Anda di halaman 1dari 15

BAB V

KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN


UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

KRITERIA
5.2.1

ELEMEN
DOKUMEN TERKAIT KETERANGAN
PENILAIAN
RUK Puskesmas dengan kejelasan
EP. 1
kegiatan tiap program
RKP Puskesmas, dengan kejelasan
EP. 2
kegiatan tiap program
EP. 3 RUK dan RPK

EP. 4 Kerangka acuan kegiatan UKM

EP. 5 Jadwal kegiatan kegiatan UKM


KERANGKA ACUAN

SKRINING HYPOTIROID KONGENITAL (SHK)

TAHUN 2016

I. Pendahuluan

Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining bayi baru lahir (SBBL) merupakan salah
satu upaya mendapatkan generasi yang lebih baik. Skrining atau uji saring pada bayi baru
lahir (Neonatal Screening) adalah tes yang dilakukan pada saat bayi berumur beberapa
hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi yang sehat.
Skrining bayi baru lahir dapat mendeteksi adanya gangguan kongenital sedidni mungkin,
sehingga bila ditemukan dapat segera dilakukan intervensi secepatnya.

II. Latar Belakang

Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid
yang didapat sejak lahir. Hal ini terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan
metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium.
Di Indonesia, diantara penyakit-penyakit yang bisa dideteksi dengan skrining pada bayi
baru lahir, Hipotiroid Kongenital (HK) merupakan penyakit yang cukup banyak ditemui.
Kunci keberhasilan pengobatan anak dengan HK adalah dengan deteksi dini melalui
pemeriksaan laboratorium dan pengobatan sebelum anak berumur 1 bulan. HK sendiri
sangat jarang memperlihatkan gejala klinis pada awal kehidupan. Pada kasus dengan
keterlambatan penemuan dan pengobatan dini, anak akan mengalami keterbelakangan
mental dengan kemampuan IQ di bawah 70. Hal ini akan berdampak serius pada masalah
sosial anak. Anak tidak mampu beradaptasi di sekolah formal dan menimbulkan beban
ganda bagi keluarga dalam pengasuhannya. Bahkan negara akan mengalami kerugian
dengan berkurangnya jumlah dan kualitas SDM pembangunan akibat masalah HK yang
tidak tertangani secara dini pada bayi baru lahir.
Secara garis besar dampak hipotiroid kongenital dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
A. Dampak terhadap anak.

Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi akan mengalami kecacatan yang
sangat merugikan kehidupan berikutnya. Anak akan mengalami gangguan
pertumbuhan fisik secara keseluruhan, dan yang paling menyedihkan adalah
perkembangan mental terbelakang yang tidak bisa dipulihkan
B. Dampak terhadap keluarga

Keluarga yang memiliki anak dengan gangguan hipotiroid kengenital akan mendapat
dampak secara psikososial. Anak dengan retardasi mental akan membebani keluarga
secara ekonomi karena akan harus mendapat pendidikan, pengasuhan dan
pengawasan yang khusus. Secara psikososial, keluarga akan lebih rentan terhadap
lingkungan sosial karena rendah diri dan menjadi stigma dalam keluarga dan
masyarakat. selain itu produktivitas keluarga menurun karena harus mengasuh anak
dengan hipertiroid kongenital.
C. Dampak terhadap Negara

Bila tidak dilakukan skrining pada setiap bayi baru lahir, negara akan menanggung
beban biaya pendidikan maupun pengobatan terhadap kurang lebih 1600 bayi dengan
hipotiroid kongenital setiap tahun. Jumlah penderita akan terakumulasi setiap
tahunnya. Selanjutnya negara akan mengalami kerugian sumber daya manusia yang
berkualitas untuk pembangunan bangsa.

III. Tujuan
A. Tujuan umum

Seluruh bayi baru lahir di wilayah UPTD Puskesmas Yosomulyo mendapatkan


pelayanan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sesuai standar.
B. Tujuan khusus
1. Tersedianya pedoman penyelenggaraan pelayanan SHK
2. Tersedianya pedoman penyelenggaraan laboratorium SHK
3. Meningkatnya akses, cakupan serta kualitas pelayanan SHK
4. Tersedianya jejaring laboratorium rujukan untuk Skrining Hipotiroid Kongenital
(SHK) pada bayi baru lahir.

IV. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


A. Pelatiahan SHK bagi Bidan
B. Sosialisasi pada Kader di 3 kelurahan
C. Sosialisasi pada ibu hamil di kelas ibu hamil tiap kelurahan
D. Sosialisasi di Puskesmas

V. Cara Melaksanakan Kegiatan


A. Persiapan bayi dan keluarga

Memotivasi keluarga, ayah/ibu bayi baru lahir sangat penting. Penjelasan kepada
orang tua tentang skrining pada bayi baru lahir dengan pengambilan tes darah tumit
bayi dan keuntungan skring ini bagi masa depan bayi akan mendorong orangtua
untuk mau melakukan skrining bagi bayinya.
B. Persetujuan/penolakan
1. Persetujuan (informed consent)

Persetujuan tidak perlu tertulis khusus, tetapi dicantumkan bersama-sama dengan


persetujuan tindakan medis lain pada saat bayi masuk ke ruang perawatan bayi.
2. Penolakan (dissent consent/refusal consent)

Bila tindakan pengambilan darah pada BBL ditolak, maka orangtua harus
menandatangani formulir penolakan. Hal ini dilakukan agar jika di kemudian hari
didapati bayi yang bersangkutan menderita HK, orangtua tidak akan menuntut atau
menyalahkan tenaga kesehatan dan/atau fasiltatif pelayanan kesehatan.
C. Persiapan Alat
1. Sarung tangan steril non powder
2. Lancet
3. Kotak limbah tajam
4. Safety box
5. Kertas saring
6. Kapas
7. Alkohol 70% / alkohol swab
8. Kassa steril
9. Rak pengering
D. Pengambilan spesimen

Hal yang penting diperhatikan pada pengambilan spesimen ialah:

VI. Sasaran
1. Orang tua balita (0-5 tahun)
2. Pengasuh balita
3. Bidan
4. Dokter gigi
5. Perawat
6. Petugas gizi
7. Kader
8. Forum kesehatan kelurahan

VII. Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan kelas ibu balita dilaksanakan setiap bulan di 3 kelurahan yaitu
Kelurahan Yosomulyo, Kelurahan Hadimulyo Barat dan Kelurahan Hadimulyo Timur.

VIII. Rencana Pembiayaan

-
IX. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan perangkat evaluasi (instrumen). Evaluasi oleh


pelaksana (bidan, bidan koordinasi, dokter) dilakukan pada setiap pertemuan kelas ibu
balita.

X. Pencatatan dan Pelaporan

Menggunakan registrasi yang sudah ada yaitu kohort bayi dan balita, LB3 KIA
dilaporkan setiap bulan kepada Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo dilanjutkan ke
Dinas Kesehatan Kota Metro.

Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

Hendarto, SKM. M.Kes


NIP. 19770114 199602 1 001
KERANGKA ACUAN

PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR)

I. Latar Belakang

Kelompok usia remaja merupakan kelompok yang cukup besar, sekitar 23% dari seluruh
populasi. Sebagai generasi penerus, kelompok ini merupakan aset atau modal utama
sumber daya manusia bagi pembangunan bangsa dimasa yang akan datang.
Sejalan dengan derasnya arus globalilsasi yang melanda berbagai sektor dan sendi
kehidupan, berkembang pula masalah Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang terjadi
di masyarakat. Masalah tersebut, baik fisik, psikis dan psikososial perilaku sosial seperti
kehamilan pada usia muda, penyakit akibat hubungan seksual dan aborsi, maupun
masalah akibat pemakaian narkotik. Zat adiktif, alkohol dan merokok. Masalah tersebut
apabila tidak ditanggulangi dengan sebaik-baiknya, bukan hanya menyebabkan masa
depan remaja yang suram, akan tetapi juga dapat menghancurkan masa depan bangsa.
Salah sau penyebab masalah, kemungkinan karena faktor ketidaktahuan sebagai akibat
remaja tidak mendapat informasi yang jelas, benar dan tepat mengenai kesehatan
reproduksi remaja serta permaslahannya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas remaja anatara lain adalah
dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR), termasuk
kualitas dalam memberikan informasi kesehatan remaja dan pelayanan konseling.
Diharapkan remaja yang menghadapi masalah kesehatan dapat mengetahui secara baik
dan benar siapa dan dimana yang dapat memberikan pelayanan preventif, promotif dan
kuratif bahkan rehabilitatif.

II. Definisi

Definisi PKPR adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh
remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja,
menjaga kerahasian, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan
efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Singkatnya, PKPR adalah pelayanan
kesehatan kepada remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai,
komperhensif, efektif dan efesien.

III. Tujuan PKPR di Puskesmas


C. Tujuan umum

Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di puskesmas


D. Tujuan khusus
5. Meningkatkan penyedian pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas
6. Meningkatkan pemanfaatan puskesmas oleh remaja dalam untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan
7. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah
kesehatan khusus pada remaja
8. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pelayanan kesehatan remaja.
IV. Langkah-langkah Pembentukan PKPR di Puskesmas
E. Identifikasi masalh melalui kajian sederhana:
1. Gambaran remaja di wilayah kerja:
a. Jumlah remaja, pendidikan, pekerjaan
b. Perilaku beresiko: seks pramikah, rokok, tawran dan kekerasan lainnya
c. Masalah kesehatan: kehamilan remaja, gizi, HIV dan AIDS penyalahguanaan
narkoba
2. Identifikasi sudut pandang remaja tentang sikap dan tata nilai berhubungan dengan
perilaku beresiko, masalah kesehatan yang ingin diketahui, dan pelayanan apa
yang dikehendaki.
3. Jenis upaya remaja yang ada
4. Identifikasi kebutuhan sarana termasuk buku-buku pedomantentang kesehatan
F. Advokasi Kebijakan Publik
1. Dukungan dari pemerintah daerah setempat dan pangadaan dana untuk
pelaksanaan PKPR (antara lain pengadaan poster, pengadaan ruang konseling,
biaya rujukan).
2. Penggalian potensi masyarakat dalam pendanaan, misalnya: pengadaan ruang
konseling, biaya rujukan, pembebasan tetribusi atau pelayan gratis untuk remaja di
Puskesmas.
3. Pembentukan jaringan khusus melalui peran politis untuk memperkuat sistem
rujukan berupa: rujukan sosial, anatara lain penyaluran pelatihan keterampilan
remaja pasca rehabilitasi NAPZA, atau mempersiapkan remaja yang
memerlukannya.
G. Persiapan pelaksanaan PKPR di Puskesmas
1. Sosialisasi internal

Bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan semua staf Puskesmas untuk


menyelengarajkan PKPR di Puskesmas
2. Penunjukan Petugas peduli remaja

Syarat utama petugas PKPR harus mempuny


3. sy
1. Penyelenggaraan kelas ibu balita

Pertemuan persiapan, pelaksanaan kelas ibu balita


2. Pencatatan pelaporan

V. Cara Melaksanakan Kegiatan

Sosialisasi

VI. Sasaran
1. Orang tua balita (0-5 tahun)
2. Pengasuh balita
3. Bidan
4. Dokter gigi
5. Perawat
6. Petugas gizi
7. Kader
8. Forum kesehatan kelurahan

VII. Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan kelas ibu balita dilaksanakan setiap bulan di 3 kelurahan yaitu
Kelurahan Yosomulyo, Kelurahan Hadimulyo Barat dan Kelurahan Hadimulyo Timur.

VIII. Rencana Pembiayaan

-
IX. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan perangkat evaluasi (instrumen). Evaluasi oleh


pelaksana (bidan, bidan koordinasi, dokter) dilakukan pada setiap pertemuan kelas ibu
balita.

X. Pencatatan dan Pelaporan

Menggunakan registrasi yang sudah ada yaitu kohort bayi dan balita, LB3 KIA
dilaporkan setiap bulan kepada Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo dilanjutkan ke
Dinas Kesehatan Kota Metro.

Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

Hendarto, SKM. M.Kes


NIP. 19770114 199602 1 001

KERANGKA ACUAN
PENYELIAAN FASILITATIF KESEHATAN IBU DAN ANAK

DAN PEYELIAAN ASUHAN PERSALINAN

I. Pendahuluan

Sejak tahun 1989 kebijakan penempatan bidan PTT merupakan salah satu upaya
terobosan kementerian kesehatn untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) kebijakan ini membuat bidan PTT/ bidan di
kelurahan desa sebagai ujung tombak tenaga kesehatan yang memberi pelayanan dasar
melalui fasilitas pos kesehatan kelurahan (poskeskel) maupaun sebagai Bidan Praktek
Mandiri (BPM).

II. Latar Belakang

Penyebab kematian berdasarkan hasil analisis sensus penduduk tahun 2010 hipertensi
dalam kehamilan 32%, komplikasi nifas 31%, perdarahan post partum 20%, abortus 4%,
perdarahan ante partum 3%, kelainan amnion 2% dan partus lama 1%. Target MDGs 2015
AKI dapat diturunkn menjadi 102/100.000 KH, tetapi faktanya justru terjadi peningkatan
menjadi 128/100.000 KH. Berdasarkan SDKI tahun 2012 AKB 32/200 kelahiran hidup
dan angka kematian balita 40/1000 kelahiran hidup. Tahun 2015 di Puskesmas Yosomulyo
kematian ibu tidak ada, kematian bayi 10 orang dan kematian balita 1 orang.

III. Tujuan
A. Tujuan umum

Memperkuat sistem dan berkesinambungan data dengan pendekatan sistematis,


terarah, berbasis data, memberdayakan obyek selia dalam meningkatkan kinerja dan
kemandirian bidan serta meningkatkan mutu pelayanan KIA secara keseluruhan.
B. Tujuan khusus
1. Diketahuinya standar kualitas pelayanan KIA yang ada di Bidan Poskeskel, Bidan
Praktek Mandiri dan klinik yang ada di wilayah Pskesmas Yosomulyo.
2. Diketahuinya mutu tenaga kesehatan dalam tingkat kepatuhan dalam melaksanakan
kesehatan ibu dan anak dan aduhan persalinan.

IV. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


A. Kegiatan pokok: penyeliaan fasilitatif kesehatn ibu dan anak. Pemyeliaan fasilitatif
asuhan persalinan di Pustu, Poskeskel, BPM, dan klinik yang ada di wilayah UPTD
Puskesmas Yosomulyo.
B. Rincian kegiatan:
1. Pra penyeliaan

Tim penyeliaan fasilitatif diharapkan mempunyai pemahaman dan keterampilan


memberikan penyeliaan fasilitatif dan menguasai dengan benar daftar tilik
penyeliaan.
2. Penyeliaan
a. Orientasi
b. Kajian mandiri
c. Verifikasi
d. Pertemuan bulanan
e. Upaya peningkatan mutu
3. Pencatatan pelaporan
V. Cara Melaksanakan Kegiatan

Sosialisasi

VI. Sasaran
9. Pos Kesehatan Kelurahan (Poskeskel)
10. Puskeskel
11. Puskesmas Pembantu
12. Bidan Praktek Mandiri
13. Klinik

VII. Jadwal Kegiatan

Kegiatan penyeliaan fasilitatif dilakukan secara berkala setiap fasilitatif kesehatan diselia
2 kali setahun.

VIII. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

Untuk evaluasi program KIA, Tim PF dapat melakukan pemantauan dan evaluasi baikk
untuk kinerja klinis profesi bidan maupun kinerja material program KIA. Kegiatan
pemantauan dilakukan setiap 3-4 bulan, sedangkan evaluasi internal dilakukan 2 kali
dalam setahun.

IX. Pencatatan dan Pelaporan

Hasil pencatatan dari penyeliaan fasilitatif di persentasi tingkat kepatuhannya dibuat


grafik dan tabel dilaporkan kepada Kepal UPTD Puskesmas Yosomulyo selanjutnya
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Metro. Hasil penyeliaan berguna untuk dasar
perencanaan tahunan berbasis data sehingga intervensi yang akan dilaukan tepat sasaran
sebagai langkah perbaikan mutu secara berkelanjutan.

Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

Hendarto, SKM. M.Kes


NIP. 19770114 199602 1 001

KERANGKA ACUAN

KELAS IBU BALITA


X. Pendahuluan

Melalui SK Nomor 248/Menkes/SK/III/2004 tentang buku KIA, Menteri Kesehatan RI


memutuskan buku KIA sebagai pedoman resmi yang berisi informasi dan catatan
kesehatan ibu dan anak. Untuk meningkatkan pemanfaatan buku KIA perlu diadakan
kegiatan yang disebut kelas ibu balita.

I. Latar Belakang

Kelas ibu balita dalah kelas dimana para ibu yang mempunyai anak berusia 0 5 tahun
secara bersama-sama berdiskusi, tukar pendapat, tukar pengalaman akan pemenuhan
pelayanan kesehatan, gizi dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya dibimbing
oleh fasilitator dan menggunakan buku KIA. Pada UPTD Puskesmas Yosomulyo tahun
2015 terdapat 10 kematian bayi, 4 karena IUFD, 3 karena asfiksia dan 3 karena kelainan
jantung bawaan, serta 1 kematian balita dikarenakan kejang.

II. Tujuan
A. Tujuan umum

Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dengan menggunakan buku KIA
dalam mewujudkan tumbuh kembang balita yang optimal.
B. Tujuan khusus
1. Meningkatkan kesadaran pemberian ASI Eksklusif
2. Meningkatkan pengetahuan akan pentingnya imunisasi pada bayi
3. Meningkatkan keterampilan ibu dalam pemberian MP-ASIdan gizi seimbang
kepada balita
4. Meningkatkan kemampuan ibu memantau pertumbuhan dan melakanakan stimulasi
perkembangan balita
5. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang caa perawatan gigi balita dan mencuci
tangan yang benar
6. Meningktakan pengetahuan iu tentang penyakit terbanyak, cara pencegahan dan
perawatan balita.

III. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


A. Kegiatan pokok: pertemuan kelas balita
B. Rincian kegiatan:
1. Persiapan

Identifikasi sasaran, mempersiapkan tempat dan sarana belajar, mempersiapkan


materi, mengundang ibu yang mempunyai anak berusia 0-5 tahun, mempersiapkan
narasumber, menyusun rencana anggaran.
2. Penyelenggaraan kelas ibu balita

Pertemuan persiapan, pelaksanaan kelas ibu balita


3. Pencatatan pelaporan
IV. Cara Melaksanakan Kegiatan

Sosialisasi

V. Sasaran
14. Orang tua balita (0-5 tahun)
15. Pengasuh balita
16. Bidan
17. Dokter gigi
18. Perawat
19. Petugas gizi
20. Kader
21. Forum kesehatan kelurahan

VI. Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan kelas ibu balita dilaksanakan setiap bulan di 3 kelurahan yaitu
Kelurahan Yosomulyo, Kelurahan Hadimulyo Barat dan Kelurahan Hadimulyo Timur.

VII. Rencana Pembiayaan

-
VIII. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan perangkat evaluasi (instrumen). Evaluasi oleh


pelaksana (bidan, bidan koordinasi, dokter) dilakukan pada setiap pertemuan kelas ibu
balita.

IX. Pencatatan dan Pelaporan

Menggunakan registrasi yang sudah ada yaitu kohort bayi dan balita, LB3 KIA
dilaporkan setiap bulan kepada Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo dilanjutkan ke
Dinas Kesehatan Kota Metro.

Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

Hendarto, SKM. M.Kes


NIP. 19770114 199602 1 001
KERANGKA ACUAN
PELAKSANAAN FOGGING FOKUS DBD

I. PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Kota Metro, yang erat kaitannya dengan peningkatan curah hujan,
kepadatan dan mobilitas penduduk, sejalan dengan semakin lancarnya hubungan
transportasi serta tersebar luasnya virus Dengue dan nyamuk penularnya (Aides Aigepty)
diberbagai lokasi di Kota Metro.

II. LATAR BELAKANG


Penyakit Demam Berdarah (DBD) seolah menjadi momok yang menghantui
masyarakat setiap datangnya musim penghujan. Karena bisa dipastikan setiap datangnya
musim hujan, banyak masyarakat yang terjangkit penyakit DBD. Hal tersebut
memerlukan perhatian serius dalam pencegahan dan penanggulangannya.
Beberapa langkah yang diperlukan dalam upaya penanggulangan DBD yaitu,
Penatalaksanaan Kasus penderita DBD, Penyuluhan masyarakat, Pemantauan Jentik
Berkala, Pemberantasan Sarang Nyamuk, Larvasidasi dan Fogging Fokus DBD.
Kegiatan fogging focus ini bertujuan memutus rantai penularan dengan membunuh
nyamuk dewasa yang sudah mengandung virus dengue dengan radius 200 meter dari
rumah penderita. Tetapi kegiatan fogging ini bukan merupakan solusi utama untuk
pencegahan DBD selain itu fogging tersebut harus dilakukan oleh tenaga khusus dan
terampil karena obat (insektisida) yang digunakan mempunyai efek samping berbahaya
bagi lingkungan dan orang yang melaksanakannya serta terjadinya resistensi terhadap
nyamuk itu sendiri.

III. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari dilaksanakannya Fogging Fokus DBD adalah untuk memutus rantai
penularan nyamuk dewasa yang diidentifikasi membawa virus dengue di sekitar rumah
penderita DBD
2. Tujuan Khusus
a. Dilaksanakanya kegiatan Fogging Fokus di lingkungan pasien penderita DBD
dengan berkoordinasi dengan pihak kelurhan dan RT/RW setempat
b. Menghimbau masyarakat agar melaksanakan kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk melalui kegiatan 3 M PLUS, dan larvasidasi, untuk membunuh jentik
nyamuk
IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
Melaksanakan kegiatan Fogging Fokus DBD di radius 100 m sekitar rumah tinggal
penderita DBD setelah melalui tahapan Penyelidikan Epidemiologi sebelumnya

V. CARA MELASANAKAN KEGIATAN


1. Petugas P2 Puskesmas Yosomulyo, menerima laporan kasus DBD dari warga
masyarakat, atau dari Surveilans Dinas Kesehatan
2. Dilaksanakan Penyelidikan Epidemiologis DBD di lokasi penderita
3. Setelah mendapatkan PE (+) maka dilakukan koordinasi dengan RT /RW setempat
bahwa ada kasus DBD dengan hasil PE + dan akan dilaksanakan Fogging Fokus di
radius 200 m dari rumah pasien
4. Jika hasil PE (-) maka dilakukan penyuluhan kepada keluarga pasien dan masyarakat
sekitar untuk dilakukan bersih bersih lingkungan (PSN dengan 3 M plus) dan
larvasidasi

VI. SASARAN
Lingkungan di radius 200 m dari rumah penderita DBD dengan hasil PE( + )

VII. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN


INSIDENTIL ( Sesuai dengan kejadian kasus )

VIII. RENCANA PEMBIAYAAN


Sumber dana dibebankan pada dana APBD Program P2 DBD Dinas Kesehatan Kota
Metro Tahun 2016 Dan Dana BOK Puskesmas Yosomulyo.

IX. EVALUASI PELAKSANAAN


1. Pelaksana kegiatan adalah pelaksana Upaya
2. Pelaporan dibuat setelah kegiatan selesai dilaksanakan dan laporan ditunjukan kepada
kepala puskesmas

X. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN


Pencatatan dibuat dalam bentuk laporan tertulis dan harus diserahkan dalam kurun waktu
1 bulan setelah kegiatan selesai

Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Yosomulyo

Hendarto, SKM, MKes


NIP. 19770114 199602 1 004

Anda mungkin juga menyukai