Anda di halaman 1dari 3

Anggunnya Merpati di Sekitar Masjidil Haram 

dengan Berbagai Mitos dan Cerita Sejarahnya

Burung merpati merupakan jenis unggas kesayangan banyak orang. Dulu merpati dapat
digunakan sebagai sarana mengirim surat, sehingga dikenal sebagai merpati pos. Di London dan
di Roma, burung merpati menjadi unggas penghias taman kota. Di Indonesia merpati menjadi
unggas peliharaan.

Demikian pula halnya di Mekkah, khususnya di sekitar masjidil haram terlihat banyak
sekelompok merpati liar mencari makan di jalanan dan pelataran masjid. Ketika melewati
halaman Masjidil Haram, burung merpati dengan jumlah mencapai ratusan beterbangan dan
berebut makanan yang sengaja diberikan oleh para jamaah yang berada ditempat itu. Terkadang
burung itu sudah jinak karena walaupun kita berada tak jauh. Burung merpati yang ada di Mekah
maupun Madinah ternyata sama dengan Merpati lainnya, tidak mempunyai keistimewaan khusus
dibanding dengan merpati lainnya.

Tapi merpati Mekkah yang sering dijumpai di halaman Masjidil Haram beda dengan jenis
merpati Eropa atau Indonesia. Warnanya unik dan bulunya dihiasi dengan dua garis melintang
mirip pangkat seorang perwira dalam ketentaraan.

Diriwayatkan, merpati Mekkah terkait dengan sejarah hijrah Nabi Muhammad SAW. Ketika itu
Rasulullah bersama sahabat Abubakar sedang dikejar kaum Quraisy, beliau lalu bersembunyi di
Gua Hira untuk menghidar dari pengejaran. Pada saat itulah di pintu gua bersarang laba-laba dan
pada saat yang sama ada pula burung merpati sedang bertelur. Karena melihat pintu gua ditutup
laba-laba dan ada merpati bertelur, maka kaum Quraisy memastikan tidak mungkin sesorang bisa
bersembunyi di dalam gua, dan Rasulullah dan Abubakar r.a. akhirnya lolos.

Hanya saya jika berada di tanah suci Mekah, kita dilarang untuk menangkap apalagi berburu
burung merpati tersebut, baik dalam ihram maupun tidak. Kecuali setelah berada di luar kota
Mekah, itupun bukan untuk yang sedang ihram. Firman Allah : ““Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram” . Dan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda. “Sesungguhnya Allah memuliakan kota Mekkah, maka tidak halal
bagi seseorang sebelumku dan juga setelahku. Sesungguhnya dia halal bagiku sesaat dari waktu
siang. Tidak boleh dicabut tanamannya, tidak boleh dipotong pohonnya dan tidak boleh diusir
binatang buruannya”

Sekarang kumpulan merpati Mekkah dapat disaksikan di sudut-sudut Mekkah. Kabarnya, ini
menjadi petunjuk musim. Semakin banyak burung merpati berkumpul ke Mekkah pertanda
bahwa Tanah Suci akan diselimuti musim dingin.

Orang Arab sering mengambil istilah ‘dia baik laksana merpati Mekkah’ sebagai analogi bagi
seseorang, hewan, atau burung yang baik. Diseluruh penjuru dunia kerumunan merpati mudah
sekali ditemukan, seperti di lapangan kota London atau seputar Gereja Notterdam, Paris,
Perancis. Namun demikian, merpati-merpati itu berbeda dengan merpati Mekkah.

Sebagian penulis sejarah Arab menduga bahwa merpati yang berada di sekitar Baitullah, Mekkah
dan Madinah adalah keturunan sepasang merpati yang dulu pernah membangun sarangnya di
depan gua tempat Rasulullah saw dan Abu Bakr ash Shiddiq bersembunyi dari kejaran orang-
orang Quraisy. Menurut sebagian orang merpati-merpati yang berada di sekitar Mekkah memiliki
ciri yang berbeda dari merpati-merpati pada umumnya. Warnanya unik dan bulunya dihiasi
dengan dua garis melintang mirip pangkat seorang perwira dalam ketentaraan.
Tampaknya gerombolan merpati yang jinak tersebut mengelilingi ka’bah, berputar-putar
sebanyak tujuh kali seolah-olah sedang bertawaf. Mungkin menganggap hal itu hanya sebuah
kebetulan belaka, tapi kalau kita ingat kembali kepada Kekuasaaan Allah maka kita akan segera
menyadari bahwasanya tidak ada hal yang tidak mungkin bagi Allah.

Selain itu ada satu kasus lagi yang pasti lebih mencengangkan kita. Langit Jazirah Arab terkenal
dengan beragam jenis burung pemangsa seperti elang dan alap-alap. Merpati adalah mangsa
empuk burung elang. Namun anehnya, tak seekor burung elang pun pernah terlihat berputar-putar
mengincar merpati sebagai mangsanya. Penduduk Mekkah pun tidak jauh berbeda, mereka
terkenal sangat menyukai kerumunan merpati-merpati ini. Mereka tak pernah merasa terganggu
dengan kehadiran merpati-merpati ini, dan bahkan mereka membuat kesepakatan untuk tidak
menyembelih burung-burung itu. Mereka juga suka membiarkan saja merpati-merpati itu masuk
ke rumah-rumah mereka seolah-olah itu adalah bagian dari keluarganya. Tak jarang burung-
burung itu juga ikut kebagian jatah makanan dari si tuan rumah.

Umumnya merpati-merpati itu bersarang di lubang-lubang angin dan bagian-bagian dinding yang
berlubang. Ular yang terkenal menyukai telur merpati juga tidak terlihat seekor pun keluar
menghampiri sarang-sarang mereka.

Lalu dari mana ribuan burung-burung merpati itu mendapatkan makanan? Padahal merpati
dikenal sebagai burung yang banyak memakan biji-bijian, sementara di sekitar Mekkah tidak ada
ladang atau gudang biji-bijian. Kalau hanya mengandalkan roti pemberian dari penduduk sekitar
saja niscaya itu takkan mengenyangkan perut merpati. Dan meskipun banyak anak-anak kecil
yang berdagang makanan merpati disekitar Mekkah, toh itu juga tidak akan mencukupi
kebutuhan ribuan perut merpati akan biji-bijian. Begitupun dengan kotoran mereka. Bagaimana
bisa kota Mekkah dan sekitarnya bisa tetap dalam keadaan bersih meski diserbu ribuan
kerumunan merpati. Agaknya tak seorangpun bisa menjawabnya kecuali mengembalikan
segalanya hanya kepada Allah

Elang yang beberapa terlihat saat pergi ke Hudaibiyah, tempat bersejarah di mana Rasulullah
pernah membuat perjanjian dengan kaum kafir Quraisy, akhir pekan lalu. Mereka terbang
berpencar di atas area peternakan unta dan domba. Saya membayangkan, ular gurun pasti tengah
tunggang langgang menyelamatkan diri begitu instink mereka menangkap kepakan sayap elang.
Ular adalah hewan tak bertelinga, demikian SMS berikutnya saya terima.
Burung-burung di Mekah seolah berbagi tugas. Burung-burung kecil di dalam kota dan burung
besar di luar kota.

Di sekitar Hasjidilharam, burung-burung kecil pun seolah saling tahu tentang peran masing-
masing. Pagi hingga sore, merpati abu-abu yang “bertugas”. Dia terbang rendah dan hinggap di
pelataran Masjidilharam secara bergerombol.

Malam, giliran burung kecil seukuran pipit, saya tak tahu persis jenis burung apa, yang berjaga.
Beda dengan merpati yang terbang rendah dan berinteraksi dengan jemaah, burung kecil ini
cenderung terbang tinggi. Dia juga terbang di atas bagian tengah Masjidilharam, dekat area
Ka`bah, hal yang tak dilakukan burung merpati.

Pernah terlihat burung kecil itu terbang sangat rendah di atas Ka`bah, arah Hijr Ismail, suatu dini
hari menjelang Subuh. Tiba-tiba dia menukik, dan hinggap beberapa jenak dekat talang Ka`bah.
Kepalanya merendah, seperti bersujud.
Begitukah cara burung bertasbih dan bersujud seperti dulu mereka lakukan mengikuti Daud
Alaihi Salam? “Telah kami tundukkan gunung gunung dan burung burung, semua bertasbih
bersama Daud, dan Kami lah yang melakukannya,” demikian firman Allah dalam Q.S. Al Anbiya
ayat 79.

Sebagian penulis sejarah Arab menduga bahwa merpati yang berada di seputar Baitullah, Mekah
dan Madinah adalah keturunan sepasang merpati yang dulu pernah membangun sarangnya di
depan goa tempat Nabi Muhammad saw. dan Abu Bakar Ash-Shiddiq bersembunyi dari kejaran
orang-orang musyrik Quraisy. Kala itu, kaum musyrik Quraisy mengutus rombongan untuk
mengejar Nabi saw. dan membawanya kembali ke Mekah.

Ketika menyaksikan sepasang merpati bersarang di pintu masuk Goa Tsur, orang-orang musyrik
itu akhirnya memastikan tidak ada orang di dalamnya. Jika ada, merpati itu pasti terganggu dan
meninggalkan sarangnya. Para pengejar itu pun menjauhi goa dan mencarinya di tempat lain.

Barangkali karena hal itu, merpati menjadi kekasih seluruh penduduk Mekah hingga saat ini.
Pantang bagi mereka untuk menyembelih merpati-merpati itu. Para mukimin atau warga
Indonesia yang bekerja di Tanah Haram ini banyak yang mengingatkan jangan sekali-sekali
mengganggu, menendang, atau bahkan menangkap merpati-merpati tersebut.

Sebagian manusia pasti suka dengan kerumunan merpati itu, mereka mungkin menyukai merpati
karena mereka adalah salah satu hewan monogami yang saling setia dengan pasangan masing-
masing. Bahkan, tak jarang mereka memberi makan khusus untuk burung ini. Akibatnya, lantai
pelataran Masjidilharam kerap kotor karena tumpukan makanan yang tak semuanya dilahap sang
merpati.

Terlihat sebagian jemaah yang mengeluarkan biji-bijian dari tas mereka. Termasuk seorang rekan
dari Jakarta. Titipan teman, demikian katanya.
Jauh-jauh dari Jakarta menitipkan pecahan jagung untuk burung? Ah, tidak sesederhana itu
rupanya. Apa kepercayaan, memberi makan burung identik dengan pesan untuk memanggilkan
namanya di Multazam. “Burung akan turut mendoakan agar dia segera pergi ke Tanah Suci,”
ujarnya.

Berbeda lagi cerita dengan jemaah lainnya. Ia dititipi biji-bijian aneka rupa oleh kerabatnya yang
sudah sepuluh tahun menikah tapi belum memiliki anak. “Dia bilang, bisa memancing untuk
segera punya bayi,” ujarnya sambil tersenyum.

Dan di Tanah Suci, dibukakan mata betapa mempercayai mitos sungguh tak ada gunanya. Ketika
seekor merpati membuang kotoran tepat di punggung dan lengan. Konon, kejatuhan kotoran bisa
bermakna ganda: ketiban rezeki atau bencana, kata banyak orang. Setelah peristiwa itu, baju
bersih tercuci, harap-harap cemas menanti “vonis” kotoran merpati. Ternyata alhamdullillah
mitos itu tak terjadi setelah sampai di rumah dalam keadaan selamat

Anda mungkin juga menyukai