Dongeng Monyet dan Unta Peniru - Pada suatu perayaan besar untuk menghormati sang Singa si
Raja Hutan, seekor monyet diminta untuk menari di depan hewan yang hadir pada perayaan itu.
Tarian sang Monyet begitu indahnya sehingga semua hewan yang hadir menjadi senang dan
gembira melihatnya.
Pujian yang didapatkan oleh sang Monyet membuat seekor unta yang hadir menjadi iri hati. Dia
sangat yakin bahwa ia bisa menari seindah tarian sang monyet, bahkan mungkin lebih baik lagi,
karena itu dia maju ke depan menerobos kerumunan hewan yang menonton tarian monyet, dan
sang Unta mengangkat kaki depannya, mulai menari. Tapi unta yang sangat besar itu membuat
dirinya kelihatan konyol saat menendang-nendangkan kakinya ke depan dan memutar-mutarkan
lehernya yang kaku dan panjang. Selain itu, sang unta sulit untuk menjaga agar tapak kakinya
yang besar tetap terangkat ke atas.
Akhirnya, salah satu tapak kakinya yang besar hampir mengenai hidung sang Raja Hutan
sehingga hewan-hewan yang jengkel melihat tingkah sang Unta, mengusirnya keluar sampai ke
padang gurun.
Dongeng beruang dan lebah - Seekor beruang menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan,
menemukan pohon tumbang di mana pada pohon tersebut terdapat sarang tempat lebah
menyimpan madu. Beruang itu mulai mengendus-endus dengan hati-hati di sekitar pohon
tumbang tersebut untuk mencari tahu apakah lebah-lebah sedang berada dalam sarang tersebut.
Tepat pada saat itu, sekumpulan kecil lebah terbang pulang dengan membawa banyak madu.
Lebah-lebah yang pulang tersebut, tahu akan maksud sang Beruang dan mulai terbang
mendekati sang Beruang, menyengatnya dengan tajam lalu lari bersembunyi ke dalam lubang
batang pohon.
Beruang tersebut menjadi sangat marah dan seketika itu juga, loncat ke atas batang yang
tumbang tersebut dan dengan cakarnya menghancurkan sarang lebah. Tetapi hal ini malah
membuat seluruh kawanan lebah yg berada dalam sarang, keluar dan menyerang sang Beruang.
Beruang yang sial itu akhirnya lari terbirit-birit dan hanya dapat menyelamatkan dirinya dengan
cara menyelam ke dalam air sungai.
"Tidak ada yang bisa mencegah saya melakukannya," kata si Putra Ketiga, "coba katakan padaku
apa saja yang harus kulakukan."
"Kamu harus tahu semuanya," kata sang Putri," ketika kamu menuruni gunung di mana istana ini
berdiri, kamu akan menemukan seekor banteng liar di dekat sebuah mata air, dan kamu harus
berkelahi dengan banteng itu, dan jika kamu bisa membunuhnya, seekor burung yang berapi-api
akan muncul yang membawa sebuah telur yang membara, dan sebuah bola kristal terletak di
dalam telur tersebut. burung itu tidak akan membiarkan telur tersebut terlepas kecuali dipaksa
untuk melakukannya, dan saat telur itu jatuh di tanah, semuanya akan menyala dan membakar
segala sesuatu yang berada dekat telur tersebut, dan dengan bola kristal semua masalahmu akan
terselesaikan."
Pemuda itu lalu pergi ke mata air, di mana seekor banteng liar mendengus dan berteriak marah
padanya. Setelah melalui perjuangan yang panjang, si Putra Ketiga berhasil menusukkan
pedangnya ke tubuh hewan itu yang akhirnya jatuh mati. Seketika itu juga, seekor burung api
muncul dan hendak terbang, tapi kakak si Putra Ketiga yang berubah bentuk menjadi elang,
menukik turun, mengejar burung api tersebut sampai ke laut, dan memukul dengan paruhnya
sampai sang Burung Api melepaskan telur yang dipegangnya. Telur tersebut tidak jatuh ke laut,
tetapi ke sebuah gubuk nelayan yang berdiri di tepi pantai dan gubuk itu langsung terbakar api.
Lalu tiba-tiba muncullah gelombang laut setinggi rumah, menerjang gubuk tersebut hingga
seluruh api menjadi padam. Ternyata, saudara lain si Putra Ketiga yang menjadi ikan paus, yang
telah mendorong dan menciptakan gelombang laut tersebut. Ketika api itu padam, si Putra Kegita
mencari telur itu dan menjadi sangat bahagia saat menemukannya. Kulit telur tersebut menjadi
retak dan pecah akibat suhu panas yang tiba-tiba berubah menjadi dingin saat tersiram air,
sehingga bola kristal di dalamnya dapat diambil oleh si Putra Ketiga.
Ketika pemuda pergi menghadap ke si Penyihir dan mengacungkan bola kristal itu di
hadapannya, si Penyihir berkata, "kekuatan sihir saya telah hancur, dan mulai dari saat ini,
kamulah yang menjadi raja di istana matahari. Dengan bola kristal itu juga, kamu telah
mengembalikan bentuk saudara-saudara-mu ke bentuk manusia seperti semula."
Si Putra Ketiga pun bergegas menemui sang Putri, dan ketika dia memasuki ruangan, dia
mendapati sang Putri berdiri di sana dengan segala kecantikan dan keindahannya, dan tidak
lama, merekapun menikah dan hidup berbahagia selamanya.
Wah, Oki pusing juga. Ia lalu berjalan ke pantai, sambil mencari ide. "Apa yang harus kulakukan
untuk memeriahkan ulang tahun Luna?" pikir Oki sambil bermain pasir. Tanpa disadari, ia
membuat sebuah istana dari pasir.
"Wah bagus sekali istana pasirmu!" ujar Luna yang tiba-tiba muncul. "Andai aku putri raja, tentu
ulang tahunku dirayakan di istana. Asyik,ya!" Luna mengkhayal. "Ah aku ada akal!" gumam Oki
seketika.
Oki lalu menemui Nirmala. Ia membisikkan sesuatu. "Oooo.... beres, Ki!" ujar Nirmala sambil
tersenyum lebar. "Eh itu pak Dobleh! Kau juga bisa minta tolong padanya untuk membuat
makanan!" saran Nirmala.
Oki lega karena pak Dobleh tak menolak permintaannya. "Akan kubuatkan makanan yang enak
untuk pesta saudaramu!" janji pak Dobleh. Kini Oki mengundang teman-teman kurcacinya untuk
datang ke pesta Luna.
Esoknya, pagi-pagi sekali Oki dan Nirmala ke pantai. Oki kembali membuat istana dari pasir.
Lalu, "sim salabim!" Nirmala menyulap istana pasir itu menjadi istana betulan. Indah dan megah.
"Wah Luna pasti senang!" seru Oki riang.
Wuah, lihatlah! Meriah sekali pesta ulang tahun Luna. Pak Dobleh menghidangkan makanan
lezat di atas cangkang-cangkang kerang. Kurcaci-kurcaci datang membawa hadiah. Ratu bidadari
pun datang. Ia menghadiahi Luna sebuah mahkota mungil. Hmmm... Luna jadi seperti putri raja
kan? "Terima kasih, semuanya! Ini pesta ulang tahunku yang paling meriah!" gumam Luna
bahagia.
DONGENG CINDELARAS
Raden Putra adalah raja kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri yang baik hati dan
seorang selir yang cantik jelita. Tetapi selir Raja Raden Putra memiliki sifat iri dan dengki
terhadap sang permaisuri. Ia merencakan suatu yang buruk kepada permaisuri.
"Seharusnya akulah yang menjadi permaisuri. Aku harus mencari akal untuk menyingkirkan
permaisuri," pikirnya.
Selir baginda berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah. Tabib istana
segera dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam
minuman tuan putri.
"Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib.
Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya
untuk membuang permaisuri ke hutan.
Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi,
patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat
selir baginda.
"Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada baginda bahwa tuan putri
sudah hamba bunuh," kata patih.
Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang
ditangkapnya. Raja mengangguk puas ketika sang patih melaporkan kalau ia sudah membunuh
permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama
Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan.
Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik
bermain, seekora rajawali menjatuhkan sebutir telur.
"Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku."
Setelah 3 minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak
ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu keanehan.
Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan!
"Kukuruyuuk.... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya
Raden Putra.."
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya dan segera memperlihatkan pada ibunya.
Lalu ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan.
Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan
selir baginda. Setelah diijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam
jantannya.
Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras
kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam.
Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu
singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak
terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun mendengar
berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangya untuk mengundang Cindelaras.
Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras
kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah
kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras
berhasil menaklukan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras
dan ayamnya.
"Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak
muda?" tanya Baginda Raden Putra.
Cindelaras segera membungkuk seperti membisikan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama
ayamnya segera berbunyi.
"Kukuruyuuuk.... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya
Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang.
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang
sebenarnya telah terjadi pada permaisuri.
"Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka.
Kemudian selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan
meminta maaf atas kesalahanya.
Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan. Akhirnya Raden
Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal
dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan
bijaksana