Anda di halaman 1dari 20

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Puskesmas Dinoyo Kota Malang

Puskesmas Dinoyo Kota Malang Jawa Timur merupakan milik

pemerintah Kota Malang yang berada di bawah naungan dinas kesehatan

pemerintah Kota Malang, dan merupakan salah satu lembaga yang bergerak di

bidang pelayanan masyarakat, berdasarkan peraturan menteri kesehatan

No.741/menkes/PER/VII/2008 tentang standar pelayanan minimal bidang

kesehatan di Kabupaten/Kota, telah ditetapkan indikator kinerja dan target-

target pembangunan kesehatan tahun 2010-2015 yang mencakup pelayanan

kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, penyelidikan epidemiologi dan

penanggulangan kejadian luar biasa serta promosi kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas Dinoyo Kota Malang Jawa Timur secara resmi dioperasikan

pada tahun 1965 yang dimulai dengan berdirinya BKIA. Semakin luasnya

bidang kerja pada tahun 1974 berubah menjadi balai pengobatan untuk

kecamatan klojen. Pada tahun 1978 berubah menjadi Puskesmas Dinoyo.

Keberhasilan proses pelayanan diperlukan sarana dan prasarana yang

mendukung. Pada tahun 1999 diresmikan gedung baru Puskesmas Dinoyo

Kota Malang yang beralamat Jl. MT Haryono IX No. 13 Malang Jawa Timur.

Dengan luas bangunan 440m2 dan luas tanah 189 m2. Wilayah kerja meliputi
Kelurahan Dinoyo, Kelurahan Tlogomas, Kelurahan Ketawang Gede,

Kelurahan Merjosari, Kelurahan Sumbersari, Kelurahan Tunggulwulung.

Adapun batas wilayah puskesmas Dinoyo Kota Malang meliputi:

Sebelah timur membelakangi perkampungan warga

Sebelah barat menghadap ke SDN Dinoyo II

Sebelah utara merupakan Sentra Industri Keramik Dinoyo

Sebelah Selatan mengarah ke Jl. MT Haryono / Meteor Cell.

2. Visi dan Misi Puskesmas Dinoyo Kota Malang

a. Visi

“Menjadikan Puskesmas yang mampu memberikan pelayanan

kesehatan dasar bermutu, merata dan terjangkau melalui masyarakat sehat

dan mandiri.”

b. Misi

1) Memberikan pelayanan kesehatan dasar bermutu sesuai standar.

2) Memberikan pelayanan yang mengutamakan kepentingan pelangga.

3) Mendorong dan meningkatkan kesehatan individu, kelompok dan

lingkungan

3. Motto Puskesmas Dinoyo Kota Malang

Puskesmas Dinoyo Kota Malang memiliki motto “Dengan semangat

kebersamaan dan pelayanan yang ramah kita wujudkan kesehatan masyarakat

yang mandiri”.
4. Produk Layanan Puskesmas Dinoyo Kota Malang

Produk dan Layanan Puskesmas Dinoyo Kota Malang Jawa Timur

menyelenggarakan tiga jenis program utama yaitu:

a. Upaya Kuratif

1) Pengobatan rawat jalan

2) Pengobatan rawat jalan gigi

3) Pelayanan rawat jalan KIA/KB

4) Pelayanan gawat darurat 24 jam

5) Pelayanan rawat inap 24 jam

6) Pelayanan persalinan 24 jam

b. Upaya Preventif dan Promotif

c. Upaya kesehatan penunjang

1) Laboratorium

2) Farmasi

5.1.2 Data Umum (Identitas Responden)

Data umum dalam penelitian ini berupa deskripsi identitas

responden yang meliputi umur dan jenis kelamin, yang diuraikan sebagai

berikut.
Tabel 5.1 Deskripsi Gambaran Umum Responden

No Data Umum F %
Umur:
1 26-30 tahun 10 21,8
2 31-35 tahun 17 36,9
3 36-40 tahun 19 41,3
Total 46 100
Jenis kelamin:
1 Laki-laki 19 41,3
2 Perempuan 27 58,7
Total 46 100
Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan Tabel 5.1, menunjukkan bahwa dari 46 orang penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo yang menjadi sampel dalam penelitian ini,

diketahui hampir separuh responden berusia antara 36-40 tahun yaitu

sebanyak 36 orang (41,3%), dan sebagian besar responden berjenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 27 orang (58,7%).

5.1.3 Data Khusus

1. Identifikasi Diet Hiperensi

Berdasarkan hasil penelitian, kategori diet hipertensi pada penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo, dapat ditampilkan sebagai berikut.

Tabel 5.2 Kategori Diet Hipertensi pada Penderita Hipertensi di Puskesmas


Dinoyo Tahun 2022
No Kategori Diet Hipertensi F %
1 Baik 21 45,7
2 Buruk 25 54,3
Total 46 100
Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan Tabel 5.2, menunjukkan bahwa dari 46 orang penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo yang menjadi sampel dalam penelitian ini,


diketahui sebagian besar dikategorikan memiliki diet hipertensi buruk, yaitu

sebanyak 25 orang (54,3%).

2. Identifikasi Kualitas Tidur

Berdasarkan hasil penelitian, kategori kualitas tidur pada penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo, dapat ditampilkan sebagai berikut.

Tabel 5.3 Kategori Kualitas Tidur pada Penderita Hipertensi di Puskesmas


Dinoyo Tahun 2022
No Kategori Kualitas Tidur F %
1 Baik 4 8,7
2 Buruk 42 91,3
Total 46 100
Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan Tabel 5.3, menunjukkan bahwa dari 46 orang penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo yang menjadi sampel dalam penelitian ini,

diketahui hampir seluruh responden dikategorikan memiliki kualitas tidur

buruk, yaitu sebanyak 42 orang (91,3%).

3. Identifikasi Aktifitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian, kategori aktifitas fisik pada penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo, dapat ditampilkan sebagai berikut.

Tabel 5.4 Kategori Aktifitas Fisik pada Penderita Hipertensi di Puskesmas


Dinoyo Tahun 2022
No Kategori Aktifitas Fisik F %
1 Sedang 3 6,5
2 Berat 43 93,5
Total 46 100
Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan Tabel 5.4, menunjukkan bahwa dari 46 orang penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo yang menjadi sampel dalam penelitian ini,


diketahui hampir seluruh responden dikategorikan memiliki aktifitas fisik

berat, yaitu sebanyak 43 orang (6,5%).

4. Identifikasi Tekanan Darah

Berdasarkan hasil penelitian, kategori tekanan darah pada penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo, dapat ditampilkan sebagai berikut.

Tabel 5.5 Kategori Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Puskesmas


Dinoyo Tahun 2022
No Kategori Tekanan Darah F %
1 Prahipertensi 4 8,7
2 Hipertensi 1 22 47,8
3 Hipertensi 2 20 43,5
Total 46 100
Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan Tabel 5.5, menunjukkan bahwa dari 46 orang penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo yang menjadi sampel dalam penelitian ini,

diketahui hampir separuh responden dikategorikan memiliki tekanan darah

hipertensi 1, yaitu sebanyak 22 orang (47,8%).

5. Analisis Hubungan Diet Hipertensi, Kualitas Tidur dan Aktifitas Fisik


dengan Tekanan Darah

Hasil pengujian hipotesis, analisis hubungan diet hipertensi, kualitas

tidur dan aktifitas fisik dengan tekanan darah pada penderita hipertensi di

Puskesmas Dinoyo, sebagai berikut.

Tabel 5.6 Hubungan Diet Hipertensi dengan Tekanan Darah pada Penderita
Hipertensi

Tekanan Darah (Y) Sig. Chi-


Variabel Total
Hipertensi 1 Hipertensi 2 Square
Diet Baik 19 (41,3%) 2 (4,3%) 21 (45,7%) 0,000
Hipertensi Buruk 7 (15,2%) 18 (39,1%) 25 (54,3%) (p value
(X1) Total 26 (56,5%) 20 (43,5%) 46 (100%) ≤0,05)
Sumber: Data diolah, 2022
Berdasarkan tabel 5.6, menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yang memiliki diet hipertensi buruk sebanyak 25 orang (54,3%) diantaranya

terdapat 18 orang (39,1%) yang memiliki hipertensi 2. Selanjutnya hasil

pengujian hipotesis menggunakan uji chi-square didapatkan nilai signifikan

(Sig.) = 0,000 (p value ≤ 0,05) yang berarti data dinyatakan signifikan dan H1

diterima, artinya ada hubungan diet hipertensi dengan tekanan darah pada

penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo.

Tabel 5.7 Hubungan Kualitas Tidur Hipertensi dengan Tekanan Darah pada
Penderita Hipertensi

Tekanan Darah (Y) Sig. Chi-


Variabel Total
Hipertensi 1 Hipertensi 2 Square
Baik 4 (8,7%) - 4 (8,7%) 0,006
Kualitas Tidur
Buruk 22 (47,8%) 20 (43,5%) 42 (91,3%) (p value
(X2)
Total 26 (56,5%) 20 (43,5%) 46 (100%) ≤0,05)
Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan tabel 5.7, menunjukkan bahwa hampir seluruh responden

yang memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 42 orang (91,3%) diantaranya

terdapat 22 orang (47,8%) yang memiliki hipertensi 1. Selanjutnya hasil

pengujian hipotesis menggunakan uji chi-square didapatkan nilai signifikan

(Sig.) = 0,006 (p value ≤ 0,05) yang berarti data dinyatakan signifikan dan H2

diterima, artinya ada hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada

penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo.


Tabel 5.8 Hubungan Kualitas Tidur Hipertensi dengan Tekanan Darah pada
Penderita Hipertensi

Tekanan Darah (Y) Sig. Chi-


Variabel Total
Hipertensi 1 Hipertensi 2 Square
Sedang 1 (2,2%) 2 (4,3%) 3 (6,5%) 0,702
Aktifitas Fisik
Berat 25 (54,3%) 18 (39,1%) 43 (93,5%) (p value
(X3)
Total 26 (56,5%) 20 (43,5%) 46 (100%) ≥0,05)
Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan tabel 5.8, menunjukkan bahwa hampir seluruh responden

yang memiliki aktifitas fisik berat sebanyak 43 orang (93,5%) diantaranya

terdapat 25 orang (54,3%) yang memiliki hipertensi 1. Selanjutnya hasil

pengujian hipotesis menggunakan uji chi-square didapatkan nilai signifikan

(Sig.) = 0,702 (p value ≥ 0,05) yang berarti data dinyatakan tidak signifikan

dan H3 ditolak, artinya tidak ada hubungan aktifitas fisik dengan tekanan darah

pada penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo.


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan

6.1.1 Identifikasi Diet Hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian diketehui bahwa diet hipertensi pada penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo, sebagian besar dikategorikan memiliki diet

hipertensi buruk. Temuan ini memberikan gambaran bahwa penderita hipertensi

yang melakukan pengobatan di Puskesmas Dinoyo Kota Malang tidak melakukan

diet hipertensi sehingga hal ini berisiko pada peningkatan risiko hipertensi.

Temuan ini didukung dengan pendapat Puspitorini dalam Meylon (2014) yang

menyebutkan bahwa gaya hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan terjadinya

penyakit salah satunya yaitu hipertensi misalnya dari segi diet hipertensi.

Suryarinilsih (2019) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubaungan

bermakna antara Penatalaksanaan diet dan olahraga dengan pengendalian

hipertensi. Berdasarkan temuan tersebut dan didukung dengan teori serta hasil

penelitian terdahulu, maka peneliti berpendapat bahwa diet hipertensi pada

penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo yang buruk dapat memicu peningkatan

tekanan darah.

Jika dikatikan dengan umur responden, maka dapat dikatakan bahwa umur

responden yang masih dalam tahap usia produktif sehingga tentu dalam diet

hipertensi tidak diperhatikan. Seperti dalam penelitian ini, diketahui responden

yang sebagian besar dikategorikan memiliki diet hipertensi buruk, hampir separuh

responden berusia antara 36-40 tahun (kategori dewasa akhir). Notoadmodjo


(2012) yang mengungkapkan bahwa semakin bertambah usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik. Triwibowo (2016) dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa umur merupakan faktor yang penting dimana orang yang

usianya lebih tinggi terkadang tingkat kepatuhan diet hipertensinya jauh lebih

tinggi daripada remaja. Berdasarkan hel tersebut, peneliti berpendapat bahwa umur

responden dalam hal ini penderita hipertensi turut serta dalam pembentukan pola

pikir, sikap untuk mau bertindak dalam hal ini melakukan diet hipertensi.

Hasil penelitian dalam data umum menunjukkan bahwa responden yang

sebagian besar dikategorikan memiliki diet hipertensi buruk, sebagian besarnya

berjenis kelamin perempuan. Menurut Purwanto (2006), ada beberapa

faktor/variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan diet hipertensi, salah satu

diantaranya yaitu jenis kelamin, dimana pada jenis kelamin perempuan tingkat

kepatuhan sangat rendah. Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitia yang

dilakukan oleh Jusuf dan Liputo (2014) yang dalam penelitiannya ditemukkan

bahwa sebagian besar responden perempuan yang tidak patuh dalam melaksanakan

diet hipertensi, lebih lanjut hasil temuan menunjukkan jenis kelamin memiliki

hubungan dengan kepatuhan diet pasien hipertensi. Berdasarkan hal tersebut,

peneliti berasumsi bahwa lebih banyak perempuan yang tidak patuh dalam

menjalankan diet hipertensi, hal ini tentu memberikan efek kekambuhan naiknya

tekanan darah.
6.1.2 Identifikasi Kualitas Tidur

Berdasarkan hasil penelitian diketehui bahwa kualitas tidur pada penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo, diketahui hampir seluruh responden

dikategorikan memiliki kualitas tidur buruk. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa hampir seluruhnya repsonden memiliki masalah dengan tidurnya, mulai

dari beranjak ke tempat tidur, lamanya bisa tertidur, terbangun di malam hari, lama

tidur, hingga saat bangun pagi. Buruknya kualitas tidur bisa saja diakibatkan

karena lingkungan responden, mengingat karena responden dalam penelitian ini

adalah masyarakat di perkotaan sehingga tentu berdampak pada pola tidur orang

dewasa. Hal ini senada dengan pendapat Hidayat (2008) bahwa faktor yang dapat

mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur seseorang, salah satu diantaranya

yaitu lingkungan. Dengan demikian peneliti berasumsi bahwa hampir seluruhnya

respondan yang memiliki pola tidur buruk bisa saja diakibatkan karena lingkungan,

dimana masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Dinoyo merupakan

masyarakat perkotaan dengan gaya hidup yang berbeda-beda tentu berdampak

pada pola tidurnya.

Kualitas tidur tentu tidak terlepas dari gaya hidup, seperti yang diungkapkan

oleh Hidayat (2008) bahwa gaya hidup individu yang sering berganti jam kerja

harus mengatur aktifitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat. Gaya hidup

masyarakat perkotaan seperti aktifitas di malam hari tentu akan memangkas jam

tidurnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berpendapat bahwa gaya hidup

masyarakat perkotaan memiliki tingkat aktifitas yang tinggi, dimana masyarakat

perkotaan ada yang bekerja di malam hari, atau sekedar kumpul dengan teman
sebaya atau rekan kerja di suatu tempat, sehingga hal ini akan membuat orang

dewasa untuk sulit untuk memulai tidurnya, bahkan ketika tidur pun akan

terbangun, dan jam tidur (lama tidur) tidak lama.

Data umum dalam penelitian ini diketahui bahwa responden yang hampir

seluruhnya dikategorikan memiliki kualitas tidur buruk, hampir separuh responden

berusia antara 36-40 tahun (kategori dewasa akhir). Menurut Dewi (2015),

seseorang yang beranjak tua berdampak pada penurunan kualitas tidur. Rudimin

dkk (2017) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan

antaratingkat umur dengan kualitas tidur pada lansia di Posyandu Permadi RT 02,

RW 02 Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Berdasarkan

temuan teori dan penelitian terdahulu, maka peneliti menyimpulkan secara

sederhana bahwa umur atau usia seseorang ikut berperan dalam pemenuhan

kualitas tidur, dimana semakin tinggi usia seseorang maka akan terjadi penurunan

kualitas tidur.

Data umum berupa jenis kelamin, diketahui bahwa responden yang hampir

seluruhnya dikategorikan memiliki kualitas tidur buruk, sebagian besarnya

berjenis kelamin perempuan. Menurut Dewi (2015) perempuan lebih rentan

mengalami gangguan tidur sbagai akibat dari proses perubahan hormon pada

perempuan. Nashori dan Diana (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

perempuan memiliki kebiasaan tidur yang lebih baik (tidur lebih awal), namun bagi

perempuan yang memiliki aktivitas di luar rumah hingga pukul 3 pagi memiliki

kualitas tidur yang buruk. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu tersebut,

peneliti berpendapat bahwa pemenuhan kualitas tidur antara laki-laki dan


perempuan tidak berbeda, hal ini dikarenakan responden yang sama-sama tinggal

di perkotaan memiliki gaya hidup yang sesuai gaya hidup masyarakat perkotaan

pada umumnya, dimana lebih banyak masyarakat termasuk perempuan yang

melakukan aktifitas di malam hari, sehingga hal ini tentu akan memangkas jam

tidurnya.

6.1.3 Identifkasi Aktifitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian diketehui bahwa aktifitas fisik pada penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo, hampir seluruh responden dikategorikan

memiliki aktifitas fisik berat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir

seluruhnya repsonden memiliki aktifitas berat jika dilihat dari total METs-

min/minggu yang lebih dari 3000, hal ini sesuai dengan kategori aktivitas fisik

yang dikelompokkan menurut IPAQ 2005 yaitu aktivitas fisik memiliki nilai

METs 0-600 menit/minggu, aktivitas sedang 600-3000 METs menit/minggu, dan

aktivitas berat >3000 METs menit/minggu. Tingginya aktifitas ini bisa saja

dikarenakan responden yang masih berusia produktif memiliki aktifitas berupa

pekerjaan sehingga membuat responden lebih banyak menghabiskan waktu untuk

beraktifitas baik di tempat kerja maupun di rumah.

Data umum berupa umur responden diketahui bahwa hampir seluruh

responden yang dikategorikan memiliki aktifitas fisik berat, sebagian besar berasal

dari usia antara 36-40 tahun. Peneliti mengutip pernyataan Notoadmodjo (2012)

umur seseoran dapat membentuk pola pikirnya untuk bertindak/melakukan sesuatu

hal. Senada dengan pendapat tersebut, Kusmawati dkk (2019) menyebutkan bahwa

umur seseorang mempengaruhi kebutuhan energi untuk beraktivitas, dimana umur


yang lebih muda mempunyai energi lang lebih besar dibandingkan dengan umur

yang lebih tua, dengan kata lain semakin tua maka kebutuhna energi dan zat gisi

lain akan semakin menurun. Penelitian Oktriana dkk (2020) menyimpulkan bahwa

faktor usia memiliki hubungan dengan aktivitas dalam hal ini kebugaran jasmani.

Dengan demikian, peneliti berpendapat bahwa umur responden yang masih

tergolong usia produktif dengan padatanya aktifitas di perkotaan membuatnya

untuk terus aktif dalam melakukan kegiatan baik di rumah maupun di tempat kerja.

Data umum berupa umur responden diketahui hampir seluruh responden

yang dikategorikan memiliki aktifitas fisik berat, sebagian besarnya berjenis

kelamin perempuan. Menurut Kusmawati dkk (2019), energi yang dipakai untuk

aktifitas pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Berdasarkan

temuan dan teori tersebut, maka peneliti dapat memberikan asumsi bahwa pada

laki-laki memiliki otot dan fisik yang lebih kuat daripada perempuan, namun pada

kasus/penelitian ini diketahui bahwa penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo

hampir seluruhnya adalah perempuan sehingga tentu aktifitas yang dilakukan oleh

responden perempuan tentu tidak seberat aktifitas yang dilakukan oleh laki-laki

misalnya mengangkat/memindahkan beban berat. Hal tersebut didukung dengan

penelitian Oktriana dkk (2020) menyimpulkan bahwa jenis kelamin memiliki

hubungan dengan aktivitas dalam hal ini kebugaran jasmani, dimana pada laki-laki

memiliki tingkat kebugaran aktifitas fisik lebih tinggi daripada perempuan.

6.1.4 Identifikasi Tekana Darah

Berdasarkan hasil penelitian diketehui bahwa tekanan darah pada penderita

hipertensi di Puskesmas Dinoyo, sebagian besar dikategorikan memiliki tekanan


darah hipertensi 2. Responden yang memiliki tekanan darah dengan hipertensi 2

adalah responden yang hipertensi tingkat 2 dengan tekanan darah sistolik ≥160

mmHg dan diastolik ≥100 mmHg. Adapun pembagian kategori tekakanan dara

berdasarkan JNC VII yaitu (Sistolik/Diastolik) yaitu Optimal (<120/<80 mmHg),

Prahipertensi (120-139/88-89 mmHg), Hipertensi tingkat 1 (140-159/90-99

mmHg) dan Hipertensi tingkat 2 (≥160 /≥100 mmHg).

Dalam data umum diketahui bahwa sebagian besar responden yang

dikategorikan memiliki tekanan darah hipertensi 2, sebagian besar berasal dari usia

antara 36-40 tahun. Menurut Anggraini dkk (2009) umur termasuk faktor risiko

hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi. Sedangkan Nuraini (2019) dalam

penelitiannya meyimpulkan bahwa umur memiliki hubungan yang signifikan

dengan kejadian hipertensi di Klinik X Kota Tangerang. Berdasarkan temuan ini

dan didukung dengan teori serta artikel penelitian, maka peneliti brkesimpulan

bahwa umur memiliki risiko terhadap peningkatan tekanan darah, yang mana

semakin tinggi usia seseorang maka akan semakin rentan memiliki gangguan

kesehatan termasuk di dalamnya adalah hipertensi.

Dalam data umum diketahui bahwa sebagian besar responden yang

dikategorikan memiliki tekanan darah hipertensi 2, hampir seluruhnya berjenis

kelamin perempuan. Menurut Anggraini dkk (2009) jenis kelamin termasuk faktor

risiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi. Penelitian Nuraini (2019) dalam

penelitiannya meyimpulkan bahwa jenis kelamin hubungan yang signifikan

dengan kejadian hipertensi di Klinik X Kota Tangerang. Berdasarkan temuan ini

dan didukung dengan teori serta artikel penelitian, maka peneliti brkesimpulan
bahwa jenis kelamin rentan dengan risiko hipertensi, dimana perempuan memiliki

risiko hipertensi lebih tinggi dengan laki-laki sehingga untuk itu jenis kelamin

merupakan fakor yang tidak dapat dimodifikasi maka dipelukan upaya-upaya

pencegahan tingginya tekanan darah.

6.1.5 Hubungan Diet Hipertensi, Kualitas Tidur dan Aktifitas Tidur dengan
Tekanan Darah

Hasil analisis hubungan diet hipertensi, kualitas tidur dan aktivitas fisik

dengan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo

menggunakan uji chi square, diperoleh output nilai signifikan (Sig.) untuk variabel

diet bipertensi dan kualitas tidur lebih kecil dari signifikan 5% sehingga dapat

dikatakan bahwa diet hipertensi dan kualitas tidur memiliki hubungan yang

signifikan dengan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo.

Sedangkan hasil pengujian hipotesis untuk variabel aktivitas fisik diperoleh nilai

siginfikan (Sig.) lebih besar dari 5%, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel

aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tekanan darah pada

penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo.

Hasil penelitian ini untuk hubungan diet hipertensi dengan tekanan darah

didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maria Insana (2019)

yang menyebutkan bahwa dda hubungan kualitas tidur dengan peningkatan

tekanan darah pada pasien hipertensi diwilayah kerja puskesmas Guntung Payung

tahun 2019. Yosi Suryarinilsih (2019) menyimpulkan bahwa adanya hubaungan

bermakna antara Penatalaksanaan diet dan olahraga dengan pengendalian

hipertensi.
Hasil penelitian ini untuk hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah

didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siska Mutiara (2018)

ada hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah penderita hipertensi di

wilayah kerja puskesmas Purwosari Metro Utara tahun 2019. Shelly Novitri (2021)

dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang baik antara pola

tidur dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa muda di puskesmas

Simbarwaringan Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah Propinsi

Lampung.

Sedangkan untuk variabel aktifitas fisik dalam penelitian ini tidak memiliki

hubungan yang signifikan dengan tekanan darah dikarenakan hampir seluruh

responden dalam penelitian ini memiliki aktifitas berat sehingga tentu mencegah

terjadinya obesitas, yang berdampak pada tidak adanya peningkatan curah jantung,

sehingga tidak berdampak pada peningkatan tekanan darah, justru sebaliknya

aktifitas fisik yang berat pada responden penderita hipertensi dapat berfungsi

sebagai upaya pencegahan peningkatan tekanan darah. Pendapat peneliti tersebut

di atas didukung dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Muhammmad

Cristanto (2021) yang menyimpulkan bahwa aktifitas fisik bertindak sebagai

pencegahan hipertensi, sehingga semakin tinggi/berat aktivitas fisik yang

dilakukan maka dapat menekan terjadinya peningkatan tekanan darah.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu penelitian ini yaitu pengumpulan

data dengan kuesioner, sehingga memungkinkan responden menjawab pertanyaan

dengan tidak jujur (tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya) sehingga hasilnya
tidak menggambarkan kondisi responden yang sebenarnya. Kuesoner yang

digunakan dalam penelitian ini memiliki banyak item pernyataan sehingga

menimbulkan kejenuhan pada responden saat melakukan pengisian kuesioner, hal

dampaknya banyak calon responden yang mengundurkan diri (tidak mengisi

kuesioner).
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Diet hipertensi pada penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo, sebagian

besar dikategorikan diet hipertensi buruk, yaitu sebanyak 25 orang

(54,3%).

2. Kualitas tidur pada penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo, hampir

seluruh responden dikategorikan kualitas tidur buruk, yaitu sebanyak 42

orang (91,3%).

3. Aktivitas fisik pada penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo, hampir

seluruh responden dikategorikan aktifitas berat, yaitu sebanyak 43 orang

(93,5%).

4. Tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo, hampir

separuh responden memiliki tekanan darah kategori hipertensi 1, yaitu

sebanyak 22 orang (47,5%).

5. Diet hipertensi dan kualitas tidur memiliki hubungan yang signifikan

dengan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo

yang dibuktikan dengan nilai signifikan ≤ 0,05. Sedangkan aktivitas fisik

tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tekanan darah pada

penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo, yang dibuktikan dengan nilai

signifikan ≥ 0,05.
7.2 Saran

1. Pelayan Kesehatan

Pelayan kesehatan diharapkan dapat melakukan sosialisasi (promosi

kesehatan) kepada masyarakat umum melalui kader-kader posyandu atau

aparat RT/RW dan juga ibu-ibu PKK tentang pencegahan hipertensi dengan

cara diet bipertensi, menjaga kualitas tidur yang baik, dan memperbanyak

aktivitas fisik.

2. Puskesmas Dinoyo

Puskesmas Dinoyo diharapkan dapat membuat Program Pengelola

Penyakit Kronis agar dapat meningkatkan pola hidup sehat untuk mengurangi

terjadinya peningkatan tekanan darah.

3. Masyarakat (termasuk pasien hipertensi)

Orang dewasa termasuk pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas

Dinoyo dapat mencegah hipertensi dengan mengendalikan faktor risiko

misalnya menjalankan diet hipertensi, mengatur pola tidur agar memiliki pola

tidur yang baik, dan melakukan aktivitas fisik secukupnya..

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Melihat dari keterbatasan penelitian, yang mana banyak rsponden yang

mengeluh dengan jumlah item pernyataan pada kuesioner, maka diharapkan

kepada peneliti selanjutnya untuk lebih fokus pada hubungan salah satu

variabel bebas dengan variabel terikat, sehingga responden lebih serius ketika

mengisi kuesioner (sesuai dengan kondisi sebenarnya).

Anda mungkin juga menyukai