pemerintah Kota Malang, dan merupakan salah satu lembaga yang bergerak di
pemberdayaan masyarakat.
pada tahun 1965 yang dimulai dengan berdirinya BKIA. Semakin luasnya
bidang kerja pada tahun 1974 berubah menjadi balai pengobatan untuk
Kota Malang yang beralamat Jl. MT Haryono IX No. 13 Malang Jawa Timur.
Dengan luas bangunan 440m2 dan luas tanah 189 m2. Wilayah kerja meliputi
Kelurahan Dinoyo, Kelurahan Tlogomas, Kelurahan Ketawang Gede,
a. Visi
dan mandiri.”
b. Misi
lingkungan
yang mandiri”.
4. Produk Layanan Puskesmas Dinoyo Kota Malang
a. Upaya Kuratif
1) Laboratorium
2) Farmasi
responden yang meliputi umur dan jenis kelamin, yang diuraikan sebagai
berikut.
Tabel 5.1 Deskripsi Gambaran Umum Responden
No Data Umum F %
Umur:
1 26-30 tahun 10 21,8
2 31-35 tahun 17 36,9
3 36-40 tahun 19 41,3
Total 46 100
Jenis kelamin:
1 Laki-laki 19 41,3
2 Perempuan 27 58,7
Total 46 100
Sumber: Data diolah, 2022
tidur dan aktifitas fisik dengan tekanan darah pada penderita hipertensi di
Tabel 5.6 Hubungan Diet Hipertensi dengan Tekanan Darah pada Penderita
Hipertensi
(Sig.) = 0,000 (p value ≤ 0,05) yang berarti data dinyatakan signifikan dan H1
diterima, artinya ada hubungan diet hipertensi dengan tekanan darah pada
Tabel 5.7 Hubungan Kualitas Tidur Hipertensi dengan Tekanan Darah pada
Penderita Hipertensi
(Sig.) = 0,006 (p value ≤ 0,05) yang berarti data dinyatakan signifikan dan H2
diterima, artinya ada hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada
(Sig.) = 0,702 (p value ≥ 0,05) yang berarti data dinyatakan tidak signifikan
dan H3 ditolak, artinya tidak ada hubungan aktifitas fisik dengan tekanan darah
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan
diet hipertensi sehingga hal ini berisiko pada peningkatan risiko hipertensi.
Temuan ini didukung dengan pendapat Puspitorini dalam Meylon (2014) yang
menyebutkan bahwa gaya hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan terjadinya
penyakit salah satunya yaitu hipertensi misalnya dari segi diet hipertensi.
hipertensi. Berdasarkan temuan tersebut dan didukung dengan teori serta hasil
tekanan darah.
Jika dikatikan dengan umur responden, maka dapat dikatakan bahwa umur
responden yang masih dalam tahap usia produktif sehingga tentu dalam diet
yang sebagian besar dikategorikan memiliki diet hipertensi buruk, hampir separuh
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
menyebutkan bahwa umur merupakan faktor yang penting dimana orang yang
usianya lebih tinggi terkadang tingkat kepatuhan diet hipertensinya jauh lebih
tinggi daripada remaja. Berdasarkan hel tersebut, peneliti berpendapat bahwa umur
responden dalam hal ini penderita hipertensi turut serta dalam pembentukan pola
pikir, sikap untuk mau bertindak dalam hal ini melakukan diet hipertensi.
diantaranya yaitu jenis kelamin, dimana pada jenis kelamin perempuan tingkat
kepatuhan sangat rendah. Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitia yang
dilakukan oleh Jusuf dan Liputo (2014) yang dalam penelitiannya ditemukkan
bahwa sebagian besar responden perempuan yang tidak patuh dalam melaksanakan
diet hipertensi, lebih lanjut hasil temuan menunjukkan jenis kelamin memiliki
peneliti berasumsi bahwa lebih banyak perempuan yang tidak patuh dalam
menjalankan diet hipertensi, hal ini tentu memberikan efek kekambuhan naiknya
tekanan darah.
6.1.2 Identifikasi Kualitas Tidur
dari beranjak ke tempat tidur, lamanya bisa tertidur, terbangun di malam hari, lama
tidur, hingga saat bangun pagi. Buruknya kualitas tidur bisa saja diakibatkan
adalah masyarakat di perkotaan sehingga tentu berdampak pada pola tidur orang
dewasa. Hal ini senada dengan pendapat Hidayat (2008) bahwa faktor yang dapat
respondan yang memiliki pola tidur buruk bisa saja diakibatkan karena lingkungan,
Kualitas tidur tentu tidak terlepas dari gaya hidup, seperti yang diungkapkan
oleh Hidayat (2008) bahwa gaya hidup individu yang sering berganti jam kerja
harus mengatur aktifitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat. Gaya hidup
masyarakat perkotaan seperti aktifitas di malam hari tentu akan memangkas jam
perkotaan ada yang bekerja di malam hari, atau sekedar kumpul dengan teman
sebaya atau rekan kerja di suatu tempat, sehingga hal ini akan membuat orang
dewasa untuk sulit untuk memulai tidurnya, bahkan ketika tidur pun akan
Data umum dalam penelitian ini diketahui bahwa responden yang hampir
berusia antara 36-40 tahun (kategori dewasa akhir). Menurut Dewi (2015),
seseorang yang beranjak tua berdampak pada penurunan kualitas tidur. Rudimin
antaratingkat umur dengan kualitas tidur pada lansia di Posyandu Permadi RT 02,
sederhana bahwa umur atau usia seseorang ikut berperan dalam pemenuhan
kualitas tidur, dimana semakin tinggi usia seseorang maka akan terjadi penurunan
kualitas tidur.
Data umum berupa jenis kelamin, diketahui bahwa responden yang hampir
mengalami gangguan tidur sbagai akibat dari proses perubahan hormon pada
perempuan memiliki kebiasaan tidur yang lebih baik (tidur lebih awal), namun bagi
perempuan yang memiliki aktivitas di luar rumah hingga pukul 3 pagi memiliki
kualitas tidur yang buruk. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu tersebut,
di perkotaan memiliki gaya hidup yang sesuai gaya hidup masyarakat perkotaan
melakukan aktifitas di malam hari, sehingga hal ini tentu akan memangkas jam
tidurnya.
memiliki aktifitas fisik berat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir
seluruhnya repsonden memiliki aktifitas berat jika dilihat dari total METs-
min/minggu yang lebih dari 3000, hal ini sesuai dengan kategori aktivitas fisik
yang dikelompokkan menurut IPAQ 2005 yaitu aktivitas fisik memiliki nilai
aktivitas berat >3000 METs menit/minggu. Tingginya aktifitas ini bisa saja
responden yang dikategorikan memiliki aktifitas fisik berat, sebagian besar berasal
dari usia antara 36-40 tahun. Peneliti mengutip pernyataan Notoadmodjo (2012)
hal. Senada dengan pendapat tersebut, Kusmawati dkk (2019) menyebutkan bahwa
yang lebih tua, dengan kata lain semakin tua maka kebutuhna energi dan zat gisi
lain akan semakin menurun. Penelitian Oktriana dkk (2020) menyimpulkan bahwa
faktor usia memiliki hubungan dengan aktivitas dalam hal ini kebugaran jasmani.
untuk terus aktif dalam melakukan kegiatan baik di rumah maupun di tempat kerja.
kelamin perempuan. Menurut Kusmawati dkk (2019), energi yang dipakai untuk
temuan dan teori tersebut, maka peneliti dapat memberikan asumsi bahwa pada
laki-laki memiliki otot dan fisik yang lebih kuat daripada perempuan, namun pada
hampir seluruhnya adalah perempuan sehingga tentu aktifitas yang dilakukan oleh
responden perempuan tentu tidak seberat aktifitas yang dilakukan oleh laki-laki
hubungan dengan aktivitas dalam hal ini kebugaran jasmani, dimana pada laki-laki
adalah responden yang hipertensi tingkat 2 dengan tekanan darah sistolik ≥160
mmHg dan diastolik ≥100 mmHg. Adapun pembagian kategori tekakanan dara
dikategorikan memiliki tekanan darah hipertensi 2, sebagian besar berasal dari usia
antara 36-40 tahun. Menurut Anggraini dkk (2009) umur termasuk faktor risiko
dan didukung dengan teori serta artikel penelitian, maka peneliti brkesimpulan
bahwa umur memiliki risiko terhadap peningkatan tekanan darah, yang mana
semakin tinggi usia seseorang maka akan semakin rentan memiliki gangguan
kelamin perempuan. Menurut Anggraini dkk (2009) jenis kelamin termasuk faktor
risiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi. Penelitian Nuraini (2019) dalam
dan didukung dengan teori serta artikel penelitian, maka peneliti brkesimpulan
bahwa jenis kelamin rentan dengan risiko hipertensi, dimana perempuan memiliki
risiko hipertensi lebih tinggi dengan laki-laki sehingga untuk itu jenis kelamin
6.1.5 Hubungan Diet Hipertensi, Kualitas Tidur dan Aktifitas Tidur dengan
Tekanan Darah
Hasil analisis hubungan diet hipertensi, kualitas tidur dan aktivitas fisik
menggunakan uji chi square, diperoleh output nilai signifikan (Sig.) untuk variabel
diet bipertensi dan kualitas tidur lebih kecil dari signifikan 5% sehingga dapat
dikatakan bahwa diet hipertensi dan kualitas tidur memiliki hubungan yang
Sedangkan hasil pengujian hipotesis untuk variabel aktivitas fisik diperoleh nilai
siginfikan (Sig.) lebih besar dari 5%, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel
aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tekanan darah pada
Hasil penelitian ini untuk hubungan diet hipertensi dengan tekanan darah
didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maria Insana (2019)
tekanan darah pada pasien hipertensi diwilayah kerja puskesmas Guntung Payung
hipertensi.
Hasil penelitian ini untuk hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah
didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siska Mutiara (2018)
ada hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah penderita hipertensi di
wilayah kerja puskesmas Purwosari Metro Utara tahun 2019. Shelly Novitri (2021)
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang baik antara pola
Lampung.
Sedangkan untuk variabel aktifitas fisik dalam penelitian ini tidak memiliki
responden dalam penelitian ini memiliki aktifitas berat sehingga tentu mencegah
terjadinya obesitas, yang berdampak pada tidak adanya peningkatan curah jantung,
aktifitas fisik yang berat pada responden penderita hipertensi dapat berfungsi
dengan tidak jujur (tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya) sehingga hasilnya
tidak menggambarkan kondisi responden yang sebenarnya. Kuesoner yang
kuesioner).
BAB VII
7.1 Kesimpulan
(54,3%).
orang (91,3%).
(93,5%).
signifikan ≥ 0,05.
7.2 Saran
1. Pelayan Kesehatan
aparat RT/RW dan juga ibu-ibu PKK tentang pencegahan hipertensi dengan
cara diet bipertensi, menjaga kualitas tidur yang baik, dan memperbanyak
aktivitas fisik.
2. Puskesmas Dinoyo
Penyakit Kronis agar dapat meningkatkan pola hidup sehat untuk mengurangi
misalnya menjalankan diet hipertensi, mengatur pola tidur agar memiliki pola
kepada peneliti selanjutnya untuk lebih fokus pada hubungan salah satu
variabel bebas dengan variabel terikat, sehingga responden lebih serius ketika