oleh
Zahiqotul Mukharromah
NIM D41140769
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST)
di Program Studi Manajemen Agroindustri
Jurusan Manajemen Agribisnis
oleh
Zahiqotul Mukharromah
NIM D41140769
Zahiqotul Mukharromah
D41140769
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis telah mampu menyelesaikan kegiatan dan laporan
Praktek Kerja Lapang (PKL) yang berjudul “Manajemen Mutu Pengalengan Ikan
Tuna di PT. Bali Maya Permai Jembrana, Bali” pada tanggal 1
Maret sampai 1 Mei 2018 di PT. Bali Maya Permai. Laporan Praktek Kerja
Lapang ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan
(S.ST) di Politeknik Negeri Jember.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ir. Nanang Dwi Wahyono, MM selaku Direktur Politeknik Negeri Jember.
2. R. Alamsyah S, SE, M.Si selakuKetua Jurusan Manajemen Agribisnis
Politeknik Negeri Jember.
3. Dewi Kusumawati S, Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen
Agroindustri Politeknik Negeri Jember.
4. Dr. Ir. R. Abdoel Djamali, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama
5. I Wayan Pasek, STP selaku penguji
6. Antono Awang Efendi selaku manager produksi di PT. Bali Maya Permai
7. Muhammad Agung Adi Syahputra selaku pembimbing lapang di PT. Bali
Maya Permai.
8. Rekan – rekanku dan semua pihak yang membantu dalam pelaksanaan Praktek
Kerja Lapang (PKL).
Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Lapang ini masih kurang
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna perbaikan di masa mendatang. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Penulis
iv
RINGKASAN
Manajemen Mutu Pengalengan Ikan Tuna di PT. Bali Maya Permai Jembrana
Bali, Zahiqotul Mukharromah, NIM D41140769, Tahun 2018, 64 halaman, Jurusan
Manajemen Agribisnis, Program Studi Manajemen Agroindustri, Politeknik
Negeri Jember, Dr. Ir. R. Abdoel Djamali, M.Si.
Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting
di dunia dan merupakan perikanan terbesar ketiga di Indonesia.Ikan tuna termasuk
dalam keluarga Scrombidae tergolong ikan perenang cepat, bertubuh seperti
cerutu dengan kondisi badan yang kuat dan kekar. Ikan tuna merupakan bahan
pangan yang mudah mengalami kerusakan, sehingga perlu penanganan yang
tepat, harus dilakukan dengan hati – hati dan dilakukan penanganan secara cepat.
Selain penanganan yang tepat, untuk memperpanjang umur simpan ikan tuna juga
dapat dilakukan dengan pengawetan. Salah satu pengawetan yang dilakukan yaitu
melalui pengalengan ikan tuna. Pengalengan adalah salah satu metode
pengawetan bahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi (lebih dari 1000C).
PT. Bali Maya Permai merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang
perikanan yaitu pengalengan ikan. Salah satu produk yang dihasilkan oleh PT.
Bali Maya Permai adalah ikan tuna dalam kaleng. Hal utama yang harus
diperhatikan dalam pengalengan ikan tuna yaitu mutu produk yang dihasilkan
harus sesuai dengan keinginan konsumen. Oleh karena itu, perlu diperhatikan
manajemen mutu pada pengalengan ikan tuna.
Praktek Kerja Lapang ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung
proses pengalengan ikan tuna dan untuk mengetahui manajemen mutu yang ada
pada pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai. Hasil dari Praktek Kerja
Lapang ini memberikan informasi tentang proses dan manajemen mutu pengalengan
ikan tuna di PT. Bali Maya Permai. Proses pengalengan ikan tuna dimulai dari
penerimaan bahan baku ikan tuna, thawing, butchering, pre cooking, cooling,
deheading, skinning, clening, cutting, metal detecting, sortasi dan grading,supply
kaleng, can code, filling dan weighing, persiapan medium, medium filling, seaming,
retorting, isolating, wipping,packaging, storaging, evaluasi
produk akhir, dispatching. Proses pengalengan ikan tuna dilakukan bedasarkan
v
SOP (Standart Operating Procedure) yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk
menjaga mutu produk yang akan dihasilkan. Manajemen mutu yang dilakukan di
PT. Bali Maya Permai yaitu dengan memperhatikan lingkungan, Sumber Daya
Manusia, peralatan, bahan baku yang diterima, proses produksi, label dan
pengemas. Manajemen mutu dilakukan dengan mengidentifikasi, memonitoring dan
melakukan pengendalian jika terdapat penyimpangan – penyimpangan yang dapat
mempengaruhi mutu produk.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN .................................................................................. iii
PRAKATA ....................................................................................................... iv
RINGKASAN ................................................................................................... v
DAFTAR ISI...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
vii
3.18 Seaming................................................................................................. 29
3.19 Penyusunan Kaleng di Keranjang ......................................................... 32
3.20 Retorting ............................................................................................... 33
3.21 Cooling.................................................................................................. 35
3.22 Isolating ................................................................................................ 36
3.23 Wipping ................................................................................................. 37
3.24 Packaging ............................................................................................. 37
3.25 Storaging............................................................................................... 39
3.26 Evaluasi Produk Akhir.......................................................................... 39
3.27 Dispatching ........................................................................................... 40
viii
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 60
6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 60
6.2 Saran ....................................................................................................... 63
LAMPIRAN ...................................................................................................... 65
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
3.1 Waktu Thawing Ikan Tuna........................................................................... 16
3.2 Venting Schedule.......................................................................................... 35
3.3 Ketentuan Pengambilan Sampel Produk Akhir ........................................... 40
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Struktur Organisasi PT. Bali Maya Permai ................................................. 7
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Dokumentasi .................................................................................................. 65
xii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
dengan memiliki mutu yang tinggi, maka perlu memperhatikan manajemen mutu
pengalengan ikan tuna.
Mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan konsumen
atau pelanggan terhadap sebuah produk. Manajemen mutu merupakan serangkaian
kegiatan manajemen mulai dari perencanaan hingga evaluasi yang bertujuan untuk
mempertahankan dan meningkatkan mutu produk sehingga dapat menjaga
kepercayaan dan kepuasan pelanggan. Manajemen mutu perlu diperhatikan salah
satunya mengenai pengalengan ikan tuna guna untuk menjaga ketahanan dan
keamanan produk, agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu
produk yang telah ditetapkan.
PT Bali Maya Permai merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang pengalengan ikan dan produknya dipasarkan ke pasar lokal maupun
ekspor. Oleh karena itu manajemen mutu produk di PT. Bali Maya Permai harus
benar – benar diperhatikan dan harus diterapkan secara optimal guna untuk menjaga
eksistensi perusahaan agar dapat meningkatkan strategi bersaing. Oleh karena itu
pada laporan Praktek Kerja Lapang ini membahas topik mengenai Manajemen
Mutu Pengalengan Ikan Tuna di PT. Bali Maya Permai yang bertujuan untuk
mengetahui manajemen mutu yang dilakukan oleh perusahaan dan dapat
memenuhi standar mutu produk.
5
6
STRUKTUR ORGANISASI
PT. BALI MAYA PERMAI
3.1 Receiving
Proses receiving merupakan salah satu tahapan kritis pada proses pengalengan
ikan tuna. Hal ini dikarenakan pada proses receiving bahaya signifikan yang dapat
terjadi yaitu bahan baku ikan tuna mengalami kenaikan kadar histamin yang
disebabkan oleh penanganan ikan tuna yang kurang tepat. Bahan bakuyang
digunakan untuk pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permaimeliputi ikan tuna
jenis Albacore, Yellowfin dan Skipjack. Perusahaan menerima bahan baku ikan
tuna dari supplier dan dibedakan menjadi 2, yaitu bahan baku ikan beku (frozen)
dan bahan baku ikan segar (fresh). Proses penerimaan bahan baku ikan tuna di PT.
Bali Maya Permai dimulai dengan melakukan pemeriksaan surat jalan dari alat
pengangkut ikan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan suhu refrigerator alat
pengangkut. Kemudian mengambil sampel ikan tuna secara proporsional dan
random untuk dilakukan beberapa pengujian sebelum bahan bakupengalengan ikan
tuna dinyatakan release untuk diproduksi. Berikut adalah pengujian yang dilakukan
terhadap sampel bahan baku pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai:
1. Uji histamin dan kadar garam
Proses pengujian histamin pada sampel bahan baku ikan tuna memiliki
tujuan untuk memastikan bahan baku yang diterima dari supplier sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan perusahaan.PT. Bali Maya Permai menetapkan
Standar kandungan histamin yaitu maksimal 30 ppm. Sedangkan menurut SNI
(2017), persyaratan histamin yang diperbolehkan adalah maksimal 50 ppm.
Penentuan standar histamin lebih rendah dari SNI bertujuan untuk
mengantisipasi adanya kenaikan histamin pada saat proses produksi.
Histaminmerupakan turunan dari histidin, yaitu senyawa yang terdapat pada
family scromboid seperti ikan tuna. Pengujian histamin pada ikan tuna
dilakukan dengan mengambil sampel daging pada dinding perut ikan. Histamin
dapat membahayakan kesehatan, karena konsumsi ikan yang mengandung
9
10
b. Sampel ikan dilelehkan dengan air berdasarkan waktu yang telah ditetapkan
pada bak thawing. Setelah thawing selesai, isi perut dibuang, kemudian ikan
dipotong, dicuci dan dimasak.
c. Pemeriksaan sampel meliputi warna, bau, rasa dan tekstur. Apabila terjadi
penyimpangan, maka sampel dipisahkan dan dicatat serta dianalisa data
yang diperoleh. Maksimal decompose yang diperbolehkan untuk ikan
dengan size lebih dari 5 kgadalah 3.5% per lot, sedangkan untuk ikan
dengan size kurang dari 5 kg adalah 5%per lot dan apabila hasil evaluasi
menunjukkan penyimpangan spesifikasi, maka ikan harus direject.
d. Penilaian terhadap warna dilakukan dengan melihat warna daging ikan tuna
setelah proses cleaning. Jika daging ikan tuna memiliki warna putih bersih,
maka daging tersebut diklasifikasikan sebagai daging grade 1, sedangkan jika
daging ikan tuna menunjukkan warna kecoklatan, maka daging tersebut
diklasifikasikan sebagai daging grade 2. Penilaian terhadap warna daging
menentukan produk yang akan dihasilkan, apakah untuk produk ekspor atau
untuk produk lokal. Warna daging pada ikan tuna dapat dipengaruhi oleh
reaksi oksidasi. Menurut Wodi dkk. (2014), daging merah atau gelap pada
ikan tuna merupakan faktor penting dalam penentuan kualitas daging. Hal
ini dikarenakan selama proses penyimpanan, daging merah pada ikan tuna
dapat mengalami perubahan warna menjadi coklat akibat reaksi oksidasi asam
lemak tidak jenuh yang menimbulkan bau dan rasa yang tengik pada
ikan.Selain adanya reaksi oksidasi yang dapat mempengaruhi warna daging
ikan, juga terdapat kerusakan yang disebut dengan bruises.Kerusakan ini
ditunjukkan dengan adanya bintik – bintik berwarna kecoklatan pada lipatan
bagian dalam daging ikan tuna. Untuk melihat apakah daging ikan tuna
mengalami bruisesatau tidak, dapat dilakukan dengan membelah lipatan
daging ikan tuna.
e. Penilaian terhadap bau dilakukan dengan mencium daging ikan tuna untuk
memastikan apakah daging tersebut tercemar bau minyak tanah, solar, bau
busukatau bau tengik akibat oksidasi. Menurut Kurniasi dkk. (2016) bau
12
tengik pada ikan disebabkan karena daging ikan mengandung asam lemak
tak jenuh berkadar tinggi yang sifatnya mudah mengalami reaksi oksidasi.
f. Penilaian terhadap rasa dilakukan dengan memastikan bahwa daging ikan
tuna tidak menyebabkan rasa gatal ketika dimakan. Menurut Subaryono
dkk. (2004), rasa gatal yang timbul pada saat daging ikan tuna dimakan
disebabkan karena adanya kandungan histamin yang tinggi.
g. Penilaian terhadap tekstur daging ikan tuna dilakukan dengan melihat
apakah daging ikan tuna masih memiliki tekstur yang kompak dan tidak
hancur ketika ditekan. Kerusakan tekstur daging ikan tuna meliputi
honeycomb, softdan curd. Honeycomb merupakan kerusakan tekstur daging
yang ditunjukkan dengan adanya lubang seperti sarang lebah pada
permukaan daging ikan tuna. Soft merupakan kerusakan tekstur daging ikan
tuna yang ditunjukkan dengan tekstur daging hancur seperti tepung ketika
ditekan. Sedangkan curd merupakan kerusakan tekstur daging ikan tuna
yang ditunjukkan dengan adanya gumpalan daging yang lembek seperti tahu
dan hancur ketika ditekan. Kerusakan tekstur daging ikan tuna dapat
disebabkan karena adanya kesalahan penanganan pada proses pembekuan.
Laju pembekuan merupakan faktor kritis yang dapat menentukan mutu produk
yang dihasilkan. Proses pembekuan lambat merupakan faktor yang dapat
merusak jaringan tubuh ikan. Proses pembekuan lambat akan menghasilkan
kristal – kristal es dengan jumlah yang lebih sedikit tetapi dengan ukuran yang
lebih besar. Ukuran kristal es yang besar berpeluang untuk menusuk dan
merusak sel – sel jaringan pangan, sehingga menyebabkan sel kehilangan
air dan keteguhan tekstur (Food Review Indonesia, 2007)
Setelah sampel bahan baku pengalengan ikan tuna dinyatakan release oleh
bagian Quality Control (QC), yaitu telah memenuhi standar uji histamin, uji kadar
garam dan uji organoleptik, makatahap selanjutnya adalah pembongkaran ikan
dari container. Apabila sampel bahan baku pengalengan ikan tuna tidak sesuai
dengan standar, maka ikan direject. Berikut adalah tahapan proses pembongkaran
bahan baku pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai:
13
3.2 Thawing
Proses thawing merupakan suatu kegiatan untuk melelehkan bahan baku
ikan tuna yang diterima dalam bentuk beku(frozen).Proses thawing dimulai
dengan mengeluarkan bahan baku ikan tuna di cold storage. Berikut adalah prosedur
pengeluaranbahan baku ikan tuna di cold storage:
15
1. Pengeluaran bahan baku ikan tuna dengan size ikan kurang dari 5 kg
Proses pengeluaran ikan tuna di cold storage dilakukan dengan memasukkan
ikan tuna kedalam wadah sampai penuh, kemudian meletakkan wadah yang
berisi ikan tuna di atas timbangan dan mencatat beratnya. Setelah ditimbang ikan
tuna dibawa ke ruang transfer dan dimasukkan melalui loket satu per satu sampai
ikan di dalam wadah habis.
2. Pengeluaran bahan baku ikan tuna dengan size ikan lebih dari 5 kg
Proses pengeluaran ikan tuna di cold storage dilakukan dengan menyusun ikan
di atas lori sesuai kapasitas lori (±5 ekor). Kemudian meletakkan ikan di atas
timbangan dan mencatat beratnya. Setelah ditimbang, ikan diatur kembali di
atas lori dan dibawa ke ruang transfer. Selanjutnya ikan dimasukkan melalui
loketsatu per satu.
Ikan tuna yang telah dimasukkan melalui loketakan melewati conveyor
moving dan selanjutnya dimasukkan ke dalamboxthawing.Jumlah box thawinguntuk
ikan tunapada PT. Bali Maya Permai adalah sebanyak 35 box, dengan kapasitas
500 – 550 kg per box thawing. Berikut adalah prosedur thawing bahan baku ikan
tuna pada PT. Bali Maya Permai:
1. Sebelum ikan dimasukkan ke dalam boxthawing, petugas thawing harus
memastikan kebersihan box thawing, memastikan pipa water flow, pipa
sirkulasi dan tutup drainase terpasang dengan benar sertamemastikan
kecukupan supply air.
2. Setelah semua persiapan thawing selesai dilakukan, selanjutnya box thawing diisi
air sebanyak 1/3 bagian dari box. Tujuannya adalah untuk menghindari benturan
secara langsung antara ikan tuna dengan box thawing.
3. Ikan dimasukkan ke dalam box thawingdan dipisahkan sesuai dengan jenis, lot,
dan size ikan.
4. Ikan tuna yang dimasukkan ke dalam box thawing dicek suhu dan
kesegarannya. Pengecekan suhu dilakukan dengan mengambil sampel ikan
sebanyak 3 ekor per box thawing.Hal ini dilakukan untuk mengetahui suhu
awal ikan sebelum proses thawing.
16
23 – 25 8
Albacore 20 – 22 7.5
18 – 20 7
1 – 2.5 2
Skipjack dan Yellowfin
2.6 – 4 3
Sumber: PT. Bali Maya Permai
3.3 Butchering
Butcheringmerupakan tahapan pemotongan ikan tuna yang bertujuan untuk
membuang isi perut.Proses butchering ikan tuna dilakukan berasarkan padasize
ikan. Berikut adalah prosedur butchering ikan tuna berdasarkan pada size ikan:
17
3.6 Cooling
Proses cooling atau proses pendinginan dilakukan setelah ikan mencapai
waktu precooking. Proses cooling di PT. Bali Maya Permai dalam melakukan
proses cooling menggunakan perpaduan antara air dan udara. Proses cooling air
dilakukan di dalam mesin cooker. Sedangkan proses cooling udara dilakukan di
luar mesin cooker. Teknik cooling dilakukan sesuai dengan jenis ikan. Untuk
ikan tuna jenis albacore, prosescoolingair dilakukan dengan menggunakan spray
water yaitu water on selama 45 menit, water off selama 15 menit, water on
selama 45 menit, water off selama 15 menit dan water on selama 45 menit.
Sedangkan untuk cooling udara dilakukan selama 75 menit. Proses cooling air ikan
tuna jenis skipjack dilakukan dengan water on selama 20 menit. Sedangkan
20
untuk cooling udara dilakukan selama 70 menit. Proses cooling air ikan tuna
jenis yellowfin dilakukan dengan water on selama 25 menit. Sedangkan untuk
cooling udara dilakukan selama 75 menit. Tekanan air yang digunakan untuk
proses cooling air adalah 4 kg/cm 2 dan target suhu back bone ikan tuna pada saat
cooling adalah maksimal 43 0C.
3.7 Deheading
Proses deheading adalah proses pembuangan kepala, ekor, sirip dan tulang
belakang ikan tuna. Proses ini dilakukan berdasarkan size ikan tuna. Prosedur
deheading ikan tuna adalah mengambil ikan satu per satu dari arah paling bawah
ke atas rak. Ikan ditempatkan pada talam bersih dan ditimbang, kemudian dicatat
hasil timbangannya. Ikan yang telah ditimbang dipindahkan ke meja deheading
dan mulai melakukan kegiatan deheading sesuai dengan size ikan tuna. Deheading
ikan tuna dengan size ikan kurang dari 5 kg dilakukan dengan cara memegang
kepala ikan tuna, kemudian kepala dipatahkan ke arah leher hingga terlepas.
Sedangkan deheading ikan tuna dengan size ikan lebih dari 5 kg dilakukan dengan
cara mengambil daging di bagian tengkuk kepala ikan tuna. Selanjutnya
membelah badan atau ekor ikan tuna menjadi 2 bagian. Kemudian mengambil
tulang belakang ikan.
Setelah deheading dilakukan, talam yang berisi daging ikan tuna diberi
tanda atau color tag sesuai dengan urutan selama proses pre cooking.Color tag
berfungsi untuk menunjukkan holding time sehingga dapat diketahui daging mana
yang harus ditangani terlebih dahulu. Selanjutnya talam yang berisi ikan digeser
ke loket supply ikan untuk dilakukan proses skinning. Waktu mulai sampai
dengan selesai proses deheading dicatat untuk setiap cooker. Holding time atau
waktu tunggu daging ikan tuna dari proses deheading sampai dengan steam on retort
maksimal 3 jam.
3.8 Skinning
Proses skinning bertujuan untuk membuang kulit ikan dan tulang ikan. Proses
ini dilakukan dengan menggunakan pisau. Sebelum melakukan proses skinning, hal
21
yang perlu dilakukan terlebih dahulu yaitu menyiapkan dan memastikan peralatan
yang diperlukan, antara lain: talam, lori, pisau dan timbangan dalam kondisi bersih
dan berfungsi dengan baik. Proses skinning diawali dengan mengatur talam kosong
ukuran besar dan kecil di atas meja skinning. Selanjutnya mengatur posisi talam yang
telah berisi ikan dari bagian loket deheading kerak lori mulai dari bagian atas ke
bagian bawah. Kemudian melakukan pemeriksaan tanda atau color tag yang ada di
setiap talam dan mendorong lori ke meja skinning. Setelah itu mengambil talam yang
berisi ikan dari lori secara hati – hati mulai dari talam yang berada di bagian bawah
rak lori dan meletakkannya di meja skinning.
Langkah selanjutnya dalam proses skinning adalah mengambil dan mengangkat
ikan secara hati – hati, kemudian membersihkan ikan mulai dari pangkal ekor ke arah
tengkuk untuk membuang sirip punggung pada ikan dengan size kurang dari 5 kg.
Pembersihan kulit ikan dimulai dari bagian tengkuk kearah ekor. Setelah itu
melakukan pemisahan ikan menjadi 2 bagian, yaitu bagian punggung dan bagian
perut. Proses skinning pada ikan tuna dengan size kurang dari
5 kg juga dilakukan untuk menghilangkan tulang keras pada ikan.
Langkah berikutnya adalah menempatkan ikan hasil skinning pada talam
stainless steel yang bersih secara terpisah antara ikan bersih yang telah dilakukan
skinning dengan kulit dan tulang. Kemudian mengatur posisi ikan yang telah
dilakukan proses skinning di dalam talam dan disesuaikan jumlahnya dengan
kapasitas talam agar daging ikan tidak hancur. Selanjutnya memindahkan color tag
dari bagian deheading ke talam yang berisi daging ikan yang telah dilakukan proses
skinning. Kemudian meletakkan talam yang berisi daging bersih ke atas rak lori mulai
dari bagian atas ke bagian bawah dan dibawa ke bagian penimbangan. Melakukan
penimbangan ikan pada setiap talam dan diletakkan di meja quality check. Setelah itu
melakukan pencatatan hasil timbangan pada buku serta mencatat mengenai waktu
mulai dan selesai proses skinning untuk setiap cooker.Pada proses ini juga dilakukan
organoleptic recheck untuk memastikan bahwa daging ikan tuna tidak terkontaminasi
bau busuk, solar atau minyak tanah. Apabila masih terdapat banyak kulit pada daging
ikan, maka dilakukan proses skinning ulang.
22
3.9 Cleaning
Proses cleaning adalah suatu proses untuk membersihkan daging ikan tuna
dari daging merah, sisa kulit, duri dan tulang lunak. Sisa kulit dan duri hasil cleaning
akan menjadi sampah, sedangkan daging merah dapat diolah kembali menjadi
produk dalam kaleng. Pada proses skinning diperoleh daging dengan 3 kriteria, yaitu
loin, chunk dan flake. Daging loin adalah hasil utama dari proses cleaning berupa
potongan daging utuh yang telah dibersihkan dari sisa – sisa daging merah. Chunk
adalah daging ikan tuna yang diperoleh dari daging utama yang mengelupas. Flake
adalah serpihan daging tuna berukuran kecil yang diperoleh dari pembersihan
daging loin.
Hal pertama yang harus dilakukan sebelum proses cleaning dimulai adalah
mempersiapkan peralatan yang diperlukan antara lain: talam ukuran besar dan kecil,
pisau serta lori. Memastikan semua peralatan dalam keadaan bersih dan berfungsi
dengan baik sebelum digunakan. Langkah selanjutnya adalah mengatur posisi talam
pada meja cleaning, memindahkan ikan dari rak quality check dan diletakkan di
lori mulai dari posisi atas lori ke bagian bawah kemudian mendorong lori ke
area cleaning. Selanjutnya memindahkan talam yang berisi ikan dari lori ke
meja cleaning mulai dari bagian bawah ke bagian atas dan memindahkan color
tag ke talam kosong. Setelah itu mengambil ikan dari lori sesuai color tag pada
talam yang sedang dikerjakan.
Proses cleaning dilakukan melalui 2 tahap. Pada proses cleaning tahap
pertama, langkah – langkah yang dilakukan yaitu membersihkan bagian daging
dari sisa – sisa kulit dan tulang hingga bersih. Kemudian membelah loin dengan hati
– hati yang bertujuan membersihkan sisi bagian dalam daging ikan tuna untuk ikan
dengan size kurang dari 5 kg.Setelah itu, menyayat sisi kanan dan sisi kiri pada
bagian daging merah, kemudian mengambil dan menempatkan daging merah pada
talam khusus.Selanjutnya meletakkan loin pada talam yang sudah disediakan.
Saat melakukan proses ini perlu adanya ketelitian agar tidak ada pecahan – pecahan
daging yang terbuang.
Pada proses cleaning tahap kedua, langkah – langkah yang dilakukan yaitu
mengambil loin dari hasil cleaning tahap pertama. Kemudian membersihkan
23
loindi semua sisi dari daging merah, kulit dan tulang lunak. Selanjutnya
memisahkan hasil cleaning berupa daging halus (flake) pada talam stainless steel
kecil. Loin hasil cleaning diletakkan pada talam yang bersih dan telah diberi tag
sesuai urutan cooker. Kemudian meletakkan talam yang berisi loin, chunk dan
flake pada lori untuk dilakukan penimbangan guna untuk mengetahui rendemen ikan
tuna.Namun apabila masih terdapat kulit, sisik dan daging merah pada loin hasil
cleaning, maka dilakukan pembersihan ulang sampai daging bersih.
3.10 Cutting
Proses cutting bertujuan untuk memotong daging loin agar memiliki bentuk
dan ukuran daging yang sesuai dengan ketentuan pengisian daging (solid atau
chunk). Proses ini diawali dengan mengambil daging ikan tuna dari talam ke talenan
dan mengatur posisi ikan agar mempermudah proses cutting. Kemudian memotong
daging ikan (loin dengan panjang 21 cm) menjadi 2 bagian dengan ukuran 11 cm
untuk jenis produk solid 1 layer. Sedangkan untuk jenis produk solid 2 layer,
maka dilakukan pemotongan daging ikan (loin dengan panjang 11 cm) menjadi 2
bagian dengan ukuran 5.5 cm.
Apabila daging ikan tuna digunakan untuk produk chunk, potongan loin
dengan panjang 11 cm dibelah menjadi beberapa bagian layer. Jika diperlukan untuk
melengkapi komposisi jenis produk chunk, maka belahan layer dipotong menjadi
beberapa potongan. Untuk ikan tuna dengan size kurang dari 10 kg, maka loin
dipotong menjadi ukuran 10 – 11 cm. Kemudian meletakkan sisa potongan yang
tidak beraturan atau tidak seragam ke dalam talam yang bertujuan untuk memenuhi
komposisi jenis produk chunk.
proses pengalengan ikan tuna. Pada proses ini akan dilakukan pendeteksian terhadap
kandungan metal yang terdapat pada daging ikan tuna. Kandungan metal yang dapat
terdeteksi oleh mesin metal detectora dalah Fe, non Fe, stainless steel dan
aluminium. Standar yang dapat terdeteksi untuk kandungan metal pada daging ikan
tuna yaitu Fe sebanyak 1.5 mm, non Fe sebanyak 2.5 mm, stainless steel sebanyak
3 mm dan Al sebanyak 3 mm.
Prosedur pada proses metal detecting adalah meletakkan loin di talam
plastik dengan jumlah sesuai kapasitas dan melewatkan daging (loin) ke mesin
metal detector dan mengamati lampu indikator. Apabila loin mengandung metal
maka conveyor berhenti dan lampu indikator menyala berwarna merah. Sehingga
hal yang perlu dilakukan yaitu membagi daging (loin) ke dalam 2 talam plastik yang
berbeda, kemudian melewatkan loin ke mesin metal detector. Apabila loin masih
terdeteksi adanya metal, maka loin tersebut dibagi lagi ke dalam 2 talam yang
berbeda dan memasukkan loin ke mesin metal detector. Jika loin dari salah satu
talam tersebut masih terdeteksi metal, maka dilakukan sortir manual dan hasil dari
sortiran tersebut dilewatkan ke mesin metal detector. Namun jika masih
terdeteksi adanya metal, maka loin tersebut direject.
Flake
Layer
Layer
Flake
Layer
Layer
Chunk
Flake
Chunk
Layer
9. Membuka kran outlet setelah ada kode lampu warna hijau menyala.
10. Menutup kran outlet setelah ada kode lampu warna merah menyala.
b. Pembuatan larutan VB
1. Menyiapkan VB yang telah ditimbang oleh pihak gudang bahan.
2. Mengisi kuali dengan air dari water filter.
3. Hidupkan motor moxer.
4. Masukkan VB sedikit demi sedikit dalam kuali.
5. Memastikan larutan VB sudah benar – benat terlarut atau homogeny.
6. Larutan VB harus dimixer terus menerus agar tidak mengendap sampai
larutan VB habis di kuali.
7. Membuka kran outlet setelah ada kode lampu warna hijau menyala.
8. Menutup kran outlet setelah ada kode lampu warna merah menyala.
c. Pembuatan saus (bumbu THS)
1. Masukkan minyak soya ke dalam kuali pemasakan dan panaskan
hingga mencapai suhu 1100C – 1150C.
2. Masukkan cabai giling kemudian aduk hingga matang (timbul aroma
spesifik cabai goreng).
3. Masukkan bahan – bahan secara bergantian dan perlahan.
4. Menambahkan air ke dalam kuali dan aduk hingga tercampur merata.
5. Pemasakan bumbu selesai setelah suhu pemasakan mencapai 800C
sampai 850C.
3.18 Seaming
Seaming merupakan tahapan kritis dalam proses pengalengan ikan tuna. Hal ini
dikarenakan kemungkinan bahaya yang dapat terjadi pada proses seaming yaitu
masuknya bakteri pathogen pada kaleng, hal ini dikarenakan proses seaming yang
kurang tepat dan dapat mempengaruhi mutu produk. Prinsip seaming pada PT. Bali
Maya Permai dikenal dengan istilah double seaming, yaitu proses penutupan kaleng
yang dilakukan melalui 2 tahapan. Tahap pertama menghasilkan kaitan antara bibir
kaleng dan tutup kaleng, sedangkan tahap kedua adalah tahap penyempurnaan hasil
kaitan antara bibir kaleng dan tutup kaleng sehingga menghasilkan lipatan yang rapat.
Berikut adalah bagian – bagian dari mesin seamer beserta fungsinya:
1. Screw(ulir) : untuk mengatur jarak kaleng yang berjalan pada conveyor.
2. Separator : untuk mendorong tutup kaleng yang ada pada magazine.
3. Magazine : sebagai tempat tutup kaleng.
4. Turret : untuk membawa kaleng dan tutup ke dalam mesin seamer.
5. Lifter : untuk mengangkat kaleng.
6. Chuck : untuk menahan tutup saat kaleng diangkat oleh lifter.
7. Fisrt roll : untuk mengaitkan tutup kaleng dengan bibir kaleng.
8. Second roll : untuk menyempurnakan hasil seaming dari first roll.
9. Knock out : untuk mendorong kaleng setelah proses seaming selesai.
Cara kerja mesin seamer adalah kaleng yang melewati conveyor mesin akan
melewati screw, kemudian separator akan mendorong tutup kaleng pada
magazine sehingga kaleng dan tutup berjalan bersama masuk ke turret. Kaleng
30
yang telah masuk ke turret akan dibawa ke ruang vakum dalam mesin seamer. Pada
ruang tersebut kaleng diangkat oleh lifter dan tutup kaleng ditahan oleh chuck,
kemudian terjadilah proses seaming oleh first roll dan second roll. Setelah proses
seaming selesai, lifter turun bersama dengan terdorongnya kaleng oleh sknock out.
Selanjutnya turret berputar dan kaleng keluar dari mesin seamer.
Prosedur kerja yang dilakukan pada tahapan proses penutupan kaleng
(seaming) adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan tutup kaleng sesuai dengan pack style yang akan ditutup.
2. Memasukkan tutup ke dalam magazine dan menghidupkan mesin seamer,
vacuum seamer dan conveyor.
3. Memperhatikan tingkat kevacuuman, yaitu minimal 30 cm/Hg. Apabila
vacuum kurang dari standar, maka mesin dihentikan terlebih dahulu.
4. Memasukkan produk atau kaleng ke seamer apabila head space sesuai dengan
standar (maksimal 10% dari tinggi kaleng).
5. Memeriksa hasil seaming secara visual dan dimensional (tear down).
6. Melewatkan produk yang telah melalui proses pemeriksaan ke shoot produk
untuk menuju proses retorting.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai proses evaluasi penutupan kaleng
secara visual dan secara dimensional:
1. Proses evaluasi secara visual
Proses evaluasi ini dilakukan dengan melihat kaleng hasil seaming secara
visual yaitu mengamati secara teliti kondisi visual luar kaleng dan mengamati
dengan seksama kondisi double seam serta memastikan tidak terdapat
kerusakan kaleng. Proses evaluasi secara visual dilakukan maksimal 30 menit.
2. Proses evaluasi secara dimensional
Proses evaluasi ini dilakukan maksimal 2 jam setiap seaming head, yaitu
mengambil sampel kaleng untuk dilakukan pengukuran dengan cara merobek
(tear down) dengan alat tang, gunting dan pembuka kaleng, kemudian melakukan
pengukuran yang meliputi:
a. Width (W)atau seam length (SL) diukur sejajar pada lipatan seam.
31
b. Counter sink (CS) diukur mulai dari ujung atas double seam sampai
permukaan tutup.
c. Seam thickness (T) diukur tegak lurus pada lipatan seam.
d. Body hook(BH) diukur sejajar lipatan body dari ujung kaleng sampai
ujung lipatan.
e. Cover hook (CH) diukur sejajar lipatan tutup yang membentuk kaitan tutup
(cover hook).
f. Over lap (OL) dihitung dengan perhitungan:
OL = BH + CH (1,1 x TC) – W
Perhitungan untuk kaleng 603:
OL = BH + CH (1,1 x 0,28) – W
Perhitungan untuk kaleng 307:
OL = BH + CH (1,1 x 0,21) – W
g. Thightness dilihat dengan menganalisa nilai besarnya kerutan pada cover hook.
Kerusakan yang terjadi pada kaleng ikan tuna akibat kegiatan seaming dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. False seam :tidak ada ikatan dan penguncian hook antara body
dan end (no interlock).
2. Vee :terjadi karena wrinkle dari endmelipat sehingga
hasilseaming berbentuk huruf V (kecil tapi
tajam).
3. Droop :mirip vee tapi lebih besar.
4. Skidding :kaleng selip ketika proses seaming sedang
berjalan.
5. Cut over :disebut juga sharp seam, hasil seaming tajam
pada bagian dalam atau sisi seaming chuck.
6. Squeeze :hasil seaming kotor, tidak mulus hal ini
Disebabkan dari over latex.
7. Cracked :retak body, biasanya terjadi pada side seam.
8. Wrinkle :terjadi jika hasil seaming kendor atau loose.
9. Roll jump atau jumped seam :tampak cembung, hanya terjadi pada jenis kaleng
32
sambungan solder.
10. Cut seam :terlalu banyak lateks pada satu tempat.
11. Cooked body :sambungan side seam atau welding tidak siku.
12. Dented flange :bibir kaleng penyok.
13. Knock down flange :lebih parah dari dentedflange, karena
disebabkanoleh benturan.
14. Mushromedflange :bibir flange secara merata over, sehingga
berbentuk seperti jamur, body hookterlalu besar.
15. Cracked flange :bibir flange retak atau pecah.
16. Creased or peaked flange :bibir flange melipat.
17. Miss assembly :end tidak bertemu dengan body atau false seam.
18. Excessive C.S depth : C.S terlalu lebih besar dari SL.
Initial Temperature (IT) produk dari contoh kaleng yang diambil pada kaleng
pertama (yang diisikan ke dalam keranjang) atau yang terdingin, dengan
melubangi pada bagian tengah kaleng. Kemudian mengukur suhu dengan
memasukkan sensor thermometer tepat pada pusat kaleng. Pengecekan IT dilakukan
di setiap cycle retort dan pengukuran dilakukan pada saat steam on.
3.20 Retorting
Proses sterilisasi adalah suatu proses melumpuhkan bakteri yang ada pada kaleng
sehingga tidak berkembang biak dan tidak akan merusak produk. Proses sterilisasi
dilakukan dengan menggunakan mesin retort. Berikut adalah bagian – bagian dari
mesin retort beserta fungsinya:
1. Bejana retort : berfungsi sebagai tempat sterilisasi produk.
2. Bleeder : berfungsi untuk mengeluarkan udara/uap air
3. Thermometer MIG : berfungsi untuk membaca/ melihat suhu.
4. Kran venting : berfungsi untuk mengeluarkan udara dalam retort.
5. Supply udara : berfungsi untuk memberikan tekanan saat pendinginan.
6. Supply air : berfungsi untuk pendinginan dalam retort.
7. Safety valve : berfungsi sebagai pengaman.
8. Drainase : berfungsi sebagai saluran pembuangan.
9. Thermometer recording : berfungsi untuk mencatat suhu dan waktu.
10. Supply uap : berfungsi untuk menyalurkan uap ke dalam retort.
2. Blow down
Merupakan kegiatan untuk mengeluarkan sisa air dan kerak (kondensat) yang ada
di pipa spreader uap dan pipa steam inlet (supply uap). Blow down dilakukan
dengan membuka pipa steam inlet (supply uap) secara penuh selama maksimal 1
menit. Memastikan pancaran steam spreader dan water spreader keluar merata.
Kemudian melakukan penyetelan jam recording oleh petugas khusus dengan
posisi benar dan menyesuaikan dengan waktu pada jam dinding. Mengunci
box thermo recorder dan thermo control oleh petugas khusus, kemudian
memasang loriretort di depan pintu retort.
3. Retort tag
Mengangkat produk yang ada pada keranjang menggunakan katrol dari lokasi
penampung atau tempat penataan ke depan pintu retort atau loriretort. Sebelum
memasukkan produk ke dalam retort, maka dilakukan pencocokan kode yang
ada di retort tag dengan kode yang ada di tutup kaleng dan mencatat pada
formulir retort log. Selain itu dalam retort tag terdapat cook check yang
digunakan untuk mengecek kematangan. Jika produk telah disterilisasi, maka
cook checkakan berubah warna menjadi hitam. Kemudian keranjang produk
dimasukkan ke dalam bejana retort dengan hati – hati dan jangan sampai
terjadi benturan. Label atau cook check ditempelkan pada posisi yang mudah
dilihat dan dibaca. Selanjutnya dilakukan pencatatan mengenai semua
informasi ke dalam formulir retort operation log dan menentukan jadwal
proses sesuai dengan standar yang direkomendasikan, kemudian menutup dan
mengunci bejana retort.
4. Venting
Merupakan bagian dari retorting yang dilakukan untuk menghenyakkan udara
di dalam retort dan menggantinya dengan uap murni agar titik – titik panas di
dalam retort memiliki suhu yang sama. Proses venting dilakukan dengan cara
membuka kran drainase, membuka semua kran venting, membuka kran bleeder
agar uap air dapat keluar. Jika kran bleeder tidak dibuka, maka uap air tidak dapat
keluar dan suhu di dalam retort tidak stabil karena uap air akan mengumpul di
satu titik, sehingga sterilisasi menjadi tidak sempurna. Menutup
35
supply air dan udara.Membuka supply uap secara penuh, menutup kran
drainase sampai penuh setelah suhu mencapai 1000C dan bleeder bawah tetap
terbuka.Setelah waktu dan suhu venting tercapai, maka semua kran venting
ditutup dan selanjutnya menaikkan suhu venting ke suhu proses (come up
time). Waktu sterilisasi mulai dihitung ketika suhu proses sterilisasi telah
tercapai. Venting dapat dilakukan jika tekanan suhu minimal 3 kg/ cm2. Berikut
ini adalah venting schedule pada proses sterilisasi ikantuna dalam kaleng di PT.
Bali Maya Permai:
Tabel 3.2 Venting Schedule
3.21 Cooling
Merupakan tahap terakhir dari proses retorting. Prinsip kerja cooling adalah
memasukkan air ke dalam retort dengan teknik bertekanan. Teknik bertekanan
digunakan pada proses cooling karena selama proses sterilisasi kaleng akan
mengembang, sehingga saat diberi air harus diberi tekanan agar kaleng tidak
rusak. Tekanan diberikan melalui supply udara. Jika air langsung dimasukkan dalam
mesin retort, maka suhu akan turun secara langsung dan menyebabkan kembalinya
kaleng kebentuk awal menjadi tidak normal. Tahapan cooling diawali dengan
menutup kran steam inlet dan semua kran bleeder sehingga tidak ada lagi uap panas
masuk kecuali kran bleeder MIG dan kran bleeder thermo recorder.
36
Untuk menjaga kestabilan tekanan, maka kran udara kompressor dan kran
overflow dibuka sesuai dengan kebutuhan selama 2 – 3 menit untuk membuang uap,
kemudian kran air dari bawah dibuka dan tetap menjaga kestabilan tekanan sampai
air keluar melalui kran overflow.
Selanjutnya menutup kran udara dan kran overflow dibuka lebih besar
dengan tetap menjaga tekanan di dalam retort agar tidak melebihi tekanan selama
proses sterilisasi. Pada saat ketinggian air mencapai kran overflow, balik aliran air
dari kran bawah ke kran atas, kemudian air masuk dan air keluar diperbesar
sampai suhu air di kran drainase mencapai 40oC dan menurunkan tekanan secara
perlahan – lahan hingga tekanan 0 kg/cm2. Setelah suhu pendinginan tercapai
± 350C, kran inlet air atas ditutup dan air yang ada dibuang dengan membuka kran
drainase sampai air habis. Langkah terakhir yaitu membuka pintu retort dan
mengeluarkan keranjang yang berisi produk dengan hati – hati dan mengirim
produk tersebut ke post retort area dengan menggunakan katrol.
3.22 Isolating
Proses isolating bertujuan untuk menghindarkan kaleng yang telah
disterilisasi dari kemungkinan kontaminasi mikroorganisme yang dapat masuk di
dalam kaleng. Prosedur isolasi produk ikan tuna dalam kaleng yang telah
disterilisasi adalah sebagai berikut:
1. Memeriksa tag yang ada pada setiap keranjang yang memuat tentang pack
style, kode kaleng dan ukuran kaleng.
2. Memeriksa cook check apakah telah berubah warna atau belum, jika belum
(garis kuning), maka dibawa kembali ke retort untuk sterilisasi ulang. Jika sudah
berubah warna (garis hitam), maka keranjang dibawa ke post retort.
3. Mengangkat keranjang produk dengan katrol dan meletakkannya di lokasi
isolasi, kemudian menyusun keranjang maksimal 3 tumpukan.
4. Keranjang produk didiamkan selama waktu yang ditentukan. Waktu yang
dibutuhkan untuk proses isolasi produk ikan tuna dengan ukuran kaleng 603 x 408
adalah minimal 8 jam, sedangkan pada produk ikan tuna dengan ukuran kaleng
307 x 108/112/105.5 adalah minimal 6 jam.
37
3.23 Wipping
Proses wipping atau pengelapan bertujuan untuk membersihkan kaleng dari
sisa kotoran dan air klorinasi. Pengelapan dilakukan di atas conveyor dengan
menggunakan kain lap yang mampu menyerap air. Pengelapan dilakukan pada
bagian atas dan bagian bawah kaleng serta pada badan kaleng. Untuk kotoran
yang menempel pada kaleng dan susah dibersihkan, maka proses pengelapan
dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan air. Pada proses ini juga dilakukan
sortasi untuk kaleng yang mengalami kerusakan. Kaleng yang telah dibersihkan
dimasukkan ke dalam karton sementara sebanyak 45 kaleng per karton untuk ukuran
kaleng 307 x 108, sedangkan untuk kaleng yang berukuran 603 x
408dimasukkan ke dalam karton sementara sebanyak 6 kaleng per karton dan
ditumpuk pada pallet sesuai tag produk.
3.24 Packaging
Proses labelling merupakan tahapan kritis dalam pengalengan ikan tuna. Hal
ini dikarenakan informasi yang ada pada label dipastikan jelas dan sesuai, tertama
mengenai informasi ingredient yang terkandung dalam produk terutama
keterangan mengenai bahan – bahan yang mengandung allergen. Proses
packaging dilakukan untuk memberi label pada produk dan memasukkan produk
yang telah dilabel ke dalam karton. Sebelum dilakukan pelabelan, kaleng
diperiksa untuk melihat apakah terdapat kode kaleng yang kabur. Kode kaleng yang
kabur akandibersihkan dengan thinner dan kemudian akan dilakukan pengkodean
ulang. Setelah kaleng diperiksa, selanjutnya dilakukan pelabelan pada kalengyang
disesuaikan dengan jenis produk dan pesanan dari konsumen. Prosedur
pelabelanpada produk ikan tuna dalam kalengadalah sebagai berikut:
1. Memastikan label yangakan digunakan telah direlease oleh Quality Control.
2. Memeriksa kesesuaian kode kaleng dengan label dan karton yang akan dipakai.
3. Menempelkan label pada body kaleng menggunakan lem fox dengan cara
memberi sedikit lem pada bagian ujung dan tengah label, kemudian label
ditempelkan pada body kaleng.
38
3.25 Storaging
Setelah produk disortasi, dilabel dan dikemas di dalam karton, produk
disimpan di dalam gudang penyimpanan. Produk yang telah dikemas di dalam
karton ditumpuk pada pallet dan dibawa ke dalam gudang penyimpanan
menggunakanforklift. Berikut adalah prosedur penyimpanan produk jadi di dalam
gudang penyimpanan:
1. Mengecek produk (jumlah, ukuran kaleng, tanggal produksi dan pack style)
pada pallet tag.
2. Mengangkat pallet dengan menggunakan forklift dan memindahkan ke dalam
gudang produk jadi.
39
3. Menghitung produk dan menyusun pallet pada gudang produk jadi dengan cara
mengatur penyusunan agar tidak miring dan terlalu rapat.
4. Mengatur penyusunan produk secara berurutan sesuai kode produk dari yang
lebih awal ke yang lebih akhir agar memudahkan pelaksanaan sistem FIFO (First
In First Out).
5. Standar pada tahap storaging adalah adanya kesesuaian antara bukti transfer
dengan barang yang diserahkan (jumlah, jenis produk dan pack style). Apabila
ditemukan ketidaksesuaian, maka harus dilakukan pengecekan ulang.
2. Setiap sampel produk diambil dari awal, pertengahan dan akhir proses.
3. Hasil evaluasi produk akhir sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
3.27 Dispatching
Tahapan ini merupakan kegiatan pengiriman produk jadi kepada konsumen.
Persiapan yang dilakukan pada tahapan ini adalah mengatur produk sesuai dengan
order yang telah diterima dan mencatat pada buku yang sudah ditentukan meliputi
jenis, kode kaleng, brand, jumlah dan ukuran kaleng sesuai dengan sistem FIFO.
Selanjutnya menyiapkan forklift untuk memindahkan produk ke dalam truck
pengiriman. Berikut adalah prosedur pengiriman produk jadi:
1. Melakukan pemeriksaan kondisi truck untuk memastikan kelayakan kendaraan
(lantai dan dinding bak truck bersih serta terpal tidak bocor).
2. Melapisi dinding bak truck dengan kertas pembungkus.
3. Menyiapkan lori di atas truck.
4. Mengambil produk dari area setting dengan menggunakan forklift dan
meletakkan pada lori di truck. Kemudian dilakukan pembongkaran dan
pengaturan peletakan produk sesuai kode, merk dan ukuran kaleng serta
41
memberi sekat untuk memisahkan produk, jika terdapat produk yang berbeda
dalam satu truck.
5. Mengecek produk yang akan dikirim dan memastikan produk terlidungi dari
kemungkinan gangguan keamanan.
6. Mencatat kode kaleng, nama supir, nomor telepon supir dan ekspedisi pada
surat jalan.
BAB 4. TITIK KENDALI KRITIS
42
43
yang menjadi batas kritis untuk tindakan pencegahan yaitu waktu dan suhu.
Kedua hal tersebut sangatlah mempengaruhi mutu produk yang akan dihasilkan.
5.1 Receiving
Penerimaan bahan baku merupakan salah satu titik kendali kritis (CCP) pada
proses pengalengan ikan tuna. Bahan baku yang diterima oleh perusahaan akan
menentukan mutu produk yang akan dihasilkan. Proses ini menjadi titik kendali
kritis karena terdapat hazard yang harus diidentifikasi, dimonitoring dan
dikendalikan. Hazard yang ada pada proses penerimaan bahan baku ikan tuna
yaitu kandungan histamin pada ikan tuna. PT Bali Maya menetapkan standar mutu
kadar histamin maksimal 30 ppm. Menurut SNI (2017), persyaratan kadar
histamin yang diperbolehkan maksimal 50 ppm. Penentuan standar histamin lebih
rendah dari SNI bertujuan untuk mengantisipasi adanya kenaikan histamin pada saat
proses produksi. Histamin merupakan turunan dari histidin, yaitu senyawa yang
terdapat pada family scombroidae seperti ikan tuna. Konsumsi ikan yang
mengandung histamin ≥100 ppm dapat menyebabkan terjadinya keracunan
(Djarismawati dkk, 2002). Ada beberapa gejala akibat keracunan histamin seperti
rasa mual dengan atau tanpa muntah, rasa terbakar pada tenggorokan, bibir bengkak,
sakit kepala, muka dan leher kemerah – merahan, kulit gatal dan badan lemas
(Aminah, 2015).
Kegiatan monitoring yang dilakukan terhadap kadar histamin pada bahan
baku ikan tuna yaitu dengan melakukan pengujian histamin. Pengujian histamin
ini dilakukan setiap penerimaan bahan baku ikan tuna yaitu dengan mengambil
sampel sebanyak 18 ekor per lot. Selain dilakukan pengujian kadar histamin pada
bahan baku ikan tuna, PT Bali Maya juga melakukan pengujian kadar garam dengan
standar yang telah ditetapkan untuk kadar garam yaitu maksimal 1.35%. Apabila
hasil pengujian histamin dan garam memenuhi standar spesifikasi dari perusahaan
dan dinyatakan release oleh petugas Quality Control, maka dilakukan
pembongkaran bahan baku ikan tuna dari container menuju cold storage (untuk ikan
tuna beku) dan ruang pembekuan (untuk ikan tuna segar yang tidak langsung
diproduksi). Namun apabila bahan baku ikan tuna tidak sesuai dengan spesifikasi
mutu (kadar histamin > 30 ppm dan kadar garam >1.35%), maka ikan tuna
45
46
direject. Untuk bahan baku ikan tuna yang dinyatakan release, maka dilakukan
penyimpanan ikan tuna beku di cold storage dengan suhu maksimal -180C, dan
dilakukan kegiatan monitoring dengan mengecek suhu cold storage setiap 2 jam.
Sedangkan untuk ikan tuna segar yang akan dilakukan pembekuan, suhu ruang
pembekuan maksimal -400C, dan dilakukan kegiatan monitoring dengan cara
mengecek suhu ruang pembekuan setiap 1 jam. Pengecekan suhu cold storage dan
suhu ruang pembekuan secara berkala bertujuan untuk mengontrol suhu agar tidak
terjadi peningkatan suhu melebihi batas maksimal yang telah ditentukan.
5.2 Thawing
Proses thawing merupakan suatu kegiatan untuk melelehkan bahan baku ikan
tuna yang diterima dalam bentuk beku (frozen). Tujuan thawing yaitu untuk
mempermudah proses selanjutnya (butchering). Sebelum proses thawing dimulai,
hal yang perlu dilakukan yaitu memastikan kebersihan box thawing, memastikan
pipa water flow, pipa sirkulasi dan tutup drainase terpasang dengan benar serta
memastikan kecukupan supply air. Setelah itu box thawing diisi air sebanyak 1/3
bagian dari box dan kemudian ikan dimasukkan.Tujuannya adalah untuk
menghindari benturan secara langsung antara ikan tuna dengan box thawing. Ikan
tuna yang dimasukkan ke dalam box thawing dicek suhu dan kesegarannya.
Pengecekan suhu dilakukan dengan mengambil sampel ikan sebanyak 3 ekor per
box thawing. Hal ini dilakukan untuk mengetahui suhu awal ikan tuna sebelum
proses thawing. Apabila terdapat ikan yang terjatuh dari box thawing, maka harus
segera diambil dan dibersihkan dari kontaminan, kemudian dikembalikan ke
dalam box thawing. Waktu yang digunakan untuk thawing bahan baku ikan tuna
dikalkulasi sesuai dengan jenis, lot dan size ikan tuna. Berikut adalah waktu
thawing ikan tuna berdasarkan jenis dan size ikan:
Tabel 5.1 Waktu Thawing Ikan Tuna
Jenis Ikan Size Ikan (kg) Waktu Thawing (jam)
23 – 25 8
Albacore 20 – 22 7.5
18 – 20 7
1 – 2.5 2
Skipjack dan Yellowfin
2.6 – 4 3
Sumber: PT. Bali Maya Permai
47
Holding time dari pembongkaran ikan di cold storage sampai mulai thawing
untuk ikan tuna dengan size kurang dari 5 kg yaitu maksimal 3 jam dan untuk ikan
tuna dengan ukuran lebih dari 5 kg yaitu maksimal 5 jam. Holding time bertujuan
untuk menjaga suhu ikan dan menghindari peningkatan histamin. Untuk menjaga
mutu ikan tuna maka dilakukan pengontrolan terhadap waktu dan suhu. Cara
pengontrolan untuk menjaga mutu ikan tuna yaitu mengacu pada schedule yang
telah dibuat oleh pihak manajemen dan melakukan pemeriksaan suhu back bone
dengan mengambil sampel sebanyak 3 ekor per box thawing. Suhu back bone
setelah thawing yaitu -20C – 00C. Saat waktu thawing telah tercapai namun
apabila suhu back bone masih belum mencapai suhu standar yang telah
ditentukan, maka proses thawing dilanjutkan. Namun apabila suhu back bone
melebihi suhu standar, maka segera dilakukan proses pre cooking. Menurut
Novianti (2010), pada saat proses thawing suhu bahan pangan akan meningkat
dan memiliki resiko untuk perkembangan mikroorganisme. Sehingga suhu back
bone ikan setelah thawing tidak boleh melebihi standar agar dapat menurunkan
resiko perkembangan mikroorganisme. Perkembangan mikroorganisme ini akan
menyebabkan peningkatan kadar histamin pada ikan. Menurut Mitchell (2013),
histamin tidak akan terbentuk jika suhu back bone ikan tidak lebih dari 40C.
5.3 Butchering
Butchering merupakan tahapan pemotongan ikan tuna yang bertujuan untuk
membuang isi perut. Menurut Mitchell (2013), insang dan isi perut merupakan
sumber bakteri sehingga pada saat dilakukan proses pengolahan ikan tuna, isi
perut harus dibuang agar bakteri tidak menyebar ke seluruh bagian tubuh ikan
selama proses penanganan. Setelah isi perut dikeluarkan, dinding perut dicuci
menggunakan air yang mengalir sampai bersih. Ikan yang telah bersih diperiksa
secara organoleptik antara lain penilaian terhadap bau (bau solar, bau minyak
tanah atau bau asing lainnya), tekstur ikan (kekenyalan) dan kerusakan fisik ikan
(terkoyak). Ikan yang mengalami penyimpangan organoleptik dipisahkan untuk
ditangani secara khusus atau direject. Apabila terdapat ikan yang jatuh dari
conveyor, maka ikan tuna segera diambil dan dibersihkan untuk menghindari
48
kontaminan. Holding time dari start butchering sampai steam on cooker untuk
ikan tuna dengan size ikan kurang dari 5 kg adalah maksimal 90 menit dan untuk
ikan tuna dengan size ikan lebih dari 5 kg adalah maksimal 150 menit. Hal yang
perlu dilakukan pengontrolan pada proses butchering adalah pengontrolan waktu
dengan mengacu pada schedule yang telah dibuat oleh pihak manajemen dan
pengontrolan suhu back bone yaitu maksimal 40C.
bertujuan untuk membersihkan sisa – sisa darah yang menempel pada ikan. Waktu
yang digunakan pada proses pre cooking ditetapkan berdasarkan pada size ikan tuna.
Pengontrolan yang dilakukan pada proses pre cooking yaitu menjaga suhu
pemasakan antara 900C – 1000C dilakukan dengan cara mengatur kran steam
dan pengontrolan waktu pemasakan. Hal ini dilakukan agar daging ikan tuna
masak dan menghindari over cooking. Pengecekan suhu back bone dilakukan
saat water off dengan sampel minimal 24 ekor. Suhu back bone akhir setelah
pemasakan yaitu ≥600C. Suhu yang ditetapkan tersebut bertujuan untuk
mengkoagulasi protein dari bentuk cairan menjadi padatan protein untuk
mempermudah proses selanjutnya. Jika suhu tidak mencapai standar, maka
waktu pre cooking ditambah.
5.6 Cooling
Proses cooling bertujuan untuk membuat daging ikan tuna lebih kompak
dan mempercepat proses pendinginan sehingga memudahkan dalam proses
pengolahan selanjutnya. Proses cooling di PT Bali Maya menggunakan
perpaduan antara air dan udara. Pengontrolan yang dilakukan pada proses
cooling adalah waktu dan suhu. Target suhu back bone ikan tuna pada saat
cooling adalah maksimal 430C. Apabila suhu back bone belum mencapai
standar, maka proses cooling dilanjutkan sampai suhu back bone mencapai suhu
standar yang telah ditetapkan.
5.7 Deheading
Proses deheading adalah proses pembuangan kepala, ekor, sirip dan tulang
belakang ikan tuna. Untuk menjaga mutu daging ikan tuna, maka pada saat proses
deheading perlu mengontrol waktu, peralatan yang digunakan dan juga kebersihan
dari karyawan. Pengontrolan waktu pada proses deheading berdasarkan pada
batasan holding time setelah cooling sampai steam on retort yaitu maksimal 3
jam. Pengontrolan terhadap peralatan yang digunakan yaitu dengan menggunakan
peralatan yang bersih sehingga tidak mengkontaminasi daging ikan tuna. Selain
itu, karyawan yang terlibat dalam proses deheading juga harus menjaga
kebersihan agar tidak mengkontaminasi ikan tuna. Pada proses deheading terdapat
50
kontaminan yang dapat mempengaruhi mutu daging ikan tuna yaitu bakteri
Staphylococcus aureus. Hal ini dikarenakan adanya kontak langsung antara manusia
dan ikan tuna. Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob yang merupakan
salah satu bakteri yang terdapat pada kulit manusia, bakteri ini merupakan patogen
utama pada manusia yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan dan
infeksi kulit (Triana, 2014). Oleh karena itu perlu menjaga kebersihan peralatan,
lingkungan sekitar dan juga karyawan. Setelah deheading dilakukan, talam yang
berisi daging ikan tuna diberi tanda atau color tag sesuai dengan urutan selama
proses pre cooking. Pemberian color tag berfungsi untuk menunjukkan cycle
cooker.
5.8 Skinning
Proses skinning bertujuan untuk membuang kulit ikan dan tulang ikan. Proses
ini dilakukan dengan menggunakan pisau. Pengontrolan yang dilakukan pada
proses skinning adalah mengontrol waktu, peralatan dan karyawan. Pengontrolan
waktu dilakukan dengan pemberian color tag. Pengontrolan terhadap peralatan
yang digunakan dan karyawan yang terlibat pada proses ini yaitu dengan menjaga
kebersihan peralatan yang digunakan dan menjaga kebersihan karyawan agar tidak
mengkontaminasi daging ikan tuna, karena pada proses ini terjadi kontak langsung
antara tangan manusia dengan daging, yang mana tangan manusia merupakan salah
satu sumber bakteri. Pada proses skinning juga dilakukan organoleptic recheck untuk
memastikan bahwa pada daging ikan tuna tidak terdapat penyimpangan dan tidak
terkontaminasi oleh bau busuk, solar atau minyak tanah. Jika terdapat penyimpangan
maka daging ikan tuna dipisahkan dan direject.
5.9 Cleaning
Proses cleaning adalah suatu proses untuk membersihkan daging ikan tuna
dari daging merah, sisa kulit, duri dan tulang lunak. Sisa kulit dan duri hasil cleaning
akan menjadi sampah, sedangkan daging merah dapat diolah kembali menjadi
produk dalam kaleng (by product). Pengontrolan yang dilakukan pada proses
cleaning untuk menjaga mutu daging ikan tuna yaitu dengan mengontrol waktu
berdasarkan pada pemberian color tag. Selain itu juga melakukan
51
5.10 Cutting
Proses cutting bertujuan untuk memotong daging loin agar memiliki bentuk dan
ukuran daging yang sesuai dengan ketentuan pengisian daging (solid atau chunk).
Pada proses cutting dilakukan pengontrolan terhadap peralatan yang digunakan dan
karyawan yang terlibat pada proses cutting. Pada proses ini daging ikan tuna dapat
terkontaminasi oleh karyawan dan peralatan yang digunakan salah satunya pisau
yang dapat mengkontaminasi daging dengan adanya pecahan metal dari pisau.
Pengendalian yang dilakukan pada proses cutting yaitu sebelum pisau digunakan,
maka dilakukan pengecekan terhadap pisau terlebih dahulu untuk memastikan pisau
dapat digunakan dengan baik dan tidak mengkontaminasi daging ikan tuna
dengan pecahan metal dari pisau.
Apabila pada saat dilakukan pendeteksian logam dan loin mengandung metal,
maka conveyor berhenti dan lampu indikator menyala berwarna merah. Sehingga
hal yang perlu dilakukan yaitu membagi daging (loin) ke dalam 2 talam plastik yang
berbeda, kemudian melewatkan loin ke mesin metal detector. Apabila loin
masih terdeteksi adanya metal, maka loin tersebut dibagi lagi ke dalam 2 talam yang
berbeda dan memasukkan loin ke mesin metal detector. Jika loin dari salah satu
talam tersebut masih terdeteksi metal, maka dilakukan sortir manual dan hasil dari
sortiran tersebut dilewatkan ke mesin metal detector. Namun jika masih
terdeteksi adanya metal, maka loin tersebut direject.
membersihkan kaleng sebelum diisi daging ikan tuna. Hal ini bertujuan agar
daging tidak terkontaminasi oleh kaleng.
5.17Medium Filling
Medium filling merupakan proses pengisian medium ke dalam kaleng. Jenis
medium yang digunakan disesuaikan dengan jenis produk yang akan diproduksi.
Penambahan medium bertujuan untuk memberikan cita rasa pada produk ikan
tuna dan menjaga supaya daging ikan tidak hangus pada saat proses sterilisasi. Pada
proses medium filling terdapat standar head space sebesar 10% dari tinggi kaleng.
Tujuan adanya head space adalah memberikan ruang hampa udara pada kaleng.
Pada proses medium filling kendala yang dapat terjadi yaitu menunggu tersedianya
medium pada tangki penampungan medium yang berada diatas conveyor. Sehingga
dapat menyebabkan peningkatan waktu pada proses medium filling. Oleh karena itu
pengendalian yang perlu dilakukan pada proses ini yaitu dengan mengontrol waktu
proses berdasarkan pada batasan holding time setelah cooling sampai steam on
retort maksimal 3 jam.
5.18 Seaming
Seaming merupakan tahapan kritis dalam proses pengalengan ikan tuna. Hal ini
dikarenakan kemungkinan bahaya yang dapat terjadi pada proses seaming yaitu
masuknya bakteri patogen pada kaleng, hal ini dikarenakan proses seaming yang
kurang tepat dan dapat mempengaruhi mutu produk. Menurut Ndahawali (2016),
double seam adalah proses penyambungan tutup dan body kaleng dengan dua
operasi roll (first roll dan second roll) serta double seam yang dihasilkan dalam
proses penutupan kaleng harus dapat melindungi atau menjaga isi yang ada di
dalamnya terhadap tekanan – tekanan baik dari luar maupun dalam kaleng. Proses
ini bertujuan untuk menutup kaleng yang telah berisi daging ikan tuna dan medium
dengan menggunakan mesin vacuum seamer. Vakum memiliki tujuan untuk
mengeluarkan udara pada kaleng.
Pada proses seaming faktor yang mampu mempengaruhi mutu produk ikan
tuna dalam kaleng yaitu adanya kerusakan pada mesin seamer dan kerusakan hasil
double seam. Pengendalian yang harus dilakukan yaitu dengan mengecek mesin
55
seamer sebelum proses produksi dimulai agar dapat memastikan bahwa mesin
seamer berfungsi dengan baik dan melakukan pengecekan dimensional sebelum
kaleng digunakan. Selain itu, juga dilakukan pengecekan terhadap double seam
dan melakukan cek visual seam serta melakukan cek dimensional seam untuk
memastikan hasil seaming sesuai dengan standar yang telah ditentukan atau tidak.
Untuk pemeriksaan dimensional (tear down) dilakukan setiap 2 jam sekali.
Tindakan pengendalian yang dilakukan apabila dalam kegiatan evaluasi
penutupan kaleng terdapat penyimpangan secara visual maupun dimensional yaitu
dengan cara menghentikan mesin seamer dan produk diganti pada kaleng lain. dan
melakukan perbaikan pada mesin seamer.Serta hal yang perlu dilakukan yaitu
dengan melakukan controlling terhadap holding time setelah seaming sampai
steam on retort maksimal 90 menit agar tidak terjadi penambahan waktu proses
yang dapat mempengaruhi mutu produk ikan tuna dalam kaleng.
5.20 Retorting
Sebelum dilakukan proses retorting, maka terlebih dahulu dilakukan pengecekan
Initial Temperatur (IT). Pengecekan IT bertujuan untuk mengecek dan memastikan
suhu produk pada saat dimulai steam on retort telah memenuhi standar suhu yaitu
minimal 250C. Jika suhu produk berada di bawah 250C dan melampaui batas holding
time (start seaming sampai steam on retort) yaitu maksimal 90 menit, maka dilaporkan
ke Quality Assurance.
Retorting merupakan tahapan kritis dalam proses pengalengan ikan tuna. Hal
ini dikarenakan pada proses ini bertujuan untuk mensterilisasi produk tuna dalam
kaleng agar dapat melumpuhkan bakteri Clostridium botulinum. Menurut
Nurhikmat, dkk. (2010), proses sterilisasi dirancang untuk mematikan Clostridium
botulinum dan sporanya, sebab mikroorganisme ini paling berbahaya dan
sporanya paling tahan terhadap pemanasan yang biasanya mengkontaminasi
makanan kaleng. Bahaya signifikan yang dapat terjadi pada proses ini adalah
adanya bakteri Clostridium botulinum yang dapat merusak mutu produk. Menurut
Yuswita (2014), sterilisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengawetkan
produk pangan dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen menggunakan
panas atau suhu tinggi selama waktu tertentu, dan indikator proses sterilisasi yang
optimal umumnya dilakukan dengan memastikan bahwa dapat membunuh bakteri
Clostridium botulinum, dengan demikian mikroba lain yang kurang tahan terhadap
panas akan otomatis mati.
Pada proses retorting apabila terjadi kendala seperti uap turun atau drop, maka hal
yang perlu dilakukan yaitu dengan mematikan seluruh uap yang ada di pabrik kecuali
yang ada di retort, agar proses sterilisasi dapat terus dilakukan. Apabila suhu proses
turun sampai 1110C, maka waktu proses sterilisasi diulang lagi (waktu proses mulai
dihitung saat suhu mencapai 1130C). Apabila suhu turun hingga 1050C, maka
tindakan yang harus dilakukan yaitu dengan melakukan cooling kemudian dilakukan
proses ulang dari awal proses sterilisasi.
57
5.21 Cooling
Merupakan tahap terakhir dari proses retorting. Prinsip kerja cooling adalah
memasukkan air ke dalam retort dengan teknik bertekanan. Teknik bertekanan
digunakan pada proses cooling karena selama proses sterilisasi kaleng akan
mengembang, sehingga saat diberi air harus diberi tekanan agar kaleng tidak
rusak. Tekanan diberikan melalui supply udara.
5.22 Isolating
Proses isolating bertujuan untuk menghindarkan kaleng yang telah
disterilisasi dari kemungkinan rekontaminasi. Hal ini dikarenakan setelah proses
sterilisasi double seam merenggang dan harus dilakukan isolating agar kaleng dapat
menyusut dan kembali pada bentuk semula. Waktu yang dibutuhkan untuk proses
isolasi produk ikan tuna dengan ukuran kaleng 603 x 408 adalah minimal 8 jam,
sedangkan pada produk ikan tuna dengan ukuran kaleng 307 x 108/112/105.5 adalah
minimal 6 jam. Hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian mutu produk yaitu
dengan cara mengontrol waktu isolasi. Pengontrolan waktu isolasi dapat dilakukan
dengan cara mencatat waktu isolasi di papan informasi yang telah tersedia. Selain
itu, proses isolasi produk dilakukan oleh petugas khusus dengan melakukan
klorinasi terhadap tangan (chlorine 50 – 75 ppm) terlebih dahulu sebelum memasuki
ruang isolasi agar dapat mengurangi tingkat terjadinya kontaminasi ulang saat
menyentuh produk tuna dalam kaleng.
5.23 Wipping
Proses wipping atau pengelapan bertujuan untuk membersihkan kaleng dari sisa
– sisa kotoran dan sisa air klorinasi. Pengelapan dilakukan di atas conveyor dengan
menggunakan kain lap yang mampu menyerap air. Untuk kotoran yang menempel
pada kaleng dan susah dibersihkan, maka proses pengelapan dapat dilakukan
dengan menggunakan bantuan air. Pada proses ini juga dilakukan sortasi untuk
kaleng yang mengalami kerusakan. Hal yang perlu dilakukan dalam proses
pengelapan yaitu dengan melakukan kontrol terhadap kegiatan pengelapan, jika
kaleng hasil pengelapan tidak bersih, maka harus dilakukan pengelapan ulang
sampai kaleng benar – benar bersih.
58
5.24 Packaging
Proses labelling merupakan tahapan kritis dalam pengalengan ikan tuna. Hal ini
dikarenakan informasi yang ada pada label dipastikan jelas dan sesuai, tertama
mengenai informasi ingredient yang terkandung dalam produk terutama
keterangan mengenai bahan – bahan yang mengandung allergen. Pengontrolan pada
proses ini yaitu sebelum proses labelling, maka dilakukan pengecekan terhadap
label untuk memastikan informasi yang ada pada label jelas dan sesuai dengan
produk. Apabila ditemukan penyimpangan seperti label longgar atau tidak
menempel secara kuat pada body kaleng dan ketidaksesuaian antara label dengan
produk, maka dilakukan pelabelan ulang.
Setelah dilakukan pelabelan, langkah selanjutnya yaitu melakukan proses
packaging yang merupakan proses memasukkan produk yang telah diberi label ke
dalam karton. Pengendalian yang dilakukan pada proses packaging yaitu melakukan
pengecekan terhadap karton sebelum digunakan. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi kesalahan pengemas. Selain itu juga diperiksa kesesuaian antara identitas
yang ada pada karton dan identitas pada produk. Apabila ditemukan ketidaksesuaian
antara keduanya, maka dilakukan pengkartonan ulang.
5.25 Storaging
Proses storaging merupakan proses penyimpanan produk jadi di gudang
penyimpanan. Pengendalian yang harus dilakukan pada proses storaging yaitu
dengan melakukan pemeriksaan identitas produk dan susunan produk. Hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan identitas. Apabila terjadi
penyimpangan seperti terjadinya kesalahan identitas, maka dilakukan perbaikan
identitas dan produk ditahan dahulu hingga identitas yang tercamtum sesuai
dengan produk.
petugas bagian evaluasi produk akhir memberikan informasi kepada kepala bagian
produksi dan pengawas produksi bahwa terdapat penyimpangan pada produk
akhir. Sehingga pada proses produksi selanjutnya pengawasan harus lebih
ditingkatkan untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan pada produk akhir.
5.27 Dispatching
Dispatching merupakan kegiatan pengiriman produk jadi kepada konsumen.
Pengendalian yang perlu dilakukan pada proses ini yaitu dengan melakukan
pemeriksaan setiap pengiriman. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi salah
pengiriman produk kepada konsumen. Pengiriman produk jadi sesuai order
produk yang dikeluarkan dengan system FIFO (First In First Out). Apabila terjadi
ketidaksesuaian order, maka dilakukan pengecekan ulang atau perhitungan ulang.
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan praktek kerja lapang (PKL) yang telah dilaksanakan di
PT. Bali Maya Permai, maka diperoleh kesimpulan mengenai proses dan
manajemen mutu pengalengan ikan tuna, yaitu sebagai berikut:
a. Receiving, merupakan proses penerimaan bahan baku ikan tuna.
Perusahaan menerima bahan baku berupa ikan beku dan ikan segar. Bahan
baku yang digunakan untuk pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya
Permai meliputi ikan tuna jenis Albacore, Yellowfin dan Skipjack.
Pengontrolan mutu yang dilakukan pada proses ini yaitu mengenai kadar
histamin dengan cara melakukan pengujian kadar histamine terhadap
bahan baku ikan tuna.
b. Thawing, merupakan suatu kegiatan untuk melelehkan bahan baku ikan
tuna yang diterima dalam bentuk beku (frozen). Pengontrolan yang
dilakukan pada proses thawing yaitu terhadap suhu dan waktu berdasarkan
holding time.
c. Butchering, merupakan tahapan pemotongan ikan tuna yang bertujuan
untuk membuang isi perut. Pengontrolan yang dilakukan yaitu terhadap suhu
back bone ikan tuna, waktu dan dilakukan uji organoleptik.
d. Staging rak, merupakan proses penataan ikan tuna di rak setelah proses
butchering yang bertujuan untuk memudahkan proses pre cooking,
e. Pre cooking, merupakan suatu proses pemasakan awal ikan tuna pada suhu
dan waktu yang ditentukan bedasarkan size ikan tuna. Pengontrolan yang
dilakukan untuk menjaga mutu ikan yaitu mengontrol waktu dan suhu.
f. Cooling, bertujuan untuk membuat daging ikan tuna lebih kompak dan
mempercepat proses pendinginan sehingga memudahkan dalam proses
pengolahan selanjutnya. Pengontrolan yang dilakukan yaitu terhadap
suhu back bone setelah cooling minimal 430C.
60
61
6.2 Saran
Mutu produk ikan tuna dalam kaleng harus dijaga dengan melaksanakan
manajemen mutu yang tepat dan baik. Melakukan pengawasan dan pengendalian
pada setiap proses produksi pengalengan ikan tuna, sehingga mutu produk ikan tuna
dalam kaleng dapat terjaga. Manajemen mutu pada proses produksi pengalegan ikan
tuna di PT. Bali Maya Permai sudah dilakukan dengan baik, namun masih perlu
dilakukan peningkatan dalam pengawasan terhadap karyawan yang terlibat dalam
setiap proses produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti. 2015. Penetapan Kadar Histamin dalam Produk Pangan Ikan
Kalengan Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
dan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Tesis. InstitutTeknologi
Bandung.
Kurniasi, F., Rusdi dan Almahdi. 2016. Efek Teratogenik Ikan Tuna yang
Mengandung Formalin pada Fetus Mencit. Jurnal Kedokteran Yarsi 24 (1):
042-050.
64
65
Foto bersama manajer produksi dan pembimbing lapang di PT. Bali Maya Permai