Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PENGANTAR FILSAFAT UMUM

MITOLOGI-MITOLOGI JAWA

Dosen Pembimbing :

Susapto, S. Fil. I, M. P. I.

Disusun Oleh :
Amanina Syahida: (2301006)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU DAKWAH (STIDA) DAARUL
MUSLIHIN KENDAL
2023/2024
Dalam mitologi Jawa, rakyatnya memahami tentang perwujudan makhluk-
makhluk mitologis yang memiliki persona dan falsafahnya sendiri, Berikut
beberapa contoh mitologi-mitologi yang berkembang di wilayah Jawa:

1. Wewe Gombel

Wewe Gombel atau juga disebut Nenek


Gombel dalam tradisi Jawa yang berarti roh
jahat atau hantu yang suka menculik anak-anak,
tetapi tidak mencelakainya. Konon anak yang diculik
biasanya anak-anak yang ditelantarkan dan
diabaikan oleh orang tuanya. Wewe
Gombel biasanya akan menakut-nakuti orang tua si
anak atas sikap dan perlakuannya kepada anaknya
sampai mereka sadar. Konon katanya bila mereka
telah sadar, Wewe Gombel akan mengembalikan
anaknya.
Menurut cerita, mitos Wewe Gombel dipercayai digunakan untuk
menakut-nakuti anak-anak agar mereka tidak berkeliaran di waktu malam hari.
Sebab pada masa lalu, keadaan gelap gulita amat berbahaya karena hewan
buas mungkin memasuki kawasan perkampungan dalam kegelapan malam.
Oleh karena itu, Wewe Gombel diciptakan untuk menyelamatkan mereka dari
ancaman tersebut. Wewe Gombel biasanya digambarkan dengan sosok wanita
tua keriput dengan payudara yang terlihat panjang dan menggantung.

Nama Wewe Gombel dengan penggambaran umum seperti yang tertulis


di atas mungkin juga bukan sekadar isapan jempol belaka, ada suatu analisis
logis mengenai salah satu bentuk motivasi orang-orang dulu (tatanan
masyarakat primodial) untuk mengantisipasi tindakan yang mengundang
kebiasaan-kebiasaan buruk yang berpotensi melanggar aturan. Misalnya anak-
anak yang seharusnya belajar di malam hari atau berkumpul bersama keluarga
tetapi malah bermain di luar rumah dan tanpa pengawasan orang. Cerita
tentang adanya sosok Wewe Gombel secara turun temurun dan paralel
menyebar ke berbagai individu yang sebagaian dari para individu itu mungkin

1
juga secara sepihak mengarang definisi tambahan mengenai sosok Wewe
Gombel, kemudian merebak ke segala arah dan dikomsumsi oleh banyak
pihak. Konon katanya, Wewe Gombel berasal dari sebuah bukit di kawasan
Gombel, Semarang. Dahulu, banyak orang mati di bukit itu akibat pembantaian
pada masa penjajahan Belanda.

Sumber: https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Wewe_Gombel

2. Kuda Sembrani

Kuda Sembrani adalah hewan


mitologi yang menggambarkan seekor
kuda bersayap yang dapat terbang dan
sangat berani. Dalam cerita rakyat
Jawa, kuda Sembrani merupakan alat
transportasi bagi raja, ratu, maupun senopati. Kuda Sembarani digunakan
karena diketahui mudah digunakan dan bisa cepat sampai tujuan, teman-
teman. Hal ini karena satu kepakan sayap Kuda Sembrani disebut bisa
menempuh jarak sejauh ratusan kilometer, lo. Bahkan, kuda Sembrani ini juga
digunakan oleh para raja Jawa untuk berangkat ke Mekkah menunaikan ibadah
haji.Dalam budaya populer, kuda Sembrani ini sering dianggap sama dengan
Pegasus, hewan mitologi yunani.Padahal keduanya jelas berbeda karena kuda
Sembrani tidak berasal dari mitologi yunani sehingga lebih tepat disebut
sebagai kuda terbang.

Cerita tentang Kuda Sembrani ini disebutkan berkaitan dengan masa


pemerintahan Sultan Agung, raja terbesar Mataram Islam. Sang Sultan sendiri
merupakan raja sakti yang dapat membawa kerajaannya pada
kemakmuran. Raja itu disebutkan sering bertapa di beberapa tempat untuk
memperoleh petunjuk dari Ilahi, teman-teman. Suatu ketika, Sultan Agung
memperoleh petunjuk gaib untuk mempekerjakan Ki Bodho agar seluruh

2
kerajaannya semakin sejahtera. Ki Bodho yang kemudian diberi titah untuk
menjadi abdi Sultan pun langsung menerima titah rajanya. Salah satu saran
pertama yang diajukan oleh Ki Bodho pada Sultan Agung adalah agar sang
Raja memelihara Kuda Sembrani. Menurut cerita, kuda ini hanya bisa
ditemukkan di Mekkah, namun bagi Sultan Agung, mendapatkannya bukan hal
yang sulit. Selanjutnya Sultan Agung dikisahkan selalu menunaikan ibadah
Salat Jumatnya di Mekkah, teman-teman. Kuda Sembrani yang dibeli langsung
di Mekkah lalu diserahkan pada Ki Bodho untuk dirawat dengan baik. Uniknya
kuda Sembrani yang dibeli Sang Sultan di Mekkah hanya mau diberi makan
rumput yang tumbuh di tanah Arab.Inilah yang membuat Ki Bodho harus pergi
mencari rumput pakan kuda Sembrani ke Mekkah setiap hari.Ki Bodho yang
sakti tanpa kesulitan memenuhi kemauan kuda Sembrani yang dirawatnya.

Mitos mengenai Kuda Sembrani ini tidak hanya berasal dari kalangan
istana, rakyat Jawa pun banyak yang mempercayainya. Misalnya, kisah Kuda
Sembrani yang disebut pernah muncul di Desa, Jenalas, Gemolong, Sragen,
Jawa Tengah. Cerita rakyat mengenai Kuda Sembrani ini dikisahkan secara
lisan oleh warga sekitar secara turun temurun. Bahkan, konon penamaan Desa
Jenalas berawal dari cerita warga sekitar yang memergoki keberadaan hewan
misterius itu. Ada pula warga yang mempercayai tapak Kuda Sembrani pernah
ada di desa itu. Sayangnya, bekas tapak kuda itu sudah tertutup genangan air.

Dikisahkan, saat itu kuda Sembrani warna putih minum di sebuah sendang
di tengah hutan. Ketika ada warga yang melihat, kuda itu pun terbang.Tidak
hanya di Desa Jenalas, mitos Kuda Sembrani ini ternyata juga menyebar di
banyak lokasi di Pulau Jawa. Bahkan sejumlah lokasi disebut sebagai petilasan
Kuda Sembrani, misalnya di lereng Gunung Merbabu, tepatnya di Pakis,
Kabupaten Magelang. Beberapa seniman yang mempercayai mitologi Kuda
Sembrani pun sampai menjalani ritual pertunjukan seni di bebatuan sungai
dusun setempat.

3
Para seniman ini biasanya melakukan pertunjukan di atas batu kali yang
bernama Tapak Jaran Sembrani. Di atas permukaan batu itu terdapat legokan
atau cekungan yang dipercaya sebagai bekas tapak Kuda Sembrani.Hingga saat
ini, cekungan itu selalu terisi air meskipun air sungai tidak sedang mengalir
deras, teman-teman. Warga desa setempat pun memanfaatkan air dari lubang
batu itu untuk menyembuhkan berbagai penyakit ringan. Setelah sembuh,
warga akan memberikan bunga kenangan dan mawah warna merah serta putih
di bekas tapak kaki Kuda Sembrani itu.

Sumber: https://bobo.grid.id/read/083516766/mengenal-kuda-sembrani-
hewan-mitologi-nusantara-yang-jadi-tunggangan-para-raja-
mendongenguntukcerdas?page=all

3. Antaboga

Antaboga atau Anataboga atau Anantaboga adalah seekor ular raksasa


di mitologi Jawa & Bali. Ia diceritakan pada awal mitologi, pada penciptaan
dunia. Pada suatu saat Antaboga
bermeditasi dan kemudian menjadi
seekor penyu bernama Bedawang.

Dalam pewayangan Jawa, Antaboga


adalah raja ular yang hidup di dasar bumi
yang mengasuh Wisanggeni.
Perwujudannya adalah naga dengan mahkota memakai badhong berambut dan
memakai baju (biasanya berwarna merah) serta mengenakan kalung emas.

Ada pula yang menyatakan bahwa Antaboga adalah tali energi yang
menghubungkan manusia melalui cakra mahkota dengan Sang Maha Pencipta.
Pemahaman ini dikenal dikalangan para penganut spiritual kejawen.

Antaboga memiliki ukuran tak terbatas, karena diambil dari kata "Ananta"
yang bermakna tak terbatas, maka Antaboga adalah ular yang membentang

4
jauh lebih besar dari alam semesta.Antaboga, sang hyang ketika muda bernama
Nagasesa. Ia juga sering disebut dengan Hanantaboga. Putra Antanaga dengan
Dewi wasu, putri Sang Hyang Anantaswara, merupakan keturunan keempat
dari Sang Hyang Wenang dengan Dewi Sayati. Antaboga menikah dengan
Batari Supreti atau Dewi Supreti dan beranak dua orang, masing - masing
bernama Nagagini dan Batara Nagatatmala. Walaupun menyandang nama
'naga' tetapi Batari Nagagini dan Batara Nagatatmala berwujud manusia.

Dalam keadaan biasa, Sang Hyang Antaboga berwujud manusia.Tetapi


dalam keadaan Tiwikrama dalam bahasa Indonesianya adalah marah atau
menggugat, tubuhnya berubah menjadi ular naga raksasa.Setiap 1.000 tahun,
Sang Hyang Antaboga melungsungi (berganti kulit) kulitnya ini oleh Raja para
Dewa yaitu Sang Hyang Batara Guru di cipta dipuja sebagai raksasa bajang
yang artinya raksasa kecil, raksasa ini diberi nama Candrabirawa raksasa -
raksasa ini diperintah Sang Hyang Batara Guru untuk menyerang membunuh
Resi Bagaspati yaitu Pandhita raksasa berdarah putih dari pertapaan Argabelah
yang akhirnya raksasa bajang teluk mungkur yang artinya kalah takluk karena
kesabaran kebijaksanaan sang resi dan raksasa bajang mengabdi pada sang resi
sampai akhir hidupnya.

Sang Hyang Antaboga mempunyai Ajian yang bisa membuat siapa yang
memakainya akan menjelma menjadi wujud apa saja sesuai dengan pemakai
yang menghendakinya, Ajian ini bernama Kanjeng Kyai Kawastrawan, dari
Ajian ini Sang Hyang Antaboga pernah menjelma menjadi Garangan putih atau
musang putih yang menyelamatkan Para Pandawa dan Dewi Kuntitalibrata dari
amukan api Pasanggarahan Pramonokoti (istana tempat peristirahatan atau
sebuah tempat hiburan yang di bangun oleh para Sata Kurawa) di dalam cerita
atau lakon Bale Sigala - gala, versi lain yang menjadi garangan putih/musang
putih adalah Batara Nagatatmala yang menuntun Para Pandawa menuju
Kahyangan Saptapratala (tempat tinggal atau tempat bersemayamnya Sang
Hyang Antaboga yang berada di 7 lapisan Bumi) disana salah satu dari Lima
Pandawa yaitu Bratasena (mudanya Werkudara/Bima) mendapatkan anugerah

5
yaitu Batari Nagagini dikawinkan oleh Sang hyang Antaboga karena anak
perempuannya ini bermimpi bertemu Bratasena dalam mimpi dan jatuh cinta
karena ketampanan dan kegagahannya ,dari perkawinan dengan Batari
Nagagini ,Bratasena mendapatkan seorang Putra bernama Antareja Ksatria
Jangkarbumi.

Sang Hyang Antaboga mempunyai kemampuan untuk menghidupkan


orang mati yang belum sampai kodratnya atau belum sampai ajalnya karena ia
mempunyai Air Suci Tirta Amerta, Air sakti itu kemudian diberikan cucunya
yaitu Antareja untuk menghidupkan Istrinya Adik dari Ayahnya Antareja yaitu

Dewi Sumbadra/Bratajaya/Loro Ireng (Istri Arjuna bibinya Antareja) yang


mati bunuh diri karena akan diperkosa oleh Putra Prabu Salyapati Raja
Mandaraka ( Burisrawa ) di dalam lakon "Sumbadra Larung" versi lain yang
menghidupkan Dewi Sumbadra adalah Prabu Sri Batara Kresna (Kakak Dewi
Sumbadra sekaligus kakak Sepupu Arjuna/Janaka) dihidupkan menggunakan
Cangkok Kembang Kanjeng Kyai Wijayakusuma yang berasal dari mulut Sang
Hyang Batara Nagaraja dari Kahyangan Sumur Jalatunda yang ditemukan oleh
Batara Wisnu dari Kahyangan Utarasegara.

Sang Hyang Antaboga dalam bentuk naga raksasa pernah bertapa dengan
mulut terbuka. Tiba-tiba sebuah benda berupa Cupu Linggamanik melesat dari
angkasa terbang lalu jatuh ke dalam mulutnya. ketika cupu dibuka oleh Sang
Hyang Batara Guru, di dalamnya keluar Bidadari cantik, namanya Batari Sri
Widowati atau dikenal dengan Batari Sri Sekar adalah bidadari yang kelak
membuat geger jagad raya karena kecantikannya dan menjadi incaran buruan
para Titah Angkara murka di Arcapada yang ingin memperistrinya khususnya
Titah Arcapada yang termasuk mengincar memburu Batari Sri Widowati
adalah Prabu Dasamuka rahwana raja Alengkapura. Batari sri Widowati
diperistri oleh Batara Wisnu yang mempunyai tiga orang putra dan satu orang
putri yaitu Batara Srigati, Batara Srinanda (Pendiri Kerajaan Wirata),dan Batari
Srinadi.

6
Karena jasa jasanya kepada para dewa, Dewata lalu mengangkat Antaboga
sebagai Dewa pelengkap Suralaya yang bertempat tinggal diberi kuasa untuk
alam bawah tanah atau dunia bawah yaitu kahyangan Saptaratala.

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Antaboga

4. Nyi Roro Kidul

Dalam mitologi Jawa, Kanjeng Ratu


Kidul merupakan ciptaan dari Dewa Kaping
Telu yang mengisi alam kehidupan
sebagai dewi padi dan dewi alam yang lain.
Sedangkan Nyi Roro Kidul mulanya
merupakan putri Kerajaan Sunda yang diusir
ayahnya karena ulah ibu tirinnya.

Dalam perkembangannya, masyarakat


cenderung menyamakan Nyi Roro Kidul
dengan Kanjeng Ratu Kidul, meskipun dalam
kepercayaan Kejawen, Nyi Roro Kidul adalah bawahan setia Kanjeng Ratu
Kidul.

Kedudukan Nyi Roro Kidul sebagai Ratu-Lelembut tanah Jawa menjadi


motif populer dalam cerita rakyat dan mitologi, selain juga dihubungkan
dengan kecantikan putri-putri Jawa.

Nyi Roro Kidul juga dikenal dengan berbagai nama yang mencerminkan
berbagai kisah berbeda dari asal-usulnya, legenda, mitologi, dan kisah turun-
temurun. Ia lazim dipanggil dengan nama Ratu Laut Selatan dan
Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Menurut adat-istiadat Jawa, penggunaan gelar
seperti Nyai, Kanjeng, dan Gusti untuk menyebutnya sangat penting demi
kesopanan.

Terkadang orang juga menyebut namanya sebagai Nyai Loro


Kidul. Bahasa Jawa loro merupakan sebuah homograf untuk "dua - 2" dan

7
"sakit, menderita". Sementara bahasa Jawa rara (atau roro) memiliki arti
"gadis". Seorang ortografer Belanda memperkirakan terjadinya perubahan dari
bahasa Jawa kuno roro menjadi bahasa Jawa baru loro, sehingga terjadi
perubahan arti dari "gadis cantik" menjadi "orang sakit".

Masyarakat Sunda mengenal legenda mengenai penguasa spiritual


kawasan Laut Selatan yang berwujud perempuan cantik yang disebut Nyi Rara
Kidul. Legenda yang berasal dari Kerajaan Sunda Pajajaran dari abad ke-15
berumur lebih tua daripada legenda Kerajaan Mataram Islam dari abad ke-18.
Meskipun demikian, penelitian atropologi dan kultur masyarakat Jawa dan
Sunda mengarahkan bahwa legenda Ratu Laut Selatan Jawa kemungkinan
berasal dari kepercayaan animistik prasejarah yang jauh lebih tua lagi, dewi
pra-Hindu-Buddha dari samudra selatan. Ombak Samudra Hindia yang ganas
di pantai selatan Jawa, badai serta terkadang tsunami, kemungkinan telah
membangkitkan rasa hormat serta takut terhadap kekuatan alam, yang
kemudian dianggap sebagai alam spiritual para dewata serta lelembut yang
menghuni lautan selatan yang dipimpin oleh ratu mereka, sesosok dewi, yang
kemudian diidentifikasikan sebagai Ratu Kidul.

Salah satu cerita rakyat Sunda menceritakan Dewi Kadita, putri cantik
dari kerajaan Sunda Pajajaran, yang melarikan diri ke lautan selatan setelah
diguna-guna. Guna-guna tersebut dikeluarkan oleh seorang dukun atas perintah
saingannya di istana (ibu tiri) , dan membuat putri tersebut menderita penyakit
kulit yang menjijikkan. Ia mendapat bisikan gaib dari ibunya untuk melompat
ke lautan yang berombak ganas dan kemudian ia menjadi sembuh serta kembali
cantik. Para lelembut kemudian mengangkatnya menjadi Ratu Lelembut Laut
Selatan yang legendaris.

Versi yang serupa adalah Kandita, putri tunggal Raja Munding Wangi
dari Galuh Pakuan. Karena kecantikannya, ia dijuluki Dewi Srêngéngé ("Dewi
Matahari"). Meskipun mempunyai seorang putri yang cantik, Raja Munding
Wangi bersedih karena ia tak memiliki seorang putra yang dapat

8
menggantikannya sebagai raja. Raja kemudian menikah dengan Dewi Mutiara
dan mendapatkan putra dari pernikahan tersebut.

Dewi Mutiara ingin putranya dapat menjadi raja tanpa ada rintangan di
kemudian hari, sehingga ia berusaha menyingkirkan Kandita. Dewi Mutiara
menghadap Raja dan memintanya untuk menyuruh Kandita pergi dari istana.
Raja berkata bahwa ia tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak
kasar pada putrinya. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara tersenyum dan
berkata manis sampai Raja tidak marah lagi kepadanya.

Keesokan harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus


pembantunya untuk memanggil seorang tukang tenung. Dia menyuruh sang
dukun untuk meneluh Kandita. Pada malam harinya, tubuh Kandita gatal-gatal
dipenuhi kudis, berbau busuk dan penuh bisul. Ia menangis tak tahu harus
berbuat apa. Raja mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan Kandita
serta sadar bahwa penyakit tersebut tidak wajar, pasti berasal dari guna-guna.
Dewi Mutiara memaksa Sang Raja untuk mengusir putrinya karena dianggap
akan mendatangkan kesialan bagi seluruh kerajaan. Karena Sang Raja tidak
menginginkan putrinya menjadi gunjingan di seluruh kerajaan, ia terpaksa
menyetujui usulan Dewi Mutiara untuk mengasingkan putrinya dari kerajaan.

Kandita pergi berkelana sendirian tanpa tujuan dan hampir tidak dapat
menangis lagi. Ia tidak dendam kepada ibu tirinya, melainkan meminta
agar Sanghyang Kersa mendampinginya dalam menanggung penderitaan.
Hampir tujuh hari dan tujuh malam, akhirnya ia tiba di Samudra Selatan. Air
samudra itu bersih dan jernih, tidak seperti samudra lain yang berwarna biru
atau hijau. Tiba-tiba ia mendengar suara gaib yang menyuruhnya terjun ke
dalam Laut Selatan. Ia melompat dan berenang, air Samudera Selatan
melenyapkan bisulnya tanpa meninggalkan bekas, malah membuatnya
semakin cantik. Ia memiliki kuasa atas Samudera Selatan dan menjadi seorang
dewi yang disebut Nyi Roro Kidul yang hidup abadi. Kawasan Pantai
Palabuhanratu secara khusus dikaitkan dengan legenda ini.

9
Dalam salah satu cerita rakyat Sunda, Banyu Bening ("Air Jernih")
menjadi ratu dari kerajaan Joyo Kulon. Ia menderita lepra kemudian berkelana
menuju selatan. Ia ditelan ombak yang besar dan menghilang ke dalam
samudra.

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Nyi_Roro_Kidul\

5. Ahool
Gunung Salak, Jawa Barat (Jabar)
tidak bisa dipungkiri memiliki
keindahan alam yang membuat orang
terkagum-kagum. Namun dibalik
keindahan ini, Gunung Salak juga
memiliki sosok yang keberadaanya
masih menjadi misteri.

Gunung ini memang dipercaya sebagai salah satu yang terangker di


Jawa. Salah satu kisahnya yang melegenda hingga saat ini adalah keberadaan
kelelawar raksasa yang masih menjadi misteri.

Sosok makhluk ini terkenal dengan nama Ahool yaitu seekor kelelawar
raksasa yang dikabarkan mendiami Gunung Salak. Monster terbang ini
hingga kini cukup sulit untuk diketahui keberadaannya.

Hingga kini, jejak keberadaan Ahool di Gunung Salak memang masih


belum ada bukti-bukti yang menjelaskan keberadaannya. Nama Ahool hanya
muncul dalam cerita-cerita rakyat dan juga kepercayaan masyarakat sekitar.

Berdasarkan kabar yang beredar di masyarakat, selain di Gunung Salak,


Ahool menempati pulau-pulau tropis yang tersebar di Pulau Jawa. Dirinya
sering terbang menyerupai kelelawar namun berbentuk raksasa.

10
Wujudnya digambarkan dengan kepala mirip kera, mata yang besar
hitam, cakar besar, pada lengan tubuhnya dipenuhi bulu berwarna abu-abu
dan mempunyai sayap panjang dengan bentangan mencapai 3 meter.

Ahool sering terlihat jongkok di hutan, dengan sayap tertutup rapat.


Hewan ini diperkirakan adalah makhluk nokturnal, yang sering
menghabiskan harinya bersembunyi di gua-gua yang terletak di belakang
atau di bawah air terjun.

Saat malam makhluk terbang misterius ini biasanya baru keluar dari gua
dan mulai menelusuri sungai-sungai besar untuk mencari ikan sebagai
santapannya. Ini artinya bisa jadi Ahool mirip dengan kelelawar, karena
tinggal di kegelapan gua dan nokturnal.

Sumber: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/05/12/mengungkap-
misteri-ahool-kelelawar-raksasa-yang-menghuni-gunung-salak

6. Anoman

Hanoman dalam pewayangan Jawa merupakan


putra Bhatara Guru yang menjadi murid dan anak
angkat Bhatara Bayu. Hanoman sendiri merupakan
tokoh lintas generasi sejak zaman Rama sampai
zaman Jayabaya.

Anjani adalah putri sulung Resi Gotama yang


terkena kutukan sehingga berwajah kera. Atas
perintah ayahnya, ia pun bertapa telanjang di telaga
Madirda. Suatu ketika, Batara Guru dan Batara Narada terbang melintasi
angkasa. Saat melihat Anjani, Batara Guru terkesima sampai mengeluarkan air
mani. Raja para dewa pewayangan itu pun mengusapnya dengan daun asam
(Bahasa Jawa: Sinom) lalu dibuangnya ke telaga. Daun sinom itu jatuh di
pangkuan Anjani. Ia pun memungut dan memakannya sehingga mengandung.

11
Ketika tiba saatnya melahirkan, Anjani dibantu para bidadari kiriman Batara
Guru. Ia melahirkan seekor bayi kera berbulu putih, sedangkan dirinya sendiri
kembali berwajah cantik dan dibawa ke kahyangan sebagai bidadari.

Bayi berwujud kera putih yang merupakan putra Anjani diambil oleh
Batara Bayu lalu diangkat sebagai anak. Setelah pendidikannya selesai,
Hanoman kembali ke dunia dan mengabdi pada pamannya, yaitu Sugriwa, raja
kera Gua Kiskenda. Saat itu, Sugriwa baru saja dikalahkan oleh kakaknya,
yaitu Subali, paman Hanoman lainnya. Hanoman berhasil
bertemu Rama dan Laksmana, sepasang pangeran dari Ayodhya yang sedang
menjalani pembuangan. Keduanya kemudian bekerja sama
dengan Sugriwa untuk mengalahkan Subali, dan bersama menyerang
negeri Alengka membebaskan Sita, istri Rama yang diculik Rahwana, murid
Subali.

Pertama-tama Hanoman menyusup ke istana Alengka untuk menyelidiki


kekuatan Rahwana dan menyaksikan keadaan Sinta. Di sana ia membuat
kekacauan sehingga tertangkap dan dihukum bakar. Sebaliknya, Hanoman
justru berhasil membakar sebagian ibu kota Alengka. Peristiwa tersebut
terkenal dengan sebutan Hanoman Obong. Setelah Hanoman kembali ke
tempat Rama, pasukan kera pun berangkat menyerbu Alengka. Hanoman
tampil sebagai pahlawan yang banyak membunuh pasukan Alengka,
misalnya Surpanaka (Sarpakenaka) adik Rahwana.

Dalam pertempuran yang terakhir, Rama kewalahan


menandingi Rahwana yang memiliki Aji Pancasunya, yaitu kemampuan untuk
hidup abadi. Setiap kali senjata Rama menewaskan Rahwana, seketika itu pula
Rahwana bangkit hidup kembali. Wibisana, adik Rahwana yang
memihak Rama, segera meminta Hanoman untuk membantu. Hanoman pun
mengangkat Gunung Ungrungan untuk ditimpakan di atas mayat Rahwana
ketika Rahwana baru saja tewas di tangan Rama untuk kesekian kalinya.
Melihat kelancangan Hanoman itu, Rama pun menghukumnya agar menjaga
kuburan Rahwana. Rama yakin kalau Rahwana masih hidup di bawah gencetan

12
gunung tersebut, dan setiap saat bisa melepaskan roh untuk membuat
kekacauan di dunia.

Beberapa tahun kemudian setelah Rama meninggal,


roh Rahwana meloloskan diri dari Gunung Ungrungan lalu pergi ke Pulau
Jawa untuk mencari reinkarnasi Sita, yaitu Subadra adik Kresna. Kresna
sendiri adalah reinkarnasi Rama. Hanoman mengejar dan bertemu Bima,
adiknya sesama putra angkat Bayu. Hanoman kemudian mengabdi
kepada Kresna. Ia juga berhasil menangkap roh Rahwana dan mengurungnya
di Gunung Kendalisada. Di gunung itulah Hanoman kemudian berdiam sebagai
pertapa.

Hanoman dalam pewayangan memiliki dua orang anak. Yang pertama


bernama Trigangga yang berwujud kera putih mirip dirinya. Konon, sewaktu
pulang dari membakar Alengka, Hanoman terbayang-bayang wajah Trijata,
puteri Wibisana yang menjaga Sita. Di atas lautan, air mani Hanoman jatuh
dan menyebabkan air laut mendidih. Tanpa
sepengetahuannya, Baruna mencipta buih tersebut menjadi Trigangga.
Trigangga langsung dewasa dan berjumpa dengan Bukbis, putera Rahwana.
Keduanya bersahabat dan memihak Alengka melawan Rama. Dalam perang
tersebut Trigangga berhasil menculik Rama dan Laksmana namun dikejar oleh
Hanoman. Narada turun melerai dan menjelaskan hubungan darah di antara
kedua kera putih tersebut. Akhirnya, Trigangga pun berbalik
melawan Rahwana.

Putera kedua Hanoman bernama Purwaganti, yang baru muncul pada


zaman Pandawa. Ia berjasa menemukan kembali pusaka Yudistira yang hilang
bernama Kalimasada. Purwaganti ini lahir dari seorang puteri pendeta yang
dinikahi Hanoman, bernama Purwati.

Hanoman berusia sangat panjang sampai bosan hidup. Narada turun


mengabulkan permohonannya, yaitu "ingin mati", asalkan ia bisa
menyelesaikan tugas terakhir, yaitu merukunkan keturunan
keenam Arjuna yang sedang terlibat perang saudara. Hanoman pun menyamar

13
dengan nama Resi Mayangkara dan berhasil menikahkan Astradarma, putera
Sariwahana, dengan Pramesti, puteri Jayabaya. Antara keluarga Sariwahana
dengan Jayabaya terlibat pertikaian meskipun mereka sama-sama
keturunan Arjuna. Hanoman kemudian tampil menghadapi
musuh Jayabaya yang bernama Yaksadewa, raja Selahuma. Dalam perang itu,
Hanoman gugur, moksa bersama raganya, sedangkan Yaksadewa kembali ke
wujud asalnya, yaitu Batara Kala, sang dewa kematian.

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Hanoman

7. Jatayu

” Hai jatayu yang maha mulia,


sungguh kuat dikau mempertahan.kan jiwa.
Karena cinta kasihmu bersahabat terhadap
ayahku lekat sekali, berkelanjutan sampai
kepada aku, putanya. Amatlah mulia wahai
dikau burung perkasa. Tatkala engkau masih
hidup tadi, ayahku kurasakan masih hidup,
sekarang ketika engkau telah meninggal, sungguh bertambah sedih
hatiku”.(Teks “Kakawin Ramayana” abad IX Masehi)

Dalam dunia mitologi, bukan hanya manusia yang tampil sebagai “sang
pahlawan”. Ada sejumlah binatang perkasa, yang dikisahkan sedia bhaktikan
diri pada pihak lain. Malahan, secara “altrustik” mengorbankan jiwanya demi
suatu pertolongan. Diantara binatang heoroik itu adalah “Jatayu” sebagaimana
diceritakan di dalam kakawin Jawa Kuna Ramayana dan direliefkan di pagar
langkan sisi dalam induk Ciwa [dalam kompleks percandian Prambanan].
Wiracarita Ramayana mengisahkan Jatayu sebagai ber- upaya mati-matian
untuk membebaskan Sita dari penculikan Rahwana. Namun nahas, dia terkena
tombak Dasamuka, hingga akhirnya gugur sesaat setelah serahkan cicin (karah)

14
pettanda kasih dari Sita kepada kekasihnya, Rama. Siapa sebenarnya Jatayu?
Bagaimana hubungan dirinya dengan Sri Rama?

Jatayu adalah sahabat baik Dasarata, raja di Nagari Kosala yang


berkadatwan di Ayodhya. Dasarata dipersonikasikan sebagai “manusia yang
sempurna (Maryada Purushottama)”, keturunan dinasti Surya (Suryavamsa)
yang hidup di zaman (yuga) ke-2, yaitu Tretayuga (zaman perak). Pernikahan
antara Dasarata dengan Kosalya menurunkan putra sulung bernama
“Rāmacandra “, atau lazim disebut “Rama “. Dalam mitologi agama Hindu,
Rama dimitoskan sebagai satu diantara sepuluh jelmaan Wisnu ke dunia
(Wisnwantara) untuk membebaskan manusia dari keangka- murkaan raksasa
Rahwana yang menjadi raja di Alengka. Jadi, Jatayu adalah sahabat baik dari
ayah Rama. Terkait dengan itu, kakawin Ramayana menyatakan : “Karena
cinta kasihmu bersahabat terhadap ayahku lekat sekali,berkelanjutan sampai
kepada aku, puteranya”.

Rama adalah salah satu awatara dari Dewa Wisnu. Kendaraan (wahaha)
Wisnu adalah Garuda. Ada hubungan kekerabatan antara Garuda dan Jatayu,
sebagaimana tetkusah dalam Adiparwa, yakni parwa yang pertama dari
wiracarita Mahabharata, tepatnya di dalam kisah “Garudeya”. Jatayu (जटायू ))
yang ada- lah tokoh protagonis dalam Ramayana ini merupakan putra dari
Aruna. Adapun Aruna adalah saudara Garuda. Keduanya lahir dari dua diantara
tiga butir telur pemberian Kasyapa kepada istrinya, Winata Aruna yang
menjadi sais Dewa Surya itu lahir dari tetasan telur ke-2, adapun Garuda lahir
dari tetasan telur ke-3. Dengan demikian, Jatayu yang me- rupakan putra dari
pernikahan Aruna dengan Dewi Syeni adalah keponakan Garuda. Jatayu
berkerabatat dengan Sempati, yang metupa- kan putra sulung dari pernikahan
Geruda dan putri raja Daksa. Baik Garuda, Jatayu maupun Sempati dikisahkan
sebagai burung-burung petkasa dalam Ramayana dan Mahabarata.

Kisah kepahlawanan Jatayu didapati dalam kitab wiracarita Ramayana,


termasuk dalam terje- mahan Rananana berbahasa Sanskreta karya Walmiki ke
dalam bahasa Jawa Kuna dalam bentuk kakawin semasa pemerintahan

15
Balitung (tahun 899–911 M.). Jatayu tampil serta merta untuk membebaskan
Dewi Sita yang tengah diculik oleh Rahwana untuk dibawa terbang ke Nagari
Langka (Alengka, kini berada di Pulau Srilangka). Ketika Sita (putribraja prabu
Janaka) menjerit-jerit lantar- an ibawa kabur oleh Rawana, Jatayu kala itu
sedang berada di dahan sebuah pohon sem- pat mendengarnya. Ia melihat ke
arah atas, dan tampak dengan jelas Rahwana terbang membawa Sita. Jatayu
yang bersahabat baik dengan Raja Dasarata, merasa bertanggung jawab
terhadap Sita, yang merupakan istri dari putera sahabatnya, yaitu Rama.
Dengan jiwa ksatria meluap-luap dan berada di pihak yang benar, Jatayu tak
gentar untuk melawan Rawana. Jatayu menyerang Rahwana dengan segenap
tenaganya. Namun Jatayu yang kala itu sudah renta tak kuasa untuk
menghadapi raksasa Rahwana.

Kisah pertolongan Jatayu itu tergambar jelas dalam relief Ramayana


dipahatkan pada pagar langkan sisi dalam dari candi Siwa dalam kompleks
candi Prambanan, yang dibangun masa pemerintahan Raja Balitung di era
keemasan kerajaan Mataram. Tatkala Jatayu telah berada dekat dengan Sita,
sontak raja raksasa Rahwana menghujamkan tombak ke arah Jatayu — dalam
teks Ramayana, Jatayu dikusahkan terluka akibat pedang Rahwana yang
ditebaskan ke arah sayap Jatayu, sehingga tubuhnta jatuh ke tanah dengan
darah bercucuran. Beruntung, sebelum Jatayu jatuh ke tanah, Sita sempat
menitipkan cincin (ka- rah) yang konon diberikan oleh Rama kepada dirinya
sebagai tanda kasihnya. Jatayu telah memperlihatkan “dharmma- bhaktinya”
untuk menolong manusia. Kendatipun Jatayu adalah binatang berjenis unggas
(burung), namun memiliki peri kemanusiaan, jiwa penolong.

Manakala Rama bersama Lakshmana tengah menelusuri hutan untuk


mencari keberadaan Sita, tampak oleh mereka darah berceceran. Setelah dicari
asalnya, mereka menemukan seekor burung tanpa sayap sedang sekarat.
Burung itu mengaku bernama Jatayu Rama teringat bahwa Jatayu adalah
sahabat baik dari ayahnya (raja Dasarata). Dari sang Jatayu itu Rama menjadu
tahu bahwa Sita diculik oleh Rahwana untuk dibawa terbang jauh ke arah

16
selatan, yaitu ke nagari Alengka. Bahkan, Sita sempat menyerahkan karahnya
untuk dititipksn pada Jatayu agar diserahkan kepada Rama. Meluhat kondisi
Jatayu yang sejarah, Rama memberi hormat untuk yang terakhir kalinya. Tak
lama kemudian Jatayu menghembuskan napas terakhirnya, gugur sebagai
pahlawan kemanusian, menolong seorang perempuan yang diculik oleh pelaku
angkaramurka. Betapa sedih Sri Rama atas meninggalnya sang Jatayu, yang
dalam teks kakawin Ramayana disebutkan :“sekarang ketika engkau telah
meninggal, sungguh bertambah sedih hatiku.”

Setelah bersabda demikian, lalu Rama melakukan upacara pembakaran


jenazah meskipun dengan sederhana untuk Jatayu. Jenazahnya menda- pat
percikan tirtha (air suci) oleh seseorang yang “berjiwa suci”, Rama, yang
adalah awatara Wisnu. Demikianlah Jatayu, gambaran mengenai “sang
penolong, sang pembebas (mesias)”, maskipun terkalahkan, dan akhirnya
tewas. Kisah mengebai pembebasan sang Jatayu ini menjadi tema populer
dalam pewayangan Jawa oleh karena itu, pada wayang kulit terdapat juga figur
(pupet) yang menggambarkan Jatayu. Ada yang digambarkan dalam bentuk
burung besar sepenuhnya, namun ada juga yang mempersonifikasikannta
dalam wajud antrophomirfis, sebagai manusia setengah burung. Sebutan di
dalam bahasa Jawa Baru adalah “Jentayu”.

Pada sumber data prasasti, yaitu prasasti-prasadti dari masa akhir


pemerintahan Airlangga, dirinya disebut dengan ” Jatiningrat” atau Rsi Jatayu.
Unsur sebutan “Jatayu” Itu mengingatkan kepada Garuda sebagai wahana
Dewa Wisnu. Yang menarik, dalam pemberitaan ini, raja Airlangga tidak
dihubungkan dengan Garuda, melainkan dengan keponakannya, yaitu Jatayu.
Hal ini memberikan informasi bahwa kala itu (abad XI M.), kisah mengenai
kepahlawanan Jatayu telah dikenal luas, bahkan mempesona hati masyarakat
Jawa Kuna. Raja Airlangga mewarisi kepahlawanan dari burung perkasa
Jatayu.

Sumber: https://tarunanews.com/2020/06/jatayu-keponakan-garuda-heroistik-
burung-perkasa-wiracarita-ramayana/

17
8. Nyi Blorong

Adalah sosok legenda Indonesia yang berwujud wanita cantik,


bertubuh manusia dari pinggang ke atas, dan berwujud ular dari pinggang ke
bawah. Ia merupakan panglima terkuat yang dimiliki oleh Kanjeng Ratu
Kidul dan sering dianggap sama dengan Nyi Roro Kidul.

Menurut kepercayaan masyarakat,


Nyi Blorong adalah penguasa keraton
pantai selatan yang memiliki kesaktian
luar biasa, memiliki pengikut berbagai
macam makluk halus. Ia konon
memang ditugaskan untuk
menyesatkan manusia agar
terjerumus pesugihan dan menjadikan manusia budak-budaknya yang taat.

Nyi Blorong tampil mengenakan kebaya berwarna hijau dengan rajutan


emas. Kain panjang berwarna emas tersebut konon merupakan perwujudan
sosok aslinya, yaitu ular raksasa. Pada saat bulan purnama, kacantikan dan
kesaktian Nyi Blorong mencapai puncaknya, tetapi saat bulan mengecil, ia
akan kembali ke wujudnya yang semula yaitu ular raksasa.

Serat Centhini menyebutkan bahwa Nyi Blorong yang cantik adalah putri
dari Ratu Anginangin. Ia dinikahkan dengan Jaka Linglung setelah calon
suaminya itu berhasil membunuh buaya putih penjelmaan Prabu
Dewatacengkar.

Nyi Blorong dipercaya dapat mendatangkan kekayaan bagi orang yang


tertarik mengajaknya untuk bersekutu. Setiap kedatangan Nyi Blorong, ia akan
meninggalkan kepingan-kepingan emas di tempat ia menemui orang yang
menjalin hubungan dengannya sebagai imbalan. Emas tersebut konon
sebenarnya merupakan sisik-sisik tubuhnya.

18
Pesugihan dengan Nyi Blorong dipercaya membutuhkan tumbal arwah
manusia pengikutnya. Saat ajal, arwah pengikutnya itu akan menjadi bagian
dari penghuni keraton gaib Laut Selatan untuk selamanya. Selain itu, dalam
jangka waktu tertentu, Nyi Blorong juga meminta tumbal nyawa untuk
menambah jumlah prajurit serta meningkatkan kecantikannya.

Sebagian spiritualis menganggap Nyi Blorong sama dengan Nyi Roro


Kidul, tetapi versi tersebut dibantah sebagian ahli supranatural yang lain. Nyi
Blorong lebih berwujud sebagai putri ular yang ditugaskan untuk menggoda
manusia dan menyesatkan manusia dengan cara-cara pesugihan. Hal itu
berbeda dengan Ratu Kidul yang berwatak baik hati.

Namun menurut sumber lain, Nyi Blorong adalah sebutan untuk Nyimas
Dewi Anggatri, anak dari Nyimas Dewi Rangkita atau yang dikenal sebagai
ratu Galuh, anak dari Nyimas Dewi Anggista, putri bungsu dari Raja Caringin
Kurung ke XI, Prabu Jaya Cakra.

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Nyi_Blorong

19

Anda mungkin juga menyukai