Anda di halaman 1dari 16

TUGAS BAHASA INDONESIA

TEKS HIKAYAT

Nama Kelompok:
1. Aprilantia
2. Ardyanisa Raihan Kusuma
3.
HIKAYAT BURUNG CENDERAWASIH
DIkutip dari:
http://karyacombirayang.blogspot.co.id/2015/11/10-contoh-hikayat.html?m=1

Dikutip oleh:

Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk, mengisahkan


seekor burung yang bergelar burung cenderawasih. Adapun asal usulnya bermula dari
kayangan. Menurut kebanyakan orang lama yang arif mengatakan ianya berasal dari
syurga dan selalu berdamping dengan para wali. Memiliki kepala seperti kuning
keemasan. Dengan empat sayap yang tiada taranya. Akan kelihatan sangat jelas
sekiranya bersayap penuh adanya. Sesuatu yang sangat nyata perbezaannya adalah
dua antena atau ekor areil yang panjang di ekor belakang. Barangsiapa yang
melihatnya pastilah terpegun dan takjub akan keindahan dan kepelikan burung
cenderawasih.

Amatlah jarang sekali orang memiliki burung cenderawasih. Ini kerana burung
ini bukanlah berasal dari bumi ini. Umum mengetahui bahawa burung Cenderawasih
ini hanya dimiliki oleh kaum kerabat istana saja. Hatta mengikut sejarah, kebanyakan
kerabat-kerabat istana Melayu mempunyai burung cenderawasih. Mayoritas para
peniaga yang ditemui mengatakan ia membawa tuah yang hebat.

Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu lama, sekiranya


burung cenderawasih turun ke bumi nescaya akan berakhirlah hayatnya. Dalam kata
lain burung cenderawasih akan mati sekiranya menjejak kaki ke bumi. Namun yang
pelik lagi ajaibnya, burung cenderawasih ini tidak lenyap seperti bangkai binatang
yang lain. Ini kerana ia dikatakan hanya makan embun syurga sebagai makanannya.
Malahan ia mengeluarkan bau atau wangian yang sukar untuk diperkatakan. Burung
cenderawasih mati dalam pelbagai keadaan. Ada yang mati dalam keadaan terbang,
ada yang mati dalam keadaan istirahat dan ada yang mati dalam keadaan tidur.

Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah menjalankan kajian secara rapi


untuk menerima hakikat sebenar mengenai BURUNG CENDERAWASIH ini.
Mengikut kajian ilmu pengetahuan yang dijalankan, burung ini lebih terkenal di
kalangan penduduk nusantara dengan panggilan Burung Cenderawasih. Bagi
kalangan masyarakat China pula, burung ini dipanggil sebagai Burung Phoenix yang
banyak dikaitkan dengan kalangan kerabat istana Maharaja China. Bagi kalangan
penduduk Eropah, burung ini lebih terkenal dengan panggilan Bird of Paradise.
Secara faktanya, asal usul burung ini gagal ditemui atau didapathingga sekarang.
Tiada bukti yang menunjukkan ianya berasal dari alam nyata ini. Namun satu lagi
fakta yang perlu diterima, burung cenderawasih turun ke bumi hanya di IRIAN JAYA
(Papua sekarang), Indonesia saja. Tetapi yang pelik namun satu kebenaran burung ini
hanya turun seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia turun untuk mati. Sesiapa
yang menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu, kebanyakan burung cenderawasih
yang anda saksikan mungkin berumur lebih dari 10 tahun, 100 tahun atau sebagainya.
Kebanyakkannya sudah beberapa generasi yang mewarisi burung ini.

Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk bahawa burung cenderawasih


mempunyai pelbagai kelebihan. Seluruh badannya daripada dalam isi perut
sehinggalah bulunya mempunyai khasiat yang misteri. Kebanyakannya digunakan
untuk perubatan. Namun ramai yang memburunya kerana tuahnya. Burung
cenderawasih digunakan sebagai pelaris. Baik untuk pelaris diri atau perniagaan.
Sekiranya seseorang memiliki bulu burung cenderawasih sahaja pun sudah cukup
untuk dijadikan sebagai pelaris. Mengikut ramai orang yang ditemui memakainya
sebagai pelaris menyatakan, bulu burung cenderawasih ini merupakan pelaris yang
paling besar. Hanya orang yang memilikinya yang tahu akan kelebihannya ini.
Namun yang pasti burung cenderawasih bukannya calang-calang burung. Penuh
dengan keunikan, misteri, ajaib, tuah.
HIKAYAT SI MISKIN
DIkutip dari:
http://karyacombirayang.blogspot.co.id/2015/11/10-contoh-hikayat.html?m=1
DIkutip oleh:
Ardyanisa Raihan Kusuma
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya
bibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia
dikenal sebagai si Miskin.

Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan
mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan
Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh
penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-
bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin
berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya
berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.

Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang


ada di taman raja. Si Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti keinginan
isterinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya. Maka berkatalah si
Miskin, Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah
mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.

Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-


makanan yang lain. Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh
ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja memohon mempelam. Setelah
diperolehnya setangkai mangga, pulanglah ia segera. Isterinya menyambut dengan
tertawa-tawa dan terus dimakannya mangga itu.

Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki
bernama Marakarmah (=anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih
saying.

Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal,
didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk
berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah
kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama Maharaja
Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi
nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan,
bernama Nila Kesuma.

Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan


kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri
Antah Berantah.
Ketika Maharaja Indera Angkasa akan mengetahui pertunangan putra-putrinya,
dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri Antah Berantah.

Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan
bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka
saja bagi orangtuanya.

Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa.
Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya
putra-putrinya itu.

Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah
terbakar.

Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah


pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke
kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian
dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota
dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan
bernama Mayang Mengurai.

Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di
pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah
gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya Chairani berjalan jalan di tepi pantai,
dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan
diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat
raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada
Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan
oleh ikan nun yang membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian,
ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah
perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali,
sampai Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.

Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang


kehidupannya berjual bunga. Marakarmah selalu menolak menggubah bunga.
Alasannya, gubahan bunga Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi
sebab dapat bertemu kembali antara suami-isteri itu.

Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari


menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap
burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka
ditemuinyalah. Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.

Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin


kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan
segala perlengkapannya seperti dahulu kala.
Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh
Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani).

Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai


Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera
Sari menjadi raja di Palinggam Cahaya.
PERKARA SI BUNGKUK DAN SI PANJANG
Dikutip dari:
http://abdsyawal.blogspot.co.id/2013/05/kumpulan-hikayat-lengkap-dengan-unsur.html?m=1

Dikutip oleh:
Mercyella Prasetya

Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit


sebagai ternyata dari contoh yang di bawah ini:

Hatta maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka


bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang
laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu
hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya 1) kalau-kalau ada
orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun
berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu
terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi
bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.
Katanya, "Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?"

Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang
itu, "Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba
tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya." Setelah
didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu
baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya,
"Untunglah sekali ini!"

Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga
lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata
orang tua itu, "Tuan hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata
Bedawi itu, "Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan
seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam."

Maka kata orang tua itu kepada istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka
turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata
Bedawi itu, "Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba
seberangkan." Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu. Setelah sudah
maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka
pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk air itu dalam.
Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada
perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka
tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang
bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri hamba."
Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.

Maka kata perempuan itu kepadanya, "Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu."

Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah,
setelah sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala
kelakuan itu semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan
itu dengan Bedawi itu.

Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun
berjalanlah keduanya. Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya
berjalan, maka ia pun berkata-kata dalam hatinya, "Daripada hidup melihat hal yang
demikian ini, baiklah aku mati."

Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya
sungai itu aimya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutnya
Bedawi itu. Dengan hal yang demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat
Masyhudulhakk itu.

Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka
disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah
dengan perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Istri siapa perempuan ini?"

Maka kata Bedawi itu, "Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba
pinangkan; sudah besar dinikahkan dengan hamba."

Maka kata orang tua itu, "Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba."

Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka
orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah
Masyhudulhakk kepada perempuan itu, "Berkata benarlah engkau, siapa suamimu
antara dua orang laki-laki ini?"

Maka kata perempuan celaka itu, "Si Panjang inilah suami hamba."

Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk, "Baik kepada seorang-seorang aku bertanya,


supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.

Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh
Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, "Si Panjang itulah suami hamba."

Maka kata Masyhudulhakk, "Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan
siapa mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?"
Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk
perjauhkan. Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk,
"Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkah perempuan itu istrimu?"

Maka kata Bedawi itu, "Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula
perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya."

Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, Jika sungguh istrimu
perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di
mana kampung tempat ia duduk?"

Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan
laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata
Masyhudulhakk, "Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-
benamya?"

Maka kata orang tua itu, "Daripada mula awalnya." Kemudian maka dikatakannya,
siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana tempat duduknya

Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah
Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh
Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya.
Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi
itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat
Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu.

Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.


Hikayat Sang Pohon Cantik
DIkutip dari:
https://virouz007.wordpress.com/2010/05/06/hikayat-sang-pohon-cantik/

Dikutip oleh:

Salsabila Pramestya

Nun,di sebuah hutan belantara tumbuhlah sebatang pohon yang memiliki keunikan
tersendiri dibandingkan dengan jutaan pohon yang lainnya. Ia memiliki batang yang
sangat lurus dan tegak, akarnya yang kukuh, serta aroma khasnya yang harum,
semerbak, memenuhi seluruh isi hutan. Sehingga tidaklah menjadi hairan, ramai
sekali para pencari kayu bakar yang merasa tertarik kepada pohon itu. Bahkan ramai
yang berniat baik untuk turut memelihara keindahan pohon itu. Dengan senang hati
mereka membiarkan pohon tersebut tetap tumbuh.
Sering kali mereka menyempatkan diri untuk menyiraminya dengan air yang
diperoleh dari lubuk bening di pinggir hutan. Semua itu mereka lakukan dengan
penuh harap agar suatu saat kelak, di alam yang mulai penuh dengan kerosakkan ini,
Sang Pohon Cantik akan tumbuh dengan sejuta pesona. Memberikan warna
perubahan bagi siapa saja, untuk lebih mencintai lingkungan mereka dan berhenti
membuat kerosakan.

Sementara bagi para penebang pohon yang liar, keberadaan pohon cantik itu
sangatlah mengganggu. Mereka sedar, apabila pohon tersebut tumbuh dengan baik,
maka akan banyak perhatian yang akan tertuju kepada hutan itu. Perhatian yang tentu
saja membuat langkah mereka semakin sulit dalam membuat kerosakan di dalam
hutan itu. Para penebang pohon yang liar itu berikrar, mereka akan memindahkan
pohon cantik itu ke halaman rumah-rumah mereka. Tetapi kalau tujuan itu tidak
tercapai, maka mematikan pohon itu adalah cara terbaik yang harus mereka tempuh.

Beruntung, pohon cantik tersebut mendapat penjagaan yang sangat rapi dari para
pencari kayu bakar yang baik hati. Mereka secara bergiliran mengiring berjalan
dengan sangat waspada agar pertumbuhan Sang Pohon terjaga . Selain itu, pohon
tersebut rupanya memiliki akar yang dapat menumbuh dengan cepat. Sehingga sari-
sari makanan yang ada dalam tanah dapat diserap dengan baik. Demikian juga
dengan air yang ada, dapat digunakan oleh Sang Pohon untuk menampung
kehidupannya.

Dipendekkan cerita,pohon tersebut telah tumbuh besar, daunnya yang rimbun


menghijau membuat mata tak lelah untuk memandang, dari dahan-dahannya lahir
wangian semerbak harum yang menyeliputi seluruh hutan, dan satu lagi, pohon cantik
tersebut memiliki buah yang sangat manis. Selain dapat menghilangkan dahaga, juga
dapat mengenyangkan para penikmatnya. Terasalah berkah Sang Pencipta bagi para
pencari kayu bakar, meskipun para penebang pohon yang liar masih saja mencari
helah untuk selalu menghapuskan pohon itu.

Namun, demikianlah kudrat keberadaan setiap makhluk yang hidup dan tumbuh di
atas muka bumi ini, tak satupun yang abadi! Tak terkecuali dengan keadaan pohon
cantik yang disanjung para pencari kayu bakar dan seluruh penghuni hutan. Pada
suatu petang, ketika langit mulai gelap, angin pun kencang berhembus. Pucuk pohon
cantik bergoyang dengan hebatnya. Ia sekuat tenaga mengimbangi keadaan yang
mana pada bila-bila masa boleh menumbangkannya. Sang Pucuk terus bergerak,
awalnya hanya berniat untuk mempertahankan diri dari keadaan alam yang ia hadapi.

Tetapi lama-kelamaan ia sedar, bahwa sebenarnya ia dapat mengatasi sepenuhnya


serangan angin tersebut. Ia yakin benar telah ditampung oleh akar yang kuat, dan
dahan-dahan yang kukuh, serta dedaunan yang dapat menahan laju dan kencangnya
angin dengan sempurna. Kerana keyakinannya itulah tiba-tiba ia membuat sebuah
gerakan yang tidak disangka-sangka oleh Sang Akar, yang sekuat tenaga
mencengkam tanah.

Sang Pucuk menari, bukan hanya mengikut arah angin, namun terkadang ia membuat
gerakan yang membingungkan Sang Akar dalam mempertahankan keseimbangannya.
Dan, Sang Akar pun mengeluarkan bantahannya; Hai, pucuk. Berhentilah menari!
Aku bingung melihatmu! Kenapa mesti bingung, Akar? Aku tahu benar situasi
yang ada. Ikut sajalah! Bagaimana aku hendak mengikuti tarianmu, kalau kamu
susah diikuti Percayalah, akar. Aku diatas mampu melihat semuanya. Bukan hanya
batang, daun, dan kau akarku sendiri. Tetapi jarak puluhan batu di sekeliling kita pun
dapat aku lihat dengan jelas Hai, apa salahnya aku mengingatkanmu, pucuk? Kau
salah akar, harusnya kau ikut saja apa kataku. Kerana posisimu di bawah, dan kau
tidak tahu apa-apa tentang dunia ini!

Aduhaiangkuh nian kau, pucuk! Kalaulah tak ada aku, mana mungkin kau dapat
berdiri dan berada di atas sana! Sudahlah, kenapa kalian malah bertengkar, hah?!
Sang Daun menegahi suasana yang semakin panas. Kerana dia mulai merasa
angkuh, daun! akar mengarahkan serabut akarnya kepada Sang Pucuk. Apa
urusanmu, akar?! Ikuti sajalah kataku, dan kau akan selamat Apakah kalian lupa,
hah? Kalian itu saling memerlukan! Tidak akan ada kehidupan kalau tidak aku, kau,
dan si akar itu. Sedarlah, saudaraku! kawanku! Sang Daun kembali berkata-kata
dengan perasaan yang sedih kerana pertelingkahan saudaranya sendiri.

Perdebatan demi perdebatan terus bergulir di antara keduanya. Sang Pucuk tidak
merasa harus mengalah sedikit pun terhadap Sang Akar. Ia merasa bahawa ialah
segalanya, dialah ketua kerana berada di tempat yang paling atas. Ia merasa
ditakdirkan Tuhan untuk berada di atas dengan segala penglihatannya yang luas akan
dunia ini. Ia merasa Tuhan telah memberikan kekuasaan mutlak kepadanya untuk
berbuat sesuka hati. Sementara, Sang Akar merasa kecewa, Sang Pucuk telah
mengambil langkah yang keliru dalam melaksanakan upaya menjaga kelangsungan
hidup seluruh bagian pohon tersebut. Dan, Sang Daun yang berusaha meleraikan
perdebatan itu pun tak berdaya menenangkan keduanya, meski ia tak pernah merasa
lelah untuk mendamaikan perseteruan dua saudara satu tubuh itu.

Waktu yang digariskan mungkin saja telah tiba, kerana perdebatan yang berlarutan
itu, Sang Akar bermalas-malasan untuk menyerap air dan zat-zat yang
dibutuhkannya. Demikian juga Sang Daun, kerana kelelahan melerai perdebatan
kedua saudaranya, ia lupa untuk mengolah makanan meskipun matahari terus
bersinar sepanjang hari. Dan, Sang Pucuk rupanya semakin terlena. Ia tidak
menyadari dua saudara dibawahnya sudah mengalami gangguan. Ia tetap berlenggok
mengikuti arah angin dengan irama yang menghiburkan hatinya. Hingga tibalah saat
di mana angin justeru berhembus dengan sangat perlahan.

Sang Pucuk terlena kerana desirnya, ia merasa ngantuk dan ia biarkan gerakannya
yang tidak beraturan, dan ia pun mulai terpejam. Terlelap dalam tidur yang tidak
disedarinya, dan angin datang menyerang. Tubuhnya terkulai. Sang Daun yang lapar
tidak berdaya menahan tubuh Sang Pucuk yang datang tiba-tiba. Ia ikut terjatuh.
Sementara di bawah, Sang Akar yang bermalas-malasan tidak lagi memiliki
cengkaman yang kuat terhadap tanah di sekelilingnya. Sang Akar tidak berkuasa
menahan tubuh kedua saudaranya yang terjatuh lebih dulu. Ia tercabut, bercerai-berai.
HIKAYAT SEORANG KAKEK DAN SEEKOR
ULAR
Dikutip dari:
http://karyacombirayang.blogspot.co.id/2015/11/10-contoh-hikayat.html?m=1

Dikutip Oleh:

Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup disegani. Ia dikenal
takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga
salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur'an pagi dan petang.
Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer. Ia punya
banyak hal yang menyebabkannya tetap mampu menjaga potensi itu.

Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok


dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih
yang senantiasa berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar
menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba
menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya)
membawa tongkat.

"Kek," panggil ular itu benar-benar memelas, "kakek kan terkenal suka
menolong. Tolonglah saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang
sedang mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya begitu berhasil menangkap saya.
Tentunya, kamu baik sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya dapat
bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon,
kabulkanlah permintaan saya ini."

"Ulangi sumpahmu sekali lagi," pinta si kakek. "Takutnya, setelah mulutku


kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan
keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya."

Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu
sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya
sekira-kira dapat untuk ular itu masuk.

Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangan. Ia


menanyakan keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia
tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana ular itu berada. Tak
berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi.
Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: "Kini, kamu
aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang."

Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar: "Hmm, kamu
mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang
jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna.
Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara makhluk
hidup dan benda mati."

"Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua


orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi
kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau
kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat." Kontan ular
itu mengancam.

"La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan
kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah
aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh?
Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong
terbaik." Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang tak
pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan.

Kakek itu akhirnya kembali bersuara, "Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum
lupa pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku,
izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku
biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku."

Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu


berharap, "Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular
jahat ini dan menyelamatkanku."

Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang
ular: "Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu.
Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan."

Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya:


"Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik
rekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu
dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk
mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya
beberapa lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu."

Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya
ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya
musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang bukan main sehingga berujar,
"Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?"
Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku
kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar, "Saya tahu kamu dizalimi, maka atas
izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang
menyelamatkanmu."
Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi
pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya."

Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:

"Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu,
ia pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena
prilakunya yang jahat."
Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia mengucapkan
selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa
sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari sepenuhnya perannya
dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.

Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu
nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai
kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang
dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.

Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang
begitu banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu
mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan
menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan
uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia
memaksaku untuk mematuhi perintahnya seraya menebar ancaman.

Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak
seberapa, suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan
menyuruh orang untuk mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke penjara.
Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka
penyiksaan. Tak sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang
menghamparkan bumi ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera
melepaskan saya dari penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan
anak-anak saya.

Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda
Rasyid, Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.

Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun


memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian
yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan
khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul
Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan
selama burung masih berkicau.
Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur
panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.

Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di


istana telah menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah
dilakukannya, Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih
dan memuji Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar
Khalifah panjang umur.

Anda mungkin juga menyukai