Anda di halaman 1dari 5

Tugas ;

FOLOKOR

OLEH:

PUTRI YANI
N1E1 19 007

JURUSAN TRADISI LISAN


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
MENGIDENTIFIKASI PROSA CERITA RAKYAT
GUNUNG MEKONGGA

Menurut sebuah legenda konon gunung mekongga yang ada di daerah Sulawesi tenggara di
beri nama demikian karena merupakan tempat jatuhnya burung garuda raksasa atau
Kongga.gunung kongga mati setelah menyerang negeri sorumeyang sekarang di beri nama
(kolakah)
si burung garuda membuat kekacauan setiap hari dan seisi negeri .
setiap hari garuda raksasa tersebut mencuri hewan ternak untuk di mangsa. Para penduduk
merasa khawatir jika hal ini di biarkan lambat laut burung itu akan memangsa manusia
akhirnya penduduk sorumemengirim utusan ke negeri solumbah, untuk menemui
larumbalangi yang sakti mabdraguna ia mempunyai keris yang sakti.
Akhirnya sesampainya di solumbah mereka langsung menceritakan ketakutan mereka
terhadap burung garuda raksasa tersebut. Akhirnya larumbalangi memberikan saran
bagaimana cara membunuh garuda tersebut.
Saran yang di berikanya pertama gagal, saran kedua juga gagal. Akhirnya pada suatu hari
saran dan usaha mereka tidak sia-sia mereka berhasil membunuh burung garuda itudenga
menggunakan bambu runcing yang di beri racun.

Nama :Nurfadila
Nim :N1E119034
Matkul :Folklor
Kelompok :5

Tugas:
Mengidentifikasi Cerita Prosa Rakyat Berdasarkan daerah.
Jawaban:
Cerita prosa rakyat merupakan bentuk folklor lisan yang banyak diteliti oleh para ahli. Cerita
prosa rakyat lahir dari masyarakat tradisional yang diwariskan secara turun temurun. Menurut
Bascom (dalam Danandjaya, 1991:50), Page 5 cerita prosa rakyat terdiri dari tiga golongan
besar, yaitu mite, legenda, dan dongeng.

BATU MEMMANA`E
Engkana ritu seuwwa wettu ri tana Bone, sibola marana` marindo`. Indo`na maka gello na
makessing ampena, naikiyya ana`na kuttu`na kuttuE nama tumpeng toa kedona. Jama-
jamanna indo`na iyanaritu mappulung-pulung aju ri ale`E, nai nappa lao na balu ri pasaE.
ana`na laing toi, jama-jamanna iyanaritu mattennung lipa ugi nai nappa lao na balu ri
padangkang-padangkang`E. Ri bolana iyya mabelaE lao riyasengnge makessing, engka seddi
asu naparakai. Asenna iyyanaritu La Balo. Iyya lapong asu maka patona risuro-suro.
Engkanaro seuwwa esso, maka pellana essoE, napa relli-relli tongeng agaga nateppaiye.
Nama tennung naro lapong ana` ri tengnga esso`E, na pole alalena topa ri bolaE, nasaba
lapong indo lao ri pasaE ma`balu aju. Ritengnga jama-jamanna mattennung, poleniro
cakkarudduna lapong ana`. Cakkado ado ni ri onrong na tudang. Magi nateppa sempe`na
parewa tennung na lao ri sabolaE. Nasaba cakkaruddu na pole toni kuttuna, tea atinna lapong
ana` ma`kedde malai parewa tennung na. Maelo mellau tulung ri indo`na, naikiyya lapong
indo dei gaga ribolaE. Pole naingngarang ni makkeda engka asu na I La Balo . “parewa
tennung ku ri sabolaE!” ri saliweng pappe sangkana lapong ana`, na ma`bali mana La Balo
makkeda: “Iyye puang, tatajeng nni cinampe`” Iyya maka seleng nna lapong ana`
mengkalingai asunna macca ma`barekkada pada rupa tauwe. Pede` tattamba ni ro seleng na
lapong ana` riwettu napeneddingini ajena de`naulle kedo. Mattedde pada batuE ajena lapong
ana`. Na sibawa ro tau’ na, terri ni lapong ana` nai nappa naolli-olli indo`na. Maitta-maitta
tainiyya ajena bawang matedde, naikiyya seddi ni batang kale, tassesa ulunna.
Engkani ro indo`na lari menre bola mengkalingai terri peddina ana`na. Na runtu ni ana`na
pada patung nge, de` naulle kedo. Makkeda ni ana`na: “Ta`dampengengnga indo`. Madoraka
ka` lao ri idi”. Nai nappa terri ni paimeng lapong ana’. Iyya mani napaja terri, mancaji batu
maneng mani watang kale na. Iyya na bawang na pa lessu indo`na:” aga tu pasikua ko na`?”.
de` nari sangka-sangka, mancaji batu topa lapong indo`, nasaba makkamparang ngi lao ri
ana`na. makku niro gangkana seddi kampong mancaji batu maneng taunna, nasaba niggi-nigi
makkita, lao topa makkamparang, na mancaji batu topa ro alena. Iyyana ro pammulanna
nariyaseng ni ro kampong nge ri tau egaE Batu Memmana`E iyyare`ga Batu TerriE.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


BATU MENANGIS ATAU BATU BERANAK
Pada suatu waktu di tanah Bone, hiduplah dua orang anak dan ibu. Ibunya memiliki sifat dan
perilaku yang sangat baik sedangkan anaknya malas saat disuruh dan egois. Pekerjaan ibunya
adalah mencari kayu bakar di hutan kemudian menjualnya di pasar, sedangkan anaknya
menenun sarung bugis yang di jualnya pada para pedagang.Di rumahnya yang jauh dari kesan
bagus, mereka memilihara seekor anjing. Di namailah anjing itu dengan nama La Balo.
Anjing ini sangat pintar dan patuh dengan perintah majikannya. Suatu hari yang sangat panas,
menenunlah sang anak di rumahnya yang bisa di bilang gubuk itu. Sendiri ia menekuni
pekerjaannya karena ibunya sedang ke pasar untuk menjual kayu bakar.
Di tengah pekerjaannya menenun, merasa mengantuklah ia. Terantuk-antuk di tempat
duduknya. Secara tidak sengaja, alat tenunnya jatuh ke kolong rumah. Karena sifat malasnya
dan karena mengantuknya, maka engganlah sang anak untuk beranjak dan memungut alat
tenunnya. Mau minta tolong ibunya, ibunya sedang pergi ke pasar. Di ingatnya bahwa ia
memiliki anjing peliharaan. Maka di panggilnya anjing itu dengan berkata : “O Balo, tolong
kau ambilkan alat tenunku!”. Di luar prasangka sang anak, maka menyahutlah sang anjing
dengan berkata, : “Iyye puang, tunggulah sebentar” Sungguh kaget sang anak demi
mendengar anjing peliharanny dapat berbicara layaknya manusia banyak. Bertambah
kagetlah sang anak ketika merasakan kakinya kaku dan tak bisa digerakkan. Mengeras seperti
batu kaki sang anak. Bersama dengan rasa takutnya, menangislah sang anak sambil
memanggil-manggil ibunya. Lama kelamaan , tidak hanya kakinya yang mengeras, tetapi
seluruh tubuhnya, terkecuali wajahnya.Makadatanglah ibunya demi mendengar tangis pedih
anaknya. Ditemukannya anaknya telah menjadi patung dan tak dapat bergerak. Berkatalah
sang anak: “Maafkan aku ibu, terlalu durhaka aku padamu” kemudian ia kembali menangis
sampai kepalanya menjadi batu pun air mata tetap jatuh dari matanya. Berkatalah sang ibu, :
“Apa yang menyebabkanmu menjadi seperti ini nak”. Menangis pula san ibu, dan tak di
sangka-sangka ibunya pun berubah menjadi batu Karena ia menaegur perubahan yang terjadi
pada anaknya. Begitulah, maka satu kampong penduduk berubah menjadi batu, karena saling
menegur satu sama lain. Itulah asal mula di namainya kampong tersebut sebagai Batu
Menangis atau Batu Beranak.
Cerita rakyat ini berasal dari Sulawesi Selatan.
Pada Cerita Rakyat “Batu Memmana’e” ini menceritakan mengenai seorang gadis yang
pemalas bahkan untuk urusan pribadinya sendiri, pada akhirnya si gadis mendapat akibat dari
kemalasannya, menjadi batu. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa selagi masih bisa,
mengapa harus bermalas-malasan dan sebagai seorang anak patutlah membantumeringankan
beban oranngtua.Cerita Rakyat tersebut mengandung banyak nilai moral yang dapat dijadikan
pelajaran untuk generasi muda di era modern saat ini.
Tema: Anak perempuan yang pemalas
Latar:
latar tempat: Rumah, pasar, dan perkampungan
latar waktu: Siang
latar suasana: Tegang dan Menyedihkan
Alur: Karena di mulai dengan memperkenalkan tokoh, kemudian muncul masalah, dan
mencapai klimaks/puncak permasalahannya
Tokoh dan penokohan:
Anak perempuan: Manja, pemalas, dan egois
Ibu: Sabar dan Pekerja keras

Nama ; uswatun hasanah


Nim : N1E119045
Matkul : follkor
Kelompok : 5
Tugas :
Mengidentifikasi Cerita Prosa Rakyat Berdasarkan daerah.
Jawaban:
Cerita prosa rakyat merupakan bentuk folklor lisan yang banyak diteliti oleh para ahli. Cerita
prosa rakyat lahir dari masyarakat tradisional yang diwariskan secara turun temurun. Menurut
Bascom (dalam Danandjaya, 1991:50), Page 5 cerita prosa rakyat terdiri dari tiga golongan
besar, yaitu mite, legenda, dan dongeng.

Mite dan legenda etnis


Lauje Etnis Lauje yang dipimpin “Olongian” (kepala suku) adalah suku yang mendiami
daerah kecamatan Tinombo yang biasa disebut “Lauje” dan daerah teluk Tomini yang biasa
disebut “Lauje Siavu” di kabupaten Parigi Moutong provinsi Sulawesi Tengah. Pada
dasarnya kedua etnis ini sama, yang membedakannya hanya letak geografis. Suku Lauje
Siavu terdiri dari 3 klan yang memiliki 44 kepala keluarga, dengan populasi 206 orang. Suku
Lauje Siavu ini masih terus mempertahankan cara hidup sederhana seperti yang dilakukan
oleh leluhur mereka yaitu dengan cara kuno “Siavu” yang bermakna “samarsamar”.
Dikatakan samar-samar karena puncak pegunungan ini selalu diliputi kabut yang tebal dan
sulit terlihat langsung. Istilah siavu inilah yang membuat ciri identik masyarakatnya yang
tetap bertahan hidup di daerah dataran tinggi, tak terlihat dan terasing dari lingkungan luar.
Keberadaan mite dan legenda masih ada ditemukan di tengah-tengah etnis Lauje. Mite dan
legenda etnis Lauje ini menggambarkan latar belakang sosial budaya etnis Lauje. Namun,
sebagian sastra lisan Lauje (mite dan legenda) keberadaannya hampir tidak diketahui oleh
masyarakat suku Lauje. Hal ini terjadi karena mite dan legenda itu semakin hari berangsur
hilang. Hilangnya mite dan legenda Lauje itu disebabkan antara lain keenganan generasi
muda suku Lauje mewarisinya. Padahal sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia, mite dan
legenda etnis Lauje berisi nilai-nilai yang mencerminkan adab, perilaku, filsafat, dan watak
etnis Lauje. Hal ini membuat mite dan legenda etnis Lauje perlu diteliti sebagai pembinaan
dan pengembangan sastra lisan Lauje itu sendiri.
Cerita prosa rakyat dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu (1) Mite, (2) Legenda, (3)
Dongeng (Bascom dalam Danandjaja, 2007:50). Mite adalah cerita prosa rakyat yang
dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi
oleh para dewa atau mahluk setengah dewa. Peristiwannya terjadi di dunia lain yang tidak
bisa dilihat karena tidak terjadi di masa sekarang ataupun masa lampau. Dalam KBBI (2008)
mite yaitu cerita yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai
cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal yang ajaib, dan
umumnya ditokohi oleh dewa.
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu
kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Danandjaja (2007) legenda bersifat sekuler
(keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia
seperti yang kita kenal sekarang. Legenda sering dipandang tidak hanya merupakan cerita
belaka namun juga dipandang sebagai “sejarah” kolektif, namun hal itu juga sering menjadi
perdebatan mengingat cerita tersebut karena kelisanannya telah mengalami distorsi. Jika
legenda akan dijadikan bahan sejarah harus dipisah terlebih dahulu dari folklornya.
Mite dan legenda etnis Lauje memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat etnis Lauje.
Nilai-nilai moral yang termuat di dalamnya turut menentukan langkah atau pilihan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Cerita yang bertemakan kepemimpinan dan keberanian
sangat berperan dalam kehidupan masyarakat etnis Lauje. Mite dan legenda etnis Lauje yang
terkumpul sebanyak delapan cerita. Mite etnis Lauje berjumlah tiga cerita yaitu (1)
Saemandulang dan Yelelumut, (2) Vulan Nembua dan (3) Kubur Keramat, sedangkan
legenda etnis Lauje berjumlah lima cerita yaitu (1) Sejarah Pantai timur di Teluk Tomini
(Sungai Ongka), (2) Dusunang Kota Keramat, (3) Toibangka Inolaruka, (4) Buranga dan (5)
Lajid. Setiap cerita memiliki nilai-nilai moral yang baik. Nilai kepemimpinan, keberanian dan
kesetiaan merupakan nilai yang dapat kita peroleh dari cerita-cerita tersebut. Selain itu mite
dan legenda etnis lauje juga memiliki nilai didaktis sehingga patut diajarkan pada anak-anak.

Anda mungkin juga menyukai