Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

Chronic kidney disease (CKD)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pembimbing: Cornelia Dede, S. Kep., Ns.,M. Kep

Disusun oleh

RAHMAWATI MUHAMMAD SALEH


16160058

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2016

LAPORAN PENDAHULUAN

1
Chronic kidney disease (CKD)

A. Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) adalah kerusakan ginjal untuk sedikitnya
3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomelurus filtation rate (GFR) (Nahas
& Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis adalah kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia atau azotemia (smeltzer, 2009).
Gagal ginjal kronis adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat. Azotemia
adalah peningkatan BUN dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma
meningkat. Uremia adalah sindrom akibat gagal ginjal yang berat. Gagal
ginjal terminal adalah ketidakmamapuan renal berfungsi dengan adekuat
untuk keperluan tubuh (harus dibantu dialisis dan transplantasi) (Manjoer,
2008)
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal
dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006). Gagal ginjal kronis adalah terjadi
apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan yang
cocok untuk kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible (Baradero, 2009).
Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli dapat diambil
kesimpulan bahwa chronic kidney disease atau gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga
ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan
cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia.

B. Stadium gagal ginjal kronik


Tahap chronic kidney disease (CKD) menurut kidney, (2007) diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Tahap I: kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat, GFR > 90
ml/menit/1,73 m.
2. Tahap II: penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73 m.
3. Tahap III: penurunan GFR sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m.
4. Tahap IV: penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m.
5. Tahap V: gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m.
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin (ml/menit) = (140-umur) x berat badan (kg)
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.

C. Etiologi
Menurut Price dan Wilson, (2006) penyebab gagal ginjal kronik
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis.

2
3. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
7. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,
neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi
prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan
uretra)

D. Anatomi fisiologi
1. Anatomi ginjal

Gambar 1. Letak ginjal


Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2006), ginjal merupakan
organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri
karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi iga
kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak setinggi iga
kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar
terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga
dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh
bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran normal biasanya tidak
teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan
anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub bawah ginjal kanan yang
berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai
kapsula renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen
dan isinya oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut
dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap
ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena
renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali kedalam vena kava inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm
(4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan
beratnya sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas
dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi

3
lateral ginjal berbentk cekung karena adanya hilus. Gambar anatomi ginjal
dapat dilihat dalam gambar. 2

Gambar 2. Anatomi khusus ginjal


Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi
menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam.
Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranid
piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna
bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh
segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks)
dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam
perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu
membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis ginjal. Gambar
penampang ginjal dapat dilihat pada gambar. 3

Gambar 3. Penampang ginjal


Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri
atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya
sekitar satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur
dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang
mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke
duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari
tubulus proksimal. Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai
kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang mengandung urine ini
dikenal dengan nama ruang bowmen atau ruang kapsular. Kapsula
bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel parielalis berbentuk gepeng
dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih
besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar
dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kakikaki
yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan membrana
basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang

4
bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat diantara
pedosit biasanya disebut celah pori-pori.

Gambar 4. Anatomi nefron


Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap
arteri renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang
tersebut menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan
selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis
piramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk
arteriolaarteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks,
arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada
rumbai-rumbai kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau
glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler
peritubular.

Gambar 5. Anatomi glomerolus


Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam
jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya
mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml
permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).

2. Fisiologi ginjal
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses
pembentukan urin menurut Syaeifudin (2006).
a) Fungsi ginjal
Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting
dalam sistem organ tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja
organ lain dan sistem lain dalam tubuh. Ginjal punya dua peranan
penting yaitu sebagi organ ekresi dan non ekresi.
Sebagai sistem ekresi ginjal bekerja sebagai filtran senyawa
yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh seperti urea, natrium dan
lain-lain dalam bentuk urin, maka ginjal juga berfungsi sebagai

5
pembentuk urin. Selain sebagai sistem ekresi ginjal juga sebagai
sistem non ekresi dan bekerja sebagai penyeimbang asam basa, cairan
dan elektrolit tubuh serta fungsi hormonal. Ginjal mengekresi hormon
renin yang mempunyai peran dalam mengatur tekanan darah (sistem
renin angiotensin aldosteron), pengatur hormon eritropoesis sebagai
hormon pengaktif sumsum tulang untuk menghasilkan eritrosit.
Disamping itu ginjal juga menyalurkan hormon dihidroksi kolekalsi
feron (vitamin D aktif), yang dibutuhkan dalam absorsi ion kalsium
dalam usus.
b) Proses pembentukan urin.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk
kedalam ginjal. Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah
dan bagian plasma darah, kemudian akan disaring dalam tiga tahap
yaitu filtrasi, reabsorsi dan ekresi (Syaefudin, 2006).
1) Proses filtrasi.
Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena
proses aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi
penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah
bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang disaring disimpan
dalam simpay bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium,
klorida sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses reabsorsi.
Pada peroses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar
dari glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat.
Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan proses
obligator. Reabsorsi terjadi pada tubulus proksimal. Sedangkan
pada tubulus distal terjadi penyerapan kembali natrium dan ion
bikarbonat bila diperlukan. Penyerapannya terjadi secara aktif,
dikenal dengan reabsorsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada
papila renalis.
3) Proses ekresi.
Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus
dan diteruskan pada piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter
dan masuk ke fesika urinaria.

E. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu
infeksi, vaskuler, zat toksik, obstruksi saluran kemih yang pada akhirnya akan
terjadi kerusakan nefron sehingga menyebabkan penurunan GFR (Glomelular
Filtration Rate) dan menyebabkan chronic kidney disease (CKD), yang mana
ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat, dari proses sindrom uremia terjadi
pruritus, perubahan warna kulit. Sindrom uremia juga bisa menyebabkan
asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu
menyekresi ammonia (NH3 -) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3 -).
Penurunan eksresi fosfat dan asam organik yang terjadi, maka muntah dan
muntah tidak dapat dihindarkan. Sekresi kalsium mengalami penurunan
sehingga hiperkalemia, penghantaran listrik dalam jantung terganggu

6
akibatnya terjadi penurunan COP (cardiac output), suplai O2 dalam otak dan
jaringan terganggu. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting
dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan
produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan
oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan
mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan
memeriksa clerence kretinin dalam darah yang menunjukkan penurunan
clerence kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan
natrium dapat megakibatkan edema.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolisme. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal
balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan
kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathhormon dari
kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang
(Nurlasam, 2008).

F. Pathway
Terlampir

G. Tanda dan Gejala


Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,
maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda
dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi
lain yang mendasari. Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi
pada sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastro intestinal, neurologis,
pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial menurut Smeltzer, (2009)
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kardiovaskuler:
a) Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron.
b) Gagal jantung kongestif.
c) Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual
sampai dengan terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal,
kusmol, sampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi
feron.
7. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai
pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.
8.

7
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Manjoer, (2008) antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan biokimia plasma untuk meengetahui fungsi ginjal dan
gangguan elektrolit,mikroskopis urin, urin analisa, tes serologi untuk
mengetahui penyebab glumerulonefritis, dan tes tes penyaringan sebagai
persiapan sebelum dialysis (biasanya hepatitis B dan HIV)
2. USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab
gagal ginjal, misal adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat pula
dipakai foto polos abdomen. Jika ginjal lebih kecil dibandingkan usia dan
besar tubuh pasien maka lebih cenderung kea rah gagal ginjal kronik.
3. Pemeriksaan laboratorium darah
BUN, keratin, elektrolit ( Na, K, Ca, Phosphat ) hematologi (Hb,
trombosit, Ht, leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
4. Pemeriksaan urin
Warna, PH, bau, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen)

I. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer
(2009) serta Suwitra (2006) antara lain adalah sebagai berikut :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
10.
J. Penatalaksanaan Medis
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai
dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum.
Menurut Suwitra (2006), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat
dalam tabel berikut :

8
Tabel 1. Derajat CKD
Deraja LFG Perencanaan penatalaksanaan terapi
t (ml/mnt/1,873
m2)
1. > 90 Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya,
kondisi komorbid, evaluasi pemburukan
(progresion) fungsi ginjal, memperkecil
resiko kardiovaskuler.
2. 60-89 Menghambat pemburukan (progresion)
fungsi ginjal.

3. 30-59 Mengevaluasi dan melakukan terapi pada


komplikasi.

4. 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis).

5. < 15 Dialysis dan mempersiapkan terapi


penggantian ginjal (transplantasi ginjal).

Sumber : Suwitra 2006.


Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal
tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono
grafi, biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan
indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah
menurun sampai 2030 % dari normal terapi dari penyakit dasar sudah
tidak bermanfaat.
2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
pada pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi
komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Penting sekali untuk
mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit
CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah
terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur
seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss
(IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas
tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan
kalium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu pembatasan
obat dan makanan yang mengandung kalium (sayuran dan buah) harus
dibatasi dalam jumlah 3,5-5,5 mEg/lt. sedangkan pada natrium dibatasi
untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam
disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal
adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :
a. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt,
sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan
protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50

9
gr diantaranya protein nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan
sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit. Protein perlu
dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan
diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun saat
terjadi malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain
itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor,
sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain
itu pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat
karena fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak
terjadi hiperfosfatemia.
b. Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk
memperkecil resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting
untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara
mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim
konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE
inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini
terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti
proteinuri.
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang
penting, karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh
penyakit komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk
pencegahan dan terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi,
DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian
cairan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi
terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan
penambahan /tranfusi eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk
mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya harus
dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat
4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.

K. Asuhan keperwatan
Menurut Hayrinena (2010), asuhan keperawatan merupakan hal sangat
penting bagi seorang perawat. Kemampuan pemberian pelayanan yang baik
serta kemudian dapat secara efektif dapat mengkomunikasikan tentang
perawatan pasien tergantung pada seberapa baik kualitas informasi yang
diberikan serta dokumentasi yang disediakan untuk dimanfaatkan oleh semua
profesional kesehatan dan antar bidang pelayanan kesehatan.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan
mengacu pada Doenges, serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
a. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang
diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan,
penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting
sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk/
berdiri yang terlalulama dan lingkungan yang tidak menyediakan

10
cukup air minum / mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola
makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti
DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme,
obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga
dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pengkajian pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien Gejalanya adalah
pasien mengungkapkan kalau dirinyasaat ini sedang sakit parah.
Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari
dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien
terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal
yang telah dilarang telah dihindari.
2) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB
dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual,
muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
3) Pola eliminasi.
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan
input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi
konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau
tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
4) Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah,
serta pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya
adalah aktifitas dibantu.
5) Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat
kantung mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
6) Pola persepsi dan koknitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah
penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak
dapat berkomunikasi dengan jelas.
7) Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga
diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya
lebih menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
8) Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya
penurunan kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi
penurunan libido, keletihan saat berhubungan, penurunan kualitas
hubungan.
9) Pola persepsi diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki
menjadi edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya
perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya diri.
10) Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat
mengambil keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
11) Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa
bersalah meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak
dapat melakukan kegiatan agama seperti biasanya.

11
d. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea,
nadi meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebian cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat
dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.

6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek,
perut buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refillebih dari 1 detik.
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik
dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
e. Pemeriksaan penunjang.
1) Pemeriksaan Laboratorium :
a) Urin
(1) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria),
atau urine tidak ada (anuria).
(2) Warna : Secara normal perubahan urine mungkin
disebabkan oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel
koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
(3) Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada
1,010menunjukkan kerusakan ginjal berat).
(4) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
b) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
c) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak
mampu mereabsorbsi natrium.

12
d) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila sel darah merah
(SDM) dan fregmen juga ada.
e) Darah
(1) Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah
yaitu 5).
(2) Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada
adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
(3) SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada
defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia.
(4) GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis
metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksekresi hidrogen dan
amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat
menurun PCO2 menurun.
(5) Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan
natrium atau normal (menunjukkan status dilusi
hipernatremia).
(6) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
dengan perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran
jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir , perubahan
EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq
atau lebih besar.
Magnesium terjadi peningkatan fosfat, kalsium
menurun. Protein (khuusnya albumin), kadar serum
menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas serum lebihbesar dari 285 mosm/kg, sering
sama dengan urine.
2) Pemeriksaan Radiologi
a) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran
ginjal dan adanya masa , kista, obtruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
b) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
c) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
e) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran
ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obtruksi (batu).
f) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan
megidentifikasi ekstravaskuler, massa.
g) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis
ginjal.
h) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan
ukuran kandung kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi.
i) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat
ketat dengan diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat.
Serta dilakukan pembatasan yang sangat ketat pula pada
asupan cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.

13
j) pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan
terapi obat anti hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang
berguna sebagai pengontol pada penyakit DM, sampai
selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan transplantasi.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa keperawatan pada masalah chronic kidney disease
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia mual muntah.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.

14
3. Intervensi Kepeawatan

4.
5. Diagnosa
N 6. Tujuan dan Kriteria Hasil 7. Intervensi
Keperawatan
8. 9. Ketidakefektifan 11. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 15. NIC : Respiratory monitoring
1 pola napas berhubungan diharapkan klien menunjukkan pola napas efektif. 1) Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya
dengan hiperventilasi 12. NOC: Respiratory Status gerak otot dada, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda
paru. 13. Kriteria Hasil: vital.
10. 1) Gas Darah Analisa (GDA) dalam rentang normal. 2) Catat pengembangan dada dan posisi trakea.
2) Tidak ada tanda sianosis maupun dispnea. 3) Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau napas
3) Bunyi napas tidak mengalami penurunan. dalam.
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal (RR 16-24 x/menit). 4) Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau napas
14. dalam.
5) Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler.
6) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit).
7) Kolaborasikan pemeriksaan GDA dan foto thoraks.
8) Kolaborasikan pemberian oksigen pada ahli medis.
16.
17. 18. Ketidakseimbang 20. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 24. NIC : Nutritional Management
2 an nutrisi kurang dari diharapkan klien dapat mempertahankan masukan nutrisi 1) Kaji status nutrisi, perubahan berat badan, pengukuran
kebutuhan tubuh yang adekuat. antropometri, nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN,
berhubungan dengan 21. NOC: Nutritional Status kreatinin, protein, dan kadar besi).
intake inadekuat, mual, 22. Kriteria Hasil: 2) Kaji pola diet dan nutrisi pasien, riwayat diet, makanan
1) Pengukuran antropometri dalam batas normal. kesukaan, hitung kalori.
muntah, anoreksia.
2) Perlambatan atau penurunan berat badan yang cepat tidak 3) Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi
19.
terjadi. misalnya adanya anoreksia, mual dan muntah, diet yang
3) Pengukuran albumin dan kadar elektrolit dalam batas tidak menyenangkan bagi pasien, kurang memahami diet.
normal. 4) Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah

15
4) Peneriksaan laboratorium klinis dalam batas normal. natrium, diantara waktu makan.
5) Pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi 5) Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya
sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia. dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea serta kadar
23. kreatinin.
6) Timbang berat badan harian.
25.
26. 27. Ketidakefektifan 29. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 33. NIC : Circulatory Status
3 perfusi jaringan diharapkan perfusi jaringan adekuat. 1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna
serebral berhubungan 30. NOC: Circulation Status kulit dan dasar kuku.
dengan penurunan 31. Kriteria Hasil: 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
1) Membran mukosa warna merah muda. 3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu
suplai O2 dan nutrisi ke
2) Kesadaran pasien compos mentis. lingkungan dan tubuh hangat sesuai dengan indikasi.
jaringan sekunder. 3) Pasien tidak ada keluhan sakit kepala 4) Kolaborasi untuk pemberian O2.
28. 4) Pasien tidak mengalami sianosis ataupun hipoksia. 5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (hemoglobin).
5) Capillary refill kurang dari 3 detik. 34.
6) Nilai laboratorium dalam batas normal (Hb 12-15 gr%).
7) Konjungtiva tidak anemis.
8) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (TD: 120/80 mmHg,
Nadi 60-100 x/menit, RR:16-24x/menit, S:36,5OC-37,5 OC)
32.
35.36. Kelebihan 38. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 42. NIC : Fluid Management
4 volume cairan diharapkan kelebihan cairan/edema dapat teratasi. 1) Monitor status cairan, timbang berat badan harian,
berhubungan dengan 39. NOC: Fluid Balance keseimbangan input dan output, turgor kulit dan adanya
penurunan haluaran 40. Kriteria Hasil : edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi.
1) Tercipta kepatuhan pembatasan diet dan cairan. 2) Batasi masukan cairan
urine dan retensi cairan
2) Turgor kulit normal tanpa edema. 3) Identifikasi sumber potensial cairan, medikasi dan
dan natrium. 3) Intake dan output seimbang. cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan
37. 4) Tanda-tanda vital normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi 60-100
intravena.
x/menit, RR:16-24x/menit, S:36,5OC-37,5 OC). 4) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan

16
41. cairan.
5) Kolaborasi pada medis dalam pembatasan cairan
intravena antara 5-10 tetes permenit, dan pembatasan
obat-obatan cair.
43.
44. 45. Intoleransi 47. NOC: Self Care : ADL 51. NIC :
5 aktivitas faktor 48. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
yang diharapakan klien bertoleransi terhadap aktivitas. aktivitas.
berhubungan 49. Kriteria Hasil : 2) Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan 3) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
dengan
tekanan darah, nadi dan RR. 4) Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
keletihan,
2) Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara secara berlebihan.
anemia, retensi 5) Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
mandiri.
produk sampah 3) Keseimbangan aktivitas dan istirahat. (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
dan prosedur 4) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat. perubahan hemodinamik).
dialisis. 5) Level kelemahan. 6) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien.
46. 6) Energy psikomotor. 7) Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
7) Status kardiopulmonary adekuat. merencanakan progran terapi yang tepat.
8) Sirkulasi status baik. 8) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
9) Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat dilakukan.
9) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
50.
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
10) Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas.
11) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan.
12) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual.

52.

17
53.
54.

18
55. Daftar Pustaka

56. Baradero, M. (2009). Klien Gangguan Ginjal : Seri Asuhan Keperawatan.


Jakarta: EGC.
57. Carpenito, L.J. (2006). Rencana asuhan dan pendokumentasian
keperawatan (Edisi 2), Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC.
58. CDC. (2007). Prevalence of Chronic Kidney Disease and Associated Risk
Factors. United states: Center for Disease Control and Prevention.

http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5608a2.Pdf.
Diakses 21 Desember 2015.
59. Hidayat A. A. (2008).Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
60. Hayrinena, K. J. (2010). Evaluation Of Electronic Nursing
Documentation- Nursing Process Model And Standardized
Terminologies As Keys To Visible And Transparent Nursing.
61. Manjoer, A. dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran (Jilid 1 edisi 3).
Jakarta: Media Aesculapius.
62. Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
63. Nahas, M.E & Levin, A. (2010). Chronic kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA: Oxford University
Press.
64. NANDA, NIC-NOC. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnose Medis & NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media
Action Publishing.
65. Price dan Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
66. Potter, P. A.& Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.
67. Smeltzer, S. C., & Bare B. G. ( 2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth ( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
68. Suwitra, K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., (Edisi 4). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 570-573.
69. Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan,
Edisi 3, Editor Monica Ester. Jakarta: EGC.
70. Syaefudin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa keperawatan.
Alih bahasa Monica Ester. Edisi 3. Jakarta: EGC.

19
71. Setiadi. (2012).Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

72.

73. Mengetahui

Klaten Desember 2016

74. Mahasiswa Clinical


Instructure

75.

76.

77. Rahmawati Muhammad Saleh


(.................................)

78. NIM : 16160058

79.

80.

81. Pembimbing Akademik

82.

83.

84.

85. Cornelia Dede, S. Kep., Ns.,M. Kep

86.

87.

88.

89.

90.

91.

92.

20
93.

94.

95.

96.

21

Anda mungkin juga menyukai