Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BAHASA INDONESIA

CERITA HIKAYAT
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
NURDIAL ANTONI
KELAS : X TKJ 3
{ TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN}
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
karena dengan rahmat, karunia, sertataufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Hikayat ini. Kami sangat berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuankita
mengenai Hikayat. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah initerdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanyakritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akandatang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.Semoga makalah sederhana ini
dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya makalah yang telah
disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orangyang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yangkurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
dimasa depan.Padangsidempuan,

Penyusun:
Nurdial antoni
01. HIKAYAT SI MISKIN

Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta


permaisurinya bibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah
sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan
mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan
Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh
penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga
bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan
menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu
malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.
Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga
yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti
keinginan isterinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya. Maka
berkatalah si Miskin, “Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi
mencari buah mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”
Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-
makanan yang lain. Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan
penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja memohon mempelam.
Setelah diperolehnya setangkai mangga, pulanglah ia segera. Isterinya
menyambut dengan tertawa-tawa dan terus dimakannya mangga itu.
Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-
laki bernama Marakarmah (=anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan
penuh kasih saying.
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat
tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis
untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di
situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti
nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi.
Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang
kedua, perempuan, bernama Nila Kesuma.
Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan
kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di
negeri Antah Berantah.
Ketika Maharaja Indera Angkasa akan mengetahui pertunangan putra-
putrinya, dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri Antah Berantah.
Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu
dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan
mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya.
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera
Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi
selama-lamanya putra-putrinya itu.
Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari
musnah terbakar.
Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di
bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu
mencari api ke kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang
banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja
Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya
menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.
Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya
terdampar di pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja
Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya Chairani berjalan –
jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya.
Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani
berusaha lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul
birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya
Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang membuntuti
kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat
rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu
dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai
Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.
Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang
kehidupannya berjual bunga. Marakarmah selalu menolak menggubah bunga.
Alasannya, gubahan bunga Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang
menjadi sebab dapat bertemu kembali antara suami-isteri itu.
Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari
menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap
burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka
ditemuinyalah. Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.
Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin
kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari
dengan segala perlengkapannya seperti dahulu kala.
Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai
oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani).
Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja
Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan
Mangindera Sari menjadi raja di Palinggam Cahaya. (Sumber:Peristiwa Sastra
Melayu Lama)

02. HIKAYAT AMIR

Dahulu kala di Sumatra, hiduplah seorang saudagar yang bernama Syah


Alam. Syah Alam mempunyai seorang anak bernama Amir. Amir tidak uangnya
dengan baik. Setiap hari dia membelanjakan uang yang diberi ayahnya. Karena
sayangnya pada Amir, Syah Alam tidak pernah memarahinya. Syah Alam hanya
bisa mengelus dada.
Lama-kelamaan Syah Alam jatuh sakit. Semakin hari sakitnya semakin
parah. Banyak uang yang dikeluarkan untuk pengobatan, tetapi tidak kunjung
sembuh. Akhirnya mereka jatuh miskin.
Penyakit Syah Alam semakin parah. Sebelum meninggal, Syah Alam
berkata”Amir, Ayah tidak bisa memberikan apa-apa lagi padamu. Engkau harus
bisa membangun usaha lagi seperti Ayah dulu. Jangan kau gunakan waktumu
sia-sia. Bekerjalah yang giat, pergi dari rumah.Usahakan engkau terlihat oleh
bulan, jangan terlihat oleh matahari.”
”Ya, Ayah. Aku akan turuti nasihatmu.”
Sesaat setelah Syah Amir meninggal, ibu Amir juga sakit parah dan
akhirnya meninggal. Sejak itu Amir bertekad untuk mencari pekerjaan. Ia
teringat nasihat ayahnya agar tidak terlihat matahari, tetapi terlihat bulan. Oleh
sebab itu, kemana-mana ia selalu memakai payung.
Pada suatu hari, Amir bertmu dengan Nasrudin, seorang menteri yang
pandai. Nasarudin sangat heran dengan pemuda yang selalu memakai payung
itu. Nasarudin bertanya kenapa dia berbuat demikian.
Amir bercerita alasannya berbuat demikian. Nasarudin tertawa.
Nasarudin berujar, ” Begini, ya., Amir. Bukan begitu maksud pesan ayahmu
dulu. Akan tetapi, pergilah sebelum matahari terbit dan pulanglah sebelum
malam. Jadi, tidak mengapa engkau terkena sinar matahari. ”
Setelah memberi nasihat, Nasarudin pun memberi pijaman uang kepada
Amir. Amir disuruhnya berdagang sebagaimana dilakukan ayahnya dulu.

3
Amir lalu berjualan makanan dan minuman. Ia berjualan siang dan
malam.Pada siang hari, Amir menjajakan makanan, seperti nasi kapau, lemang,
dan es limau. Malam harinya ia berjualan martabak, sekoteng, dan nasi goreng.
Lama-kelamaan usaha Amir semakin maju. Sejak it, Amir menjadi saudagar
kaya.

03. HIKAYAT BURUNG CENDERAWASIH

Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk,


mengisahkan seekor burung yang bergelar burung cenderawasih. Adapun asal
usulnya bermula dari kayangan. Menurut kebanyakan orang lama yang arif
mengatakan ianya berasal dari syurga dan selalu berdamping dengan para wali.
Memiliki kepala seperti kuning keemasan. Dengan empat sayap yang tiada
taranya. Akan kelihatan sangat jelas sekiranya bersayap penuh adanya. Sesuatu
yang sangat nyata perbezaannya adalah dua antena atau ekor ‘areil‘ yang
panjang di ekor belakang. Barangsiapa yang melihatnya pastilah terpegun dan
takjub akan keindahan dan kepelikan burung cenderawasih.
Amatlah jarang sekali orang memiliki burung cenderawasih. Ini kerana
burung ini bukanlah berasal dari bumi ini. Umum mengetahui bahawa burung
Cenderawasih ini hanya dimiliki oleh kaum kerabat istana saja. Hatta mengikut
sejarah, kebanyakan kerabat-kerabat istana Melayu mempunyai burung
cenderawasih. Mayoritas para peniaga yang ditemui mengatakan ia membawa
tuah yang hebat.
Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu lama, sekiranya
burung cenderawasih turun ke bumi nescaya akan berakhirlah hayatnya. Dalam
kata lain burung cenderawasih akan mati sekiranya menjejak kaki ke bumi.
Namun yang pelik lagi ajaibnya, burung cenderawasih ini tidak lenyap seperti
bangkai binatang yang lain. Ini kerana ia dikatakan hanya makan embun syurga
sebagai makanannya. Malahan ia mengeluarkan bau atau wangian yang sukar
untuk diperkatakan. Burung cenderawasih mati dalam pelbagai keadaan. Ada
yang mati dalam keadaan terbang, ada yang mati dalam keadaan istirahat dan
ada yang mati dalam keadaan tidur.
Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah menjalankan kajian secara
rapi untuk menerima hakikat sebenar mengenai BURUNG CENDERAWASIH
ini. Mengikut kajian ilmu pengetahuan yang dijalankan, burung ini lebih
terkenal di kalangan penduduk nusantara dengan panggilan Burung
Cenderawasih. Bagi kalangan masyarakat China pula, burung ini dipanggil
sebagai Burung Phoenix yang banyak dikaitkan dengan kalangan kerabat istana
Maharaja China. Bagi kalangan penduduk Eropah, burung ini lebih terkenal
dengan panggilan ‘Bird of Paradise‘. Secara faktanya, asal usul burung ini gagal
ditemui atau didapathingga sekarang. Tiada bukti yang menunjukkan ianya
berasal dari alam nyata ini. Namun satu lagi fakta yang perlu diterima, burung
cenderawasih turun ke bumi hanya di IRIAN JAYA (Papua sekarang),
Indonesia saja. Tetapi yang pelik namun satu kebenaran burung ini hanya turun
seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia turun untuk mati. Sesiapa yang
menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu, kebanyakan burung cenderawasih
yang anda saksikan mungkin berumur lebih dari 10 tahun, 100 tahun atau
sebagainya. Kebanyakkannya sudah beberapa generasi yang mewarisi burung
ini.
Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk bahawa burung cenderawasih
mempunyai pelbagai kelebihan. Seluruh badannya daripada dalam isi perut
sehinggalah bulunya mempunyai khasiat yang misteri. Kebanyakannya
digunakan untuk perubatan. Namun ramai yang memburunya kerana ‘tuahnya’.
Burung cenderawasih digunakan sebagai ‘pelaris’. Baik untuk pelaris diri atau
perniagaan. Sekiranya seseorang memiliki bulu burung cenderawasih sahaja
pun sudah cukup untuk dijadikan sebagai pelaris. Mengikut ramai orang yang
ditemui memakainya sebagai pelaris menyatakan, bulu burung cenderawasih ini
merupakan pelaris yang paling besar. Hanya orang yang memilikinya yang tahu
akan kelebihannya ini. Namun yang pasti burung cenderawasih bukannya
calang-calang burung. Penuh dengan keunikan, misteri, ajaib, tuah.
04. PENGEMBARA YANG LAPAR

Tersebutlah kisah tiga orang sahabat, Kendi, Buyung dan Awang yang sedang
mengembara. Mereka membawa bekalan makanan seperti beras, daging, susu
dan buah-buahan. Apabila penat berjalan mereka berhenti dan memasak
makanan. Jika bertemu kampung, mereka akan singgah membeli makanan
untuk dibuat bekal dalam perjalanan.
Pada suatu hari, mereka tiba di kawasan hutan tebal. Di kawasan itu mereka
tidak bertemu dusun atau kampung. Mereka berhenti dan berehat di bawah
sebatang pokok ara yang rendang. Bekalan makanan pula telah habis. Ketiga-
tiga sahabat ini berasa sangat lapar,
“Hai, kalau ada nasi sekawah, aku akan habiskan seorang,” tiba-tiba Kendi
mengeluh. Dia mengurut-ngurut perutnya yang lapar. Badannya disandarkan ke
perdu pokok ara.
“Kalau lapar begini, ayam panggang sepuluh ekor pun sanggup aku
habiskan,” kata Buyung pula.
“Janganlah kamu berdua tamak sangat dan bercakap besar pula. Aku pun
lapar juga. Bagi aku, kalau ada nasi sepinggan sudah cukup,” Awang bersuara.
Kendi dan Buyung tertawa mendengar kata-kata Awang.
“Dengan nasi sepinggan, mana boleh kenyang? Perut kita tersangatlah
lapar!” ejek Kendi. Buyung mengangguk tanda bersetuju dengan pendapat
Kendi.
Perbualan mereka didengar oleh pokok ara. Pokok itu bersimpati apabila
mendengar keluhan ketiga-tiga pengembara tersebut lalu menggugurkan tiga
helai daun.
Bubb! Kendi, Buyung dan Awang terdengar bunyi seperti benda terjatuh.
Mereka segera mencari benda tersebut dicelah-celah semak. Masing-masing
menuju ke arah yang berlainan.
“Eh,ada nasi sekawah!” Kendi menjerit kehairanan. Dia menghadap
sekawah nasi yang masih berwap. Tanpa berfikir panjang lalu dia menyuap nasi
itu dengan lahapnya.

“Ayam panggang sepuluh ekor! Wah, sedapnya!” tiba-tiba Buyung pula


melaung dari arah timur. Serta-merta meleleh air liurnya. Seleranya terbuka.
Dengan pantas dia mengambil ayam yang paling besar lalu makan dengan
gelojoh.
Melihatkan Kendi dan Buyung telah mendapat makanan, Awang semakin
pantas meredah semak. Ketika Awang menyelak daun kelembak, dia ternampak
sepinggan nasi berlauk yang terhidang. Awang tersenyum dan mengucapkan
syukur kerana mendapat rezeki. Dia makan dengan tenang.
Selepas makan, Awang rasa segar. Dia berehat semula di bawah pokok ara
sambil memerhatikan Kendi dan Buyung yang sedang meratah makanannya.
“Urgh!” Kendi sendawa. Perutnya amat kenyang. Nasi di dalam kawah
masih banyak. Dia tidak mampu menghabiskan nasi itu. “Kenapa kamu tidak
habiskan kami?” tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya kepada Kendi.
“Aku sudah kenyang,” jawab Kendi.
“Bukankah kamu telah berjanji akan menghabiskan kami sekawah?” Tanya
nasi itu lagi.
“Tapi perut aku sudah kenyang,” jawab Kendi.
Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyerkup
kepala Kendi dan nasi-nasi itu menggigit tubuh Kendi. Kendi menjerit meminta
tolong.
Buyung juga kekenyangan. Dia cuma dapat menghabiskan seekor ayam
sahaja. Sembilan ekor ayam lagi terbiar di tempat pemanggang. Oleh kerana
terlalu banyak makan, tekaknya berasa loya. Melihat baki ayam-ayam panggang
itu, dia berasa muak dan hendak muntah. Buyung segera mencampakkan ayam-
ayam itu ke dalam semak.
“Kenapa kamu tidak habiskan kami?” tiba-tiba tanya ayam-ayam panggang
itu.
“Aku sudah kenyang,” kata Buyung. “Makan sekor pun perut aku sudah
muak,” katanya lagi.
Tiba-tiba muncul sembilan ekor ayam jantan dari celah-celah semak di
kawasan itu. Mereka meluru ke arah Buyung.
Ayam-ayam itu mematuk dan menggeletek tubuh Buyung. Buyung
melompat-lompat sambil meminta tolong.

Awang bagaikan bermimpi melihat gelagat rakan-rakannya. Kendi terpekik


dan terlolong. Buyung pula melompat-lompat dan berguling-guling di atas
tanah. Awang tidak dapat berbuat apa-apa. Dia seperti terpukau melihat
kejadian itu.
Akhirnya Kendi dan Buyung mati. Tinggallah Awang seorang diri. Dia
meneruskan semula perjalanannya.
Sebelum berangkat, Awang mengambil pinggan nasi yang telah bersih.
Sebutir nasi pun tidak berbaki di dalam pinggan itu.
“Pinggan ini akan mengingatkan aku supaya jangan sombong dan tamak.
Makan biarlah berpada-pada dan tidak membazir,” kata Awang lalu beredar
meninggalkan tempat itu.

5. HIKAYAT JAYA LENGKARA


Tersebut cerita seorang raja yang terlalu besar kerajaannya, Saeful Muluk
namanya, Ajam Saukat nama kerajaanya. Adapun raja ini telah berkawin
dengan Putri Sukanda Rum. Tetapi oleh karena permaisurinya tidak beranak, ia
berkawin dengan Putri Sukanda baying-bayang. Hatta berapa lamanya, Puteri
Sukanda bayang-bayangpun beranak anak kembar yang diberi nama Makdam
dan Makdim. Permaisuri takut kehilangan kasih sayang raja sama sekali, lalu
berdoa meminta anak. Doanya dikabulkan. Hatta berapa lamanya, ia pun
beranaklah seorang anak laki-laki yang terlalu baik rupanya. Anak itu ialah Jaya
Lengkara. Adapun semasa Jaya Langkara jadi itu, negeri pun terlalu makmur,
makanan murah dan banyak pedagang yang datang pergi. Segala ahli nujum,
hulubalang dan rakyat sekalian juga mengucap syukur kepada Alloh.
Kemudian raja menyuruh anaknya yang lain ,Makdam dan Makdim pergi
bertanyakan nasib Jaya Langkara pada seorang kadi. Kadi itu meramalkan
bahwa Jaya Langkara akan menjadi raja besar yang terlalu banyak sakti dan
segala raja-raja besar tiada yang dapat melawannya dan segala margastua juga
tunduk kepadanya dengan khidmat. Mendengar ramalan yang demikian,
Makdam dan Makdim menjadi sakit hatinya. Mereka berdusta kepada ayahanda
mereka dengan mengatakan, jikalau Jaya Langkara ada dalam negeri, negeri
akan binasa, beras padi juga akan menjadi mahal. Raja termakan fitnah ini dan
membuang Jaya Langkara dengan bundayanya dari negeri.
Naga guna menyelamatkan Jaya Langkara. Bersama-sama mereka akan
pergi ke negeri Peringgi. Jaya Langkara menewaskan seorang ajar-ajar dan
memaksanya masuk islam. Dengan bantuan raja jin yang sudah masuk islam, ia
membebaskan Makdam dan Makdim dari penjara. Ratna Kasina dan Ratna
Dewi dikawinkan dengan Makdam.Bunga Kumkuma putih juga sudah
diperolehnya.
Mangkubumi mesir coba mengambil bunga itu dari jaya langkara dan
ditewaskan. Jaya Langkara mengampuni dia, bila mendengar sebab-sebab ia
ingin mendapat kan bunga itu. Jaya Langkara pergi ke Mesir dan memohon
supaya puteri Ratna Dewi dikawinkan dengan Makdim. Permaohonan nya
diterima dengan baik oleh raja Mesir. Bersama –sama dengan Ratna Kasina,
Jaya Langkara berangkat ke negeri Ajam Saukat dan menyembuhkan penyakit
raja yang tak lain adalah ayahnya. Selang berapa lamanya, Jaya Langkara
kembali ke hutan untuk mencari bundanya.Ratna Kasina menyusul tidak lama
kemudian, karena tidak tahan di ganggu oleh Makdam dan Makdim yang sudah
ke negeri Ajam Saukat. Karena berahi mereka akan putri Ratna Kasina,
Makdam dan Makdim coba membunuh Jaya Langkara. Naga guna
menyelamatkan dan membawanya bersama-sama dengan Puteri Ratna Kasina
ke negeri Madinah. Raja Madinah sangat bergembira. Jaya Langkara
dikawinkan dengan puteri Ratna Kasina. Raja Madinah sendiri juga berkawin
dengan bunda jaya langkara. Hatta berapa lamanya. Jaya Langkara pun menjadi
raja, negeri Madinah pun terlalu makmur dan besar kerajaannya. Segala raja
besar pun menghantar upeti ke madinah setiap tahun.
Penutup
Demikianlah makalah yang kami buat
ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon
maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang
jelas, demengerti, dan lugas. Karena kami
karna kami hanyalah manusia biasa yang
tak luput dari kesalahan dan kami juga
sangat mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Sekian penutup dari kami
semoga dapat diterima di hati dan kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya

Anda mungkin juga menyukai