegiatan pengelolaan lingkungan tidak hanya dilakukan untuk memenuhi
peraturan yang berlaku, namun diperlukan optimalisasi kinerja pengelolaan
lingkungan untuk peningkatan secara terus menerus. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan ialah dengan penerapan inovasi yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan sesuai dengan persyaratan yang tercantum pada prinsip 7 indonesian
sustainable palm oil yang menyebutkan bahwa pengelola perkebunan dan pabrik
harus terus menerus meningkatkan kinerja (sosial, ekonomi dan lingkungan)
dengan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang
mendukung peningkatan produksi berkelanjutan.
Indikator yang harus dipenuhi ialah tersedianya rekaman hasil penerapan
perbaikan/ peningkatan yang dilakukan. Dalam penelitian ini, hanya akan dibahas
mengenai peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan sesuai persyaratan ISPO
yang sejalan dengan prinsip sistem manajemen lingkungan yang telah diterapkan
PKS Batu Ampar.
Pabrik kelapa sawit Batu Ampar telah memenuhi indikator pada prinsip 7
yang ditunjukkan dengan adanya beberapa inovasi hasil kajian dari staff
operasional pabrik yang telah direview dan setujui manajemen. Beberapa inovasi
yang masih diimplementasikan diantaranya : Metode efektif penghematan
penggunaan bahan kimia (CaCO3) dengan mengurangi operasioanal line claybath
dari 2 line menjadi 1 line, Upaya penanganan larutan CaCO3 ex claybath dengan
membangun kolam trap untuk memisahkan sisa padatan dengan larutan ex
claybath.
Perusahaan juga memiliki laporan kemajuan penerapan inovasi tersebut.
Pabrik kelapa sawit Batu Ampar melakukan perbaikan terus menerus dengan
menyusun rencana aksi setiap temuan terkait pengeloloaan lingkungan
(pengawasan Instansi LH, PROPER, RSPO, ISCC). Salah satu inovasi yang akan
diterapkan tahun 2014 diantaranya pengerukan solid kolam IPAL dengan
submersible pump untuk meningkatkan kinerja instalasi pengolahan air limbah.
Beberapa rumusan optimalisasi kinerja pengelolaan lingkungan di PKS Batu
Ampar yang mengacu pada persyaratan ISPO dan prinsip dalam sistem
manajemen lingkungan akan diuraikan secara lebih rinci dalam subbab analisis
SWOT rumusan optimalisasi kinerja pengelolaan lingkungan.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
PKS Batu Ampar berlokasi di Desa Serongga, Kecamatan Kelumpang Hilir,
Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Pabrik ini mulai beroperasi
11
sejak Oktober tahun 2000 dan memiliki kapasitas olah 60 ton TBS/jam, dengan
kapasitas maksimum mencapai 62.94 ton TBS/jam. Produk yang dihasilkan
berupa CPO (crude palm oil) dan PK (palm kernel).
Pabrik kelapa sawit Batu Ampar memiliki komitmen terhadap
pembangunan industri kelapa sawit berkelanjutan. Hal ini diwujudkan dengan
menerapkan standar rountable on sustainable palm oil (RSPO) dan international
sustainability & carbon certification (ISCC). Saat ini PKS Batu Ampar sedang
dalam proses penilaian untuk mendapatkan sertifikat Indonesian sustainable palm
oil (ISPO) dan telah memenuhi syarat untuk dinilai karena perkebunan Batu
Ampar memiliki predikat kelas II dari hasil penilaian kelas kebun. Pelaksanaan
audit ISPO oleh lembaga yang ditunjuk untuk proses sertifikasi di perkebunan dan
PKS Batu Ampar direncanakan pada akhir tahun 2014. PKS Batu Ampar juga
sudah menerapkan sistem manajemen lingkungan sejak tahun 2006 dan telah
memperoleh sertifikat ISO 14001:2004 yang pertama pada tanggal 23 April 2007.
Audit resertifikasi telah dilakukan tahun 2010 dan 2013 oleh lembaga sertifikasi
eksternal.
Salah satu upaya dalam memenuhi peraturan perundang-undangan
mengenai pengelolaan lingkungan, PKS Batu Ampar telah mengikuti penilaian
peringkat kinerja perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan (PROPER) dari
Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2003. Pada periode 2011/2012 dan
2012/2013, PT SMART Tbk mendapatkan penghargaan dengan peringkat hijau,
artinya perusahaan telah taat dalam kegiatan pengelolaan lingkungan bahkan
memilki komitmen dan upaya pengelolaan lebih dari yang dipersyaratkan.
Komitmen perusahaan khususnya dalam bidang pengelolaan lingkungan dan
perlindungan keanekaragaman hayati diwujudkan juga dalam kegiatan operasional
perusahaan. Adapun beberapa tujuan yang diimplementasikan dalam program
pengelolaan lingkungan selama tahun 2008-2013, antara lain : mengurangi oil
losses untuk efisiensi pengolahan bahan baku TBS; meningkatkan efisiensi
penggunaan air; menghemat pemakaian bahan bakar solar untuk diesel generator;
menghindari tumpahan abu dust collector dan abu dust conveyor, tumpahan abu
sisa pembakaran, serta buangan dari korek abu boiler masuk ke dalam parit
buangan pabrik; meningkatkan efisiensi penggunaan untreated water; mencegah
pencemaran air akibat resiko luapan kolam limbah, ceceran kolam limbah, dan
kebocoran tanggul kolam limbah; menghemat pemakaian air bersih untuk
pembuatan aquades, pendingin soxhlet, VFA test, dan pencucian gelas di
laboratorium; mencegah resiko tumpahan limbah B3 dari TPS limbah B3;
menghemat pemakaian bahan kimia, air, dan energi listrik di water treatment
plant; mencegah terjadinya pencemaran ke badan air akibat air pencucian pabrik;
dan mengurangi pencemaran udara (Green House Gas) akibat proses fermentasi
kolam limbah.
Pemenuhan persyaratan indonesian sustainable palm oil tidak lepas dari
kelengkapan dokumen legalitas perusahaan terkait sistem perizinan dan
manajemen perkebunan. Adapun ketentuan yang tercantum dalam kriteria 1.1
ISPO yaitu pengelola perkebunan harus memperoleh perizinan serta sertifikat
tanah, kriteria 1.6 yaitu perkebunan kelapa sawit yang dikelola harus mempunyai
bentuk badan hukum yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dan kriteria 1.8 yaitu rekaman rencana dan realisasi pemanfaatan lahan
serta kapasitas pabrik.
12
Berdasarkan dokumen hak guna bangunan, jumlah patok batas HGB (patok
Badan Pertanahan Nasional) PKS Batu Ampar berjumlah 10. Untuk memastikan
kondisi patok terpelihara dan lengkap, perusahaan memiliki program dan realisasi
pemeliharaan patok tanda batas yang dijadwalkan setiap 3 bulan sekali.
Berdasarkan hasil pengecekan di lapangan, kondisi patok HGB nomor 3 dan 4
dapat dilihat pada Gambar 4.
TBS (Ton)
29,832.97
22,891.56
23,087.23
23,401.11
20,920.52
20,832.45
18,963.93
17,107.37
20,370.03
27,718.42
28,484.78
25,755.11
279,365.48
CPO (Ton)
Kernel (Ton)
Jam Operasi
6,897.35
5,198.89
5,201.46
5,240.40
4,650.18
4,694.86
4,072.63
3,778.80
4,309.29
6,406.64
6,415.25
5,720.97
62,586.73
1,545.36
1,245.90
1,312.88
1,361.32
1,126.99
1,173.66
1,036.18
927.83
1,222.17
1,644.24
1,731.53
1,519.10
15,847.16
507.69
367.64
361.52
433.10
358.75
329.32
292.60
260.48
306.14
412.72
431.54
377.24
4,438.74
Kapasitas
(Ton/Jam)
58.76
62.27
63.86
54.03
58.32
63.26
64.81
65.68
66.54
67.16
66.01
68.27
62.94
13
tercantum dalam izin perluasan yaitu 80 000 ton CPO/tahun dan 20 000 ton inti
sawit/tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu memenuhi
kebutuhan bahan baku untuk produksi yang berkelanjutan.
Tabel 3 akan menyajikan ringkasan hasil evaluasi mengenai sitem perizinan
dan manajemen PKS Batu Ampar.
Tabel 3 Hasil Evaluasi Sistem Perizinan dan Manajemen PKS Batu Ampar
Indikator ISPO
Kriteria 1.1
1. Telah memiliki Izin Lokasi
dari pejabat yang berwenang
kecuali kebun-kebun konversi
hak barat (erfpahct);
2. Telah memiliki perizinan yang
sesuai seperti : IUP, IUP-B,
IUP -P, SPUP, ITUP, Izin/
Persetujuan Prinsip;
3. Telah memiliki hak atas
tanah/dalam proses, sertifikat
yang sesuai, seperti : HGU,
HGB, Hak Pakai (HP), atau
konversi hak barat (erfpahct).
Kriteria 1.6
1. Telah memiliki dokumen yang
sah tentang bentuk badan
hukum berbentuk akta notaris
yang disahkan oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi
Manusia
Kriteria 1.8
1. Rekaman rencana dan realisasi
pemanfaatan lahan (HGU,
HGB, HP, dll)
2. Rekaman rencana dan realisasi
kapasitas pabrik kelapa sawit.
14
AMDAL bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang mengelola lahan
> 3 000 ha, memiliki dokumen UKL/UPL bagi pelaku usaha perkebunan kelapa
sawit yang mengelola lahan < 3 000 ha, tersedia rekaman terkait pelaksanaan
penerapan hasil AMDAL,UKL/UPL termasuk laporan kepada instansi yang
berwenang.
Hasil kajian pemenuhan dokumen menunukkan bahwa PT SMART Tbk
telah memiliki dokumen AMDAL atas nama PT Inti Gerak Maju, yang terdiri dari
4 dokumen yaitu kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA-ANDAL),
analisis dampak lingkungan (ANDAL), rencana pengelolaan lingkungan (RKL),
dan rencana pemantauan lingkungan (RPL). Adanya perbedaan nama perusahaan
dan perubahan penanggung jawab pengelolaan lingkungan dapat dijelaskan
melalui surat persetujuan penggabungan perusahaan PT Tapian Nadenggan dan
PT Inti Gerak Maju nomor 162/III/PMDN/2004 tanggal 25 November 2004 yang
kemudian dalam pengelolaannya bekerja sama dengan PT SMART Tbk.
Pernyataan penyerahan penanggung jawab pengelolaan lingkungan kepada PT
SMART Tbk tertuang dalam surat kuasa Nomor 1066/SK/LGL/TN/X/2006
tanggal 13 Oktober 2006.
Pabrik kelapa sawit Batu Ampar telah melaksanakan kegiatan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan sesuai dokumen AMDAL. Kegiatan tersebut
direncanakan secara matang dengan menyediakan dana yang memadai sesuai
kebutuhan. Total anggaran biaya pengelolaan lingkungan yang dialokasikan pada
tahun 2013 sebesar Rp216 387 120. Biaya tersebut sebagian besar digunakan
untuk kegiatan pemantauan lingkungan meliputi pemantauan kualitas air dan
udara, pengelolaan limbah B3, dan implementasi sistem manajemen lingkungan.
Perusahaan juga mengalokasikan dana untuk mendukung kegiatan yang berkaitan
dengan PROPER dan pameran/seminar lingkungan.
Berdasarkan dokumen RKL dan RPL PT. SMART Tbk, terdapat 5 (lima)
isu penting yang harus dikelola dan dipantau oleh perusahaan khususnya PKS
Batu Ampar sebagai penanggungjawab pengelolaan lingkungan, meliputi:
1. Penurunan kualitas air
2. Penururnan kualitas udara dan gangguan kebisingan
3. Pengelolaan limbah B3
4. Kesehatan masyarakat
5. Sosial kemasyarakatan
Beberapa contoh implementasi kegiatan pengelolaan lingkungan yang sudah
rutin dilakukan perusahaan meliputi :
1. Kegiatan pengendalian pencemaran air.
PKS Batu Ampar mengelola limbah cair yang dihasilkan dari seluruh
kegiatan operasioanal pabrik dan laboratorium agar tidak mencemari
lingkungan. Upaya yang dilakukan ialah mengalirkan LCPKS ke IPAL untuk
dimanfaatkan sebagai pupuk organik di kebun sesuai ketentuan dalam izin
land application, mengelola air eks utilitas dengan dialirkkan ke kolam
sedimentasi dan kolam netralisir sebelum dibuang ke lingkungan, membuat
saluran terpisah antara parit air hujan dengan parit air eks utilitas.
2. Kegiatan pengendalian pencemaran udara
Perusahaan telah melakukan pengelolaan dengan memasang alat
penangkap debu/dust collector pada boiler, mengurangi pemakain genset, dan
menyusun program penghijauan untuk mengurangi emisi.
15
3. Kegiatan pengelolaan limbah B3
Pabrik kelapa sawit Batu Ampar memilki tempat penyimpanan sementara
limbah B3 yang berizin dan menjalin kerja sama dengan pengumpul berizin
PT Maju Asri Jaya Utama untuk mengelola limbah B3. Perusahaan juga
memastikan bahwa limbah yang diserahkan diterima oleh pihak pengolah atau
pemanfaat limbah B3 dengan dilengkapi dokumen kerjasama dan perizinan
yang lengkap dari instansi yang berwenang.
Secara lengkap, implementasi pelaksanaan AMDAL tersebut tercantum
dalam laporan RKL-RPL yang telah disusun dan dilaporkan setiap 6 bulan sekali
kepada instansi terkait. Perusahaan memiliki bukti tanda terima penyerahan
laporan kepada BLH Kabupaten Kotabaru, BLHD Provinsi Kalsel, dan KLH
Jakarta. Selain itu perusahaan juga menyampaikan laporan kepada instansi teknis
seperti Dinas Perkebunan Kabupaten Kotabaru.
Ketentuan teknis sesuai dengan perizinan lingkungan telah dijalankan oleh
perusahaan. Sesuai dengan izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi lahan, PKS
Batu Ampar telah memasang titik penaatan pengambilan sampel outlet LCPKS
dilengkapi dengan keterangan nomor izin dan titik koordinat. Untuk izin
penyimpanan sementara limbah B3, perusahaan telah memenuhi semua
persyaratan teknis dan kelengkapan sarana pendukung pada TPS limbah B3.
Kegiatan pemantauan lingkungan di PT SMART Tbk, seluruhnya dilakukan
melalui kerjasama dengan pihak ketiga yaitu laboratorium lingkungan eksternal.
Pengujian air limbah bulanan dilakukan di laboratorium Balai Pengembangan
Teknologi dan Konstruksi Dinas Pekerjaan Umum Banjarmasin sebagai
laboratorium rujukan Gubernur Kalimantan Selatan.
Pemantauan kualitas air tanah, emisi boiler, emisi genset, dan udara ambien
tiap semester dilakukan oleh laboratorium Mutu Agung Lestari Samarinda yang
sudah memiliki akreditasi untuk beberapa parameter pengujian, sedangkan untuk
pengujian kualitas tanah setiap 1 tahun sekali, dianalisa oleh laboratorium tanah
Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru sebagai
laboratorium penelitian perguruan tinggi.
Prosedur dan proses pengambilan sampel, pengemasan, pengawetan, sampai
pengiriman perlu diperhatikan agar memperoleh hasil uji yang akurat. Salah satu
faktor pendukung untuk mendapatkan keakuratan hasil uji ialah melalui metode
pengujian yang sesuai dan peralatan laboratorium yang memadai. Oleh karenanya,
pemilihan laboratorium penguji wajib mempertimbangkan status akreditasi atau
laboratorium rujukan Gubernur, sehingga hasil uji yang diperoleh dapat
dipertangungjawabkan sebagai acuan untuk melakukan evaluasi kualitas
lingkungan di perusahaan.
Implementasi AMDAL yang telah dilakukan oleh PT SMART Tbk sangat
positif untuk keberlangsungan usaha dan menjaga kelestarian lingkungan.
Menurut Djajadiningrat (2001), AMDAL bermanfaat untuk memprediksi dampak
proyek terhadap lingkungan, mencari jalan untuk mengurangi dampak negatif dan
membuat proyek tepat lingkungan, menyajikan hasil prediksi serta aletrnatifalternatif bagi pembuat keputusan.
Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang
terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat
alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Dampak pembangunan terhadap
16
lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada
pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada pembangunan.
Dampak kumulatif adalah perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
adanya kombinasi antara tindakan satu dengan lainnya yaitu tindakan manusia di
masa lalu, sekarang, dan masa depan. Penilaian dampak kumulatif harus
dilakukan baik di tingkat proyek tertentu maupun sebagai dasar perencanaan
daerah sehingga Dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang dampak
lingkungan dari aktivitas manusia (Hacking dan Guthrie 2007).
Sejalan dengan perkembangannya, terdapat beberapa poin pengelolaan dan
pemantauan lingkungan dalam RKL-RPL yang tidak sesuai dengan kondisi aktual
di lapangan saat ini dan adanya perubahan peraturan sebagai dasar pemantauan
lingkungan. PT SMART Tbk berinisiatif mengajukan permohonan persetujuan
perubahan matriks RKL-RPL dan telah yang disetujui/disahkan oleh BLH
Kabupaten Kotabaru pada tahun 2013. Program pemantauan lingkungan PKS
Batu Ampar tercantum dalam Tabel 4.
Tabel 4 Program Pemantauan Lingkungan PKS Batu Ampar
Kegiatan
Lokasi
Periode
Outlet IPAL
Sumur Pantau
Lahan LA dan kontrol
Hulu dan Hilir
Perumahan
Outlet kolam
sedimen/netralisir
1 bulan sekali
6 bulan sekali
1 tahun sekali
6 bulan sekali
1 tahun sekali
6 bulan sekali
Udara Ambien
Emisi Boiler
Emisi Genset
Emisi Kendaraan
Bermotor
6 bulan sekali
Rekap 3 bulan
sekali
17
Ringkasan hasil evaluasi kinerja implementasi AMDAL dan Izin
lingkungan PKS Batu Ampar sesuai dengan persyaratan dalam Indonesian
sustainable palm oil disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Hasil Evaluasi Implementasi AMDAL dan Izin Lingkungan
Indikator ISPO Kriteria 3.2
Kondisi PKS Batu Ampar
1. Memiliki dokumen AMDAL bagi Memiliki dokumen AMDAL atas nama PT
pelaku usaha perkebunan kelapa sawit Inti Gerak Maju. Kerangka Acuan
yang mengelola lahan > 3.000 ha.
ANDAL disahkan oleh Menteri Pertanian
RI tanggal 5 Juni 1997 nomor 255/BA5/VI/1997, sedangkan dokumen ANDAL,
RKL, RPL disahkan dengan nomor
15/ANDAL/RKL-RPL/BA/IV/98 tanggal
30 April 1998.
2. Memiliki dokumen UKL/UPL bagi Perusahaan tidak memiliki dokumen UKLpelaku usaha perkebunan kelapa sawit UPL karena memilki luas lahan >3000 ha.
yang mengelola lahan < 3.000 ha
3. Tersedia
Rekaman
terkait PT SMART Tbk telah menyusun laporan
pelaksanaan
penerapan
hasil pelaksanaan AMDAL berupa laporan
AMDAL,UKL/UPL termasuk laporan RKL-RPL yang disampaikan secara rutin
kepada instansi yang berwenang.
setiap 6 bulan sekali kepada instansi
terkait. Perusahaan memiliki bukti tanda
terima penyerahan laporan kepada BLHD
Kabupaten Kotabaru, BLHD Provinsi
Kalsel, dan KLH Jakarta.
Sumber : diolah dari PKS Batu Ampar. (2013)
18
Salah satu upaya pengendalian pencemaran air PKS Batu Ampar ialah
memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan sistem multi feeding
yaitu sistem pengumpanan air limbah secara merata ke setiap kolam dengan
volume dan jangka waktu yang telah ditentukan. Waktu pengumpanan diatur
berdasarkan hasil analisa laboratorium pH dan alkalinity, kondisi fisik, serta level
setiap kolam. Pengumpanan tersebut diatur dengan membuka setiap kran pada
kolam dengan periode waktu tertentu. Waktu penyaluran ke bed land application
dikebun disesuaikan dengan kondisi fisik setiap kolam, seperti ketinggian level
kolam dan viskositas cairan underflow. Skema kolam IPAL PKS Batu Ampar
dapat dilihat pada Gambar 5.
Ke Areal
Kebun
Gambar 5 Skema IPAL PKS Batu Ampar
19
Beberapa skema pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit yang paling
umum digunakan saat ini dapat dilihat sesuai dengan urutan berikut: (a) kolam
anaerobik/ fakultatif, (b) tangki pengolahan dan aerasi mekanis, (c) tangki
pengolahan dan kolam fakultatif, (d) decanter dan kolam fakultatif, dan (e)
pengolahan fisik, kimia, biologi.
Kewajiban memiliki IPAL tercantum dalam kriteria 3.1 ISPO. PKS Batu
Ampar telah memiliki IPAL dengan skema berupa kolam anaerobik yang
berjumlah 8 buah dengan kapasitas masing-masing kolam 10 000 m3. Kolam yang
difungsikan untuk pengolahan (aktif) berjumlah 6 buah, yaitu kolam 1,2,3,4,5, dan
6, sedangkan kolam 7 dan 8 merupakan kolam cadangan (tidak aktif).
Kolam anaerobik adalah sebuah sistem yang banyak digunakan untuk
mengolah air limbah pabrik kelapa sawit. Sistem ini dapat mengolah padatan
dalam jumlah yang tinggi dan merupakan sistem yang ekonomis. Kolam anaerob
memiliki kelemahan tertentu seperti panjang waktu retensi hidrolik 45-60 hari,
akumulasi padatan yang menghambat lumpur aktif, dan kebutuhan lahan yang
luas (Hojjat et al. 2009).
Waktu retensi limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) di IPAL PKS Batu
Ampar ialah 60 hari. Air limbah dari kolam aktif yang telah memenuhi waktu
retensi selanjutnya dialirkan menuju saluran pengumpul kedap air menuju ke bak
outlet IPAL untuk kemudian dipompa ke flatbed di perkebunan Batu Ampar
sebagai pupuk cair organik.
Mengacu pada kriteria ISPO, hasil evaluasi menunjukkan bahwa perusahaan
telah memiliki prosedur maupun instruksi kerja terkait pengelolaan limbah
khususnya untuk operasional IPAL dan pompa land application. Bak outlet IPAL
dilengkapi papan titik penaatan pengambilan sampel yang mencantumkan nomor
izin dan titik koordinat, LS : 03 11" 48.9' dan BT : 116 01" 26.9'. Selain itu
terdapat papan monitoring debit harian LCPKS yang dipompa ke kebun. Data
jumlah debit tersebut diperoleh dari alat pengukur debit/flowmeter yang dipasang
pada pipa outlet air limbah.
Upaya pengendalian pencemaran air khususnya untuk industri perkebunan
kelapa sawit dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah
dengan memanfaatkan air limbah pabrik kelapa sawit untuk diaplikasikan ke
lahan perkebunan sebagai pupuk cair pengganti pupuk anorganik. Menurut
Rahardjo (2009), dasar pelaksanaan land application atau aplikasi lahan ini adalah
bahwa dalam limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung unsur-unsur yang
dapat menyuburkan tanah. Unsur-unsur tersebut adalah Nitrogen, Phospor, dan
Kalium. Jumlah Nitrogen dan Kalium dalam limbah cair pabrik kelapa sawit
sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan.
Sebelum melaksanakan aplikasi limbah cair dan memperoleh izin,
perusahaan wajib melakukan pengkajian. Salah satu kriteria pemenuhan ISPO
ialah perusahaan wajib memiliki izin pemanfaatan limbah cair, pemantauan
kualitas limbah, dan pelaporannya. PT SMART Tbk PKS Batu Ampar
memanfaatkan air limbah untuk aplikasi lahan berdasarkan izin land application
(LA) No. 188.45/395/KUM/2011 dari Bupati Kotabaru tanggal 29 November
2011 dan berlaku selama 5 tahun. Areal yang diizinkan untuk dialiri air limbah
seluas + 320 ha yang terdiri dari Blok H 09, H 10, H 11, H 12, H 13, I 09, I 10, J
07, J 08 berada di lokasi perkebunan Batu Ampar PT Tapian Nadenggan.
20
Bentuk implementasi dari penaaatan izin LA tersebut ditunjukkan
perusahaan dengan melakukan pencatatan data debit dan pH harian LCPKS,
menguji kualitas outlet LCPKS setiap bulan di outlet IPAL, menguji kualitas air
tanah pada 3 lokasi sumur pantau setiap 6 bulan sekali, serta melakukan uji
kualitas tanah di areal LA dan areal kontrol setiap satu tahun sekali.
Pengukuran limbah cair dilakukan pada minggu pertama setiap bulannya
bekerja sama dengan salah satu laboratorium yang ditunjuk oleh Gubernur
Kalimantan Selatan yaitu Balai Pengembangan Teknologi dan Konstruksi Dinas
Pekerjaan Umum Provinsi Kalsel. Data satu tahun terakhir (Juli 2013-Juni 2014)
menunjukkan hasil analisa LCPKS telah memenuhi baku mutu berdasarkan
persyaratan dalam izin LA sesuai Kepmen LH No. 28 dan 29 tahun 2003.
Perusahaan juga telah menyampaikan laporan LA setiap 6 bulan sekali dan
laporan triwulan secara rutin kepada instansi terkait yaitu Badan Lingkungan
Hidup (BLH) Kabupaten Kotabaru, BLHD Provinsi Kalsel, dan Kementerian LH
Jakarta. Jumlah limbah yang dihasilkan PKS Batu Ampar pada tahun 2013
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Limbah Cair PKS Batu Ampar Tahun 2013
Bulan
TBS (Ton)
Limbah Cair (m3)
Rasio
Januari
29 833
13 930
0.47
Februari
22 892
9 758
0.43
Maret
23 087
9 836
0.43
April
23 401
10 528
0.45
Mei
20 921
9 358
0.45
Juni
20 832
9 269
0.44
Juli
18 964
8 939
0.47
Agustus
17 107
7 499
0.44
September
20 370
9 176
0.45
Oktober
27 718
12 114
0.44
November
28 485
12 325
0.43
Desember
25 755
10 124
0.39
Total
279 365
122 856
0.44
Data limbah cair yang dihasilkan PKS Batu Ampar pada Tabel 6,
menunjukkan bahwa rasio limbah terhadap bahan baku sebesar 0.44 atau 44%.
Seluruh limbah yang dihasilkan, digunakan untuk aplikasi pupuk cair di lahan
perkebunan Batu Ampar dengan luas areal land application sebesar 279.14 ha
sehingga masih sesuai dan tidak melebihi luasan dalam izin yaitu 320 ha.
Adapun persyaratan lokasi untuk pemanfaatan limbah cair untuk aplikasi
lahan (land application) sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
nomor 29 tahun 2003 yaitu : dilakukan pada lahan selain lahan gambut, dilakukan
pada lahan selain lahan dengan permeabilitas lebih besar 15 cm/jam, dilakukan
pada lahan selain lahan dengan permeabilitas kurang dari 1.5 cm/jam, tidak boleh
dilaksanakan pada lahan dengan kedalaman air tanah kurang dari 2 meter.
Kandungan nutrisi pada limbah cair sangat bermanfaat sebagai pupuk di
perkebunan Batu Ampar yang memiliki jumlah tanaman kelapa sawit sebanyak
136 pokok/ha. Adanya pemanfaatan limbah cair ini menghasilkan efisiensi
penggunaan pupuk atau bahan kimia seperti yang tercantum pada Tabel 7 dan 8.
21
Tabel 7 Perbandingan Kebutuhan Pupuk di Areal LA Tahun 2013
Rata-rata dosis per
tahun
(Kg / Pokok)
Jumlah
Harga
Kebutuhan pupuk (Kg)
Pokok
Jenis Pupuk
Pupuk Per
pada
Kg
Areal 279,14 ha
Normal
Normal
Areal LA
LA
Urea
1.19
0
3445
37,963
45,176
45,175.97
DAP
0.31
0
4416
37,963
11,769
11,768.53
RP
0.26
0
5487
37,963
9,870
9,870.38
TSP
0.23
0.23
1641
37,963
8,731
8,731.49
MOP
1.71
0.21
3999
37,963
64,917
64,916.73
Super Dolomite
0.22
0.38
720
37,963
8,352
8,351.86
Kieserite Powder
0.04
0.16
1899
37,963
1,519
1,518.52
Kieserite Granular
0.2
0
1815
37,963
7,593
7,592.60
HGFB / NB1/47
0.05
0.05
7673
37,963
1,898
1,898.15
Sumber : diolah dari PKS Batu Ampar. (2013)
Biaya Pupuk
Efisiensi pupuk
per ha/tahun
Normal
Areal LA
(Rp)
1 115 078
1 115 078
372 357
372 357
388 041
388 041
102 661
102 661
1 860 015
228 423
1 631 592
43 085
74 419
-31 334
20 661
82 644
-61 983
98 736
98 736
104 353
104 353
4 104 986
592 500
3 512 486
Efisiensi
pupuk
(%)
100%
100%
100%
0%
88%
-73%
-300%
100%
0%
85.57%
22
Selain itu, PKS Batu Ampar menggunakan sumber air untuk proses produksi dari
waduk yang airnya berasal dari sungai Serongga dan tampungan air hujan.
Disekitar waduk ditumbuhi tanaman penyangga dan telah dilakukan pengujian
kualitas air baku secara rutin untuk memastikan tidak terjadi pencemaran sesuai
standar baku mutu dalam Pergub Kalsel No. 5 tahun 2007.
Kondisi IPAL, kolam sedimentasi, dan bak netralisir cukup baik dan
terawat. Kondisi saluran air limbah kedap air, terpisah antara saluran air hujan
dengan saluran air eks utilitas. Hasil analisa kualitas air limbah yang akan
diaplikasikan ke lahan perkebunan sebagai pupuk cair organik, perlu mendapatkan
perhatian karena harus memenuhi ketentuan teknis sesuai izin land application.
Baku mutu yang harus dipenuhi adalah nilai pH 6-9 dan nilai BOD < 5 000
mg/liter. Hasil analisa limbah cair PKS Batu Ampar periode Juli 2013-Juni 2014
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil Analisa Limbah Cair PKS Batu Ampar Juli 2013-Juni 2014
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
Baku mutu
(Kepmen LH
29/2003)
1 163
2 290
7.17
826
1 237
7.15
1 340
2 662
7.15
824
1 640
7.26
1 330
2 662
7.25
1 110
2 248
7.29
5 000
6-9
10 132
6 184
7 930
5 886
5 691
4 932
0.007
0.047
0.006
0.023
0.006
0.039
0.005
0.021
0.008
0.045
0.006
0.029
0.006
0.038
0.005
0.022
0.007
0.049
0.006
0.031
0.005
0.041
0.005
0.024
2013
Parameter
BODs
COD
pH
Minyak dan
lemak
Satuan
mg/L
mg/L
-
Pb
Cu
Cd
Zn
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Parameter
Satuan
2014
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
1 336
2 683
7.28
1 524
3 095
7.27
1 582
3 134
7.24
1 537
3 064
7.32
1 178
2 352
7.14
1 574
3 226
7.37
6 130
6 382 6 526
mg/L
0.009
0.006 0.008
Pb
mg/L
0.055
0.038 0.045
Cu
mg/L
0.007
0.006 0.005
Cd
mg/L
0.028
0.024 0.028
Zn
mg/L
Sumber : diolah dari PKS Batu Ampar. (2014)
6 450
4 944
6 710
0.008
0.043
0.006
0.028
0.006
0.041
0.005
0.022
0.008
0.053
0.005
0.026
BODs
COD
pH
Minyak dan
lemak
mg/L
mg/L
-
Baku mutu
(Kepmen LH
29/2003)
5 000
6-9
-
23
Tabel 10 Hasil Evaluasi Kinerja Pengendalian Pencemaran Air
Indikator ISPO
Kriteria 2.1.2
1. Tersedia rekaman
pengelolaan air dan
pemeliharaan sumber air;
2. Tersedia program
pemantauan kualitas air
permukaan yang
dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar
perkebunan;
3. Tersedia rekaman
penggunaan air untuk pabrik
kelapa sawit.
Kriteria 2.2.4
1. Tersedia instruksi kerja / SOP
mengenai pengelolaan limbah
(cair dan udara);
2. Rekaman mengenai
pengukuran kualitas limbah
cair;
3. Rekaman pelaporan
pemantauan pengelolaan
limbah kepada instansi yang
berwenang terdokumentasi;
4. Tersedia surat izin
pembuangan air limbah dari
instansi terkait.
Kriteria 2.2.7
1. Tersedia SOP pemanfaatan
limbah.
2. Tersedia surat izin
pemanfaatan limbah cair
untuk Land Application (LA)
dari instansi terkait.
3. Tersedia Rekaman
pemanfaatan limbah padat
dan cair.
Nilai optimum BOD air limbah yang diaplikasikan ke lahan adalah 3 0004 000 mg/liter, sedangkan nilai BOD limbah cair PKS Batu Ampar tergolong
rendah, yaitu berada di bawah 2 000 mg/liter selama Juli 2013-Juni 2014.
Meskipun telah memenuhi baku mutu sesuai peraturan, nilai BOD yang terlalu
24
rendah akan berpengaruh terhadap kandungan nutrisi dalam air limbah yang akan
diaplikasikan sebagai pupuk cair. Tren nilai BOD tersebut dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6 Nilai BOD outlet limbah cair PKS Batu Ampar Juli 2013-Juni 2014
Pengendalian Pencemaran Udara dan Emisi Gas Rumah Kaca
Upaya pengendalian pencemaran udara harus menjadi perhatian dalam
kegiatan operasional industri kelapa sawit untuk mengurangi dan mencegah
timbulnya pencemaran udara. Kegiatan yang umumnya dilakukan ialah memantau
kualitas udara dengan pengujian emisi boiler, emisi genset, dan kualitas udara
ambien. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk mengidentifikasi dan mengurangi
emisi gas rumah kaca.
Green House Gas (GHG)/ Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan gas-gas
yang dapat menimbulkan efek rumah kaca, yaitu CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan
SF6. Boedoyo (2008) mengemukakan bahwa sumber emisi gas rumah kaca terdiri
dari dau jenis yaitu emisi yang dihasilkan karena perbuatan manusia (man made
source) dan dari sumber alam (natural source). Emisi oleh perbuatan manusia
pada umumnya disebabkan karena pembakaran karbon yang terkandung pada
energi fosil yaitu minyak bumi, gas bumi, maupun batubara yang dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan manusia diberbagai sektor perekonomian.
Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik kelapa sawit menghasilkan
limbah tandan kosong dan limbah cair yang berpotensi besar menghasilkan emisi
gas metana (CH4) yang memicu terjadinya pemanasan global (global warming).
Jumlah gas metana yang dihasilkan dari limbah cair memiliki perbandingan yang
linier dengan jumlah TBS olah (Febijanto 2009)
Kriteria 3.6 dalam indonesian sustainable palm oil menyebutkan bahwa
pengelola usaha perkebunan harus mengidentifikasi sumber emisi GRK dengan
beberapa indikator pemenuhan yaitu : tersedia petunjuk teknis/SOP mitigasi
GRK; tersedia inventarisasi sumber emisi GRK; tersedia rekaman usaha
pengurangan emisi GRK dan pelaksanaan mitigasi. Adapun indikator yang harus
dipenuhi dalam kriteria 2.2.4 adalah rekaman mengenai pengukuran kualitas udara
(emisi dan ambient).
25
PT SMART Tbk telah melakukan kegiatan pemantauan kualitas udara dan
memiliki hasil analisa emisi boiler, genset, kendaraan bermotor, dan udara ambien
satu tahun terakhir yaitu semester 2 tahun 2013 dan semester 1 tahun 2014..
Perusahaan belum memiliki metan capture untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca, khusunya gas metana (CH4) dari air limbah yang dihasilkan, namun program
pembanguanan biogas telah direncanakan untuk tahun 2016.
Hasil evaluasi kriteria 2.2.6 ISPO terkait penanganan gangguan dari sumber
tidak bergerak, PKS Batu Ampar memiliki SOP Pengendalian emisi dan bising
No. SOP/BAMM/EMS yang terbit tanggal 2 Februari 2013. Bentuk
implementasiya, perusahaan sudah melakukan pengukuran tingkat kebisingan,
getaran, dan kebauan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan telah dilaporkan
kepada instansi terkait bersamaan dengan laporan RKL-RPL. Hasil pengukuran
kebisingan, getaran, dan kebauan di PKS Batu Ampar pada tahun 2013 disajikan
pada Tabel 11, 12, dan 13.
Tabel 11 Hasil Uji Kebisingan PKS Batu Ampar Tahun 2013
Baku Mutu
Lokasi
Satuan Hasil Uji (Kepmen LH No. 48
Th 1996 Lampiran I)
Areal Pabrik (Industri)
Areal Perumahan
dB (A)
dB (A)
58.2
46.2
70
55
mm/s
mm/s
mm/s
0.45
0.55
0.45
40
40
40
26
Perusahaan juga memiliki program pemeliharaan mesin dan peralatan
produksi sebagai upaya penanganan gangguan dari sumber tidak bergerak yang
tercantum dalam form preventive manintenance critical, lubrication, & grease
machine serta cleaning equipment program.
Pabrik kelapa sawit Batu Ampar telah melakukan perhitungan emisi gas
rumah kaca sesuai dengan SOP yang diperoleh dari data produksi bahan baku
(TBS), data penggunaan listrik, data jumlah penggunaan cangkang dan fiber, data
penggunaan solar, data jumlah produksi CPO dan PK, data volume LCPKS, serta
data pengangkutan produk CPO (transportasi ke bulking) seperti jarak tempuh,
total penggunaan diesel, berat muatan, dan jumlah transportasi. Hasil perhitungan
Green House Gas (GHG) operasional pabrik adalah 433.71 Kg CO2/ton CPO,
sedangkan total GHG transport ke Tarjun Bulking sebesar 3.03 Kg CO2/ton CPO.
Sehingga total GHG PKS Batu Ampar tahun 2013 yaitu 436.74 Kg CO2/ton CPO.
Data mengenai sumber emisi terdapat dalam form perhitungan emisi GHG
tahun 2013 yang terdiri dari : total emisi GHG Fosil (CO2 dari produksi energi,
konsumsi diesel, dan pengolahan LCPKS); total emisi GHG penggunaan bahan
kimia (CO2 dari pengunaan NaOH, penggunaan Chelant, pengunaan fosfat,
penggunaan sulfit, penggunaan alum, penggunaan poly sulfonat, penggunaan
Kopolimer Poliakrilamida Anionik, penggunaan HCl, peggunaan Sodium
Karbonat, penggunaan CaCO3); total GHG Transport (CO2 dari penggunaan
diesel untuk transport CPO dan PK)
Data pendukung lain yang diperlukan yaitu rekapitulasi jumlah truk
pengangkut CPO dan PK 2013 , statistik produksi dan ekstraksi 2013, data
pemakaian bahan kimia untuk WTP 2013, data pemakaian Calsium Carbonat
2013, data volume effluent 2013, data pemakaian solar 2013, data penggunaan
cangkang dan fiber untuk bahan bakar boiler 2013, data pemakaian KWH genset
dan turbin 2013, rekapitulasi pemakaian dan distribusi air 2013, data nilai BOD
dan COD LCPKS 2013.
Salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang dominan untuk industri
kelapa sawit adalah gas metan dari pengolahan limbah cair PKS. Total emisi dari
limbah cair yang berpotensi untuk direduksi dan dimanfaatkan pada tahun 2013
sebesar 427.99 KgCO2 per ton CPO dan merupakan penyumbang terbesar dari
total emisi gas rumah kaca di PKS Batu Ampar. Jumlah tersebut diperoleh
berdasarkan perhitungan faktor emisi LCPKS sebesar 510 kgCO2e/ton CPO
dikalikan produksi CPO tahun 2013. Hasilnya dikalikan faktor alokasi untuk CPO
yaitu 0.84 MJ/kg dan dibagi produksi CPO tahun 2013 sebesar 62 586.73 ton.
Kondisi IPAL PKS Batu Ampar dapat dilihat pada Gambar 7.
27
Pabrik kelapa sawit Batu Ampar sudah melakukan usaha pengurangan emisi
GRK dengan memaksimalkan efisiensi penggunaan energi terbarukan,
penghematan penggunaan listrik, dan memiliki program penghijauan untuk
mengurangi emisi di areal pabrik dan IPAL.
Salah satu pencapaian program pengurangan emisi yang telah berhasil
dilakukan oleh perusahaan diantaranya dari penghematan penggunaan solar.
Adanya pemanfaatan cangkang dan fiber sebagai bahan bakar boiler, dapat
menghasilkan energi dari sumber yang terbarukan sebesar 5 066 400 KWh. Ratarata konversi penggunaan solar tahun 2013 diperoleh 1 liter solar menghasilkan
3.02 KWh, sehingga perusahaan mampu menghemat penggunaan solar sebesar
1 677 615.89 liter selama tahun 2013 atau setara dengan pengurangan emisi gas
rumah kaca sebesar 70.63 Kg CO2 per ton CPO.
Perhitungan emisi diperoleh berdasarkan jumlah solar yang dihemat
dikalikan dengan faktor emisi CO2 untuk diesel sebesar 3.14 kgCO2e/liter,
dikalikan faktor alokasi emisi untuk CPO sebesar 0.84 MJ/kg, dan dibagi dengan
produksi CPO tahun 2013 sebesar 62 586.73 ton. Hasil penghematan solar dan
pengurangan emisi disajikan pada Tabel 14
Tabel 14 Pengurangan Emisi dari Penghematan Solar Tahun 2013
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Total
Penghematan Solar
dari Operasional
Turbin (Liter)
159 761.59
138 092.72
144 874.17
128 264.90
136 026.49
132 185.43
127 072.85
115 046.36
125 456.95
161 562.91
158 569.54
150 701.99
1 677 615.89
Pengurangan
Emisi (KgCO2 per
ton CPO)
61.04
69.99
73.39
64.50
77.08
74.19
82.22
80.23
76.72
66.45
65.13
69.41
70.63
Di areal pabrik kelapa sawit Batu Ampar telah ditanami beberapa jenis
tanaman penghijuan. Untuk menambah luas areal sekitar pabrik yang belum
tertanam, perusahaan telah menyusun program penghijauan dengan tanaman
berkayu yang bertujuan sebagai penyerap emisi CO2 dan sebagai tanaman
penyangga untuk meredam kebisingan. Adapun upaya pengurangan emisi gas
metan di areal kolam IPAL, PKS Batu Ampar saat ini hanya melakukan
penanaman beberapa jenis tumbuhan yang belum secara signifikan mampu
menurunkan tingkat kebauan dan emisi yang dihasilkan. Program penghijauan di
PKS Batu Ampar disajikan pada Tabel 15.
28
Tabel 15 Program Penghijauan PKS Batu Ampar Tahun 2013-2014
Tumbuhan
Jumlah
Lokasi Tanam
Sengon
100
Area IPAL
Mahoni
100
Area IPAL
Lamtoro
100
Area IPAL
Srindia
100
Area IPAL
Ulin
10
Lingkungan Pabrik
Sumber : diolah dari PKS Batu Ampar. (2013)
29
Tabel 16 Hasil Uji Emisi Boiler dan Genset Tahun 2013-2014
Parameter
Partikel
SO2
NO2
HCl
Cl2
NH3
HF
Opasitas
Parameter
SO2
NO2
CO
Satuan
3
mg/m
Boiler 1
Boiler 2
Boiler 1
Boiler 2
Baku mutu
(Permen LH
7/2007)
43.84
43.84
20.63
54.15
300
31
28
<2
600
127
124
97
44
800
0.05
0.04
0.92
0.53
0.03
0.01
1.08
0.58
0.06
0.05
0.18
0.21
0.02
5
0.01
10
0.02
15
0.01
15
mg/m
mg/m
mg/m
mg/m
mg/m
mg/m
Genset 1
Genset 2
Genset 1
Genset 2
8
30
Baku mutu
(Permen LH
21/2008)
<2
13
800
540
76
290
38
1000
189
294
600
23.21
5
7.74
5
150
20
%
Satuan
mg/Nm
mg/Nm
214
552
mg/Nm
3
118.62
51.58
Partikel
mg/Nm
Opasitas
%
10
20
Sumber : diolah dari PKS Batu Ampar. (2014)
5. Tersedia Rekaman
pelaksanaan mitigasi.
30
Pelaksanaan program pengurangan emisi telah berjalan dan
didokumentasikan dengan baik diantaranya efisiensi penggunaan energi
terbarukan, penghematan penggunaan listrik, dan melaksanakan program
penghijauan di areal IPAL. Perusahaan juga telah melakukan pengukuran kadar
gas metan secara rutin di sekitar kolam limbah. Besarnya potensi pengurangan
emisi gas metan dari limbah cair PKS Batu Ampar dapat dioptimalkan melalui
strategi yang akan dibahas pada subbab analisis SWOT rumusan optimalisasi
kinerja pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan Limbah Padat
Jenis limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit yaitu tandan
kosong kelapa sawit (TKS), sabut, cangkang, dan abu boiler. TKS merupakan
limbah padat dengan presentase paling besar yang dihasilkan dari proses
pengolahan CPO yaitu rata-rata sebanyak 21 %. Tandan kosong kelapa sawit yang
diaplikasikan sebagai mulsa diharapkan dapat meningkatkan kadar bahan organik
tanah dan kandungan hara tanah, memperbaiki sifat fisik tanah seperti struktur
tanah, aerasi, dan kemampuan menahan air. Selain itu, TKS juga dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan kompos untuk tanaman kelapa sawit (KLH 2009).
Cangkang merupakan bagian dari buah sawit yang strukturnya keras seperti
tempurung kelapa, sedangkan serabut berasal dari mesocarp buah sawit yang telah
mengalami pengempaan di dalam screw press. Nilai kalor serabut yaitu 4.586
kcal/kg lebih tinggi dari nilai kalor TKS yang 3 700 kcal/kg. Cangkang dan
serabut dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler di pabrik karena nilai kalornya
yang tinggi (Syahwan 2010). Sesuai dengan indikator pemenuhan pada kriteria
2.2.7 ISPO yang menyebutkan harus tersedia rekaman pemanfaatan limbah padat,
PKS Batu Ampar memiliki rekaman rekapitulasi data mengenai pemanfaatan
janjang kosong untuk pupuk organik, cangkang dan fiber untuk bahan bakar, serta
abu boiler untuk pengerasan jalan dan peninggian tanggul IPAL. Untuk
pemanfaatan janjangan kosong dan abu boiler disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Pemanfaatan Janjangan Kosong dan Abu Boiler Tahun 2013
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
JJK
(Ton)
6,265
4,807
4,848
4,914
4,393
4,375
3,982
3,593
4,278
5,821
5,982
5,409
58,667
Dosis JJK
(Ton/ha)
21.47
16.47
16.61
16.84
15.06
14.99
13.65
12.31
14.66
19.95
20.50
18.53
16.75
Abu Boiler
1,492
1,145
1,154
1,170
1,046
1,042
948
855
1,019
1,386
1,424
1,288
13,968
31
Janjangan kosong seluruhnya dimanfaatkan sebagai pupuk organik di
perkebunan Batu Ampar dengan luas areal aplikasi 291.81 ha dengan jumlah
tanaman 136 pokok/ha dan dosis rata-rata 16.75 ton/ha.
Adanya pemanfaatan janjangan kosong dapat mengurangi penggunaan
pupuk kimia di perkebunan Batu Ampar sebesar 54.51% dan penghematan biaya
pupuk sebesar Rp2 237 594/ha/tahun seperti yang tercantum pada Tabel 19 dan
20.
Tabel 19 Perbandingan Kebutuhan Pupuk di Areal JJK Tahun 2013
Rata-rata dosis per
tahun
(Kg / Pokok)
Jumlah
Harga
Kebutuhan pupuk (Kg)
Pokok
Jenis Pupuk
Pupuk Per
pada
Kg
Areal 291,81 ha
Normal
Normal
Areal JJK
JJK
Urea
1.19
0.11
3445
39,686
47,226
4,365.46
DAP
0.31
0
4416
39,686
12,303
RP
0.26
0.84
5487
39,686
10,318
33,336.24
TSP
0.23
0.23
1641
39,686
9,128
9,127.78
MOP
1.71
0.13
3999
39,686
67,863
5,159.18
Super Dolomite
0.22
0.38
720
39,686
8,731
15,080.68
Kieserite Powder
0.04
0.17
1899
39,686
1,587
6,746.62
Kieserite Granular
0.2
0
1815
39,686
7,937
HGFB / NB1/47
0.05
0.05
7673
39,686
1,984
1,984.30
Sumber : diolah dari PKS Batu Ampar. (2013)
Biaya Pupuk
Efisiensi pupuk Efisiensi pupuk
per ha/tahun
Normal
Areal JJK
(Rp)
(%)
1 115 078
103 074
1 012 003
91%
372 357
372 357
100%
388 041
1 253 670
-865 629
-223%
102 661
102 661
0%
1 860 015
141 405
1 718 610
92%
43 085
74 419
-31 334
-73%
20 661
87 810
-67 149
-325%
98 736
98 736
100%
104 353
104 353
0%
4 104 986
1 867 392
2 237 594
54.51%
32
tidak sebanding dengan jumlah yang dihasilkan sehingga terjadi penumpukan.
Data pemanfaatan cangkang dan fiber sebagai bahan bakar boiler disajikan pada
Tabel 21.
Tabel 21 Pemanfaatan Cangkang dan Fiber Tahun 2013
Bulan
Produk
Januari
3 729.12
Februari
2 861.45
Maret
2 885.9
April
2 925.14
Mei
2 615.07
Juni
2 604.06
Juli
2 370.49
Agustus
2 138.42
September
2 546.25
Oktober
3 464.8
November
3 560.6
Desember
3 219.39
Jumlah
34 920.69
Prosentase
Fiber (Ton)
Bahan
Bakar
2 532.82
1 943.49
1 960.11
1 986.75
1 776.15
1 768.68
1 610.04
1 452.42
1 729.42
2 353.29
2 418.36
2 186.61
23 718.13
67.92%
Sisa
1 196.3
917.95
925.8
938.38
838.91
835.38
760.45
686.01
816.84
1 111.51
1 142.24
1 032.78
11 202.56
32.08%
Cangkang (Ton)
Bahan
Produk
Sisa
Bakar
1 715
757.76
957.64
1 316
581.45
734.82
1 328
586.42
741.1
1 346
594.39
751.18
1 203
531.38
671.55
1 198
529.14
668.72
1 090
481.68
608.74
984
434.53
549.15
1 171
517.4
653.88
1 594
704.05
889.76
1 638
723.51
914.36
1 481
654.18
826.74
16 064 7 095.88 8 967.63
44.17%
55.83%
33
Pengelolaan Limbah B3
Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau
beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan
penimbunan limbah B3 (PP No. 18 Tahun 1999).
Pabrik dan perkebunan kelapa sawit sebagai penghasil limbah B3 wajib
melakukan pengelolaan dengan menyimpan semua jenis limbah B3 yang
dihasilkan pada tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 untuk kemudian
diserahkan kepada pihak ketiga. Kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 ini
harus memperoleh izin dari Bupati setempat dan harus bekerjasama dengan pihak
ketiga (pengangkut, pengumpul) yang berizin.
Jenis limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan operasional pabrik dan
perkebunan kelapa sawit umumnya berupa oli bekas, aki ekas, filter oli bekas,
kain majun terkontaminasi, lampu TL bekas, dan bekas kemasan bahan kimia atau
pestisida.
Pabrik kelapa sawit Batu Ampar melaksanakan pengelolaan limbah B3
berdasarkan prosedur yang tertuang dalam SOP Pengelolaan Limbah B3 nomor
SOP/SPO/SMART/LH-18. Semua jenis limbah B3 yang telah teridentifikasi
dicatat dalam logbook/catatan jumlah limbah B3 dan neraca limbah B3. Jumlah
limbah B3 yang dikelola PKS Batu Ampar dalam satu tahun terakhir disajikan
pada Tabel 22.
Tabel 22 Pengelolaan Limbah B3 PKS Batu Ampar Periode Juli 2013-Juni 2014
Pengelolaann
Jenis Limbah B3
Jumlah dikelola (Ton)
Oli Bekas
4.951
diserahkan kepada PT
Aki Bekas
0.15
Maju Asri Jaya Utama
Filter Bekas
0.334
sebagai pengumpul
Kain Majun bekas
0.305
limbah B3 yang berizin
Lampu TL bekas
0.002
Sumber : diolah dari PKS Batu Ampar. (2014)
34
depan TPS tersedia papan nama, titik koordinat, simbol LB3, alat pemadam api
ringan (APAR), Bak Pasir, instruksi kerja (IK) tanggap darurat, dan
amaran/peringatan.
Penyimpanan limbah B3 disekat terpisah untuk masing-masing jenis limbah,
terdapat simbol dan label limbah B3, papan monitoring jumlah limbah B3, kotak
logbook LB3, material safety data sheet (MSDS) limbah B3, IK tanggap darurat
tumpahan limbah B3, dan tempat kain majun baru. Untuk penyimpanan
wadah/kemasan limbah B3 dilengkapi palet/alas yang berfungsi agar kemasan
tidak langsung bersentuhan dengan lantai sehingga mudah teridentifikasi bila
terjadi kebocoran dan memudahkan dalam pengecekan atau pembersihan. Selain
itu tersedia peralatan kebersihan dan kain majun bersih untuk menanggulangi bila
terjadi ceceran atau tumpahan limbah B3. Kondisi tempat penyimpanan sementara
limbah B3 PKS Batu ampar berdasarkan hasil observasi lapangan dapat dilihat
pada Gambar 10.
35
dari instansi terkait. Ringkasan hasil evaluasi pengelolaan limbah B3 berdasarkan
persyaratan ISPO disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Hasil Evaluasi Kinerja Pengelolaan Limbah B3
Kriteria 2.2.5 ISPO
1.Tersedia instruksi kerja / SOP
mengenai pengelolaan limbah B3;
2.Limbah B3 termasuk kemasan
pestisida, oli bekas dan lain lain
dibuang sesuai peraturan
perundang undangan yang
berlaku;
36
Analisis SWOT bertujuan untuk mengetahuai posisi kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman dengan menguraikan faktor-faktor internal dan eksternal
perusahaan yang menjadi obyek penelitian. Adapun hasil identifikasi faktor
internal dan eksternal PKS Batu Ampar yaitu :
1. Faktor Internal
a. Kekuatan
Melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan secara rutin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Berkomitmen dalam mengimplementasikan ISO 14001 : 2004 secara
konsisten.
Memiliki ketersediaan dana yang memadai untuk kegiatan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan.
Menjalin hubungan yang baik dengan pemangku kepentingan dan
instansi pemerintahan.
Memberikan ruang untuk melakukan inovasi dalam rangka
peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan.
b. Kelemahan
Sering terjadi pergantian personil dan rangkap jabatan pada
penanggung jawab pengelolaan lingkungan.
Hasil pengolahan limbah cair PKS Batu Ampar belum optimum untuk
nilai BOD.
Kurangnya program pengelolaan lingkungan yang melibatkan
masyarakat sekitar.
Penerapan teknologi tinggi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan
masih minim.
Lemahnya pengetahuan dan pemahaman operator pelaksana
pengelolaan limbah.
2. Faktor Eksternal
a. Peluang
Potensi kerjasama dengan pihak ketiga dalam pemanfaatan gas metan
dari limbah cair kelapa sawit.
Banyaknya alternatif pengelolaan cangkang dan fiber bekerjasama
dengan pihak ketiga.
Belum adanya kegiatan pemanfaatan limbah padat untuk
pemberdayaan masyarakat.
b. Ancaman
Perubahan kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan lingkungan.
Terbatasnya jumlah lembaga pengelola limbah dan laboratorium
penguji yang memenuhi ketentuan disekitar lokasi PKS Batu Ampar.
Tuntutan pemangku kepentingan untuk pemenuhan standar minyak
sawit berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Hasil identifikasi faktor internal dan eksternal dapat digunakan untuk
merumuskan analisis matriks internal factor analysis summary (IFAS) dan
matriks external factor analysis summary (EFAS). Matriks IFAS dan EFAS
menunjukkan skor, bobot, dan jumlah nilai total dari masing-masing faktor
37
berdasarkan hasil observasi dan evaluasi kondisi PKS Batu Ampar seperti
tercantum pada Tabel 24 dan Tabel 25.
Tabel 24 Matriks internal factor analysis summary (IFAS)
Strenghts (S)
Melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan
lingkungan secara rutin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Berkomitmen dalam mengimplementasikan ISO 14001 :
2004 secara konsisten.
Memiliki ketersediaan dana yang memadai untuk kegiatan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Menjalin hubungan yang baik dengan pemangku
kepentingan dan instansi pemerintahan.
Memberikan ruang untuk melakukan inovasi dalam
rangka peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan.
Total Kekuatan
Weakness (W)
Sering terjadi pergantian personil dan rangkap jabatan
pada penanggung jawab pengelolaan lingkungan.
Hasil pengolahan limbah cair PKS Batu Ampar belum
optimum untuk nilai BOD.
Kurangnya program pengelolaan lingkungan yang
melibatkan masyarakat sekitar.
Lemahnya pengetahuan dan pemahaman operator
pelaksana pengelolaan limbah.
Penerapan teknologi tinggi dalam kegiatan pengelolaan
lingkungan masih minim.
Total Kelemahan
Selisih Total Kekuatan - Total Kelemahan = S - W = x
Skor
4
Bobot
0.14
Total
0.57
0.13
0.39
0.13
0.39
0.10
0.29
0.12
0.48
Skor
3
Bobot
0.08
2.12
Total
0.25
0.06
0.12
0.06
0.18
0.10
0.19
0.08
0.17
0.90
Rating
Bobot
Skor
0.20
0.8
0.20
0.6
0.18
0.54
Rating
Bobot
1.94
Skor
0.14
0.28
0.12
0.24
0.16
0.48
1
38
Hasil dari matriks IFAS diperoleh sumbu x=1.21 dan dari matriks EFAS
diperoleh sumbu y=0.94 sehingga (x,y)=(1.21,0.94) berada di kuadran I
(positif,positif). Matriks kuadran SWOT PKS Batu Ampar dapat dilihat pada
Gambar 11.
Kuadran I
(1.21 , 0.94)
Strenghts (S)
Melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan
pengelolaan lingkungan
secara rutin sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Berkomitmen dalam
mengimplementasikan ISO
14001 : 2004 secara
konsisten.
Memiliki ketersediaan dana
yang memadai untuk
kegiatan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan.
Menjalin hubungan yang
baik dengan pemangku
kepentingan dan instansi
pemerintahan.
Memberikan ruang untuk
melakukan inovasi dalam
rangka peningkatan kinerja
pengelolaan lingkungan.
Weakness (W)
Sering terjadi pergantian
personil dan rangkap jabatan
pada penanggung jawab
pengelolaan lingkungan.
Hasil pengolahan limbah cair
PKS Batu Ampar belum
optimum untuk nilai BOD.
Kurangnya program
pengelolaan lingkungan yang
melibatkan masyarakat
sekitar.
Lemahnya pengetahuan dan
pemahaman operator
pelaksana pengelolaan
limbah.
Penerapan teknologi tinggi
dalam kegiatan pengelolaan
lingkungan masih minim.
39
Opportunities
(O)
Potensi kerjasama
dengan pihak ketiga
dalam pemanfaatan
gas metan dari limbah
cair kelapa sawit.
Strategi SO
(Strenghts Opportunities)
Penyusunan rencana
pembangunan metan
capture di areal IPAL PKS
Batu Ampar. (S3, O1)
Banyaknya alternatif
pengelolaan cangkang
dan fiber bekerjasama
dengan pihak ketiga.
Belum adanya
kegiatan pemanfaatan
limbah padat yang
melibatkan masyarakat
sekitar.
Mengembangkan inovasi
pemanfaatan limbah padat
bekerjasama dengan
masyarakat sekitar. (S5, O3)
Threats
(T)
Perubahan kebijakan
dan peraturan terkait
pengelolaan
lingkungan.
Strategi ST
(Strenghts Threats)
Memberikan masukan dan
pendekatan persuasif dalam
penetapan kebijakan
pemerintah agar tidak
memberatkan perusahaan.
(S4, T1)
Mencari alternatif dan
menentukan lembaga
pengelola limbah serta
laboratorium penguji yang
memiliki akreditasi dan
reputasi yang baik. (S1, T2)
Menetapkan strategi dan
penyusunan program untuk
pemenuhan standar minyak
sawit berkelanjutan. (S3,
T3)
Terbatasnya jumlah
lembaga pengelola
limbah dan
laboratorium penguji
yang memenuhi
ketentuan.
Tuntutan pemangku
kepentingan untuk
pemenuhan standar
minyak sawit
berkelanjutan yang
ramah lingkungan.
Strategi WO
(Weakness Oportunities)
Melakukan evaluasi dan
perbaikan kinerja instalasi
pengolahan air limbah (IPAL)
agar outlet air limbah yang
dihasilkan sesuai ketentuan.
(W2, O1))
Penerapan teknologi
pemanfaatan Biogas hasil
metan capture sebagai
pembangkit listrik
bekerjasama dengan pihak
ketiga untuk disalurkan
kepada masyarakat sekitar.
(W5, O1)
Melibatkan masyarakat
sekitar dalam kegiatan
pemanfatan abu kerak boiler
untuk campuran pembuatan
paving dan batako,
pemanfaatan tandan kosong
kelapa sawit sebagai media
untuk budidaya jamur. (W3,
O3)
Strategi WT
(Weakness Threats)
Melakukan penyesuaian
kegiatan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan
mengikuti kebijakan
peraturan lingkungan terbaru.
(W5, T1)
Mengadakan pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi
personil yang menangani
kegiatan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan. (W4,
T3)
Rutin mengadakan pelatihan
dan pemahaman prinsip dan
kriteria minyak sawit
berkelanjutan kepada seluruh
karyawan. (W1,T3)
40
1. Strategi SO (Strenghts Opportunities)
a. Penyusunan rencana pembangunan metan capture di areal IPAL PKS Batu
Ampar.
b. Menjalin kerjasama dengan pihak ketiga untuk pemanfaatan cangkang dan
fiber kelapa sawit sebagai pakan ternak.
c. Mengembangkan inovasi pemanfaatan limbah padat bekerjasama dengan
masyarakat sekitar.
2. Strategi WO (Weakness Opportunities)
a. Melakukan evaluasi dan perbaikan kinerja instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) agar outlet air limbah yang dihasilkan sesuai ketentuan. Hal ini
dilakukan agar kualitas air limbah yang dihasilkan dapat memenuhi
kebutuhan pupuk organik secara optimal, seperti meningkatkan
konsentrasi BOD air limbah yang nilainya tergolong rendah berdasarkan
hasil evaluasi terhadap sertifikat uji laboratorium. Selain itu, perlu
dilakukan kembali inventarisasi seluruh air limbah yang dihasilkan PKS
Batu Ampar dan melakukan pengelolaan yang tepat sesuai ketentuan yang
berlaku agar tidak mencemari lingkungan.
b. Penerapan teknologi pemanfaatan Biogas hasil metan capture sebagai
pembangkit listrik bekerjasama dengan pihak ketiga untuk disalurkan
kepada masyarakat sekitar.
c. Melibatkan masyarakat sekitar dalam kegiatan pemanfatan abu kerak
boiler untuk campuran pembuatan paving dan batako, pemanfaatan tandan
kosong kelapa sawit sebagai media untuk budidaya jamur.
3. Strategi ST (Strenghts Threats)
a. Memberikan masukan dan pendekatan persuasif dalam penetapan
kebijakan pemerintah agar tidak memberatkan perusahaan.
b. Mencari alternatif dan menentukan lembaga pengelola limbah serta
laboratorium penguji yang memiliki akreditasi dan reputasi yang baik.
c. Menetapkan strategi dan penyusunan program untuk pemenuhan standar
minyak sawit berkelanjutan.
4. Strategi WT (Weakness Threats)
a. Melakukan penyesuaian kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
mengikuti kebijakan peraturan lingkungan terbaru.
b. Mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi personil yang
menangani kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
c. Rutin mengadakan pelatihan dan pemahaman prinsip dan kriteria minyak
sawit berkelanjutan kepada seluruh karyawan.
Berdasarkan beberapa strategi yang telah disusun, prioritas strategi yang
digunakan adalah strategi SO (strengths opportunities). Penentuan strategi ini
berdasarkan pada posisi perusahaan di kuadran 1 hasil dari matriks kuadran
SWOT PKS Batu Ampar.
Optimalisasi kinerja pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan dengan upaya
minimisasi melalui inventarisasi seluruh limbah B3 yang dihasilkan PKS Batu
Ampar agar dapat dikelola dengan baik. Salah satu programnya adalah
mengurangi timbulan limbah B3 berupa oli bekas dan filter bekas dari operasional
genset. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan cangkang dan fiber sebagai
bahan bakar boiler untuk menjalankan turbin non processing sehingga mampu
menggantikan operasional genset.
41
Kajian Kritis Prinsip dan Ktiteria ISPO
Prinsip dan kriteria Indonesian sustainable palm oil mengacu pada
Peraturan Menteri Pertanian No.19/Permentan/OT.140/3/2011 yang memiliki sifat
mandatory. Hal ini berbeda dengan standar lainnya seperti RSPO, ISCC, dan ISO
14001 : 2004 yang bersifat voluntary, sehingga tidak ada paksaan bagi perusahaan
untuk menerapkan standar dan memperoleh sertifikat.
Kewajiban untuk menerapkan ISPO menyebabkan perusahaan harus
mengeluarkan investasi yang cukup besar untuk memenuhi semua ketentuan yang
ditetapkan. Biaya yang dikeluarkan sebagian besar adalah untuk perbaikan kondisi
sarana dan prasarana, pengadaan peralatan pendukung, serta biaya sertifikasi
untuk lembaga eksternal yang ditunjuk oleh komisi ISPO. Perbedaan standar
pemenuhan ISPO dan RSPO disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27 Perbedaan ISPO dan RSPO
ISPO
Standar mengacu pada Peraturan Menteri
Pertanian
Republik
Indonsia
No.19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29
Maret 2011 yang diterbitkan dalam rangka
pemenuhan sustainability sebagai amanah
UUD 1945
ISPO bersifat mandatory (wajib bagi seluruh
perusahaan kelapa sawit di Indonesia).
Penegakannya kuat (enforcement) karena
didasarkan atas peraturan dan ketentuan
pemerintah.
ISPO wajib ditaati oleh
perusahaan sawit dari hulu (kebun) sampai
hilir (pengolahan hasil) paling lambat sampai
dengan 31 Desember 2014
Ada prasyarat yakni penilaian usaha
perkebunan (Kelas I, Kelas II, dan Kelas III)
yang
dapat
mengajukan
permohonan
sertifikasi ISPO
ISPO memiliki 7 prinsip, 40 kriteria dan 128
indikator. Tidak ada indikator mayor dan
minor karena seluruh indikator merupakan
hal-hal yang diminta oleh peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia
sehingga bersifat wajib dipenuhi. Prinsip
dalam ISPO :
1. Sistem
Perizinan
dan
Manajemen
Perkebunan (9 Kriteria)
2. Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan
Pengolahan Kelapa sawit (15 Kriteria)
3. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
(7 Kriteria)
4. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja
(5 Kriteria)
5. Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas
(2 Kriteria)
6. Pemberdayaan
Kegiatan
Ekonomi
Masyarakat (1 Kriteria)
7. Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan
(1 Kriteria)
RSPO
Standar disusun oleh asosiasi nirlaba
pemangku kepentingan terkait kelapa sawit
atas desakan konsumen Uni Eropa.
42
Komponen pengelolaan lingkungan dalam ISPO pada prinsipnya sama
dengan kriteria penilaian PROPER dari Kementerian lingkungan hidup. Hal ini
dikarenakan indikator pemenuhan ISPO dan PROPER mengacu pada peraturan
dan ketentuan pemerintah yang harus ditaati, diantaranya implementasi AMDAL,
pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan
limbah padat, dan pengelolaan limbah B3. Prinsip dan kriteria ISPO dinilai efektif
untuk mendorong perusahaan dalam memenuhi ketentuan dan peraturan
pemerintah untuk mewujudkan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
Salah satu kelemahan ISPO ialah tidak adanya keterkaitan antara
pemenuhan kriteria dengan sistem manajemen perusahaan. Kriteria pengelolaan
lingkungan dalam ISPO dapat terpenuhi sesuai indikator yang diminta, namun
tidak secara tegas mengaplikasikan sistem manajemen lingkungan seperti halnya
standar ISO 14001 : 2004. Sistem manajemen yang dimaksud, secara umum
meliputi perencanaan, implementasi, pengawasan, dan perbaikan berkelanjutan.
Peneliti menilai bahwa prinsip dan kriteria ISPO sebaiknya dirancang agar
dapat memenuhi unsur sistem manajemen sehingga dapat diintegrasikan dengan
implementasi standar internasional yang lain seperti ISO 14001:2004, ISO
9001:2008, dan OHSAS 18001:2007. Selain itu pemerintah perlu mengkaji untuk
memberikan intensif bagi perusahaan yang berhasil memperoleh sertifikat dan
menerapkan semua ketentuan ISPO secara konsisten. Seperti halnya RSPO dan
ISCC, produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersertifikat ISPO harus
diupayakan agar dapat diakui dan diterima pasar global dengan insentif harga
yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang belum menerapkan
ISPO. Kebijakan ini akan mendorong perusahaan untuk menerapkan ISPO tidak
hanya sebagai kewajiban namun mampu memberikan nilai tambah dalam bisnis
yang dijalankan.
43
Saran
Rumusan optimalisasi kinerja pengelolaan lingkungan yang telah
dikemukakan dalam penelitian ini dapat dikembangkan dan dijadikan acuan untuk
diterapkan di PT SMART Tbk PKS Batu Ampar, yaitu : merencanakan
pembuatan metan capture untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (gas metan)
yang bersumber dari limbah cair kelapa sawit, mengoptimalkan pemanfaatan abu
kerak boiler untuk campuran pembuatan paving atau batako, pemanfaatan
cangkang dan fiber untuk bahan pakan ternak, dan pemanfaatan janjangan kosong
untuk media tumbuh jamur. Selanjutnya perlu dilakukan evaluasi kinerja secara
berkesinambungan agar dapat terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan
kondisi lingkungan dan organisasi.
44
DAFTAR PUSTAKA
Boedoyo MS. 2008. Penerapan teknologi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
J Teknol Lingk. 9:9-16.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2013. Jakarta
(ID): BPS.
Chavalparit O, Rulkens WH, Mol APJ, Khaodhair S. 2006. Options for
environmental sustainability of the crude palm oil industry in thailand
through enhancement of industrial ecosystems. J Env Dev Sust. 8:271287.doi: 10.1007/s10668-005-9018-z
David FR. 2004. Manajemen Strategis : Konsep-Konsep, Jakarta : PT Indeks.
Djajadiningrat ST. 2001. Untuk Generasi Masa Depan Pemikiran, Tantngan dan
Permasalahan Lingkungan. Bandung : Studi Tekno Ekonomi ITB.
Febijanto I. 2009. Pengurangan gas rumah kaca dari limbah di pabrik kelapa sawit
PT perusahaan nusantara, Riau. J Rek Lingk. 5:233-244.
Hacking T, Guthrie P. 2007. A framework for clarifying the meaning of triple
bottom-line, integrated, and sustainability assessment. J Env Imp Assess Rev.
28:73-89.doi:10.1016/j.eiar.2007.03.002
Hardjosoemantri K. 1993. Aspek Hukum dan Peran Serta Masyarakat Dalam
Pengelolaan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Hojjat M, Musthapa SB, Salleh MAM. 2009. Optimization of POME anaerobic
pond. Eur J Scient Res. 32(4):455-459
[KLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2009.
Pedoman Pemanfaatan dan Pengolahan Limbah Kelapa Sawit. Jakarta (ID):
KLH.
Pearce II JA, Robinson Jr RB. 1998. Strategic Management. Illinois: Richard D.
Irwin Inc.
Rahardjo PN. 2009. Studi banding teknologi pengolahan limbah cair pabrik
kelapa sawit. J Teknol Lingk. 10:09-18.
Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Retnowati ND. 2011. Analisis CSF, SWOT dan TOWS, Studi Kasus: PT Intan
Pariwara Klaten. J Buana Inform. 2(1):31-37
Siagian SP. 2004. Manajemen Stratejik. Jakarta : Bumi Aksara.
Soemarwoto. 2005. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: UGM
Press.
Soemarwoto O. 1999. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangaunan, Jakarta :
Djambatan.
Syahwan FL. 2010. Potensi limbah dan karakteristik proses pengomposan tandan
kosong kelapa sawit yang ditambahkan sludge limbah pabrik minyak kelapa
sawit. J Teknol Lingk. 11:323-330.
45
LAMPIRAN
Lampiran 1 Checklist Prinsip dan Kriteria ISPO
No
1.
1.1
1.2
Indikator
Panduan
SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN
1. Telah memiliki Izin a. Izin Lokasi dari Gubernur/Bupati
Lokasi dari pejabat
sesuai kewenangannya untuk areal APL
yang berwenang kecuali dan kesepakatan dengan
kebun-kebun konversi
masyarakat/Masyarakat Hukum
hak barat (erfpahct);
Adat/ulayat tentang kesepakatan
penggunaannya, besarnya kompensasi serta
2. Telah memiliki
hak dan kewajiban masing-masing pihak.
perizinan yang sesuai
Telah memiliki HGU bagi perusahaan yang
seperti: IUP, IUP-B,
lahannya merupakan konversi hak barat
IUP-P, SPUP, ITUP,
(erfpahct).
Izin/Persetujuan
b. Izin lokasi yang terletak dikawasan
Prinsip.
3. Telah memiliki hak HPK harus terlebih dahulu mendapatkan
pelepasan kawasan hutan dari Menteri
atas tanah/dalam
Kehutanan.
proses, sertifikat yang
c. Izin lokasi untuk perkebunan kelapa
sesuai, seperti : HGU,
sawit maksimum untuk satu perusahaan
HGB, Hak Pakai (HP),
adalah 100.000 ha untuk Indonesia.
atau konversi hak barat
Pembatasan luas areal tersebut tidak
(erfpahct).
berlaku bagi koperasi usaha perkebunan,
perusahaan perkebunan yang sebagian
besar sahamnya dikuasai oleh negara baik
Pemerintah, Provinsi atau Kabupaten/Kota
atau Perusahaan Perkebunan yang
sahamnya dimiliki oleh masyarakat dalam
rangka go public. Khusus untuk Provinsi
Papua luas maksimum provinsi dua kali
provinsi lainnya.
d. Bagi perusahaan perkebunan dengan
luas areal tertentu ( 25 ha) dan atau
kapasitas pengolahan kelapa sawit tertentu
( 5 ton TBS/jam) wajib memiliki Izin
Usaha Perkebunan /IUP (> 1.000 ha dan
harus memiliki PKS), memiliki IUP-B bagi
pelaku usaha budidaya (25 ha 1.000 ha) ,
dan IUP-P bagi pelaku usaha Pengolahan
(harus didukung 20% bahan baku dari
kebun sendiri).
e. Izin Lokasi dan IUP merupakan salah
satu persyaratan bagi perusahaan untuk
mengajukan permohonan HGU.
1. Dokumen
a.
Kewajiban membangun kebun untuk
kerjasama perusahaan
masyarakat sekitar paling rendah 20%
dengan masyarakat
hanya untuk perusahaan yang memperoleh
sekitar kebun untuk
IUP dan IUP-B berdasarkan Permentan
pembangunan kebun
Nomor 26 Tahun 2007;
masyarakat paling
b.
Pembangunan kebun masyarakat
rendah 20% dari total
dapat dilakukan antara lain melalui pola
areal kebun yang
kredit, hibah atau bagi hasil;
diusahakan;
c.
Pembangunan kebun untuk
Ket
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Tidak diteliti
46
2. Laporan
perkembangan realisasi
pembangunan kebun
masyarakat
1.3.
1.4.
1. Rencana tataruang
sesuai dengan ketentuan
yang berlaku atau
ketentuan lainnya yang
ditentukan oleh
pemerintah daerah
setempat.
2. Dokumen Izin
Lokasi perusahaan yang
dikeluarkan oleh
instansi yang
berwenang;
3. Keputusan Menteri
Kehutanan bagi lahan
yang memerlukan
Pelepasan Kawasan
Hutan atau memerlukan
Perubahan Peruntukan
dan Fungsi Kawasan
Hutan
4. Rekaman perolehan
hak atas tanah
5. Peta lokasi
kebun/topografi/jenis
tanah.
1. Tersedia
kesepakatan bersama
antara pemegang hak
atas tanah (pengusaha
perkebunan) dengan
pengusaha
pertambangan tentang
besarnya kompensasi
2. Kesanggupan
Pengusaha
Pertambangan secara
tertulis untuk
mengembalikan tanah
bekas tambang seperti
kondisi semula (tanah
lapisan bawah di bawah
dan lapisan atas berada
di atas) tanpa
menimbulkan dampak
erosi dan kerusakan
lahan dan lingkungan
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
47
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
1. Tersedia
mekanisme
penyelesaian sengketa
lahan yang
terdokumentasi.
2. Tersedia peta
lokasi lahan yang
disengketakan.
3. Tersedia salinan
perjanjian yang telah
disepakati.
4. Tersedia rekaman
progres musyawarah
untuk penyelesaian
sengketa disimpan.
Telah memiliki
dokumen yang sah
tentang bentuk badan
hukum berbentuk akta
notaris yang disahkan
oleh Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia
(dh. Menkumham).
1. Perusahaan telah
memiliki Visi dan Misi
untuk memproduksi
minyak sawit lestari.
2. Memiliki SOP
untuk praktek budidaya
dan pengolahan hasil
perkebunan.
3. Memiliki struktur
organisasi dan uraian
tugas yang jelas bagi
setiap unit dan
pelaksana.
4. Memiliki
perencanaan untuk
menjamin
berlangsungnya usaha
perkebunan.
5. Memiliki sistem
manajemen Keuangan
Perusahaan dan
keamanan ekonomi dan
keuangan yang terjamin
dalam jangka panjang.
6. Memiliki Sistem
Manajemen Sumber
Daya Manusia (SDM).
1. Rekaman rencana
dan realisasi
pemanfaatan lahan
(HGU, HGB, HP, dll)
untuk pembangunan
perkebunan
(pembangunan kebun,
a.
Sengketa lahan dengan masyarakat
sekitar kebun /petani diselesaikan secara
musyawarah/mufakat.
b.
Penetapan besarnya kompensasi dan
lamanya penggunaan lahan masyarakat
untuk usaha perkebunan dilakukan secara
musyawarah.
c.
Apabila penyelesaian sengketa lahan
melalui musyawarah tidak menemui
kesepakatan, maka lahan yang
disengketakan harus diselesaikan melalui
jalur hukum/pengadilan negeri.
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Diteliti
48
1.9.
2.
2.1.
2.1.1
2.1.2
pabrik, kantor,
perumahan karyawan,
dan sarana pendukung
lainnya).
2. Rekaman rencana
dan realisasi kapasitas
pabrik kelapa sawit.
1. Tersedianya
mekanisme pemberian
informasi;
2. Tersedia rekaman
pemberian informasi
kepada instansi terkait;
Diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Diteliti
Diteliti
49
perkebunan.
3. Tersedia rekaman
penggunaan air untuk
pabrik kelapa sawit.
2.1.3
2.1.4
2.1.5
2.1.6
1. Tersedia SOP
perbenihan.
2. Tersedia rekaman
asal benih yang
digunakan.
3. Tersedia
rekaman/dokumentasi
pelaksanaan
perbenihan.
4. Tersedia
rekaman/dokumen
penanganan benih/bibit
yang tidak memenuhi
persyaratan.
1. Tersedia SOP
penanaman yang
mengacu kepada
Pedoman Teknis
Pembangunan Kebun
Kelapa Sawit di lahan
mineral dan/atau lahan
gambut.
2. Tersedia rekaman
pelaksanaan
penanaman;
1. Tersedia SOP
/instruksi kerja untuk
penanaman pada lahan
gambut dan mengacu
kepada ketentuan yang
berlaku.
2. Rekaman
pelaksanaan penanaman
tanaman
terdokumentasi.
1. Tersedia SOP
pemeliharaan tanaman
yang mengacu kepada
Pedoman Teknis
Pembangunan Kebun
Kelapa Sawit.
2. Tersedia
rekaman/dokumen
pelaksanaan
Diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
50
pemeliharaan tanaman.
2.1.7
2.1.8
2.2.
2.2.1
2.2.2
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
51
ada
2.2.3
2.2.4
2.2.5
2.2.6
Tidak diteliti
Diteliti
i.
Pedoman teknis pengendalian dari
sumber gangguan tidak bergerak ditetapkan
oleh instansi yang terkait;
ii.
Baku tingkat gangguan dari sumber
Diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
52
2.2.7
3.
3.1.
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
53
4).
3.2.
3.3.
1. Memiliki dokumen
AMDAL bagi pelaku
usaha perkebunan
kelapa sawit yang
mengelola lahan >
3.000 ha.
2. Memiliki dokumen
UKL/UPL bagi pelaku
usaha perkebunan
kelapa sawit yang
mengelola lahan <
3.000 ha
3. Tersedia Rekaman
terkait pelaksanaan
penerapan hasil
AMDAL,UKL/UPL
termasuk laporan
kepada instansi yang
berwenang.
1. Tersedia SOP
pencegahan dan
penanggulangan
kebakaran
2. Tersedia SDM yang
mampu mencegah dan
menangani kebakaran.
3. Tersedia sarana dan
prasarana
pengendalian/penanggu
langan kebakaran;
4. Memiliki organisasi
dan sistem tanggap
darurat;
5. Tersedia Rekaman
pelaksanaan
pencegahan dan
penanggulangan
kebakaran, pemantauan
kebakaran dan
pelaporannya.
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
54
3.4.
3.5
3.6.
3.7.
4.
4.1.
1. Tersedia SOP
identifikasi
Perlindungan flora dan
fauna di lingkungan
perkebunan;
2. Memiliki daftar flora
dan fauna di kebun dan
sekitar kebun, sebelum
dan sesudah dimulainya
usaha perkebunan.
3. Tersedia Rekaman
sosialisasi.
1. Tersedia hasil
identifikasi kawasan
yang mempunyai nilai
konservasi tinggi
2. Tersedia peta kebun
yang menunjukkan
lokasi kawasan yang
mempunyai nilai
konservasi tinggi.
3. Rekaman identifikasi
dan sosialisasi kawasan
yang mempunyai nilai
konservasi tinggi.
1. Tersedia Petunjuk
Teknis/SOP Mitigasi
GRK;
2. Tersedia
inventarisasi sumber
emisi GRK;
3. Tersedia rekaman
tahapan alih fungsi
lahan (land use
trajectory);
4. Tersedia rekaman
usaha pengurangan
emisi GRK;
5. Tersedia Rekaman
pelaksanaan mitigasi.
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
a. Dilakukan inventarisasi kawasan yang
mempunyai nilai konservasi tinggi di
sekitar kebun.
b. Sosialisasi kawasan yang mempunyai
nilai konservasi tinggi kepada karyawan
dan masyarakat/petani di sekitar kebun.
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
55
4.2.
4.3.
Dokumentasi SMK3
yang ditetapkan oleh
yang berwenang.
2. Telah terbentuk
organisasi SMK3 yang
didukung oleh sarana
dan prasarananya.
3. Tersedia asuransi
kecelakaan kerja
(Jamsostek).
4. Rekaman
penerapan SMK3
termasuk pelaporannya.
1. Diterapkannya
peraturan tentang Upah
Minimum.
3. Tersedia sarana
dan prasarana untuk
kesejahteraan pekerja
(perumahan, poliklinik,
sarana ibadah, sarana
pendidikan dan sarana
olahraga)
4. Tersedia kebijakan
perusahaan untuk
mengikutsertakan
karyawan dalam
program jaminan sosial
ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan yang
berlaku.
5. Tersedia program
pelatihan untuk
peningkatan
kemampuan karyawan.
6. Tersedia Rekaman
pelaksanaan yang
berkaitan dengan
kesejahteraan dan
peningkatan
kemampuan pekerja.
1. Perusahaan
memiliki kebijakan
tentang persyaratan
umur pekerja sesuai
dengan peraturan
perundangan yang
berlaku
2. Perusahaan
memiliki kebijakan
tentang peluang dan
perlakuan yang sama
untuk mendapat
kesempatan kerja.
3. Tersedia Rekaman
daftar karyawan.
4. Tersedia
kampanye mengenai K3
b. Dilakukan identifikasi bahaya,
penilaian dan pengendalian resiko
kecelakaan.
c. Dilakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala bagi pekerja dengan resiko
kecelakaan kerja tinggi.
d. Riwayat kejadian kecelakaan / cidera
harus disimpan
e. Adanya pelaporan penerapan SMK3
secara periodik kepada Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi sesuai
ketentuan yang berlaku.
a. Upah minimum yang dibayarkan sesuai
dengan UMR daerah bersangkutan.
b. Daftar karyawan yang mengikuti
program Jamsostek;
c. Daftar kebutuhan dan rencana pelatihan
karyawan;
d. Daftar karyawan yang telah mengikuti
pelatihan;
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
56
4.4.
4.5.
5.
5.1.
5.2.
mekanisme
penyampaian
pengaduan dan keluhan
pekerja.
5. Tersedia Rekaman
pengaduan dan keluhan
pekerja.
1. Perusahaan
memiliki peraturan
terkait dengan
keberadaan serikat
pekerja.
2. Memiliki daftar
pekerja yang menjadi
anggota serikat pekerja.
3. Tersedia Rekaman
pertemuan-pertemuan
baik antara perusahaan
dengan serikat pekerja
maupun intern serikat.
1. Tersedia Kebijakan
perusahaan dalam
pembentukan koperasi;
2. Tersedia Akte
pendirian koperasi
karyawan
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
Tidak diteliti
57
bersama masyarakat
adat/ penduduk asli.
6.
7.
Tidak diteliti
Diteliti
58
LAMPIRAN
INDIKATOR
Kriteria 1.1
1. Telah memiliki Izin
Lokasi dari pejabat yang
berwenang kecuali kebunkebun konversi hak barat
(erfpahct);
2. Telah memiliki perizinan
yang sesuai seperti: IUP,
IUP-B, IUP-P, SPUP,
ITUP, Izin/Persetujuan
Prinsip;
3. Telah memiliki hak atas
tanah/dalam proses,
sertifikat yang sesuai,
seperti : HGU, HGB, Hak
Pakai (HP), atau konversi
hak barat (erfpahct).
Kriteria 1.6
59
Kriteria 2.1.2
1. Tersedia rekaman
pengelolaan air dan
pemeliharaan sumber
air;
2. Tersedia program
pemantauan kualitas air
permukaan yang
dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar
perkebunan;
3. Tersedia rekaman
penggunaan air untuk
pabrik kelapa sawit.
Kriteria 2.2.4
1. Tersedia instruksi kerja
/ SOP mengenai
pengelolaan limbah
(cair dan udara);
2. Rekaman mengenai
pengukuran kualitas
limbah cair;
3. Rekaman mengenai
pengukuran kualitas
udara (emisi dan
ambient);
4. Rekaman pelaporan
pemantauan
pengelolaan limbah
kepada instansi yang
berwenang
terdokumentasi;
5. Tersedia surat izin
pembuangan air limbah
dari instansi terkait.
60
Kriteria 2.2.5
1. Tersedia instruksi kerja
/ SOP mengenai
pengelolaan limbah B3;
2. Limbah B3 termasuk
kemasan pestisida, oli
bekas dan lain lain
dibuang sesuai
peraturan perundang
undangan yang berlaku;
3. Rekaman penanganan
limbah B3
terdokumentasi;
4. Tersedia surat izin
penyimpanan dan/atau
pemanfaatan limbah B3
dari instansi terkait
Kriteria 2.2.6
1. Tersedia SOP/instruksi
kerja untuk menangani
gangguan sumber tidak
bergerak sesuai dengan
pedoman yang
diterbitkan dari instansi
yang tekait;
2. Laporan hasil
pengukuran baku
tingkat gangguan dari
sumber yang tidak
bergerak kepada
instansi yang terkait;
3. Rekaman penanganan
gangguan dari sumber
tidak bergerak
terdokumentasi.
61
Kriteria 2.2.7
1. Tersedia SOP
pemanfaatan limbah.
2. Tersedia surat izin
pemanfaatan limbah
cair untuk Land
Application (LA) dari
instansi terkait.
3. Tersedia Rekaman
pemanfaatan limbah
padat dan cair.
Kriteria 3.1
1. Memiliki IPAL
(Instalasi Pengolahan
Air Limbah);
2. Memiliki izin
pemanfaatan limbah
cair dari instansi
berwenang bagi yang
melakukan LA (Land
Aplication);
3. Memiliki izin dari
Pemerintah Daerah
untuk pembuangan
limbah cair ke badan
air;
4. Memiliki izin dari KLH
untuk pabrik yang
membuang limbah
cairnya ke laut;
62
5. Tersedia rekaman
terkait kegiatan (1 s/d
4).
Kriteria 3.2
1. Memiliki dokumen
AMDAL bagi pelaku
usaha perkebunan
kelapa sawit yang
mengelola lahan >
3.000 ha.
2. Memiliki dokumen
UKL/UPL bagi pelaku
usaha perkebunan
kelapa sawit yang
mengelola lahan <
3.000 ha
3. Tersedia Rekaman
terkait pelaksanaan
penerapan hasil
AMDAL,UKL/UPL
termasuk laporan
kepada instansi yang
berwenang.
Kriteria 3.6
1. Tersedia Petunjuk
Teknis/SOP Mitigasi
GRK;
2. Tersedia inventarisasi
sumber emisi GRK;
63
3. Tersedia rekaman
tahapan alih fungsi
lahan (land use
trajectory);
4. Tersedia rekaman
usaha pengurangan
emisi GRK;
5. Tersedia Rekaman
pelaksanaan mitigasi.
Prinsip 7
Tersedia rekaman hasil
penerapan
perbaikan/
peningkatan
yang
dilakukan.
64
Lampiran 3 Layout Pabrik Kelapa Sawit Batu Ampar
65
Lampiran 4 Data Perhitungan Penghematan Solar dan Penurunan Emisi
66
RIWAYAT HIDUP