Klasifikasi dan ciri umum lalat hijau Chrysomya megacephala menurut Kurahashi (Evenhuis 1989 dalam Soviana 1996) sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Hexapoda Ordo : Diptera Famili : Calliphoridae Genus : Chrysomya Spesies : Chrysomya megacephala
Chrysomya megacephala dikenal sebagai lalat hijau. Sebenarnya penamaan lalat
hijau ini bukan hanya diperuntukkan bagi lalat jenis ini saja tetapi juga semua lalat yang memiliki ciri-ciri umum yang sama. Lalat hijau memiliki warna tubuh yang hijau atau kehijauan, mengkilat dan berpotensi menimbulkan myasis (belatungan) baik pada manusia, hewan maupun bahan makanan lain, yang semuanya termasuk dalam kelompok lalat dari famili Calliphoridae. Dalam bahasa Inggris kelompok lalat hijau ini diistilahkan sebagai blow flies. Penamaan khusus terhadap lalat Chrysomya megacephala dalam bahasa Indonesia tidak dikenal, sedangkan dalam istilah Inggris disebut sebagai Oriental latrine fly.
Morfologi Chrysomya megacephala
Ciri umum Chrysomya megacephala dewasa selain memiliki warna tubuh hijau kebiruan metalik, mengkilat, lalat ini memiliki ukuran kira-kira 1,5 kali lalat rumah. Sayatan jernih dengan guratan urat-urat yang jelas, seluruh tubuh tertutup dengan bulu-bulu keras dan jarang letaknya. Mempunyai abdomen berwarna hijau metalik dengan mata bewarna jingga dan bagian mulutnya bewarna kuning. Panjang lalat kurang lebih delapan mm dari kepala sampai ujung abdomen. Lalat jantan memiliki sepanjang mata yang cenderung bersatu atau holoptik sedangkan lalat betina memiliki sepasang mata yang sedikit terpisah antara satu dan lainnya atau dioptik. Mengenai ciri morfologiChrysomya megacephala yang menonjol dibandingkan terhadap spesies lainnya pada genus yang sama, bahwa pada lalat jantan terdapat bentuk mata faset yang membesar pada pertengahan atas mata sehingga memberi batas yang jelas dan seolah-olah membagi mata faset atas dua bagian. Lalat hijau (Chrysomyia)adalah pemakan zat-zat organik yang membusuk dan berkembang biak didalam bangkai, dan meletakkan telurnya pada bangkai, dan larvanya memakan jaringan-jaringan yang membusuk.
Siklus hidup Chrysomya megacephala
Dalam kehidupan alami, lalat C. megacephala mengalami metamorfosa sempurna yang diawali dengan telur, yang kemudian menjadi larva, pupa dan akhirnya menjadi bentuk dewasa. Telur diletakkan oleh lalat dewasa dalam keadaan berkelompok-kelompok. Pada daging ikan cod (Gadus morhua), dilaporkan bahwa umumnya telur diletakkan pada celah- celah sempit di antara daging ikan atau di bawah permukaan antara daging ikan dan dasar wadahnya. Dalam kelompok- kelompok (Esser 1990). Dilaporkan pula bahwa peletakan telur oleh lalat ini dipengaruhi oleh rangsangan kimia, yang disimpulkan sebagai feromon, yang dihasilkan oleh lalat betina pada saat bertelur. Sehingga adanya telur segar dan lalat betina lain yang bertelur pada suatu media, mendorong lalat betina lainnya untuk meletakkan telurnya pada media tersebut. Pada umumnya telur yang menetas akan membentuk kelompok-kelompok kecil larva. Setelah berganti kulit dalam waktu 12 18 jam dan menjadi larva tahap kedua, setelah dua hari kemudian berkembang menjadi larva tahap ketiga. Larva yang cukup umur dapat berukuran satu cm dan berwarna kuning tua keputih-putihan, stadium larva dilalui selama 5 6 hari. Bila telah siap menjadi pupa, larva tersebut akan mencari tempat yang kering. Stadium pupa dilalui selama 7 9 hari dan akhirnya menjadi bentuk dewasa. Waktu yang diperlukan dari telur sampai menjadi lalat dewasa adalah kira-kira 14 15 hari (Soviana 1996). Seluruh siklus hidupnya, yaitu dari telur sampai menghasilkan telur lagi memerlukan waktu kira-kira tiga minggu. Larva lalat Chrysomya megacephala menimbulkan masalah myasis. Larva terutama berkembang pada bangkai, atau jaringan yang membusuk dan sangat jarang ditemukan pada luka, walaupun seringkali lalat dewasa makan dari luka-luka (Spradbery 1991). Masalah myasis akibat infestasi larva lalat ini, terutama pada bahan makanan banyak dilaporkan pada usaha pengolahan ikan asin berdaging tebal seperti ikan kakap atau mayung. Bahkan dari penelitian terhadap koloni lalat C. megacephala yang ditangkap dari tempat usaha pembuatan ikan asin di Muara Angke, Jakarta Utara (Esser 1990 dalamSoviana 1996) ditemukan bahwa larva lalat ini dalam keadaan terpaksa masih dapat hidup dan berkembang pada daging ikan dengan kadar garam mencapai 40% dari berat bersih ikan. Bentuk dewasa lalat ini sudah menjadi pengganggu pada rumah potong hewan, dan pada tempat-tempat penjualan daging, ikan, manisan, buah- buahan dan berbagai jenis makanan di pasar
Lalat biru metalik (Chrysomya bezziana)
1. Klasifikasi Chrysomya bezziana Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Hexapoda Ordo : Diptera Famili : Calliphoridae Genus : Chrysomya Spesies : Chrysomya bezziana
2. Morfologi Chrysomya bezziana
Lalat C. bezziana berwarna biru metalik, biru keunguan atau biru kehijauan. Kepala lalat ini berwarna oranye dengan mata berwarna merah gelap. Perbedaan antara lalat betina dan jantan terletak pada matanya . Lalat betina memiliki celah yang memisahkan mata kanan dan kiri lebih lebar dibandingkan lalat jantan. Ukuran lalat ini bervariasi tergantung pada ukuran larvanya. Panjang tubuhnya rata-rata 10 mm dengan lebar kepala berkisar rata-rata 4,1 mm. Tidak ada tanda-tanda makroskopik yang khas untuk dapat mengenalinya dengan kasat mata sehingga identifikasi hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopik. Telur C. bezziana berwarna putih transparan dengan panjang 1,25 mm dan berdiameter 0,26 m, berbentuk silindris serta tumpul pada kedua ujungnya. LarvaC. bezziana terbagi menjadi tiga instar, yaitu instar I, II dan III (L1, L2 dan L3) . Larva ini mempunyai dua belas segmen, yaitu satu segmen kepala, tiga segmenthorax dan delapan segmen abdominal. Ketiga instar tersebut dapat dibedakan dari panjang tubuh dan warnanya . Panjang L1 adalah 1,6 mm dengan diameter 0,25 mm dan berwarna putih, sedangkan L2 mempunyai panjang 3,5 - 5,5 mm dengan diameter 0,5 - 0,75 mm dan berwarna putih sampai krem. dapun panjang L3 mencapai 6,1 - 15,7 mm dengan diameter 1,1 - 3,6 mm. Larva instar III muda berwarna krem namun jika telah dewasa berwarna merah muda. Tubuh larva dilengkapi bentukan duri dengan arah condong ke belakang. Spirakel anterior mempunyai empat sampai enam papila sedangkan spirakel posterior dilengkapi tiga celah dengan peritreme yang kuat dan berwarna kehitaman . Saat akan menjadi pupa, L3 berubah warna menjadi coklat hingga hitam dengan panjang rata-rata 10,1 mm yang berdiameter 3,6 mm.
3. Siklus hidup Chrysomya bezziana
Siklus hidup lalat C. bezziana terbagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa dan lalat. Pada tahapan larva, perkembangan L1 sampai dengan L3 memerlukan waktu enam hingga tujuh hari, selanjutnya L3 akan membentuk pupa dalam waktu tujuh sampai delapan hari, kemudian menjadi lalat yang akan bertelur setelah enam hingga tujuh hari. Lalat betina akan meletakkan kumpulan telurnya di tepi luka pada sore hari atau menjelang petang dalam waktu sekitar 4,1 menit. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh lalat betina berkisar antara 95 sampai 245 (rata-rata 180 telur). Telur akan menetas menjadi L1 dalam waktu 12 - 24 jam atau sepuluh jam pada suhu 30C, selanjutnya LI menuju ke daerah luka yang basah . Sehari kemudian, LI akan berubah menjadi L2 dan mulai membuat terowongan yang lebih dalam di daerah luka tersebut dengan cara masuk ke dalam jaringan inang (Spradbery, 1991) . Larva instar II (L2) akan berkembang menjadi L3 pada hari keempat bermigrasi keluar dari daerah luka tersebut dan jatuh ke tanah. Larva tersebut akan membuat terowongan sepanjang 2 - 3 cm untuk menghindari sinar matahari secara langsung. Larva akan membentuk pupa dalam waktu 24 jam pada suhu 28 C. Penetasan lalat dari pupa sangat tergantung dari lingkungan. Pupa akan menetas menjadi lalat dalam seminggu pada suhu 25 - 30 C, sedangkan pada temperatur yang lebih rendah akan lebih lama bahkan sampai berbulan-bulan (Spradbery, 2002). Lalat jantan dan betina mempunyai daya tahan hidup yang relatif sama, yaitu 15 hari dalam kondisi laboratorium, meskipun beberapa lalat dilaporkan mampu hidup hingga empat puluh hari (Spradbery, 2002) . Hasil pengamatan Wardhana et al.(2003b) menunjukkan bahwa awal produksi telur terjadi pada hari kedua pascakawin. Umur lalat termuda yang mampu memproduksi telur adalah umur 5 hari . Puncak produksi telur terjadi pada betina yang berumur 8 hingga 12 hari. Umumnya, lalat betina menetas satu hari lebih awal dibandingkan dengan lalat jantan. Awal kematian terjadi pada umur empat hari dan mencapai puncaknya pada umur empat belas hari. Lalat jantan memerlukan minum dan karbohidrat yang lebih banyak dibandingkan dengan betina untuk mempertahankan hidupnya. Walaupun protein bukan merupakan komponen yang esensial bagi siklus pertama perkembangan telur, tetapi penambahan protein dalam pakan dapat mempercepat dan meningkatkan produksi telurnya.