Anda di halaman 1dari 17

JURNAL PENELITIAN TERKAIT PENYAKIT DAN OBAT

SWAMEDIKASI PENYAKIT DIARE

Disusun Oleh :
Harsya Khaerudin
20334771

Kelas :
Pelayanan Swamedikasi (K)

Jurusan Farmasi
Institut Sains dan Teknologi Nasional
2021
JURNAL PENELITIAN 1

Judul :
ANALISIS PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP
TINDAKAN SWAMEDIKASI DIARE AKUT DI KECAMATAN PONTIANAK TIMUR

Disusun Oleh :
Robiyanto, Monika Rosmimi, Eka Kartika Untari

Hasil dan Pembahasan


Data demografi responden sangat penting untuk diketahui sebagai gambaran latar belakang dan
distribusi tingkat sosial masyarakat yang ada di daerah Kecamatan Pontianak Timur yang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan dan tindakanswamedikasi diare akut. Pada penelitian
digunakan responden sebanyak 60 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi.

Terlihat dari Tabel 1 bahwa masyarakat yang melakukan swamedikasi diare akut umumnya
berusia 26 - 45 tahun yang termasuk golongan dewasa. Kelompok usia dewasa merupakan
kelompok usia produktif, apabila kesehatannya terganggu orang dewasa akan mengambil
keputusan untuk melakukan pengobatan sendiri. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang daya tangkap dan pola pikir, sehingga pengetahuan tentang swamedikasi yang
diperolehnya semakin baik.

Berdasarkan Tabel 1 juga diperoleh informasi bahwa responden perempuan lebih banyak yang
melakukan swamedikasi diare akut dan lebih sering mencari informasidari tetangga atau orang
terdekat mengenai swamedikasi diare akut dikarenakan perempuan lebih peduli terhadap
kesehatan diri dan keluarganya.

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik pekerjaan menunjukkan bahwa pada masyarakat


dengan status tidak bekerja ditemukan paling banyak, termasuk kategori didalamnya yaitu ibu
tumah tangga.
Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pada masyarakat di
Kecamatan Pontianak Timur paling banyak memiliki latar belakang pendidikan rendah (SD,
SMP, dan SMA). Perbedaan tingkat pendidikan dapat menyebabkan perbedaan penggunaan
pelayanan kesehatan oleh individu yang berkaitan dengan pengetahuan kesehatan, nilai, dan
sikap (Notoatmodjo, 2005).

Tabel 2 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang swamedikasi diare akut tidak baik pada usia
remaja (12-25 tahun) sebanyak 10 orang serta 4 orang dengan pengetahuan yang baik, pada usia
dewasa (26-45 tahun) pengetahuan tentang swamedikasi diare akut tidak baik sebanyak 5 orang
dan 41 orang dengan pengetahuan baik. Hasil menunjukkan bahwa usia remaja (12-25 tahun)
memiliki pengetahuan yang kurang baik dibandingkan dengan usia dewasa (26-45 tahun).

Berdasarkan Tabel 3 dapat dikatakan bahwa pengetahuan tidak baik (15 orang) dan baik (33
orang) pada responden yang mengenyam pendidikan dasar (SD, SMP, dan SMA). Seluruh
responden dengan pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang baik (12 orang) dan tidak baik
(0 orang).

Tabel 4 menampilkan angka signifikansi yang didapatkan dari uji chi square yaitu p value =
0,000 < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara
pengetahuan terhadap tindakan swamedikasi diare akut pada masyarakat di Kecamatan
Pontianak Timur. Jika pengetahuan masyarakat baik, maka tindakan swamedikasi yang
dilakukan masyarakat juga akan benar, dan sebaliknya.

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa pertanyaan nomor 1 pada kuesioner tentang definisi diare
dari 60 responden menjawab setuju-sangat setuju sebanyak 47 orang dan sangat tidak setuju-
tidak setuju sebanyak 13 orang.
Hasil pada Tabel 6 menunjukkan bahwa 27 responden setuju-sangat setuju dan 33 responden
sangat tidak setuju-tidak setuju. Seharusnya jika diare sudah berlangsung lebih dari 3 hari, harus
diperiksa ke dokter walaupun kondisinya belum parah karena khawatir terjadi dehidrasi jika
dibiarkan. Ketika swamedikasi yang dilakukan tidak berhasil, artinya penyakit tersebut harus
ditangani oleh dokter untuk mendapatkan penanganan yang serius.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:


(1) Usia dan pendidikan memiliki pengaruh terhadap swamedikasi;
(2) Keberhasilan tindakan swamedikasi diare akut pada masyarakat di Kecamatan
Pontianak Timur dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat sendiri.
JURNAL PENELITIAN 2

Judul :
ANALISIS FAKTOR TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG
TINDAKAN SWAMEDIKASI DIARE

Disusun Oleh :
Kiki Ambar Kurniasih , Supriani, Definingsih Yuliastuti

Hasil dan Pembahasan

Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Tindakan Swamedikasi Diare

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa mayoritas pengetahuan responden tentang swamedikasi


diare berada pada kategori baik yaitu 221 responden (69,9%). Responden yang memiliki
pengetahuan kurang hanya 26 orang (8,2%).

Uji Chi-Square Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Tindakan
Swamedikasi Diare

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan pengetahuan tentang tindakan swamedikasi diare. Hal ini ditandai dengan ρ
value > 0,05 (0,78).
Uji Chi-Square Umur dengan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Tindakan
Swamedikasi Diare

Hasil berbeda ditunjukkan pada Tabel 3 bahwa umur memiliki hubungan yang signifikan dengan
pengetahuan tindakan swamedikasi diare yang ditandai dengan ρ value ≤ 0,05 (0,000).

Uji Chi-Square Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang


Tindakan Swamedikasi Diare

Berdasarkan Tabel 4 Pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan pengetahuan


tindakan swamedikasi diare dengan ρ value 0,000.
Hubungan Pekerjaan dengan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang
Tindakan Swamedikasi Diare

Untuk variabel pekerjaan yang dapat dilihat pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pekerjaan responden dengan pengetahuan tindakan
swamedikasi diare responden yang ditandai dengan nilai ρ value 0,023.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Anis (2017) “ tentang
Hubungan Faktor Sosio demografi Terhadap Pengetahuan Swamedikasi dan Penggunaan Obat
Common Cold di Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Yogyakarta”.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pekerjaan
masyarakat dengan tingkat pengetahuan.

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan


yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Pekerjaan juga berkaitan dengan pendapatan
seseorang. Jika pendapatan seseorang tinggi maka orang tersebut memilki perilaku swamedikasi
yang baik. Pekerjaan membuat antar individu berinteraksi untuk bertukar informasi lebih luas
sehingga Informasi yang didapatkan seseorang semakin banyak.

Kesimpulan
Tingkat pengetahuan masyarakat Desa Jangrana Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap
tentang tindakan swamedikasi diare memiliki tingkat pengetahuan yang sudah baik. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara umur dan pendidikan,
pekerjaan dengan tingkat pengetahuan terhadap tindakan swamedikasi diare.
JURNAL PENELITIAN 3

Judul :
TINGKAT PENDIDIKAN IBU DAN PENGGUNAAN ORALIT DAN ZINC PADA
PENANGANAN PERTAMA KASUS DIARE ANAK USIA 1-5 TAHUN: SEBUAH STUDI DI
PUSKESMAS JANTI MALANG

Disusun Oleh :
Ratna Kurnia Illahi1, Fitra Firnanda, dan Bambang Sidharta

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi mengenai karakteristik responden yaitu tingkat
pendidikan terakhir ibu. Dari 100 responden yang menjadi sampel pendidikan terakhir ibu
terbanyak yaitu tamat SMA atau sederajat yaitu sebanyak 52 responden dengan persentase 52%.
Sedangkan tingkat pendidikan terakhir ibu yang paling sedikit yaitu tidak tamat SD sebanyak 4
responden dengan persentase 4%.

Distribusi pernyataan kuesioner


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi mengenai distribusi masing-masing pernyataan
pada kuesioner. Kuesioner ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya serta dinyatakan layak etik
oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dengan No.
176/EC/KEPK-S1-FARM/03/2014.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada pernyataan mengenai penggunaan oralit (pernyataan
nomor 2, 3, 5, 6, 7, 10, 11) sebagian besar responden dengan berbagai macam tingkat pendidikan
menjawab setuju. Pada pernyataan mengenai penggunaan zinc (pernyataan nomor 4, 8, 9, 12),
sebagian besar responden menjawab ragu-ragu. Skor penilaian penggunaan obat diare dapat
dilakukan dengan penilaian sebagai berikut :
 Baik, apabila jawaban yang benar > 80% (total skor 36 dari 12 pernyataan).
 Sedang, apabila jawaban yang benar 60% - 80% (total skor 36 dari 12 pernyataan).
 Kurang, apabila jawaban yang benar < 60% (total skor 36 dari 12 pernyataan).
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Terakhir Ibu
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pernyataan Kuesioner Penggunaan Oralit dan Zinc dalam
Pertolongan Pertama pada Diare Anak
No Nomor pernyataan S(n,%) RR (n,%) TS (n,%)
1.
Diare merupakan buang air besar dalam bentuk cair, lebih dari
3 kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama 2 hari 96,96 0,0 4,4
atau lebih

2.
Penanganan awal diare adalah dengan mencegah terjadinya
95,95 3,3 2,2
kekurangan cairan (dehidrasi).

3.
Penanganan awal diare dirumah dapat diberikan oralit. 93,93 4,4 3,3

4.
Penanganan awal diare dirumah dapat diberikan oralit. 47,47 50,50 3,3

5.
Untuk mengatasi diare anak diberikan oralit sebanyak 1 sachet
84,84 13,13 3,3
setiap kali habis BAB (Buang Air Besar).

6.
Oralit dilarutkan dengan air matang sebanyak setengah gelas
97,97 3,3 0,0
hingga satu gelas

7.
Oralit yang sudah dilarutkan kedalam air matang diberikan
83,83 10,10 7,7
kepada anak sedikit demi-sedikit.

8.
Suplemen zinc yang diberikan pada anak sebanyak 1 tablet tiap
35,35 61,61 4,4
hari

9.
Suplemen Zinc dapat dikonsumsi dengan cara dikunyah atau
43,43 53,53 4,4
dilarutkan dalam 1 sendok air matang

10.
Oralit diberikan pada anak setiap kali setelah BAB (Buang Air
77,77 11,11 12,12
Besar).

11.
Oralit diberikan sampai anak berhenti diare. 85,85 9,9 6,6

12.
Suplemen Zinc dapat diberikan selama 10 hari berturut-turut
23,23 60,60 17,17
walaupun diare sudah berhenti
Distribusi Frekuensi Penggunaan Oralit dan Zinc
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh informasi mengenai distribusi
frekuensi penggunaan oralit dan zinc secara keseluruhan, nama obat, cara penggunaan oralit dan
zinc, dan waktu pemberian oralit dan zinc , yang disajikan pada Gambar 2.
Dilihat dari grafik mengenai penggunaan oralit dan zinc secara keseluruhan meliputi
pengetahuan mengenai nama obat, cara penggunaan oralit dan zinc, dan waktu pemberian oralit
dan zinc, sebagian besar responden dapat dikategorikan memiliki pengetahuan yang baik.

4. Diskusi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data karakteristik responden
berupa distribusi frekuensi tingkat pendidikan terakhir ibu yang disajikan pada gambar 1. Dari
100 responden, pendidikan terakhir ibu terbanyak yaitu tamat SMA atau sederajat yaitu sebanyak
52 responden dengan persentase 52%, sedangkan tingkat pendidikan terakhir ibu yang paling
sedikit yaitu tidak tamat SD sebanyak 4 responden dengan persentase 4%. Berdasarkan frekuensi
distribusi tingkat pendidikan terakhir tersebut maka sebagian besar responden memiliki tingkat
pendidikan yang sedang.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang


makin mudah pula orang tersebut untuk menerima informasi baik dari orang lain maupun dari
media massa. Semakin banyak informasi yang masuk, maka semakin banyak pula pengetahuan
yang didapat tentang kesehatan. Seseorang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi
cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang
yang tingkat pendidikannya lebih rendah, namun seseorang yang berpendidikan rendah tidak
berarti mutlak berpengetahuan rendah pula 5.

Berdasarkan data hasil kuesioner yang diperoleh, didapatkan hasil berupa distribusi
frekuensi tiap pernyataan yang disajikan pada tabel 1. Dapat dilihat pada tabel tersebut bahwa
sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan apapun menjawab setuju untuk butir
pernyataan mengenai penggunaan oralit, sehingga dapat diketahui bahwa responden memiliki
pengetahuan yang baik mengenai penggunaan oralit untuk penanganan pertama pada diare yang
terjadi pada anak. Di sisi lain pada pernyataan mengenai penggunaan zinc, sebagian besar
responden menjawab ragu-ragu, sehingga dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
dengan tingkat pendidikan apapun masih banyak yang belum mengetahui secara benar
penggunaan zinc untuk mengatasi diare yang terjadi pada anak.
Pengunaan obat diare pada anak usia 1 hingga 5 tahun dalam penelitian ini meliputi
pengetahuan mengenai pemilihan nama obat, cara penggunaan, dan lama waktu penggunaan.
Obat diare yang dimaksud lebih ditekankan pada penggunaan oralit dan zinc sebagai penanganan
pertama mengingat hal ini merupakan program yang diadakan oleh pemerintah dalam mengatasi
diare sebelum anak dibawa ke sarana kesehatan terdekat. Menurut Departemen Kesehatan RI1,
penanganan pertama yang dapat dilakukan pada kasus diare sebelum anak dibawa ke tempat
pelayanan kesehatan yaitu segera diberikan oralit. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan
elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Meskipun air sangat penting untuk mencegah
dehidrasi, air minum tidak mengandung glukosa dan garam elektrolit seperti natrium klorida
(NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit dalam tubuh, sehingga lebih diutamakan pemberian oralit.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Endah7 mengenai
tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penanganan awal diare. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap
pengetahuan mengenai penanganan awal diare. Menurut Sander8, jenjang pendidikan memegang
peranan cukup penting dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah
menjadikan mereka sulit menerima informasi mengenai pentingnya bersikap higienis secara
perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular, diantaranya
diare. Dengan sulitnya mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli
terhadap upaya pencegahan penyakit menular. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan
lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, lebih banyak mengetahu tentang masalah
kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik, contohnya jika tingkat pendidikan ibu
lebih tinggi maka angka kematian bayi dan kematian ibu akan semakin rendah9. Perlu
diperhatikan bahwa karakteristik setiap responden di setiap daerah berbeda beda, dan
pengalaman memiliki pengaruh besar terhadap penangan awal pada diare anak. Ibu-ibu dengan
tingkat pendidikan yang rendah jika telah berpengalaman terhadap penangan awal diare pada
anak maka akan lebih memiliki pengetahuan mengenai penggunaan obat yang baik pada diare
anak. Sebaliknya ibu-ibu dengan tingkat pendidikan tinggi namun belum berpengalaman
terhadap penanganan awal diare pada anak, akan memiliki pengetahuan yang rendah pula
mengenai penggunaan obat pada diare anak.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian informasi mengenai penanganan
awal diare anak menggunakan oralit dan zinc harus diberikan kepada semua ibu tanpa melihat
tingkat pendidikan yang dimilikinya, karena tingkat pendidikan bukanlah satu-satunya faktor
yang mempengaruhi pengetahuan ibu mengenai penangaan diare anak. Diharapkan pemberian
informasi yang merata pada ibu-ibu akan membantu mengurangi resiko terjadinya kesalahan atau
keterlambatan penanganan awal diare pada anak usia 1-5 tahun.

Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil uji menggunakan chi-square diperoleh hasil
signifikansi (p-value) sebesar 0,528 dan nilai koefisien korelasi yaitu sebesar 0,176, sehingga
dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak mempengari penggunaan oralit dan zinc
dalam penanganan pertama pada diare anak usia 1 hingga 5 tahun. Sebagian besar responden
dengan tingkat pendidikan apapun memiliki pengetahuan yang baik mengenai penggunaan oralit,
sedangkan untuk penggunaan zinc, sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan apapun
masih banyak yang belum mengetahui penggunaannya secara benar.
JURNAL PENELITIAN 4

Judul :
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG SWAMEDIKASI DIARE PADA
ANAK DI KELURAHAN CIPINANG BESAR UTARA
JAKARTA TIMUR

Disusun Oleh :
Fitriati Retno dan Rahmawati Siska

Hasil dan Pembahasan


1. Pengetahuan responden tentang swamedikasi penyakit diare
Menurut notoatmodjo (2012) Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori
yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman
orang lain.(16)
Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai
swamedikasi (pengobatan sendiri) memiliki tingkat pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 119
responden (46,7%), sedangkan pada tingkat pengetahuan penyakit diare
responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 138 responden (54,1%)

2. Sumber informasi obat


Hasil penelitian menunjukkan sumber informasi tentang swamedikasi (pengobatan sendiri) diare
pada anak didapatkan responden paling banyak dari tenaga kesehatan yaitu sebanyak 82
responden (32,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahayu Pekertiningsih (2019)
yang dilakukan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru Depok, bahwa sebanyak 75 responden (30%)
memilih tenaga kesehatan sebagai sumber informasi untuk melakukan pengobatan sendiri.(19)
Ibu-ibu lebih banyak memilih tenaga kesehatan sebagai sumber informasi untuk melakukan
swamedikasi (pengobatan sendiri) diare pada anak karena sudah sering menerima informasi
mengenai pengertian, penyebab, pengobatan dan lain-lainnya yang disampaikan melalui dokter,
apaoteker dan petugas apotek maupun melalui penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan

3. Tempat mendapatkan obat


Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempat responden mendapatkan obat untuk melakukan
swamedikasi (pengobatan sendiri) diare pada anak paling banyak adalah dari apotek yaitu
sebanyak 132 responden (51,8%). Ibu-ibu lebih banyak memilih apotek sebagai tempat
mendapatkan obat untuk swamedikasi (pengobatan sendiri) diare pada anak di RW 010 dan RW
011 Kelurahan Cipinang Besar Utara karena sebagian besar masih terdapat banyak apotek yang
dekat dengan pemukiman warga RW 010 dan RW 011 Kelurahan Cipinang Besar Utara
sehingga mudah untuk diakses seperi Apotek Generik, Apotek Century, Apotek Kimia Farma
dan lain-lain.

4. Obat yang digunakan saat diare


Hasil penelitian menunjukkan bahwa obat yang paling banyak digunakan responden untuk
melakukan swamedikasi (pengobatan sendiri) diare pada anak adalah oralit, yakni sebanyak 102
responden (40,0%). Ini karena oralit mudah dibuat dan ditemukan di apotek terdekat dan juga
tidak akan menimbulkan efek samping yang bermakna dikarenakan oralit merupakan pengganti
cairan, sehingga banyak responden yang menggunakan oralit saat diare.

Kesimpulan
1. Dari 255 responden, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan baik tentang
swamedikasi responden sebanyak 119 responden (46,7%) dan pengetahuan cukup tentang
penyakit diare pada anak sebanyak 138 responden (54,1%)
2. Dari 255 responden, hasilpenelitian menunjukkan bahwa sumber informasi obat yang paling
banyak didapatkan responden berasal dari tenaga medis, yakni sebanyak 82 orang (32,2%)
3. Dari 255 responden, yang sudah dilakukan penelitian menunjukkan bahwa tempat
memperoleh obat paling banyak bersumber dari apotek yakni sebanyak 132 orang (51,8%)
4. Dari 255 responden, yang sudah dilakukan penelitian menunjukkan bahwa obat yang paling
banyak digunakan oleh ibu saat diare adalah oralit, yakni sebanyak 102 orang (40,0%)
JURNAL PENELITIAN 5

Judul :
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG SWAMEDIKASI DIARE PADA ANAK DI
BULAN JUNI 2015

Disusun Oleh :
Aries Meryta, Nia Lisnawati, Gina Kamalia

Hasil dan Pembahasan


Penelitian ini dilakukan di lingkungan perumahan Bekasi Timur Permai RW 012 Tambun
Selatan, dengan responden yaitu semua ibu di lingkungan tersebut yang memiliki anak usia 5-11
tahun dan pernah melakukan swamedikasi penanganan diare pada anaknya. Data diperoleh
dengan metode kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan mengenai pengetahuan dan 4
pertanyaan lainnya merupakan pertanyaan penunjang untuk mendapatkan data yang diperlukan.

Pengetahuan Ibu Tentang Diare


Berdasarkan grafik gambaran pengetahuan ibu pada gambar 1 dapat diketahui bahwa
pengetahuan ibu tentang swamedikasi diare pada anak di RW 012 perumahan Bekasi Timur
Permai Tambun Selatan dapat dikategorikan pengetahuan baik sebanyak 62 responden (61,38%),
pengetahuan cukup sebanyak 36 responden (35,64%), dan pengetahuan kurang sebanyak 3
responden (2,97%). Jadi gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang swamedikasi diare pada anak
di lingkungan tersebut dapat dikategorikan baik yaitu sebanyak 62 responden (61,38%)
dikarenakan masyarakat di lingkungan tersebut rata-rata sudah mengetahui cara melakukan
swamedikasi diare pada anak sehingga memiliki pengetahuan yang baik.

Obat yang digunakan oleh ibu

Golongan obat diare yang sering digunakan untuk mengatasi diare pada anak adalah golongan
adsorbensia pada urutan pertama dan urutan selanjutnya adalah elektrolit, probiotik,
adstringentsia, penekan peristaltik, dan kemoterapeutika. Adsorbensia merupakan golongan
obstipansia yang digunakan untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare. Obat ini
bekerja dengan menyerap zat racun (toksin) pada permukaan zat adsorben (misalnya carbo
adsorben). Merk dagang yang cukup banyak antara lain Norit, Bekarbon, Diaend, Envios-fb, Neo
Diaform, Neo Kaocitin, Neo Kaolana, Kanina, Kaolimec, Opidiar, Omegdiar, Entrostop, Diagit,
Neo Diastop, Neo Entrostop. Obat-obat tersebut banyak tersedia di pasaran, sehingga
memudahkan konsumen untuk mendapatkan obat tersebut.

Pilihan kedua adalah obat golongan elektrolit, contoh obat elektrolit adalah oralit. Oralit
merupakan terapi rumatan untuk penanganan kehilangan cairan akibat diare. Larutan ini sering
disebut rehidrasi oral. Komposisi oralit terdiri dari campuran natrium klorida, kalium klorida,
glukosa anhidrat dan natrium bikarbonat. Oralit merupakan nama generik dari larutan rehidrasi
oral dan larutan ini sekarang dijual dengan berbagai merek dagang. Oralit tersedia dalam bentuk
serbuk untuk dilarutkan dan dalam bentuk larutan diminum perlahan-lahan.

Alasan ibu melakukan swamedikasi


Alasan ibu melakukan swamedikasi dibagi menjadi 3, yaitu hemat biaya, keraguan terhadap
tenaga medis, dan tempat pelayanan kesehatan yang jauh.

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui yang menjadi alasan mayoritas ibu melakukan
swamedikasi adalah karena hemat biaya yaitu sebanyak 48 responden (47,52%) ini memilih
untuk berhemat. Alasan terbesar pertama dan kedua yaitu hemat biaya dan tempat pelayanan
yang jauh merupakan alasan ibu untuk melakukan swamedikasi jika anaknya terkena diare.
Kedua alasan tersebut didasarkan pada faktor ekonomi. Manusia merupakan makhluk ekonomi,
yaitu sebagai makhluk ekonomi manusia selalu mempertimbangkan banyak hal, seperti manfaat
dan pengorbanan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya dan didasarkan pada prinsip
ekonomi. Prinsip ekonomi adalah mendapatkan manfaat semaksimal mungkin dengan usaha
yang minimal (Kardoyo, Esti Mumpuni Hayuningtyas, 2009). Alasan ibu melakukan
swamedikasi dalam menangani diare pada anak yang ketiga adalah keraguan terhadap tenaga
medis. Alasan tersebut adalah alasan terakhir, sehingga dapat dikatakan bahwa kepercayaan ibu
terhadap tenaga medis masih baik.
Sumber informasi swamedikasi
Sumber informasi swamedikasi dibagi menjadi 5, yaitu tetangga, keluarga, teman,
media sosial dan media cetak.

Berdasarkan pada gambar 4 diketahui bahwa rata-rata para ibu mendapatkan sumber informasi
untuk melakukan swamedikasi adalah berasal dari tetangga dan teman, karena teman dan
tetangga adalah orang terdekat yang biasanya adalah tempat berbagi cerita serta berbagi
informasi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat sosialisasi ibu-ibu di RW 012 Perumahan Bekasi
Timur Permai Tambun Selatan baik dan mencerminkan sifat bahwa manusia memiliki sifat
sebagai makhluk sosial. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena manusia memiliki
kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Kesimpulan
Gambaran pengetahuan ibu tentang swamedikasi diare pada anak di lingkungan RW 012,
kategori pengetahuan baik sebanyak 62 responden (61,38%). Alasan mayoritas ibu melakukan
swamedikasi adalah hemat biaya dengan jumlah responden sebanyak 48 responden
(47,52%).Tempat mendapatkan obat untuk swamedikasi yang banyak dipilih ibu adalah toko
obat yaitu sebanyak 41 responden (40,60%). Sumber informasi ibu untuk melakukan
swamedikasi adalah dari tetangga dan teman yaitu sebanyak 30 responden (29,70%). Golongan
obat yang banyak dipilih ibu adalah golongan adsorbensia yaitu sebanyak 59 responden
(34,70%).

Anda mungkin juga menyukai