Ciri-ciri Hikayat :
1. Anonim : Pengarangnya tidak dikenal
2. Istana Sentris : Menceritakan tokoh yang berkaitan dengan kehidupan istana/ kerajaan
3. Bersifat Statis : Tetap, tidak banyak perubahan
4. Bersifat Komunal : Menjadi milik masyarakat
5. Menggunakan bahasa klise : Menggunakan bahasa yang diulang-ulang
6. Bersifat Tradisional : Meneruskan budaya/ tradisi/ kebiasaan yang dianggap baik
7. Bersifat Didaktis : Didaktis moral maupun didaktis religius (Mendidik)
8. Menceritakan Kisah Universal Manusia : Peperangan antara yang baik dengan yang buruk, dan dimenangkan oleh yang baik
9. Magis : Pengarang membawa pembaca ke dunia khayal imajinasi yang serba indah
Ciri-Ciri Hikayat
Hikayat termasuk dalam jenis prosa lama yang mempunyai beberapa ciri, diantaranya:
Hikayat menggunakan bahasa Melayu lama
Istana sentries, artinya pusat ceritanya berada didalam lingkungan istana
Pralogis, artinya banyak cerita didalam hikayat tidak dapat di terima oleh akal
Statis, artinya bersifat kaku dan tetap
Anonim, artinya tidak jelas siapa yang mengarang hikayat tersebut
Hikayat menggunakan kata arkhais, yakni kata-kata yang saat ini sudah tidak lazim digunakan, seperti syahdan dan sebermula.
Unsur-Unsur Hikayat
Unsur-unsur yang terdapat dalam hikayat sebenarnya tidak jauh berbeda dengan jenis prosa lama yang lainnya. Hikayat dibangun
oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik dalam hikayat adalah unsur yang membangun cerita tersebut dari dalam. Sedangkan, unsur ekstrinsik adalah
unsure yang membangun cerita tersebut dari luar.
Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk, mengisahkan seekor burung yang bergelar burung
cenderawasih. Adapun asal usulnya bermula dari kayangan. Menurut kebanyakan orang lama yang arif mengatakan
ianya berasal dari syurga dan selalu berdamping dengan para wali. Memiliki kepala seperti kuning keemasan.
Dengan empat sayap yang tiada taranya. Akan kelihatan sangat jelas sekiranya bersayap penuh adanya. Sesuatu yang
sangat nyata perbedaannya adalah dua antena atau ekor areil yang panjang di ekor belakang. Barangsiapa yang
melihatnya pastilah terpegun dan takjub akan keindahan dan kepelikan burung cenderawasih.
Amatlah jarang sekali orang memiliki burung cenderawasih. Ini kerana burung ini bukanlah berasal dari bumi ini. Umum
mengetahui bahawa burung Cenderawasih ini hanya dimiliki oleh kaum kerabat istana saja. Hatta mengikut sejarah,
kebanyakan kerabat-kerabat istana Melayu mempunyai burung cenderawasih. Mayoritas para peniaga yang ditemui
mengatakan ia membawa tuah yang hebat.
Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu lama, sekiranya burung cenderawasih turun ke bumi nescaya
akan berakhirlah hayatnya. Dalam kata lain burung cenderawasih akan mati sekiranya menjejak kaki ke bumi. Namun
yang pelik lagi ajaibnya, burung cenderawasih ini tidak lenyap seperti bangkai binatang yang lain.
Ini kerana ia dikatakan hanya makan embun syurga sebagai makanannya. Malahan ia mengeluarkan bau atau wangian
yang sukar untuk diperkatakan. Burung cenderawasih mati dalam pelbagai keadaan. Ada yang mati dalam keadaan
terbang, ada yang mati dalam keadaan istirahat dan ada yang mati dalam keadaan tidur.
Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah menjalankan kajian secara rapi untuk menerima hakikat sebenarnya
mengenai Burung Cendrawasih ini. Mengikut kajian ilmu pengetahuan yang dijalankan, burung ini lebih terkenal di
kalangan penduduk nusantara dengan panggilan Burung Cenderawasih.
Bagi kalangan masyarakat China pula, burung ini dipanggil sebagai Burung Phoenix yang banyak dikaitkan dengan
kalangan kerabat istana Maharaja China. Bagi kalangan penduduk Eropa, burung ini lebih terkenal dengan panggilan
Bird of Paradise. Secara faktanya, asal usul burung ini gagal ditemui atau didapat hingga sekarang.
Tiada bukti yang menunjukkan ianya berasal dari alam nyata ini. Namun satu lagi fakta yang perlu diterima, burung
cenderawasih turun ke bumi hanya di Irian Jaya (Papua sekarang), Indonesia saja. Tetapi yang pelik namun satu
kebenaran burung ini hanya turun seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia turun untuk mati.
Sesiapa yang menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu, kebanyakan burung cenderawasih yang anda saksikan mungkin
berumur lebih dari 10 tahun, 100 tahun atau sebagainya. Kebanyakkannya sudah beberapa generasi yang mewarisi
burung ini.
Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk bahawa burung cenderawasih mempunyai pelbagai kelebihan. Seluruh
badannya daripada dalam isi perut sehinggalah bulunya mempunyai khasiat yang misteri. Kebanyakannya digunakan
untuk perubatan. Namun ramai yang memburunya kerana tuahnya.
Burung cenderawasih digunakan sebagai pelaris. Baik untuk pelaris diri atau perniagaan. Sekiranya seseorang memiliki
bulu burung cenderawasih sahaja pun sudah cukup untuk dijadikan sebagai pelaris. Mengikut ramai orang yang ditemui
memakainya sebagai pelaris menyatakan, bulu burung cenderawasih ini merupakan pelaris yang paling besar.
Hanya orang yang memilikinya yang tahu akan kelebihannya ini. Namun yang pasti burung cenderawasih bukannya
calang-calang burung. Penuh dengan keunikan, misteri, ajaib, tuah. (sumber: karyacombirayang.blogspot.co.id)
Hikayat Abu Nawas: Pesan Bagi Hakim
Tersebutlah perkataan Abu Nawas dengan bapanya diam di negeri Baghdad. Adapun Abu Nawas itu sangat cerdik dan
terlebih bijak daripada orang banyak. Bapanya seorang Kadi. Sekali peristiwa, bapanya itu sakit dan hampir mati. Ia
meminta Abu Nawas mencium telinganya.
Telinga sebelah kanannya sangat harum baunya, sedangkan telinga kiri sangat busuk . Bapanya menerangkan bahwa
semasa membicarakan perkara dua orang, dia pernah mendengar aduan seorang dan tiada mendengar adua yang lain.
Itulah sebabnya sebelah telinga menjadi busuk.
Ditambahnya juga kalau anaknya tiada mau menjadi kadi, dia harus mencari helah melepaskan diri. Hatta bapa Abu
Nawas pun berpulanglah dan Sultan Harun Ar-rasyid mencari Abu Nawas untuk menggantikan bapanya. Maka Abu
Nawas pun membuat gila dan tidak tentu kelakuannya.
Pada suatu hati, Abu Nawas berkata kepada seorang yang dekatnya, Hai, gembala kuda, pergilah engkau memberi
makan rumput kuda itu. Maka si polan itu pergi menghadap sultan dan meminta dijadikan kadi.
Permintaan dikabulkan dan si polan itu tetap menjadi kadi dalam negeri. Akan Abu Nawas itu, pekerjaannya tiap hari
ialah mengajar kitab pada orang negeri itu. Pada suatu malam, seorang anak Mesir yang berdagang dalam negeri
Baghdad bermimpi menikah dengan anak perempuan kadi yang baru itu.
Tatkala kadi itu mendengar mimpi anak Mesir itu, ia meminta anak Mesir itu membayar maharnya. Ketika anak Mesir
itu menolak, segala hartanya dirampas dan ia mengadukan halnya kepada Abu Nawas. Abu Nawas lalu menyuruh murid-
muridnya memecahkan rumah kadi itu.
Tatkala dihadapkan ke depan Sultan, Abu Nawas berkata bahwa dia bermimpi kadi itu menyuruhnya berbuat begitu.
Dan memakai mimpi sebagai hukum itu sebenarnya adalah hokum kadi itu sendiri. Dengan demikian terbukalah
perbuatan kadi yang zalim itu.
Kadi itu lalu dihukum oleh Sultan. Kemudian anak Mesir itu pun diamlah di dalam negeri itu. Telah sampai musim, ia pun
kembali ke negerinya.
Seorang kadi mempunyai seorang anak bernama Abu Nawas menjelang kematiannya ia memanggil anak-anaknya dan
disuruh mencium telinganya. Jika telinga kanan harum baunya, itu pertanda akan baik. Akan tetapi jika yang harum
telinga kiri, berarti bahwa sepeninggalnya akan terjadi hal-hal yang tidak baik. Ternyata yang harum yang kiri.
Sesudah ayahnya meninggal, Abu Nawas pura-pura menjadi gila, sehingga ia tidak diangkat menggantikan ayahnya
sebagai kadi. Yang diangkat menggantikannya ialah Lukman.
Seorang pedagang Mesir bermimpi sebagai berikut: anak perempuan kadi baru kawin gelap, akan tetapi tanpa emas
kawin sama sekali kecuali berupa lelucon-lelucon, sehingga diusir bersama-sama suaminya oleh ayahnya, lalu
mengembara ke Mesir, dan dengan demikian kehormatan kadi baru itu pulih kembali. (sumber:
karyacombirayang.blogspot.co.id)
Demikian penjelasan lengkap mengenai pengertian hikayat, ciri-ciri hikayat, dan unsur-unsur dari hikayat. Semoga
bermanfaat dan selamat belajar.