Anda di halaman 1dari 13

SKRIPSI

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TB PARU BTA (+) YANG TELAH


MENYELESAIKAN PENGOBATAN TB KATEGORI 1 UNTUK
MELAKUKAN PEMERIKSAAN DAHAK FOLLOW UP DI KOTA
DENPASAR

I KADEK WIRADANA

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN (ITEKES) BALI
DENPASAR
TAHUN AJARAN 2019/2020
SKRIPSI

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TB PARU BTA (+) YANG TELAH


MENYELESAIKAN PENGOBATAN TB KATEGORI 1 UNTUK
MELAKUKAN PEMERIKSAAN DAHAK FOLLOW UP DI KOTA
DENPASAR

Diajukan Untuk Memperolah Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Sekolah Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali

Diajukan Oleh:

I KADEK WIRADANA

NIM. 1914201138

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN (ITEKES) BALI
DENPASAR
TAHUN AJARAN 2019/2020
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Gambaran Kepatuhan Pasien TB Paru BTA (+) yang
Telah Menyelesaikan Pengobatan TB Kategori I untuk Melakukan
Pemeriksaan Dahak Follow Up di Kota Denpasar ”, telah mendapatkan
persetujuan pembimbing untuk diajukan kepada Tim Penguji Skripsi pada
Program Studi Sarjana Keperawatan Institut Teknologi dan Kesehatan Bali.

Denpasar, Agustus 2020


Pembimbing I Pembimbing II

Ns. I Kadek Nuryanto, S.Kep.,MNS Ns. I Made Rismawan, S.Kep.,MNS


NIDN : 0823077901 NIDN : 0820018101
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
1. Kondisi Lokasi Penelitian

Kota Denpasar memiliki luas wilayah 127,78 km2 atau sebesar

2,18% dari luas wilayah Provinsi Bali, terletak pada posisi 08 035’31”

sampai 08044’49” Lintang Selatan dan 115000’23” sampai 115016’27”


Bujur Timur dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Batas
wilayah Kota Denpasar di bagian Utara, Selatan dan Barat berbatasan
dengan Kabupaten Badung, sedangkan di bagian Timur berbatasan
dengan Kabupaten Gianyar. Topografi Kota Denpasar sebagian besar
merupakan dataran rendah yang terbentang dari Selatan ke Utara.
Panjang pantai ± 11 Km, berupa perairan laut yang meliputi pantai
padang Galak, pantai Sanur, serta pantai Pulau Serangan. Wilayah Kota
Denpasar secara umum beriklim laut tropis yang dipengaruhi oleh angin
musim. Sebagai daerah tropis Kota Denpasar memiliki musim kemarau
dan musim hujan yang diselingi oleh musim panca roba, dengan curah
hujan berkisar antara 1 – 437 mm. Curah hujan yang paling rendah
terjadi pada Bulan September yaitu sebesar 1 mm, sedangkan curah
hujan yang paling tinggi terjadi pada Bulan Januari sebesar 437 mm.

Secara administrasi Kota Denpasar terdiri dari 4 wilayah


kecamatan terbagi menjadi 27 desa dan 16 kelurahan. Dari keempat
kecamatan tersebut, berdasarkan luas wilayah, Kecamatan Denpasar

Selatan memiliki wilayah terluas yaitu 49,99 km 2 (39,12 persen).

Denpasar Utara memiliki wilayah seluas 31,12 km2 (24,35 persen), dan

Denpasar Barat dengan luas wilayah sebesar 24,13 km 2 (18,88 persen).


Adapun kecamatan dengan wilayah terkecil yaitu Kecamatan Denpasar

Timur dengan luas wilayah 22,54 km 2 (17,64 persen). Permasalahan


Kesehatan yang ada di Kota Denpasar menjadi tanggung jawab Dinas
Kesehatan Kota Denpasar. Untuk penyelenggaraan pelayanan
Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Denpasar membawahi 11 puskesmas.
Di Kota Denpasar terdapat 6 buah rumah sakit publik, yang dikelola
oleh Kementrian kesehatan, Pemerintah provinsi, Pemerintah Kota
Denpasar dan TNI/POLRI.
2. Pengamatan terhadap subjek penelitian
a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dalam
penelitian ini ditunjukkan pada tabel 5.1.
.
Tabel 5.1
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 348 62.9
Perempuan 205 37.1
Total 553 100.0

Dari tabel di atas menunjukkan responden dalam penelitian ini


lebih banyak laki-laki yaitu sebanyak 348 responden (62,9%) dan
sisanya perempuan sebanyak 205 responden (37,1%).
b. Karakteristik responden berdasarkan usia
Karakteristik responden berdasarkan usia dalam penelitian ini
ditunjukkan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Karakteristik responden berdasarkan usia
Variabel N Median SD Min Maks
Usia 553 38 14,6 15 86
Dari tabel di atas menunjukkan nilai tengah umur responden
dalam penelitian ini adalah 38 tahun dengan usia tertinggi 86 tahun
dan terendah 15 tahun.
3. Pengamatan variable
a. Identifikasi Pemeriksaan Dahak Follow Up Akhir Bulan Ke 2
Identifikasi pemeriksaan dahak follow up akhir bulan ke 2 pada
responden dalam penelitian ini ditunjukkan pada tabel 5.3.
Tabel 5.3
Pemeriksaan Dahak Follow Up Akhir Bulan Ke 2
Pemeriksaan Frekuensi (n) Persentase (%)
dahak
Tidak Melakukan 102 18.4
Melakukan 451 81.6
Total 553 100.0

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar reponden


dalam penelitian ini melakukan pemeriksaan dahak follow up akhir
bulan ke 2 yaitu sebanyak 451 responden ( 81,6% ).
b. Identifikasi Pemeriksaan Dahak Follow Up Akhir Bulan Ke 5
Identifikasi pemeriksaan dahak follow up akhir bulan ke 5 pada
responden dalam penelitian ini ditunjukkan pada tabel 5.4.
Tabel 5.4
Pemeriksaan Dahak Follow Up Akhir Bulan Ke 5
Pemeriksaan Frekuensi (n) Persentase (%)
dahak
Tidak Melakukan 189 34.2
Melakukan 364 65.8
Total 553 100.0
b.

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar reponden


dalam penelitian ini melakukan pemeriksaan dahak follow up akhir
bulan ke 5 yaitu sebanyak 364 responden ( 65,8% ).
c. Identifikasi Pemeriksaan Dahak Follow Up Akhir Bulan Ke 6
( Akhir Pengobatan )
Identifikasi pemeriksaan dahak follow up akhir bulan ke 6 pada
responden dalam penelitian ini ditunjukkan pada tabel 5.5.
Tabel 5.5
Pemeriksaan Dahak Follow Up Akhir Bulan Ke 6
Pemeriksaan Frekuensi (n) Persentase (%)
dahak
Tidak Melakukan 151 27.3
Melakukan 402 72.7
Total 553 100.0

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar reponden


dalam penelitian ini melakukan pemeriksaan dahak follow up akhir
bulan ke 6 yaitu sebanyak 402 responden ( 72,7% ).
d. Identifikasi Kepatuhan Pemeriksaan Dahak Follow Up Selama
Pengobatan
Identifikasi kepatuhan pemeriksaan dahak follow up selama
pengobatan TB pada responden dalam penelitian ini ditunjukkan pada
tabel 5.6.
Tabel 5.6
Kepatuhan Pemeriksaan Dahak Follow Up selama pengobatan
Kepatuhan Frekuensi (n) Persentase (%)
Tidak Patuh 207 37.4
Patuh 346 62.6
Total 553 100.0
a.

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar reponden


dalam penelitian ini patuh melakukan pemeriksaan dahak follow up
selama pengobatan TB yaitu sebanyak 346 responden ( 62,6% ).
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Pembahasan
1. Karakteristik responden
Dalam penelitian ini karakteristik responden di karakteristikkan
berdasarkan jenis kelamin dan usia. Hasil penelitian menunjukkan
responden dalam penelitian ini lebih banyak laki-laki yaitu sebanyak 348
responden (62,9%) dan sisanya perempuan sebanyak 205 responden
(37,1%). Laporan Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan
terjadi peningkatan jumlah kasus TB dari 446.732 menjadi 566.623,
diperkirakan pada laki-laki 1,3 kali lebih besar dibandingkan perempuan.
Data kemenkes ini sesuai dengan karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin dalam penelitian ini. Pada penelitian lain oleh Rahmi, Nurul,
Nur (2019) karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari total 32
responden juga didapatkan laki-laki lebih besar daripada perempuan, yaitu
laki-laki sebesar 53,1% dan perempuan seber 46,9%.
Karakteristik berdasarkan usia, menunjukkan nilai tegah usia
dalam penelitian ini adalah 38 tahun dengan usia tertinggi 86 tahun dan
terendah 15 tahun. Hal ini sejalan dengan laporan dari kemenkes RI tahun
2014, bahwa sekitar 75% pasien TB adalah merupakan kelompok usia
yang produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Jika ia meninggal akibat
TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun (Kemenkes RI,
2014). Hasil penelitian oleh Laily (2015) menunjukkan karakteristik yang
sama dengan penelitian ini yaitu dari total 196 responden, menunjukkan
bahwa pasien TB paru terbanyak adalah kelompok umur 26-45 tahun
sebesar 39,8%.
2. Pemeriksaan Dahak Follow Up Akhir Bulan Ke 2
Hasil penelitian menunjukkan reponden dalam penelitian ini yang
melakukan pemeriksaan dahak follow up akhir bulan ke 2 sebanyak 451
responden (81,6%) dan yang tidak melakukan pemeriksaan dahak
sebanyak 102 responden ( 18,4% ). Berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dhiyantari dkk (2015), dimana pada penelitian tersebut
mendapatkan hasil 100% responden melakukan pemeriksaan dahak follow
up. Hal ini dikarenakan jumlah sample yang digunakan sedikit yaitu
sebanyak 18 sample. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan sample
yang lebih banyak yaitu sebesar 553 sample dan lingkup wilayah yang
lebih luas. Sehingga membuat adanya kesenjangan.
Berdasarkan pedoman tata laksana TB dari kemenkes RI (2016),
untuk pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan dua
contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Pemeriksaan ulang dahak pasien TB
yang terkonfirmasi bakteriologis merupakan suatu cara terpenting untuk
menilai hasil kemajuan pengobatan.
Semua pasien TB baru melakukan pemeriksaan dahak ulang
(follow up) pertama pada akhir 2 bulan pengobatan tahap awal, dan apapun
hasil dahaknya baik menjadi negatif (konversi) ataupun positif (tidak
konversi), tanpa pemberian paduan sisipan, pengobatan dilanjutkan ke
paduan tahap lanjutan. Pada pasien yang tidak konversi, pemeriksaan
dahak diulang pada akhir bulan-3 pengobatan. Bila hasil tetap BTA positif,
pasien ditetapkan sebagai pasien terduga TB resisten obat (TB RO).
Semua pasien TB pengobatan ulang yang tidak konversi akhir tahap awal
ditetapkan juga sebagai terduga TB-RO.

3. Pemeriksaan Dahak Follow Up Akhir Bulan Ke 5


Hasil penelitian menunjukkan reponden dalam penelitian ini yang
melakukan pemeriksaan dahak follow up akhir bulan ke 5 sebanyak 364
responden ( 65,8% ) dan yang tidak melakukan pemeriksaan dahak
sebanyak 189 responden ( 34,2% ). Penelitian terkait pemeriksaan dahak
bulan ke-5 belum peneliti temukan, sebagian besar penelitian tentang
pemeriksaan dahak meneliti tentang kepatuhan pemeriksaan dahak secara
menyeluruh dan tidak menampilkan data spesifik hasil pemeriksaan dahak
bulan ke-5.
Semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak
selanjutnya dilakukan pada akhir bulan ke-5 pengobatan. Apabila hasilnya
negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai
dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan
(bulan ke-6). Bilamana hasil pemeriksaan mikroskopisnya positif pasien
dianggap gagal pengobatan dan dimasukkan kedalam kelompok terduga
TB-RO. Jadi pemeriksaan dahak follow up akhir bulan ke-5 sangat penting
dilakukan untuk mengetahui kemajuan pengobatan, apakah pasien tersebut
gagal atau berespon terhadap pengobatan yang diberikan, berdasarkan
pedoman tata laksana TB dari Kemenkes RI.
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden
melakukan pemeriksaan dahak follow up bulan ke-5 yaitu sebanyak 364
responden (65,8%). Hal ini dikarenakan di Kota Denpasar sudah
tersedianya fasilitas Kesehatan, Kota Denpasar juga merupakan wilayah
perkotaan sehigga memudahan untuk menjangkau sarana Kesehatan.
Selain itu ada juga faktor lain yang membuat pasien patuh memeriksakan
dahaknya antara lain pengetahuan mengenai penyakitnya, sikap dan tekad
untuk sembuh dari penderita, adanya dukungan atau motivasi dari
keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar (Khoiriyah, 2012). Terkait
dalam hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
4. Pemeriksaan Dahak Follow Up Akhir Bulan Ke 6 (Akhir Pengobatan)
Hasil penelitian menunjukkan reponden dalam penelitian ini yang
melakukan pemeriksaan dahak follow up akhir bulan ke 6 (akhir
pengobatan) sebanyak 402 responden ( 72,7% ) dan yang tidak melakukan
pemeriksaan dahak sebanyak 151 responden ( 27,3% ). Penelitian yang
dilakukan oleh Isnani dkk (2020) menunjukkan sedikit hasil yang berbeda
yaitu dalam penelitian tersebut dari total 20 responden, semuanya
memeriksakan dahak follow up (100%). Perbedaan ini dikarenakan sample
yang digunakan lebih sedikit yaitu 20 sample sedagkan pada penelitian ini
menggunakan 553 sample. Ruang lingkup tempat penelitian yang
digunakan juga lebih kecil yaitu 1 puskesmas sedangkan pada penelitian
ini menggunakan ruang lingkup yang lebih luas yaitu sekota Denpasar.
Pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada akhir bulan
ke-6 ( akhir pengobatan). Bilamana hasil pemeriksaan mikroskopisnya
negatif, pasien dinyatakan sembuh dan apabila hasil pemeriksaan
mikroskopisnya positif pasien dianggap gagal pengobatan dan dimasukkan
kedalam kelompok terduga TB-RO. Dengan demikian pemeriksaan dahak
follow up akhir pengobatan adalah suatu indikator pasien TB bisa
dinyatakan sembuh (Kemenkes, 2016).
5. Kepatuhan Pemeriksaan Dahak Follow Up Selama Pengobatan
Hasil penelitian menunjukkan reponden dalam penelitian ini yang
patuh melakukan pemeriksaan dahak follow up selama pengobatan TB
sebanyak 346 responden ( 62,6% ) dan yang tidak patuh melakukan
pemeriksaan dahak sebanyak 207 responden (37,4%). Hal ini sejalan
dengan penelitian Kurniawan, Rahmali dan Indriarti (2015) yang
mendapatkan hasil 69,8% patuh dan dan 30,2% tidak patuh. Pemeriksaan
dahak follow up memberikan evaluasi terhadap keberhasilan pengobatan
yang diberikan. Pemeriksaan dahak mudah dan murah sehingga dapat
dikerjakan ditingkat puskesmas, akan tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapatkan dahak terutama pada pasien yang tidak batuk atau
batuk non produktif, menurut Amin & Bahar dalam Kurniawan, Rahmali
dan Indriarti (2015).
Dalam penelitian lain oleh Safii, Putri dan Suparto, (2015) hasil
penelitian terhadap 21 total responden ditemukan bahwa responden yang
patuh sebesar 76% dn yang tidak patuh sebesar 24%. Hal ini sejalan
dengan penelitian ini. Dorongan untuk patuh karena pasien ingin cepat
sembuh dari penykitnya, bisa beraktivitas kembali seperti sebelum sakit,
tersedianya fasilitas kesehatan dan kemudahan untuk menjangkau sarana
kesehatan menurut Green, dalam Khoiriyah (2012). Sebagai wilayah
perkotaan fasilitas Kesehatan mudah diakses di Kota Denpasar. Menurut
Purwanto dalam Novin (2013) faktor komunikasi atau kualitas instruksi
antara pasien dengan tenaga kesehatan menentukan tingkat kepatuhan
seseorang, karena dengan kualitas interaksi yang tinggi, maka seseorang
akan puas dan akhirnya meningkatkan kepatuhannya terhadap anjuran
kesehatan. Dukungan dari keluarga menjadi faktor yang sangat
berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan bagi
individu. Akan tetapi hal tersebut memerlukan penelitian lebih lanjut.
Sejalan dengan penelitin ini adalah penelitan oleh Ruditya (2015)
dimana hasil dari total 38 responden didapatkan hasil sebanyak 24
responden yang patuh dan sebanyak 14 responden yang patuh, hal ini
dikarenakan semua pasien TB paru ingin sembuh dari peyakitnya sehingga
dia patuh untuk menjalankan program pengobatan TB, baik berobat teratur
dan melakukan pemeriksaan dahak sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan.
B. Keterbatasan
Keterbatasan penelitian ini menurut peneliti terletak pada penelitian yang
hanya memaparkan gambaran kepatuhan pemeriksaan dahak follow up pasien
TB paru. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari faktor-faktor
penyebab ketidakpatuhan pemeriksaan dahak follow up pasien TB.

Anda mungkin juga menyukai