Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini diikuti oleh 96 orang masyarakat di RW 03 Desa Budiharja


Kecamatan Cililin. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari hingga bulan
Februari 2016. Data pada penelitian ini merupakan data primer yang daiambil dari
hasil wawancara secara langsung dan pengisian kuesioner. Pada penelitian ini
responden mengisi kuesioner mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat mengenai Demam Berdarah Dengue (DBD). Selain membahas
gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat, dalam bab ini juga
menggambarkan pelaksanaan program pengendalian DBD di Puskesmas DTP
Cililin serta karakteristik responden yang berada di wilayah RW 03 desa
Budiharja kecamatan Cililin.

4.1

Gambaran Umum Daerah Penelitian


Desa Budiharja merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Cililin. Desa Budiharja memiliki 8 RW dengan jumlah penduduk 5375 orang.


Desa Budiharja dibatasi oleh desa Mekarmukti dan desa Tanjungjaya di sebelah
utara, desa Bongas dan desa Batulayang du sebelah selatan, desa Karanganyar
disebelah barat serta desa Cililin di sebelah timur.

46

47

Gambar 4.1 Peta wilayah desa Budiharja

4.2

Karakteristik Responden

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Pada penelitian kali ini mayoritas responden berjenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak 73 orang atau sekitar 76,1% dan laki-laki sebanyak 23 orang atau
sekitar 23,9%. Hal ini terjadi karena pengambilan data dilakukan pada siang hari
saat masyarakat sedang bekerja diluar rumah yakni sebagian besar masyarakat
bekerja sebagai petani dan buruh. Mayoritas hanya laki-laki atau suami saja yang
bekerja sedangkan perempuan mayoritas sebagai ibu rumah tangga.

76.04

80
60
40
20
0

presentase
23.96

48

Gambar 4.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


Tingkat pendidikan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu tingkat
pendidikan tinggi dan rendah. Tingkat pendidikan rendah yaitu responden dengan
tingkat pendidikan terakhir SD dan SMP, sedangkan tingkat pendidikan tinggi
yaitu responden dengan pendidikan terakhir SMA dan Sarjana. Responden dengan
tingkat pendidikan rendah terdiri dari 87 responden (90,6%). Sebanyak 9
responden (9,4%) memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Jumlah pendidikan
responden terbanyak pada penelitian ini adalah tingkat pendidikan rendah.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

90.63

9.38
rendah

tinggi

Gambar 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan pendidikan

4.3

Gambaran Pengetahuan Responden

49

Gambaran pengetahuan responden terhadap DBD dibagi menjadi beberapa


kategori yaitu baik, sedang, dan kurang. Secara keseluruhan sebagian besar
masyarakat masuk dalam kategori sedang (47,92%) dan jumlah yang masuk ke
dalam kategori baik adalah yang paling sedikit (8,33). Sebagian besar masyarakat
sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakit DBD tetapi belum
mencapai tahap aplikasi pada kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti kondisi tempat tinggal dan tingkat perekonomian keluarga.
Gambaran pengetahuan responden secara keseluruhan disajikan dalam Gambar
4.4.

Gambar 4.4 Gambaran Pengetahuan Responden Terhadap DBD

8%
baik

44%

sedang
48%

kurang

4.3.1 Pengetahuan tentang gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue


Demam Berdarah Dengue memiliki beberapa tanda dan gejala yang khas
seperti panas badan dan terdapat adanya tanda-tanda pedarahan yang ringan
hingga berat. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa gejala yang paling diketahui

50

oleh responden tentang penyakit DBD adalah panas badan dan polanya yang khas
(63,54%). Dari 96 responden hanya terdapat 2 responden (2,08%) yang
mengetahui bahwa gejala penyakit DBD dapat berupa bintik-bintik merah dan
pola demam seperti pelana kuda.Padahal pilihan jawaban dapat dipilih semua dan
merupakan gejala dari penyakit DBD. Hasil penelitian pengetahuan tentang gejala
penyakit DBD disajikan dalam Tabel 4.1

Tabel. 4.1 Pengetahuan tentang gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue


Gejala
Frekuensi
%
Bintik-bintik merah
33
34,38
Pola demam DBD
61
63,54
Keduanya benar
2
2,08
Total
96
100

4.3.2 Pengetahuan tentang penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue


Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu Arthropod-borne virus dan ditularkan
melalui tusukan nyamuk Aedes aegypti. Pengetahuan responden tentang penyebab
penyakit DBD sebagian sudah tepat, yaitu

50% menjawab bahwa DBD

disebabkan oleh virus dengue. Gambaran pengetahuan responden tentang


penyebab DBD disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Pengetahuan tentang penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue


Penyebab
Frekuensi
%
Virus
48
50
Bakteri
38
39,58
Virus dan Bakteri
10
10,42
Total
96
100

4.3.3 Pengetahuan tentang penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue

51

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang menular.Penularan penyakit


DBD terjadi melalui gigitan vektor yaitu nyamuk Ae.Aegypti. Berdasarkan hasil
penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden telah paham bahwa
cara penularan penyakit DBD adalah melalui gigitan nyamuk dan bukan melalui
kontak langsung (49 responden). Namun terdapat 47 orang responden yang
beranggapan bahwa penyakit DBD dapat menular melalui kontak langsung
dengan penderita. Hasil penelitian pengetahuan responden tentang cara penularan
DBD disajikan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Pengetahuan tentang cara penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Cara penularan
Benar
Salah
Total
Kontak langsung
47
49
96

4.3.4 Pengetahuan tentang pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue


Pencegahan terhadap penyakit DBD sangat penting dilakukan baik oleh
pemerintah maupun dengan peran aktif masyarakat. Terdapat banyak cara untuk
mencegah terjadinya penyakit DBD salah satunya adalah dengan pengendalian
vektor nyamuk Ae. aegypti. Pengendalian vektor dapat dilakukan terhadap
beberapa stadium seperti larva dan dewasa. Gerakan 3M plus adalah salah satu
cara sederhana yang dicanangkan pemerintah yang dapat dilakukan oleh
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Data hasil penelitian terhadap responden
menunjukan bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui program 3M
sebagai pencegahan terhadap penyakit DBD dan tata cara membersihkan
penampungan air (22,92%). Hasil penelitian tentang pencegahan terhadap
penyakit DBD disajikan dalam Tabel 4.4.

52

Tabel. 4.4 Pengetahuan tentang pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue


Pencegahan
Frekuensi
%
Penjabaran 3M
20
20,83
Membersihkan dan menyikat penampungan air
54
56,25
3M disertai membersihkan dan menyikat penampungan air
22
22,92
Total
96
100

4.3.5 Pengetahuan tentang penatalaksanaan awal penyakit DBD


Penatalaksanaan awal terhadap DBD dapat mempengaruhi keadaan pasien
agar tidak jatuh pada kondisi yang lebih berat. Pemberian cairan dapat membantu
memenuhi kebutuhan cairan tubuh yang hilang akibat DBD. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan sbagian besar responden mengetahui penatalaksanaan awal
terhadap DBD (77,08%). Hasil penelitian tentang pengetahuan responden
terhadap penatalaksanaan awal penyakit DBD disajikan dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Pengetahuan tentang penatalaksanaan awal penyakit DBD


Tatalaksana
Frekuensi
Antibiotik
22
Pemberian cairan
74
Total
96

4.4

%
22,92
77,08
100

Gambaran Sikap Responden


Hasil penelitian seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.6 menunjukkan

responden yang mempunyai sikap baik dalam penelitian ini sebanyak 69 orang
(71,9 %) dan hanya 2 orang (2,1 %) yang mempunyai sikap kurang.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Kategori Sikap responden

53

Sikap
Baik
Sedang
Kurang
Total

Frekuensi (n)
69
25
2
96

Persentasi (%)
71,9
26,0
2,1
100

Distribusi frekuensi dan persentasi sikap responden dapat dilihat pada


Tabel 4.7. Rata-rata jawaban responden mengenai sikap sudah sesuai dengan yang
diharapkan. Sebanyak 95 orang (99 %) setuju dengan upaya 3M yang digalakkan
oleh pemerintah dan sebanyak 82 orang (85,4 %) setuju tidak boleh menyimpan
pakaian yang digantung.

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Sikap Responden


Sikap yang Diharapkan
Item Pertanyaan
Sesuai
Tidak Sesuai
n
(%)
n
(%)
Upaya pencegahan demam berdarah
92
95,8
4
4,2
Pihak yang bertanggung jawab terhadap pencegahan
80
83,3
16
16,7
demam berdarah
Setuju tidaknya pencegahan penyakit demam berdarah
88
91,7
8
8,3
di lingkungan
Mengajak tetangga untuk melaksanakan pencegahan
92
95,8
4
4,2
Perlunya menguras bak mandi
92
95,8
4
4,2
Setuju dengan upaya 3M
95
99
1
1,0
Pakaian yang digantung
82
85,4
14
14,6
Pengawasan Jentik Nyamuk
91
94,8
5
5,2
Kefektifan foging dalam mencegah demam berdarah
85
88,5
11
11,5
Pencegahan demam berdarah
88
91,7
8
8,3

Sikap responden mengenai DBD sudah cukup baik karena 71,9 %


dikategorikan mempunyai sikap baik dan hanya 2,1 % yang mempunyai sikap
kurang. Hasil ini sesuai dengan penelitian Yohanes, dimana didapatkan 92,77 %
responden mempunyai sikap baik dan penelitian Hutapea mendapatkan 99,7 %
responden mempunyai sikap yang baik.1,2

54

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon,


menghargai dan bertanggung jawab. Mengacu pada tingkatan sikap yang
disebutkan di atas, dapat dijelaskan bahwa tingkatan sikap responden mengenai
penyakit DBD persentase terbesar pada kategori baik dapat dikelompokkan pada
tingkatan menerima dan mampu merespon, menghargai atau pun bertanggung
jawab namun masih ada responden yang kurang mampu menghargai atau pun
bertanggung jawab dalam upaya-upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
DBD.3
Upaya peningkatan sikap seseorang dapat dilakukan dengan dasar belajar
yang diperoleh dari pengalaman seseorang dari hasil mengamati, mendengar dan
membaca. Peningkatan sikap responden dapat dilakukan dengan memberi
informasi melalui ceramah, dengan melakukan model, pengalaman dan diskusi
kelompok serta bermain peran.3

4.5

Gambaran Perilaku Responden


Perilaku masyarakat dalam pencegahan demam berdarah dapat dilihat pada

Tabel 4.8. Sebagian besar masyarakat ternyata tidak melakukan upaya-upaya


pencegahan demam berdarah. Masyarakat cenderung berperilaku pasif dalam
melakukan pencegahan demam berdarah dibandingkan berperilaku aktif.

Tabel 4.8 Persentase Masyarakat yang Melakukan & Tak Melakukan Pencegahan
Pernyataan

Menguras penampungan air seminggu sekali


Menyikat tempat penampungan air saat mengurasnya
Menutup rapat tempat penampungan air
Mengubur barang bekas yang dapat menampung air

Melakukan
(%)

Tak Melakukan
(%)

49
51
29
34

51
49
71
66

55

Menabur bubuk abate ke penampungan air


Mengulang pemberian bubuk abate 3 bulan sekali
Mengganti air dalam vas bunga atau tempat minum
hewan, dll seminggu sekali
Menggantung pakaian bekas
Menggunakan obat nyamuk di rumah
Mengoles lotion antinyamuk saat anak pergi sekolah
Menggunakan kelambu pada tempat tidur
Membersihkan pekarangan rumah seminggu sekali
Rutin memeriksa jentik nyamuk
Berpartisipasi dalam program fogging
Ventilasi rumah memenuhi pencahayaan

29
18

71
82

19

81

73
74
31
15
21
17
95
64

27
26
69
85
79
83
5
36

Pada Tabel 4.8 dapat terlihat bahwa sebagian besar responden tidak secara
baik melakukan program 3M. Begitu pula dengan penggunaan bubuk abate
sebagian besar responden tidak melakukannya secara rutin. Pada tabel juga dapat
terlihat penggunaan kelambu masih jarang dan sebagian besar responden masih
memiliki kebiasaan menggantungkan pakaian di dalam rumah. Persentase warga
yang mengikuti program fogging sebanyak 95% namun upaya-upaya lain dalam
pencegahan demam berdarah sebagian besar tidak dilakukan.
Jika perilaku belum berubah ke arah yang lebih baik maka akan menjadikan
salah satu faktor resiko terjadinya kasus DBD, oleh karena itu Kemenkes
mengembangkan metode pencegahan penyakit DBD untuk mengubah perilaku
masyarakat dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam PSN oleh
keluarga/masyarakat secara rutin, serentak dan berkesinambungan. Metode ini
dipandang sangat efektif dan relatif lebih murah. Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN)

yang dianjurkan adalah kegiatan 3 M plus yaitu menutup, menguras

tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung


air hujan serta cara lain untuk mengusir atau menghindari gigitan nyamuk dengan
memakai obat anti nyamuk atau menyemprot dengan insektisida. Penelitian yang

56

dilakukan oleh Wulandari menyebutkan bahwa ada hubungan antara perilaku


dengan keberadaan jentik, semakin baik perilaku dalam PSN semakin sedikit
ditemukan larva vektor DBD yang akan mengurangi resiko terjadinya
peningkatan kasus DBD.

4.6

Gambaran Pelaksanaan Program Pengendalian DBD Puskesmas DTP


Cililin
Pada program pengendalian DBD yang dijelaskan dalam modul

pengendalian DBD oleh Kementrian Kesehatan tahun 2011 terdiri dari input,
proses surveillans kasus, proses penganggulangan kasus, surveillans vektor
penganggulangan dan penyelidikan KLB, Bulan bakti gerakan 3M DBD,
peningkatan profesionalisme.
4.6.1 Input
Input berisi 14 pertanyaan mengenai ketersediaan buku, leaflet serta alat
yang digunakan dalam pengendalian DBD. Skor yang diperoleh berjumlah 22 dari
total skor 28. Ketersediaan input di Puskesmas DTP Cililin dapat dilihat pada
Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Input


No
Data Input
1.
Buku Program pengendalian DBD
2.
Buku Tatalaksana DBD
3.
Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Tekni Jumatik
4.
Leaflet DBD, Flip chart DBD, dan Poster DBD
5.
Formulir So, K-DBD, W1, W2
6.
Apakah tersedia bagan penatalaksanaan
7.
Apakah tersedia alat-alat berikut
a. Manset anak
b. Mikroskop
c. Hemometer Sahli

Skor
0
0
0
2
2
2
2
2
2

57

d. Pipet Hb
e. Pipet Eritrosit
f. Pipet Leukosit
g. Kamar Hitung Trombosit
h. Hemositometer
Total Skor

2
2
2
2
2
22

4.6.2 Proses Surveillans Kasus


Surveilans kasus merupakan suatu proses pengamatan yang terus menerus
sistematik dan berkesinambungan dalam pengumpulan data, analisa dan
interpretasi data kesehatan dalam upaya menguraikan dan memantau suatu
peristiwa kesehatan agar dapat dilakukan penanggulangan yang efektif dan efisien
terhadap masalah kesehatan.

Tabel 4.10 Proses Suveillans Kasus


No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Proses Suveillans Kasus


Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kelurahan/Desa terjangkit
pertahun,sejak mulai ada DBD.
Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun
yang terakhir untuk Kelurahan/Desa
Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah
kasus tahun ini dan tahun yang lalu
Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan
kasus mingguan
Peta lokasi Kelurahan/Desa rawan DBD ( endemis sporadis, potensial
maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini
Tabel daftar nama: Kelurahan endemis, Kelurahan sporadis, potensial dan
bebas yang ditanggulangi tahun ini
Apakah ada pemberitahuan kasus dari RS melalui keluarga penderita (form
KD-DBD)
Apakah ada umpan balik kasus DBD dari Kab./Kota
Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas lain
Total Skor

Skor
0
0
0
2
0
0
2
0
0
4

58

Data yang termasuk dalam surveilans kasus antara lain dokumen proses
surveilans kasus yaitu trend atau grafik kasus, CFR, jumlah desa terjangkit;
musim penularan; grafik maksimum minimum bulanan kasus; peta lokasi
kelurahan/desa rawan DBD; daftar kecamatan, kelurahan endemis, sporadis,
potensial dan bebas yang ditanggulangi; buku catatan kasus per kecamatan;
laporan kasus cepat melalui jalur lain diluar lap KDRS; pengambilan kasus di RS
oleh petugas ; pemberitahuan kasus dari kab/kota lain serta lama waktu rata-rata
antara dirawat sampai dilaksanakan PE dan fogging kasus. Surveilans dapat
digunakan untuk menentukan luasnya infeksi dan resiko penularan penyakit
sehingga tindakan pencegahan dan penanggulangan dapat dilakukan secara efektif
dan efisien. Pada pelaksanaan surveillans kasus di Pusekesmas DTP Cililin
memperoleh nilai 4 dari total semua nilai 9.

4.6.3 Penanggulangan Kasus


Pada proses penanggulangan kasus berisi 8 poin mengenai pelaksanaan
penyelidikan epideimiolog, larvasida, penyuluhan serta foging. Skor yang
diperoleh Puskesmas DTP Cililin yaitu 12 dari total semua 16 seperti dapat dilihat
pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Penanggulangan Kasus


No
Penanggulangan Kasus
1.
Daftar rencana kegiatan Puskesmas & jadwal waktunya (dan realisasinya)
2.
Catatan pelaksanaan PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan
3.
Apakah semua penderita/tersangka DBD dilakukan PE?
4.
Apakah digunakan form PE?
5.
Apakah Puskesmas melakukan fogging?
6.
Apakah sebelum fogging fokus dilakukan PE?
7.
Apakah fogging fokus sesuai kriteria?

Skor
0
2
1
2
2
2
2

59

8.

Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Puskesmas mesin foging,
larvasida, dan bahan penyuluhan
Total Skor

1
12

4.6.4 Surveillans Vektor


Kegiatan pada surveillans vektor ini yaitu

Pemeriksaan Jentik Berkala.

Pada surveillans vektor ini berisi 7 pertanyaan dengan skor yang diperoleh
berjumlah 1 dari total skor 14 dan dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Surveillans Vektor
No
Surveillans Vektor
1. Usulan rencana kegiatan surveillans vektor (pemberantasan vektor dan
Bulan Bakti gerakan 3M) dan telah dikirimkan ke Kab./Kota?
2. Apakah seluruh kelurahan dilakukan PJB?
3. Siapa yang melaksanakan PJB? Petugas Puskesmas/Jumantik/Kader
4. Apakah form PJB/AS-1 masih digunakan oleh petugas?
5. Apakah petugas PJB sudah dilatih?
6. Formulir PJB-R (hasil PJB rumah untuk masing-masing Kelurahan)
7. Formulir PJB-TU (hasil PJB Sekolah/TTU-I)
Total Skor

Skor
0
0
0
0
1
0
0
1

4.6.5 Penanggulangan dan Penyelidikan KLB


Pada Penanggulangan dan Penyelidikan KLB berisi 5 pertanyaan dengan
skor yang diperoleh berjumlah 0 dari total skor 10. Kegiatan pada
penangggulangan dan penyelidikan KLB ini yaitu fogging masal dan dapat dilihat
pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Penanggulangan dan Penyelidikan KLB


No
Penanggulangan dan Penyelidikan KLB
1. Rencana kelurahan yang dilakukan Fogging massal
2. Realisasi kelurahan yang dilakukan Fogging massal
3. Laporan pelaksanaan Fogging massal 2 siklus dengan interval 1 minggu
4. Laporan pelaksanaan Larvasidasi massal
5. Laporan pelaksanaan PSN-DBD massal dan serentak
Total Skor

Skor
0
0
0
0
0
0

60

4.6.6 Bulan Bukti Gerakan 3M DBD


Pada Bulan Bakti Gerakan 3 M DBD berisi 8 pertanyaan dengan skor
yang diperoleh berjumlah 6 dari total skor 16. Kegiatan yang dilakukan pada
program ini diantaranya adalah pembentukan POKJA DBD, pelaksanaan PSN,
pelaksanaan penyuluhan di posyandu dan dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Bulan Bakti Gerakan 3 M DBD


No
Bulan Bakti Gerakan 3 M DBD
1. Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN?
2. Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Susunan?
3. Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN
Kecamatan?
4. Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya?
5. Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat?
6. Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu?
7. Laporan hasil penyuluhan
8. Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD?
/Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)
Total Skor

Skor
0
0
0
2
0
2
2
0
6

4.6.7 Peningkatan Profesionalisme Sumber Daya


Pada Peningkatan Profesionalisme Sumber Daya berisi 2 pertanyaan dengan
skor yang diperoleh berjumlah 2 dari total skor 4. Kegiatan pada program ini yaitu
pemeriksaan darah trombosit dan hematokrit serta pelatihan terhadap kader dan
dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Peningkatan Profesionalisme Sumber Daya


No
Peningkatan Profesionalisme Sumber Daya
1. Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit & hematokrit
2 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik)
Total Skor

Skor
2
0
2

61

4.6.8 Nilai Supervisi P2 DBD Tingkat Puskesmas Di Puskesmas DTP Cililin


Pada Nilai Supervisi P2 DBD Tingkat Puskesmas Cililin nilai tertinggi
diperoleh Input sebagai sarana pendukung kegiatan pengendalian DBD dengan
skor 22. Selanjutnya untuk nilai tertendah diperoleh Penanggulangan dan
Penyelidikan KLB dengan skor 0 dan dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Nilai Supervisi P2 DBD Tingkat Puskesmas Cililin


No
Nilai Supervisi P2 DBD Tingkat Puskesmas Cililin
1. Input
2. Proses Surveillans Kasus
3. Penanggulangan Kasus
4. Surveillans Vektor
5. Penanggulangan Dan Penyelidikan KLB
6. Bulan Bakti Gerakan 3 M Dbd
7. Peningkatan Profesionalisme Sumber Daya
Total Skor
Kategori

Skor
22
4
12
1
0
6
2
47
Cukup

Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan Checklist Supervisi P2


DBD tingkat puskesmas yang bersumber dari Modul Pengendalian Demam
Berdarah Dengue Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang ditujukan
kepada penanggung jawab program P2M Puskesmas DTP Cililin didapatkan hasil
berupa total jumlah skor sebanyak 47. Dari hasil pengkategorian tersebut sesuai
yang sudah disampaikan di Bab III didapatkan bahwa skor 47 termasuk kategori
Cukup.
Dilihat dari tabel diatas bahwa skor tertinggi diperoleh dari Input dengan
skor 22 sedangkan skor terendah diperoleh dari Penanggulangan dan
Penyelidikan KLB dengan skor 0. Dari hasil wawancara, Input merupakan

62

sarana yang mendukung terlaksananya program pengendalian DBD. Sarana yang


tersedia di Puskesmas Cililin berupa leaflet, flip chart DBD, poster DBD, formulir
So, K-DBD, W1, W2, bagan penatalaksanaan DBD dan alat-alat laboratorium
yang dipakai untuk menunjang diagnosis DBD, sedangkan untuk buku Program
Pengendalian DBD, buku Tatalaksana DBD, dan buku Petunjuk Teknis Jumantik
tidak tersedia di Puskesmas ini.
Selanjutnya, skor terendah yang berjumlah 0 diperoleh Penanggulangan
dan Penyelidikan KLB. Hal ini karena pada Penanggulangan dan Penyelidikan
KLB tidak terdapatnya rencana serta realisasi fogging dari kelurahan. Fogging
direalisasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, sedangkan dari
kelurahan setempat tidak ada. Laporan pelaksanaan fogging masal 2 siklus dengan
interval 1 minggu, pelaksanaan larvasida, dan pelaksanaan PSN-DBD massal
tidak ada pelaporannya. Fogging hanya dilaksanakan 1 siklus di RW 03 Desa
Budiharja. Larvasida sudah diberikan kepada warga RW 03 melalui ketua RW 03,
namun untuk pelaporan dari ketua RW 03 sendiri tidak ada. Pelaksanaan PSNDBD massal sudah disampaikan kepada seluruh warga RW 03 untuk dilakukan
sebelum dan setelah dilakukan fogging, namun dari masyarakatnya sendiri tidak
ada laporan terlaksananya PSN-DBD massal. Hal ini terbukti bahwa 1 minggu
sejak dilakukannya fogging sebanyak 8 orang warga RW 03 Desa Budiharja
dilaporkan di rawat di Puskesmas Cililin karena DBD.
Puskesmas memiliki sarana yang mendukung untuk terlaksananya
Program Pengendalian DBD seperti leaflet, flip chart DBD, poster DBD, formulir
So, K-DBD, W1, W2, bagan penatalaksanaan DBD dan alat-alat laboratorium

63

yang dipakai untuk menunjang diagnosis DBD, serta telah melaksanakan fogging
1 siklus, pemberian larvasida masal dan penyuluhan tentang PSN-DBD massal
agar dilakukan oleh warga RW 03. Namun warga tidak melakukan PSN-DBD
dalam hal ini 3 M PLUS karena tidak adanya laporan pelaksanaan PSN-DBD
massal. Saat dilakukan pengambilan data di RW 03 Desa Budiharja, masih terlihat
barang-barang bekas pakai seperti gelas air mineral yang berserakan, serta masih
terdapat banyak baju-baju bekas pakai yang digantung yang merupakan sarang
dari nyamuk. Hal tersebut menjadi tempat perindukan utama Aedes aegypti.
Tempat-tempat perindukan lainnya adalah tempat yang berisi air bersih
yang berada di dalam rumah atau berdekatan dengan rumah penduduk. Tempat
perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia, seperti tempayan,
gentong, tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol,
drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah. Tempat istirahat Ae. Aegypti
dapat didalam manupun diluar rumah berupa semak-semak atau tanaman rendah
termasuk rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/pekarangan rmah, juga
berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung,
kopiah, dan lain sebagainya.
Pencegahan penyakit demam berdarah dengue sangat bergantung pada
pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pencegahan peyakit DBD
berupa pengendalian lingkungan dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
3 M Plus, namun upaya tersebut tidak diterapkan oleh warga RW 03 Desa
Budiharja. Padahal pihak Puskesmas Cililin sudah berupaya melakukan
penyuluhan tentang PSN. Selanjutnya pengendalian biologis. Pengendalian

64

biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang/ikan
adu). Warga RW 03 sebagian kecil menerapkannya. Pengendalian kimiawi
merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit DBD. Cara pengendalian ini
antara lain dengan pengasapan / fogging pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain lain. Pihak Puskesmas sudah
melakukan fogging di RW 03 Desa Budiharja sebanyak 1 kali. Sebelum dilakukan
fogging, pihak Puskesmas memerintahkan kepada warga RW 03 Desa Budiharja
untuk melakukan PSN dalam hal ini 3 M Plus terlebih dahulu dan warga
melakukannya. Namun setelah dilakukannya fogging, 3 M Plus tersebut tidak
dilakukan lagi, padahal pihak Puskesmas sudah memberitahu sebelumnya bahwa
setelah dilakukannya fogging diharapkan 3 M Plus dilakukan.
Pada penelitian ini program pelayanan puskesmas yang digunakan adalah
Promosi kesehatan, Kesehatan Lingkungan, dan Pemberantasan Penyakit Menular
(P2M). PHBS merupakan subprogram yang termasuk dalam promosi kesehatan
yang terdapat 10 indikator, salah satunya adalah memberantas jentik nyamuk di
rumah. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, seperti
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dalam hal ini dikenal dengan tindakan
3M yaitu menguras dan menyikat bak mandi, menutup tempat penampungan air
rumah tangga (tempayan, drum, dll), serta mengubur atau menyingkirkan barangbarang bekas seperti kaleng, ban. Puskesmas sudah melakukan promosi kesehatan
berupa penyuluhan tentang pencegahan DBD dengan melakukan tindakan 3 M
Plus.

65

Selanjutnya program Kesehatan Lingkungan yang salah satu kegiatannya


adalah pemeriksaan jentik nyamuk. Bersama kader juru pengamatan jentik
(jumantik), petugas sanitasi puskesmas melakukan pemeriksaan terhadap tempattempat yang mungkin menjadi perindukan nyamuk dan tumbuhnya jentik.
Kemudian dihitung, berapa rumah penduduk yang mengalami bebas jentik.
Program ini bertujuan untuk mengetahui lingkungan yang mempunyai jentik
nyamuk sehingga dapat menjadi wabah terjadinya penyakit DBD. Sementara ini,
Jumantik hanya dimiliki oleh desa Cililin, namun untuk desa Budiharja sendiri
belum memiliki Jumantik.
Program selanjutnya adalah Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Untuk
memberantas penyakit DBD, seluruh masyarakat harus menjaga kebersihan agar
rumah dan lingkungannya bebas dari nyamuk Aedes Agypti yang suka
berkembang di tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum dan
barang-barang yng memungkinkan air tergenang seperti tempat minum burung,
pot tanaman air, vas bunga, ban bekas, kaleng bekas, plastic bekas, dll yang
dibuang sembarangan. Oleh karena itu untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti
dilakukan dengan cara 3M Plus. Dari pihak puskesmas sudah disosialisasikan
tentang 3 M Plus, namun warga nya sendiri tidak melakukannya.

Anda mungkin juga menyukai