Anda di halaman 1dari 36

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

BIDANG PELAYANAN KESEHATAN

III.1 Bidang Pelayanan Kesehatan.(12)


Bidang Pelayanan Kesehatan merupakan bagian kerja dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor.Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas

membantu Kepala Dinas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dalam

pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan.BidangPelayanan

Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berkedudukan dibawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.Bidang Pelayanan kesehatan Dinas

kesehatan Kabupaten Bogor membawahi seksi-seksi yang terdiri dari :


1 Seksi Pelayanan Kesehatan dan Rujukan.
2 Seksi Farmasi dan Pengawasan Obat dan Makanan (POM).
3 Seksi Pelayanan Upaya Kesehatan.
BerdasarkanPerda No. 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dinas Daerah,

Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas yaitu :

1. Pengelolaan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.

2. Pengelolaan pelayanan kefarmasian dan POM.

3. Pengelolaan pelayanan upaya kesehatan.

III.3.1
Seksi Farmasi dan Pengawasan Obat dan Makanan (POM).

27
28

Seksi Farmasi dan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), mempunyai

tugas membantu Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dalam melaksanakan

pelayanan farmasi serta pengawasan obat dan makanan. Seksi ini berfungsi :

1. Penyusunan petunjuk teknis kefarmasian dan pengawasan obat dan makanan;

2. Perencanaan kebutuhan obat pelayanan kesehatan dasar;

3. Pengelolaan dan pembinaan obat pelayanan kesehatan dasar;

4. Pembinaan dan pengendalian distribusi obat;

5. Pelayanan dan pengendalian administrasi apotek dan toko obat;

6. Pengelolaan perbekalan farmasi;

7. Pelayanan dan pengendalian administrasi rekomendasi izin Pedagang Besar

Farmasi (PBF), Pedagang Besar Alat Kesehatan (PBAK), dan Industri Kecil

Obat Tradisional (IKOT); dan

8. Pengawasan dan pembinaan obat esensial, industri makanan rumah tangga dan

perbekalan farmasi.

III.3.2 Seksi Pelayanan Upaya Kesehatan.

Seksi Pelayanan Upaya Kesehatan, mempunyai tugas membantu Kepala

Bidang Pelayanan Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan upaya kesehatan,

mempunyai fungsi :

1. Penyusunan petunjuk teknis pelayanan upaya kesehatan;

2. Pelayanan dan pengendalian administrasi, registrasi, akreditasi dan sertifikasi

sarana kesehatan dan praktek tenaga kesehatan;

3. Pengelolaaan, pembinaan dan pengendalian sarana pelayanan kesehatan;


29

4. Pelayanan dan pengendalian administrasi sarana kesehatan, praktek

berkelompok, klinik umum/spesialis, klinik dokter keluarga, kedokteran

komplementer, dan pengobatan tradisional; dan

5. Pengelolaan pelayanan administrasi dan rekomendasi sarana upaya pelayanan

kesehatan.

III.2 Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor melaksanakan kebijakan teknis yang

ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten Bogor yaitu, melaksanakan pembinaan,

pengawasan dan pengendalian terhadap teknis pelaksanaan program administrasi.

Pembinaan, pengawasan dan pengendalian berfungsi untuk memantau proses-

proses dan produk-produk layanan dibidang kesehatan secara efektif dan efisien

dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada

masyarakat sehingga kepuasan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan akan

dapat dipenuhi secara optimal sesuai dengan sumber daya yang ada.

1. Pembinaan dan Pengawasan

Kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan yaitu:

a. Melakukan pengawasan untuk Produksi, Peredaran, Penggunaan dan

Distribusi Obat dan Makanan di Kabupaten Bogor.


b. Pengumpulan dan Pengolahan data Pengawasan Obat dan Makanan

(POM) meliputi laporan narkotika, psikotropika dan obat generik.


c. Penyusunan petunjuk teknis dan staff teknis pengawasan obat dan

makanan (POM).

Pembinaan merupakan kegiatan untuk menyiapkan, mengembangkan

pengetahuan,sikap dan keterampilan petugas agar mempunyai kompetensi


30

untuk memenuhi persyaratan yang dapat dilaksanakan melalui kegiatan

sosialisasi, bimbingan teknis, rujukan teknologi, forum komunikasi,

konsultasi, pelatihan, studi banding, seminar dan penyuluhan.Sedangka

pengawasan adalah teknik pemantauan yang bertujuan melihat adanya

kesesuaian antara pelaksanaan suatu kegiatan dengan prosedur.

2. Pengendalian

Pengendalian merupakan kegiatan dalam rangka untuk menghindari

penyalahgunaan khususnya obat-obat Narkotika dan Psikotropika. Untuk

menghindari hal tersebut maka harus dilakukan Pencatatan atau pelaporan

setiap bulannya, yang meliputi jumlah Narkotika dan Psikotropika yang

digunakan dalam pengobatan. Sehingga penggunaan obat-obat tersebut bisa

dikendalikan pengeluarannya. Sistem pelaporan dalam bentuk software

aplikasi yaitu Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) yang

dapat diakses secara online

Salah satu pengendalian yang dilakukan oleh seksi Farmasi dan

Pengawasan Obat dan Makanan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, yaitu

evaluasi hasil pelaporan penggunaan Narkotik dan Psikotropik.

Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik wajib

membuat, menyimpan dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan

/ penggunaan narkotika dan psikotropika, setiap bulan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat.

Laporan tersebut terdiri atas :

a) Nama, bentuk sediaan dan kekuatan Narkotika dan Psikotropika;


b) Jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c) Jumlah yang diserahkan.
31

Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan

pemasukan dan penyerahan / penggunaan Narkotika dan Psikotropika sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Sistem pelaporan tersebut

dapat dilakukan secara elektronik dan disampaikan bulan berikutnya.

Untuk mempermudah pelaporan, Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia mengembangkan sistem Pelaporan Narkotika dan

Psikotropika (SIPNAP). Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh sarana

distribusi, Unit Pelayanan, Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota, Dinas

Kesehatan Kabupaten / Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi seluruh

Indonesia. Jika unit pelayanan belum terdaftar silahkan mendaftar terlebih

dahulu di http://www.sipnap.kemkes.go.id.

Sistem pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) merupakan

suatu bentuk pengawasan dan pengendalian sarana kefarmasian baik

produksi, distribusi dan pelayanan dengan tujuan mencegah terjadinya

penyalahgunaan.Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam menjalankan

tugas dan fungsi Binwasdal mempunyai wewenang dalam memverifikasi

laporan Narkotika dan Psikotropika disetiap sarana kefarmasian yang berada

di wilayah Kabupaten Bogor. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap bulannya

oleh Seksi Farmasi dan Pengawsan Obat Makanan di Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor.Hasil rekapitulasi pelaporan penggunaan Narkotika dan

Psikotropika dari unit pelayanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek)

dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan pelaporan


32

SIPNAP, selanjutnya Provinsi melaporkan ketingkat yang lebih tinggi (Dirjen

Binfar dan Alkes).

SIPNAP dilakukan secara online menggunakan aplikasi yang

dikembangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (sekarang

Kementrian Kesehatan RI). Tujuannya ialah membangun sistem yang dapat

terintegrasi dalam melakukan pengawasan secara menyeluruh dari

penyediaan hingga penyerahan obat golongan narkotika dan psikotropika

sehingga dapat meminimalkan bahaya penyalahgunaan serta peredaran gelap

narkotika dan psikotropika.Pelaporan melalui SIPNAP juga bertujuan

menjamin ketersediaan narkotika dan psikotropika jenis tertentu yang sangat

dibutuhkan.

III.2.1 Penggolongan Narkotika dan Psikotropika.


1. Penggolongan Narkotika.(3)

Narkotika adalahzat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Penggolongan narkotika yang dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu :

a. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk

reagensia diagnostik serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan

persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala BPOM dan dilarang

digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Contoh: kokain,


33

opium, heroin, ganja, Tetrahydrocannabinol, Delta 9

tetrahydrocannabinol ,metilendioksi metilamfetamin (MDMA).


b. Narkotika golongan II, adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan,

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan

atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin,

normetadona, metadona.
c. Narkotika golongan III, adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Contoh : kodein, norkodeina, etilmorfina.

Narkotika bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan

kesehatan serta pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat menimbulkan

ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa

pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.

2. Penggolongan Psikotropika.(4)

Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun

sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif

pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas

mental dan perilaku.Penggolongan psikotropika yang dibedakan ke dalam

beberapa golongan yaitu :

a. Psikotropika golongan 1 hanya dapat digunakan untuk kepentingan

kesehatan dan/ilmu pengetahuan. Psikotropika gololongan 1 ini dilarang

diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, contoh :

bromlamfentamina, etikslidina, etriptamina, tenamfetamina.


34

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sidrom ketergantungan.

Contoh : amfentamina, metamfetamina, deksamfetamina, sekobarbital

c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sidrom ketergantungan.

Contoh : amobarbital, buprenofrina, pentobarbital dan siklobarbital.

d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkasiat pengobatan

dan dapat digunakan dan sangat digunakan dalam terapi dan/atau untuk

tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang menyebabkan

ketergantungan. Contoh : allobarbital, alprazolam, diazepam,

haloksazolam, klobazam.

III.2.2 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika.

Pengelolaan obat narkotika dan psikotropika dalam sarana kefarmasian

memiliki peran khusus yang perlu diperhatikan. Pengelolaan obat narkotika dan

psikotropika meliputi proses pemesanan obat, penyimpanan obat, pelayanan resep

yang mengandung obat narkotika dan psikotropika, pemusnahan obat serta

pelaporan obat. Pengelolaan obat narkotika dan psikotropika meliputi:

1. Pemesanan Narkotika
35

Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan oleh Pedagang Besar

Farmasi (PBF). Surat pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA

dengan menggunakan surat pesanan sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap,

dimana satu surat pesanan hanya berlaku untuk satu jenis narkotika dan

dilengkapi dengan nomor SIK apoteker serta stempel apotek.

2. Penyimpanan Narkotika

Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No 3 tahun

2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan

Narkotika Psikotropika dan Prekusor Farmasi pasal 24yaitu Tempat

penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di fasilitas

produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus mampu

menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor

Farmasi. Sesuai dengan ketentuan pada pasal 33 ayat (1) Apotek, Instalasi

Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga

Ilmu Pengetahuan harus memiliki tempat penyimpanan Narkotika atau

Psikotropika berupa lemari khusus. Tempat khusus tersebut harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut sesuai yang tertera pada pasal 26 ayat (3):

a. Terbuat dari bahan yang kuat.


b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang

berbeda.
c. Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi

Farmasi Pemerintah.
d. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk

Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi

Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan; dan


36

e. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker

yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.


f. Pelayanan resep mengandung narkotika
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 3 tahun 2015 Apotek hanya

dapat melakukan penyerahan narkotika kepada Apotek lainnya,

Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,

Dokter, dan Pasien. Apotek hanyadapat menyerahkan narkotika kepada

pasien berdasarkan resep dari dokter.


3. Pemusnahan Narkotika

Pemusnahan narkotika hanya dilakukan dalam hal:

a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku

dan/atau tidak dapat diolah kembali.


b. Telah kadaluarsa.
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan

dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa

penggunaan.
d. Dibatalkan izin edarnya atau.
e. Berhubungan dengan tindak pidana.

Pemusnahan narkotika harus dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan

dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Pemusnahan narkotika

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan

kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan

surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:


i. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi

Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat.


ii. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat

dan Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga

Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi; atau


37

iii. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai

Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi

Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah

Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.


b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas

Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan

setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di

lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat

permohonan sebagai saksi.


c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana

dimaksud pada huruf b.


d. Narkotika dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan produk ruahan

harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang

berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.


e. Narkotika dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran

secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.

Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan

kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang

melaksanakan pemusnahan Narkotika harus membuat Berita Acara

Pemusnahan paling sedikit memuat :

i. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.


ii. Tempat pemusnahan.
iii. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan.


iv. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain

badan/sarana tersebut.
v. Nama dan jumlah Narkotika yang dimusnahkan.
vi. Cara pemusnahan; dan
38

vii. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/ fasilitas

distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter

praktik perorangan dan saksi.

Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya

disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai.

4. Pelaporan narkotika

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 3 tahun 2015 Apotek,

Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu

Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat, menyimpan, dan

menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika,

setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan

tembusan Kepala Balai setempat. Laporan dapat menggunakan sistem

pelaporan narkotika secara elektronik.

III.3 Pengelolaan Persediaan Obat dan Perbekalan di Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor.(16)

Pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu

kegiatan yang dilakukan oleh Seksi Farmasi dan POM. Pengelolaan obat dan

perbekalan farmasi yang dilakukan oleh Seksi Farmasi dan POM terdiri dari

kegiatan perencanaan obat terpadu, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, evaluasi dan pelaporan.

III.3.1 Perencanaan Obat Terpadu.

Dalam perencanaan obat dan perbekalan kesehatan, Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor membentuk Tim Perencanaan Obat Terpadu dalam


39

rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas melalui koordinasi. Tim ini

menetapkan jenis dan jumlah obat serta perbekalan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pelayanan kesehatan dasar dan program kesehatan yang telah

ditetapkan. Perencanaan yang baik akan menghasilkan pengadaan,

pendistribusian, pelayanan dan penggunaan obat yang baik pula di tiap Tingkat

Unit Pelayanan Kesehatan. Tujuan perencanan obat adalah agar tersusunnya

kebutuhan obat tiap puskesmas, tersedianya jenis dan jumlah obat yang tepat di

tiap puskesmas, menghindari terjadinya kekosongan obat, penggunaan obat secara

rasional dapat lebih ditingkatkan di puskesmas serta peningkatkan efisiensi

penggunaan obat. Manfaat perencanaan obat terpadu yaitu:

1. Menghindari tumpang tindih penggunaan anggaran.

2. Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan.

3. Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran.

4. Estimasi kebutuhan obat lebih tepat.

5. Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat.

6. Pemanfaatan dana pengadaan obat yang lebih optimal.

Tim Perencanaan Obat Terpadu membuat kompilasi pemakaian obat dan

perbekalan kesehatan dengan melihat dan menseleksi kelengkapanLaporan

Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat(LPLPO), dan Rencana Kebutuhan

Obat(RKO) Puskesmas, dimana ke -2 data tersebut merupakan input untuk

menghasilkan Rencana Kebutuhan Obat Dinas Kesehatan. Kemudian tim

perencanaan RKO dari setiap Unit Pelayanan Kesehatan (PKM, Bidang Yankes,

P2M, Laboratorium) membuat laporan dari program yang telah diusulkan. Tim

perencanaan membuat kompilasi data sasaran atau target dengan mengacu pada
40

Konas (Kebijakan Obat Nasional), SK Menkes tentang Harga Obat Generik, serta

pemilihan obat dan perbekalan kesehatan dilihat dari sisa stok yang ada.Dalam

perencanaan kebutuhan obat metode yang digunakan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor adalah :

1. Metode Epidemiologi, didasarkan pada pola penyakit. Langkah-langkah

dalam metode epidemiologi adalah menyediakan pedoman pengobatan yang

digunakan, menentukan jumlah penduduk yang dilayani, menentukan

jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit, serta penghitungan

perkiraan kebutuhan obat.Data yang perlu disiapkan untuk perhitungan

metode epidemiologi antara lain:


1) Perkiraan jumlah populasi
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan

berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara :

0 - 4 tahun.

5 14 tahun.

15 44 tahun.

45 tahun

Atau ditetapkan berdasarkan kelompok dewasa ( 12 tahun) dan anak

(1-12 tahun).
2) Menetapkan pola epidemiologi penyakit.
3) Masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada

kelompok umur yang ada.


4) Menghitung perkiraan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pedoman

pengobatan dasar di puskesmas.


5) Frekuensi kejadianmasing-masing penyakit pertahun untuk seluruh

populasi pada kelompok umur yang ada.


41

6) Menghitung kebutuhan jumlah obat, dengan cara jumlah kasus dikali

jumlah obat sesuai pedoman pengobatan dasar di puskesmas.


7) Untuk menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian

obat dapat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.


8) Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan

mempertimbangkan faktor antara lain:

Pola penyakit

Lead time

Buffer stock

Menghitung kebutuhan obat tahun anggaran yang akan datang.

2. Metode Konsumsi, didasarkan pada analisa data konsumsi obat tahun atau

periode sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan hal

yang harus diperhatikan adalah pengumpulan dan pengolahan data, analisa

data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan obat,

serta penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. Untuk

memperoleh data kebutuhan obat yang mendekat ketepatan maka

dilakukan analisis pemakaian obat tiga tahun sebelumnya atau lebih.Data

yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode konsumsi antara lain

daftar nama obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat

hilang/rusak serta obat kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata

obat per tahun, waktu tunggu (Lead time), stok pengaman (Buffer stok)

dan pola kunjungan.


Rumus :
A= ( B+C + D )E
42

A = Rencana Pengadaan

B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan.

C = Buffer stock (10% - 20%).

D = Lead time 3-6 bulan.

E = Sisa stok

III.3.2 Pengadaan.

Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk

penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan.Pengadaan obat

publik dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan ketentuan dalam

pelaksanaan barang/jasa instasi pemerintah.Tujuan pengadaan obat

adalahtersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan

pelayanan kesehatan, mutu obat terjamin serta obat dapat diperoleh pada saat

diperlukan. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat

adalahkeriteria obat publik dan perbekalan kesehatan,persyaratan

pemasok,penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat, penerimaan dan

pemeriksaan obat dan pemantauan status pesanan.

III.3.3 Penerimaan.

Penerimaan adalah proses serah terima perbekalan farmasi dari pihak ke-3

kepada Tim penerima barang untuk selanjutnya diserahkan ke bendahara obat


43

dalam keadaan baik.Penerimaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar

obat yang diterima sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan

dokumen yang menyertainya dan dilakukan oleh tenaga farmasi.


Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan lainnya di

Seksi Farmasi dan Pengawasan Obat dan Makanan Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor dilakukan oleh tim Penerimaan dan Pemeriksaan Obat yang terdiri dari

yang bekerja :
1. Penerima Barang ( Kuantitatif)
2. Pemeriksa Barang (Kualitatif)
3. Bendahara Obat (Kualitatif dan Kuantitatif)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan barang adalah:
Pemeriksaan surat tanda terima pengiriman barang yang terdiri dari 3

rangkap
Pemeriksaan jumlah dan fisik barang yang disesuaikan dengan faktur.
Pemeriksaan nama obat, sediaan, dosis, asal pabrik, expire date,

nomor registrasi, nomor batch.


Alur penerimaan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor pada gudang farmasi berawal dari obat dan perbekalan

kesehatan yang datang dari rekanan atau distributor diperiksa oleh panitia

pemeriksa meliputi: stempel distributor pada dus obat, diperiksa kelengkapan data

antara faktur dan jumlah pesanan, expired date, nomer batch dan nomor registrasi,

jika sudah sesuai maka tim pemeriksa membuat berita acara yang kemudian

diserahkan untuk disetujui dan ditandatangani oleh Kepala Dinas, setelah disetujui

obat dan perbekalan kesehatan diserahkan kepada kepala Seksi Farmasi dan POM

untuk disimpan digudang farmasi.

III.3.4 Penyimpanan.

Penyimpanan adalah salah satu kegiatan pengamanan fisik dan mutu obat,

dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang


44

memenuhi syarat dan aman, sesuai dengan jenis dan sifat dari obatnya, serta aman

dari pencurian.Tujuan penyimpanan obat, yaitu memelihara mutu obat,

menghindari penggunaan obat yang tidak bertanggungjawab, menjaga

kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan.


Pengaturan tata ruang perlu dilakukan untuk memudahkan dalam

penyimpanan, penyusunan, pencarian, dan pengawasan obat-obatan, maka

diperlukan pengaturan tata ruang yang baik.Faktor-faktor yang perlu diperhatikan

digudang antara lain kemudahan bergerak, sirkulasi udara yang masuk, rak atau

lemari, kondisi penyimpanan khusus, pencegahan kebakaran.Alat pemadam

kebakaran disimpan pada tempat yang mudah dijangkau dan siap untuk

digunakan.Kegiatan penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan meliputi :

1. Obat yang masuk ke bagian perbekalan kesehatan di-crosshceck dengan faktur

penerimaan (kemasan, isi, jumlah, Expired date).

2. Jika sudah sesuai dicatat pada buku masuk/penerimaan obat.

3. Dilanjutkan dengan proses penyimpanan :

Obat ditempatkan sesuai dengan sumber dana.

Penyusunan obat dengan sistem FIFO dan FEFO yaitu obat yang masa

kadaluarsanya lebih awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan

lebih awal sebab pada umumnya obat yang datang lebih awal biasanya

juga diproduksi lebih awal dan masa kadaluarsanya mungkin lebih awal.

Barang ditempatkan pada tempatnya sesuai dengan bentuk sediaan.

Penyusunan obat dalam kemasan besar diatas pallet secara rapi dan teratur.

Untuk obat kemasan kecil dan jumlahnya sedikit disimpan dalam rak dan

dipisahkan antara obat dalam dan obat untuk pemakaian luar dengan

memperhatikan keseragaman nomor batch. Penempatan rak yang tepat dan


45

penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan

pemindahan obat. Penggunaan pallet memberikan keuntungan :

a. Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir, serangan

serangga (rayap).

b. Melindungi sediaan dari kelembaban.

c. Memudahkan penanganan stok.

d. Dapat menampung obat lebih banyak.

e. Pallet lebih murah daripada rak.

Penyimpanan obat diurut secara abjad.

Obat Narkotik dan Psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan selalu

terkunci sesuai dengan peraturan yang berlaku.

4. Membuat catatan penyimpanan obat pada kartu stok.

5. Melakukan pengecekan kesesuaian jumlah/stock fisik dengan kartu stock.

6. Melakukan stock opname minimal 3 bulan sekali.

7. Membuat berita acara stock opname yang ditandatangani oleh Kepala Seksi

dan diketahui Kepala Dinas.

III.3.5 Pendistribusian.

Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan

pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan

jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan

Unit Pelayanan Kesehatan.

Tujuan distribusi:
46

1. Terlaksananya pengiriman barang secara merata dan teratur sehingga dapat

diperoleh pada saat dibutuhkan.


2. Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di Unit

Pelayanan Kesehatan.
3. Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan

program kesehatan.

Kegiatan distribusi obat yang dilakukan sebagai berikut :

1. Perumusan stok optimum

Perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan memperhitungkan

siklus distribusi rata-rata pemakaian, waktu tunggu serta ketentuan mengenai

stok pengaman.Rencana distribusi obat ke setiap unit pelayanan kesehatan

termasuk rencana tingkat persediaan, didasarkan kepada besarnya stok

optimum setiap jenis obat di setiap unit pelayanan kesehatan.

Stock Optimum = pemakaian obat dalam satu periode tertentu +

stock pengaman + waktu

2. Penetapan frekuensi pengiriman obat ke unit pelayanan.

Frekuensi pengiriman obat ke unit pelayanan ditetapkan dengan

memperhatikan :

a.Anggaran yang tersedia.

b. Jarak dan kondisi geografis dari gudang ke unit pelayanan kesehatan.

c.Fasilitas gudang.

d. Sarana yang ada di unit Pelayanan Kesehatan.

3. Penyusunan peta lokasi, jalur dan jumlah pengiriman.

- Pemakaian rata-rata perjenis obat.


47

- Sisa stok.

- Pola penyakit.

- Jumlah kunjungan dimasing-masing sub unit pelayanan kesehatan.

Kegiatan distribusi obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor terdiri dari :

1. Kegiatan Distribusi Rutin

Seksi Farmasi dan POM Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor merencanakan

dan melaksanakan pendistribusian obat-obatan ke puskesmas-puskesmas yang ada

di Kabupaten Bogor dengan sistem distribusi pasif dimana puskesmas dari

berbagai daerah sekabupaten Bogor mengambil sendiri obat dan perbekalan

farmasi di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

Mekanisme pendistribusian obat antara lain :

a. Petugas puskesmas menyerahkan LPLPO untuk diverifikasi oleh seksi

Farmasi dan POM. Evaluasi atau analisa yang dilakukan yaitu pemakaian,

permintaan, sisa stok, stok persediaan di Puskesmas.


b. Pembuatan SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) dan ditandatangani oleh

Kepala Seksi Farmasi dan POM.


c. Penyiapan obat.
d. Pengisian kartu stock.
e. Re-check Obat dan Pengemasan.
f. Melaksanakan penyerahan obat ke Puskesmas-puskesmas
2. Kegiatan Distribusi Khusus

Kegiatan distribusi khusus di Seksi Farmasi dan POM Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor dilakukan sebagai berikut:


48

a Seksi Farmasi dan POM Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan Pengelola

Program Kabupaten Bogor menyusun rencana distribusi obat untuk masing-

masing program sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan program yang

diterimadari Propinsi atau Dinas Kesehatan Kabupaten. Seksi Farmasi dan

POM Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor bekerjasama dengan

penangungjawab program mengusahakan pendistribusian obat sebelum

pelaksanaan kegiatan masing-masing program.


b Distribusi obat program kepada Puskesmas dilakukan oleh Seksi Farmasi dan

POM Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor atas alokasi penanggungjawab

program.
c Untuk Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana alam, distribusi dapat

dilakukan melalui permintaan maupun tanpa permintaan oleh Puskesmas.

Apabila diperlukan, Puskesmas yang wilayah kerjanya terkena KLB bencana

dapat meminta bantuan obat kepada Puskesmas terdekat.

Kegiatan distribusi dilakukan dengan cara:

1. Seksi Farmasi dan POM Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor melaksanakan

distribusi obat pasif ke Puskesmas sesuai kebutuhan masing-masing unit

pelayanan kesehatan.
2. Puskesmas mendistribusikan kebutuhan obat untuk Puskesmas Pembantu,

Puskesmas Keliling dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang ada di

wilayah binaannya.

Proses pengambilan obat yang dilakukan setiap Puskesmas ke gudang

farmasi memiliki waktu yang berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan jumlah

kunjungan pasien, jarak Puskesmas ke gudang farmasi dan kapasitas masing-

masing gudang Puskesmas.

Adapun kegiatan distribusi obat meliputi :


49

1 Menentukan frekuensi distribusi dengan mempertimbangkan :


Jarak sub unit pelayanan
Biaya distribusi yang tersedia
2 Menentukan jumlah obat dengan mempertimbangkan :
Pemakaian rata-rata per jenis obat
Sisa stok
Pola penyakit
Jumlah kunjungan dimasing-masing sub Unit Pelayanan Kesehatan.

III.3.6 Pencatatan dan Pelaporan.

Pencatatan dan pelaporan data obat di Seksi Farmasi dan POM merupakan

rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan obat-obatan secara tertib baik

obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di

Puskesmas dan Unit Pelayanan kesehatan lainnya.Pencatatan dan pelaporan pada

dasarnya digunakan untuk :

a. Bukti bahwa suatu kegiatan pelayanan obat telah dilakukan.

b. Sumber data untuk melakukan pengawasan dan pngendalian.

c. Sumber data untuk membuat laporan pertanggungjawaban dari penerima,

pengelola dan pengguna kepada pemberi sumber.

Kegiatan pencatatan dan pelaporan meliputi :

1. Staff Farmasi dan POM merekap LPLPO dan Data Kunjungan Pasien.
2. Selanjutnya Staf Farmasi dan POM membuat daftar stok obat dan ketersediaan

obat meliputi kartu stok obat, LPLPO, jumlah kunjungan, sisa stok di

komputer.
3. Petugas melakukan stok opname dari data tersebut serta mencocokkan dengan

kartu stok.
4. Petugas melaksanakan evaluasi data.
50

5. Setelah melakukan evaluasi dan stok opname petugas membuat laporan

bulanan dan diketahui Kepala Seksi Farmasi dan POM dan Kepala Bidang

Pelayanan Kesehatan.
6. Dari data laporan bulanan dapat dibuat laporan tahunan yang ditandatangani

Kepala Seksi, KepalaBidang kemudian diserahkan ke Kepala Dinas.

Sarana pencatatan dan pelaporan :

1. Kartu Stok

Kartu stok adalah sarana untuk mencatat mutasi obat di Seksi Farmasi dan

POM Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.Dalam melakukan pencatatan mutasi

obat terdapat 2 macam kartu stok yaitu : kartu obat = model BND. 22& kartu

stok/steling. Kartu obat menggambarkan stok barang pertahun, sedangkan kartu

stok/steling menggambarkan secara keseluruhan stok di gudang dari awal

pencatatan hingga bulan/tahun berjalan.

2. LPLPO

Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) disampaikan oleh

Puskesmas/UPK ke Seksi Farmasi dan POM. Formulir yang digunakan sebagai

dokumen bukti mutasi obat adalah formulir LPLPO atau disebut juga formulir

Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat dibuat rangkap 3 (tiga) antara

lain :

Asli untuk seksi Farmasi dan POM Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
Lampiran
1 dikirim untuk instansi penerima (Puskesmas).
Lampiran 2 untuk arsip Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
3. SBBK (Surat Bukti Barang Keluar)

Kegunaan SBBK :
51

Sebagai bukti pengeluaran obat di Seksi Farmasi dan POM Dinas

Kesehatan Kabupaten Bogor


Sebagai bukti penerimaan obat di Puskesmas
4. Laporan pemakaian Narkotika dan Psikotropika
5. Kompilasi peresepan

III.4 Perizinan.

Berdasarkan Peraturan Bupati No.36 tahun 2015 untuk semua kegiatan

Perizinan termasuk Sarana Pelayanan Kefarmasian dan perizinan Tenaga

Kefarmasian di Kabupaten Bogor dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kabupaten Bogor. Dinas Kesehatan

kabupaten bogor khususnya diperbantukan menjadi tim teknis untuk memberikan

rekomendasi terhadap BPMPTSP apakah sarana yang diajukan pemohon dapat

disetujui, ditangguhkan atau ditolak pemberian izin nya berdasarkan Berita Acara

Hasil Pemeriksaan. Adapun seksi yang berwenang dalam pemberiaan

rekomendasi adalah, dimanaSeksi Pelayanan Upaya Kesehatan, mempunyai tugas

membantu Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan

upaya kesehatan, dan mempunyai fungsi yaitu :

a. Penyusunan petunjuk teknis pelayanan upaya kesehatan.


b. Pelayanan dan pengendalian administrasi, registrasi, akreditasi, praktik

berkelompok, klinik umum/spesialis, klinik dokter keluarga, kedokteran

komplementer, dan pengobatan tradisional.


c. Pengelolaan pelayanan administrasi dan rekomendasi sarana upaya pelayanan

kesehatan.

Pemprosesan permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan dengan

cara:
52

1 Menerima dan meneliti berkas permohonan perizinan dan non perizinan baik

yang termasuk dalam kewenangannya maupun yang tidak termasuk

kewenangannya;
2 Memastikan kelengkapan dan keabsahan berkas permohonan;
3 Mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon, kuasa pemohon

dan/atau wakilnya apabila berkas dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah

untuk dilengkapi;
4 Memilah permohonan sesuai jenis dan kewenangan pelayanan dan

penandatanganan;dan
5 Memproses lebih Ianjut permohonan yang telah memenuhi kelengkapan dan

keabsahan persyaratan bersama dengan tim teknis:


a Melakukan pemeriksaan teknis lebih lanjut untuk permohonan yang

termasuk dalam kewenangannya; dan


b Melakukan rapat pembahasan.
6 Penandatanganan dokumen izin atau non izin dilakukan oleh kepala badan.
7 Penyerahan dokumen izin dan non izin kepada pemohon, kuasa pemohon

dan/atau wakilnya dilakukan oleh petugas pada kantorBPMPTSP Kabupaten

Bogor.
8 Pengarsipan dokumen izin dan non izin dilakukan oleh BPMPTSP Kabupaten

Bogor.
III.4.1 Perizinan Apotik.

Berdasarkan PP 51 tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan

kefarmasian tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian oleh apoteker.Pekerjaan

Kefarmasian yang dimaksud meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu

sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat,

pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, dan pelayanan informasi obat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan


53

No 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketetuan dan Pemberian Izin Apotek.

Suatu Apotek harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:

a. Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja

sama dengan pemilik modal yang telah memenuhi persyaratan harus siap

dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan

farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

b. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan

komoditif yang lain diluar sediaan farmasi.

c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditif yang lain diluar

sediaan farmasi.

Beberapa pesryaratan yang harus diperhatikan dalam mendirikan sebuah

Apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 Tahun

2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu :

1. Sarana dan Prasarana

Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat.Sarana dan prasarana Apotek

dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.Sarana dan

prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di

Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:

a. Ruang penerimaan Resep.

Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat

penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer.

Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan

mudah terlihat oleh pasien.


54

b. Ruang Pelayanan Resep dan Peracikan (produksi sediaan secara terbatas).

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara

terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang

peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan

obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan

pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan

resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan

sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan

(air conditioner).

c. Ruang Penyerahan Obat

Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat

digabungkan dengan ruang penerimaan resep.

d. Ruang Konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi

konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu

konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.

e. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,

kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan

keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan

rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari

penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat

khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.


55

f. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan

dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.


2. Tenaga Kerja / Personalia Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014, Apoteker

adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Pelayanan Kefarmasian di Apotek

diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping

dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi,

Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:


a Persyaratan administrasi
1 Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
2 Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3 Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
4 Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).
b Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
c Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional

Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang

berkesinambungan.
d Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan

diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan

atau mandiri.
e Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan

perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar

pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang

berlaku.
56

Selain itu Tenaga Teknis Kefarmasian yang bekerja diapotek juga harus

memiliki SIKTTK sebagai persyaratan melakukan kewenangan dalam

melakukan praktik kefarmasian, dimana tenaga teknis kefarmasian menurut

UU No.36 Tahun 2014 adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam

pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli madya Farmasi,

dan Analis Farmasi. Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian

mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan Kabupaten /

kotatempat pekerjaan kefarmasian dan mengisi formuliryang telah disediakan

dengan melampirkan:

a. Permohonan Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian.


b. Photo copy STRTTK yang diterbitkan dan dilegalisir asli oleh Dinas

Kesehatan Propinsi yang masih berlaku.


c. Surat Pernyataan mempunyai tempat praktik.
d. Surat keterangan dari Apoteker/pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian.
e. Surat Rekomendasi dari Organisasi Profesi (PAFI) Kabupaten / kotarsesuai

tempat praktik.
f. Photo copy ijazah terakhir di legalisir.
g. Pas foto terbaru berwarna ukuran 34 = 2 lembar dan 46 = 2 lembar.
h. Photo copy KTP (kartu tanda Penduduk).
i. Surat Pengantar/rekomendasi dari Dinas Kesehatan setempat yang

menyatakan belum/sudah berpraktik/bekerja ditempat tersebut.

III.4.2 Perizinan Toko Obat.

Berdasarkan PP 51 Tahun 2009, toko obat adalah sarana yang memiliki

izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual

secara eceran. Pendirian toko obat harus memiliki izin usaha melalui Dinas

Kesehatan setempat. Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk

memperoleh izin usaha toko obat mengikuti Keputusan Menteri Kesehatan RI


57

Nomor 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Kesehatan No.167/Kab/B.VII/72 tentang Pedagang Eceran Obat.

Pedagang eceran obat dipimpin oleh seorang asisten apoteker sebagai

penanggung jawab teknis. Dalam pelaksanaannya, pedagang eceran obat hanya

menjual obat bebas dan obat bebas terbatas dalam bungkusan pabrik dan

menjualnya secara eceran, dilarang menerima atau melayani resep dokter, dilarang

membuat atau mengemas obat kembali, dan menyimpan obat bebas terbatas di

lemari khusus.

Untuk mendirikan pedagang eceran obat, terdapat persyaratan yang harus

dipenuhi oleh pemohon, diantaranya memiliki bangunan, sarana dan fasilitas

(misal etalase), papan nama yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Persyaratan lain yang harus dipenuhi pedagang eceran obat untuk mendirikan toko

obat antara lain:

a Alamat dan denah tempat usaha


b Nama dan alamat pemohon
c Nama dan alamat Asisten Apoteker
d Foto copi ijazah, Surat Penugasan, dan Surat Izin Kerja Asisten

Apoteker
e Surat pernyataan kesediaan bekerja asisten apoteker sebagai

penanggungjawab teknis.
III.4.3 Perizinan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT).

Berdasarkan PMK RI No. 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha

Obat Tradisonal, Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) adalah usaha yang

hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan

obat luar dan rajangan.

Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh Izin Usaha Mikro Obat

Tradisional, antara lain :


58

a Surat permohonan

b Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan

c Susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas dalam hal

permohonan bukan perseorangan.

d Fotokopi KTP/identitas pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan

Komisaris/Badan Pengawas.

e Pernyataan pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan

Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-

undangan di bidang farmasi.

f Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan

g Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan bukan

perseorangan.

h Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan

perseorangan.

i Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

j Fotokopi Surat Keterangan Domisili.

III.4.4 Perizinan Indsutri Rumah Tangga Pangan (IRTP).(10)

Berdasarkan PerKa BPOMRINo.HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun2012

Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah

Tangga.Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan pangan yang

memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan

manual hingga semi otomatis.Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga


59

(SPP-IRT) diberikan setelah IRTP memenuhi persyaratan, yang dibuktikan

dengan:

1. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan

2. Hasil Rekomendasi Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah

Tangga.

a. Penyelenggaraan Penyuluhan Keamanan Pangan

Penyelenggara Penyuluhan Keamanan Pangan dikoordinasikan oleh

Bupati/Walikota dan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Kriteria Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP)

adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki Sertifikat

kompetensi di bidang penyuluhan keamanan pangan dari Badan POM

dan ditugaskan oleh Bupati/Walikota melalui Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Sedangkan narasumbernya adalah tenaga PKP yang

kompeten dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Balai Besar/Balai

POM setempat. Peserta Penyuluhan Keamanan Pangan pemilik atau

penanggung jawab IRTP.

b. Materi Penyuluhan Keamanan Pangan terdiri dari :


1 Materi Utama
a Peraturan perundang-undangan di bidang pangan
b Keamanan dan Mutu pangan
c Teknologi Proses Pengolahan Pangan
d Prosedur Operasi Sanitasi yang Standar (Standard Santitation

Operating Procedure /SSOP)


e Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga

(CPPB-IRT).
f Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
60

g Persyaratan Label dan Iklan Pangan


2 Materi Pendukung
a Pencantuman label Halal
b Etika Bisnis dan Pengembangan Jejaring Bisnis IRTP

Selanjutnya Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan diberikan

kepada pemilik/penanggungjawab yang telah lulus mengikuti

Penyuluhan Keamanan Pangan dengan hasil evaluasi minimal

nilai cukup (60).

3. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga

Pemeriksaan sarana dilakukan setelah pemilik atau penangungjawab telah

memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan. Pemeriksaan sarana produksi

pangan IRT dilakukan oleh tenaga pengawas Pangan Kabupaten/Kota dengan

dilengkapi surat tugas yang diterbitkan oleh Bupati / Walikota kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

III.5 Puskesmas.(8)

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat

kesehatan yang setinggi-setingginya di wilayah kerjanya.

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan

kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota,

sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya

pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota

sesuai dengan kemampuannya.


Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu Kecamatan

tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka
61

tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan

keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas

tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada dinas kesehatan

kabupaten/kota.

Puskesmas di Kabupaten Bogor ada 101 Puskesmas yang tersebar pada

40 Kecamatan.

III.5.1 Pekerjaan Kefarmasian di Puskesmas.

Adapun pekerjaan kefarmasian di Puskesmas antara lain:

1. Membuat Rencana Kebutuhan Obat (RKO)

Puskesmas di kabupaten bogor dilakukan satu tahun sekali oleh tim

perencanaan dengan metode epidemiologi. Obat-obat yang disediakan Puskesmas

Formularium Nasional. Pengadaan obatnya melalui E-catalog yang

dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Seksi Farmasi dan

Pengawasan Obat dan Makanan.

2. Membuat Laporan LPLPO

Tiap-tiap puskesmas mengirimkan LPLPO pada Dinas Kesehatan untuk

permintaan obat setiap 1 bulan sekali, dan kemudian seksi farmasi dan

pengawasan obat dan makanan akan menentukan kebutuhan dari tiap-tiap

puskemas berdasarkan jumlah stock yang tersedia pada gudang farmasi dan

riwayat penggunaan obat pada periode sebelumnya.

3. Membuat Laporan Narkotika Dan Psikotropika (SIPNAP).

Kegiatan pelaporan dilakukan secara rutin oleh Puskesmas Kecamatan

kepada Dinas Kesehatan sebagai salah satu bentuk pengawasan yaitu setiap
62

Puskesmas wajib melaporkan penggunaan obat narkotik dan psikotropika setiap

bulannya secara online.

Pekerjaan kefarmasian di Puskesmas berupa pelayanan kefarmasian yang

merupakan suatu pelayanan lagsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang

berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk meningkatkan mutu dan

memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di Puskesmas, memberikan

pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi

obat dan bahan medis habis pakai, meningkatkan kerjasama dengan profesi

kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam pelayanan kefarmasian,

melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan

penggunaan obat secara rasional.

Selain itu, apoteker di Puskesmas harus memiliki kompetensi sebagai berikut :


1. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu
2. Mampu mengambil keputusan secara profesional
3. Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan

lainnya dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun bahasa lokal


4. Ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date) dengan selalu

belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal.

Anda mungkin juga menyukai