Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

PENCEGAHAN SERTA PENANGGULANGAN


PROBLEM KEPASIRAN

4.1. Problem Kepasiran


Problem kepasiran terjadi akibat rusaknya kestabilan ikatan dari butir-butir
pasir yang disebabkan oleh adanya gaya gesekan serta tumbukan yang
ditimbulkan oleh suatu aliran dari fluida dimana laju aliran yang terjadi
melampaui batas maksimum dari laju aliran kritis yang diperbolehkan, sehingga
butiran-butiran pasir akan ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak ke
permukaan.

4.1.1. Penyebab Problem Kepasiran


Sebab-sebab dari terproduksinya pasir adalah berhubungan dengan :
a. Tenaga pengerukan (drag force), yaitu tenaga yang terjadi oleh aliran fluida
dimana laju aliran dan viskositasnya meningkat menjadi lebih tinggi.
b. Pengurangan strength formasinya, hal ini sering dihubungkan dengan produksi
air karena akan melarutkan material penyemen atau pengurangan gaya kapiler
dengan meningkatnya saturasi air.
c. Penurunan tekanan reservoir, dengan penurunan ini akan mengganggu sifat
penyemenan antar batuan.

4.2. Pencegahan Problem Kepasiran


Usaha yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kepasiran adalah
dengan cara memproduksikan minyak pada laju optimum tanpa terjadi kepasiran.
Sand free flow rate merupakan besarnya laju produksi kritis, dimana apabila
sumur tersebut diproduksikan melebihi laju kritisnya, maka akan menimbulkan
masalah kepasiran.
Maximum sand free flow rate atau laju produksi maksimum tanpa
menimbulkan kepasiran dapat ditentukan dengan suatu anggapan bahwa gradien
tekanan maksimum di permukaan kelengkungan pasir, yaitu suatu laju produksi
maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan kekuatan formasi.
Dengan kata lain jika produksi menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih
besar dari kekuatan formasi, maka butiran pasir formasi akan mulai ikut bergerak.
Untuk menentukan laju produksi kritis yang diperkenankan atau maximum
sand free flow rate dari suatu formasi batuan, Stain memberikan persamaan :

4.3. Penanggulangan Problem Kepasiran


Pada hakekatnya problematik turut terproduksinya pasir dapat dikontrol
dengan tiga cara, yaitu :
1. Pengurangan drag force, cara ini dinggap paling murah dan paling efektif.
2. Dengan cara bridging sand, cara ini layak dipakai untuk dikerjakan dan
mempunyai aplikasi yang lebih luas tetapi cara ini sulit untuk diterapkan pada
multiple zone atau pada sumur dengan diameter casing yang kecil.
3. Penambahan formation strength, yaitu dengan menggunakan resin
consolidation method.

4.3.1. Pengurangan Drag Force


Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan efektif digunkan dalam
mengontrol pasir. Laju produksi yang menyebabkan terikutnya produksi pasir
harus dipertimbangkan pada laju per-unit area dari formasi yang permeable.
Langkah pertama yang harus dipertimbangkan adalah penambahan daerah
aliran (flow area), kemudian penentuan laju maksimum atau laju produksi kritis,
dimana di atas laju maksimum tersbut pasir terproduksi menjadi berlebihan.
Gambar 4.1. memperlihatkan hubungan antara produksi pasir terhadap laju
aliran. Ketika laju fluida bertambah secara bertahap, konsentrasi pasir akan naik
pada tiap-tiap penambahan, kemudian akan turun dengan tajam seharga
konsentrasi mula-mula. Efek bergelombang ini terbukti akan merusak bridge yang
tidak stabil yang mana akan terbentuk kembali pada laju aliran yang tinggi.
Ketika critical range telah dicapai, bridge tidak terbentuk kembali.
Strength struktur telah terlampaui dan produksi pasir akan berlanjut pada laju
aliran yang lebih tinggi. Laju produksi kemudian dikurangi sampai di bawah
critical range untuk memberi kesempatan agar bridge terbentuk kembali,
kemudian rate dapat ditambah tetapi masih dibawah range.
Prosedur ini disebut Bean-up Technique, yang secara cermat dilakukan
dalam periode beberapa bulan dan efektif untuk menetapkan laju produksi
maksimum suatu sumur tanpa kepasiran yang berlebihan.

Gambar 4.1.

Hubungan Antara Produksi Pasir vs Laju Aliran 2)

4.3.2. Metode Mekanik


Metode mekanik juga merupakan metode yang digunakan untuk mengatasi
problem kepasiran dalam proses produksi. Metoda sand control ini harus
direncanakan sedemikian rupa, sehingga terlepasnya butiran-butiran pasir dapat
dicegah. Dalam hal ini dikenal dua macam cara menanggulangi pasir, yaitu
dengan memasang sand screen (casing dan liner yang sudah diperforasi, sloted
screen dan wire wrapped screen) dan gravel pack.
Dengan cara pertama dan kedua, ukuran sand screen atau gravel pack
harus cukup kecil, sehingga dapat mencegah produksi pasir, tetapi harus cukup
besar untuk memperoleh produktivitas sumur yang tetap tinggi dan menghalangi
timbulnya endapan clay, aspal dan wax.
Untuk menentukan besar celah yang diperlukan, dibutuhkan data distribusi
ukuran pasir, ukuran besar butir pasir, keseragaman butir pasir dan tingkat
pemilahan butiran. Core merupakan contoh yang paling baik untuk menentukan
distribusi ukuran pasir, terutama full size core.
Sampel pasir yang diambil dari dasar sumur adalah sampel yang tidak
baik, karena sampel yang terendapkan di dasar sumur tersebut merupakan
sebagian dari pasir yang terlepas dari formasi yang relatif berukuran lebih besar.
Dengan demikian, data pasir yang diambil dari dasar sumur hanya merupakan
sebagian ukuran pasir saja, sedangkan yang berukuran kecil (fine sand) tidak
tercatat.
Pertimbangan utama untuk mendesain gravel dan screen antara lain :
1. Ukuran gravel optimum yang sesuai dengan ukuran butiran pasir.
2. Luas optimum dari screen slot untuk menahan gravel dan jika tidak memakai
gravel, maka harus sesuai dengan ukuran butiran pasir.
3. Teknik penempatan yang efektif pada kemungkinan yang paling penting.
Metode sieve analysis merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menentukan keseragaman butiran pasir, dengan cara mengayak sampel yang telah
dibersihkan dengan menggunakan beberapa tingkatan saringan yang mempunyai
ukuran (skala mesh) dan mempunyai ukuran bukan saringan (sieve opening)
tertentu, seperti terlihat pada Tabel IV-1.
Untuk menentukan keseragaman butiran pasir digunakan metode sieve
analysis. Dalam metode ini sampel yang digunakan adalah yang representatif
karena penyebaran ukuran butiran pasir yang bervariasi dari satu zona ke zona
yang lain.Dilapangan biasanya digunakan sieve jenis U. S. Standard Sieve Series
(ASTM Spec. E1170) dan hasil pengamatan biasanya dinyatakan dalam inchi atau
milimeter.

Tabel IV 1
Ukuran Pembukaan Saringan (Sieve Opening) 11)
Pertama-tama sampel dibersihkan, dipisah-pisahkan butirannya, ditumbuk
dan dilakukan pencucian, kemudian dikeringkan. Sieve merupakan susunan
screen secara vertikal, dimana ukuran saringan terbesar diletakkan paling atas, dan
seterusnya kebawah makin kecil. Sampel formasi ditempatkan pada bagian atas
(ukuran lubang screen terbesar), kemudian diletakkan pada alat pengguncang.
Pasir formasi akan terpisah berdasarkan ukuran butirannya.
Butiran pasir yang tertinggal pada masing-masing ukuran saringan itu lalu
ditimbang dan ditentukan persen berat kumulatifnya. Setelah itu diplot antara
berat kumulatif terhadap diameter batuan, seperti terlihat pada Gambar 4.2.
Apabila suatu sampel makin seragam atau baik pemilahannya, maka bentuk kurva
akan cenderung semakin tegak.
Gambar 4.2.
Kurva Hubungan Diameter Butiran Pasir vs Prosen Komulatif 2)

Tingkat keseragaman butiran pasir oleh Schwartz ditentukan dengan


rumus :
( D40 )
C = (D90 ) . (4-1)
dimana :
D40 = Diameter ukuran pasir pada 40 percentile point
D90 = Diameter ukuran pasir pada 40 percentile point
C = Koefisien keseragaman (uniform coefficient)
Schwartz menyatakan bahwa pengertian uniform coefficient merupakan
tingkat keseragaman dari butiran pasir yang kemudian dapat menunjukkan baik
atau buruknya pemilahan butiran (sortasi). Harga C ini bervariasi dan setiap harga
menunjukkan tingkat keseragaman dari tiap butiran pasir, yaitu :
Jika C < 3 maka pasir seragam dan berukuran D10
Jika C > 5 maka pasir tidak seragam dan berukuran D40
Jika C > 10 maka pasir sangat tidak seragam dan berukuran D70

4.3.2.1. Liner Completion


Metode ini biasa digunakan untuk formasi produktif dengan faktor
sementasi antara 1,4 sampai 1,7. Alat ini berbentuk pipa dan mempunyai sejumlah
lubang pada sisinya dengan ukuran tertentu. Tujuan pemasangan alat ini adalah
untuk menahan laju aliran butiran pasir yang terikut dalam fluida reservoir,
sehingga fluida melaju tanpa adanya hambatan.
Secara ideal, lebar lubang (slot) pada liner harus dapat menahan butiran
pasir tetapi tidak membatasi aliran fluida. Percobaan yang dilakukan oleh Coberly
menyatakan bahwa batas tertinggi lebar lubang tidak boleh lebih dari dua kali
diameter 10 percentile agar dapat menahan secara efektif. Secara matematis dapat
dituliskan dengan persamaan :
W = 2 D10 .. (4-2)
dimana :
W = lebar celah liner, inchi
D10 = diameter pada titik 10 percentile pada kurva distribusi , inchi
Untuk menahan formasi pasir yang tidak seragam, dimana butiran sulit
untuk ditahan atau sering terjadi perubahan kecepatan aliran, dianjurkan
menggunakan lebar lubang sama dengan diameter 10 percentile, atau : W = D10.
Liner completion dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan cara pemasangan
linernya, yaitu : screen-liner completion dan perforated liner completion.

A. Screen and Liner Completion


Dalam metode ini casing dipasang sampai puncak dari lapisan atau zone
produktif. Kemudian liner dipasang pada formasi produktif yang dikombinasikan
dengan screen sehingga pasir yang ikut aliran produksi tertahan oleh screen.
Keuntungan screen and liner completion :
1. Formasi damage selama pemboran melewati zone produktif dapat dikurangi.
2. Tidak ada biaya perforasi.
3. Dapat disesuaikan dengan cara khusus untuk mengontrol pasir.
4. Pembersihan lubang dapat dihindarkan
Kerugian screen and liner completion :
1. Produksi air dan gas sulit dikontrol.
2. Stimulasi tidak dapat dilakukan secara selektif.
3. Rig time bertambah dengan digunakannya cable tool.
4. Sumur tidak mudah ditambah kedalamannya.
5. Fluida tidak mengalir dengan diameter penuh.
Di dalam screen liner completion, dijumpai beberapa macam jenis screen
liner yang dapat digunakan, yaitu sloted screen liner atau screen liner dengan
lubang berupa celah yang horizontal atau vertikal, wire wrapped screen liner yaitu
pipa saringan berupa anyaman dan prepack screen liner yang berupa pipa saringan
terdiri dari 2 pipa yang diantaranya diisi oleh gravel. Bentuk-bentuk dari screen
liner ini ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Lubang (opening) pada screen liner harus mempunyai ukuran tertentu agar
pasir formasi dapat membentuk susunan penahan (bridging) dan tertahan pada
screen. Untuk maksud tersebut dilakukan analisa butiran pasir dengan tujuan
menganalisa besar butir dan distribusinya.
Gambar 4.3.
Sreeen And Liner Completion 11)

Gambar 4.4.
Jenis-Jenis Screen Pengontrol Pasir 22)
B. Perforated Liner Completion
Dalam metode ini casing dipasang di atas zona produktifnya dibor dan
dipasang casing liner dan disemen. Selanjutnya liner diperforasi untuk produksi.
Keuntungan metoda perforated liner completion antara lain :
1. Kerusakan formasi dapat dikurangi.
2. Produksi gas atau minyak lebih mudah dikontrol.
3. Stimulasi dapat dilakukan secara selektif.
4. Sumur dapat ditambah kedalaman dengan mudah.
Kekurangan metode perforated liner completion, antara lain :
1. Fluida mengalir ke lubang sumur tidak dengaa diameter penuh.
2. Interpretasi log kritis, karena perlu dilakukan gama ray log agar tidak salah
memilih lapisan pasir dan menghindari zona submargine pada saat akan
dilakukan perforasi.
3. Penyemenan liner sulit dilakukan.
4. Ada tambahan biaya untuk perforasi, penyemenan dan rig time.

Gambar 4.5.
Perforated Liner Completion 22)

4.3.2.2. Gravel Pack Completion


Pemasangan gravel pack bertujuan untuk menghentikan pergerakan pasir
formasi, serta memungkinkan produksi ditingkatkan sampai kapasitas maksimum.
Pada kenyataannya, operasi gravel pack gagal meningkatkan kapasitas produksi,
meskipun dapat menahan pergerakan pasir.
Kegagalan ini disebabkan karena berkurangnya permeabilitas di depan
zona produktif, akibat partikel-partikel halus bercampur dengan gravel.
Pencampuran partikel-partikel ini dapat terjadi baik pada saat operasi gravel
packing sedang berjalan maupun sesudahnya.
Pendekatan analitik dari gravel pack yang digunakan adalah berdasarkan
pada pori-pori antara butiran-butiran gravel. Secara teoritis packing yang paling
longgar, yang dibentuk dari partikel-partikel bulat dengan ukuran seragam adalah
cubic packing. Dengan susunan tersebut, partikel yang dapat melewati ruangan
antara partikel tersebut berukuran 0.4142 x diameter partikel yang membentuk
packing.
Sedangkan packing yang paling rapat adalah berbentuk hexagonal dan
partikel yang dapat melewati ruangan antar partikel tersebut berukuran 0.1545 x
diameter yang membentuk packing. Dari percobaan, ternyata bentuk packing yang
terjadi mendekati hexagonal packing. Dengan demikian ukuran gravel yang
digunakan harus lebih kecil atau sama dengan 6.64 x diameter pasir formasi yang
terkecil.
Tetapi, ternyata butiran-butiran pasir yang halus dapat membentuk bridge
yang stabil di muka celah-celah partikel gravel. Dengan demikian ukuran celah-
celah ini tidak lebih besar dari tiga kali ukuran partikel. Berdasarkan hal ini,
Coberly dan Wagner mengusulkan ukuran gravel yang digunakan sama dengan 10
kali d10, dimana d10 adalah 10 percentile dari hasil sieve analysis.
Untuk menentukan ukuran gravel, beberapa ahli lain memberikan saran
atau pendapat sebagai berikut :
a. Saucier : D50 = 5 sampai 6 d50
b. Sparlin : D50 = 4 sampai 8 d50
c. Tausch-Coberly : 6 d50 > D > 4 d10
d. Schwartz : untuk C < 3 D10 = 6 d10
untuk C < 3 D40 = 6 d40
Schwartz, memberikan pendekatan dalam menentukan gravel, yaitu
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Analisis butioran air formasi.
Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi produktif, maka
kurva tersebut digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
2. Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau G S ratio.
G S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan ukuran
butir pasir formasi. G S ratio sangat penting hubungannya dengan pemilihan
ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang diberikan oleh para ahli,
adalah sebagai berikut :
a. Comberly, Hill, Wagner, Gumpertz menyatakan :
Ukuran Gravel Terbesar
G S Ratio = Ukuran Pasir 10 Percantile
b. Saucier menyatakan :
50 Percentile Grael
G S Ratio = 50 Percentile Sand
c. Schwartz menyatakan :
10 Percentile Gravel
G S Ratio = 10 Percentile Sand atau
40 Percentile Gravel
G S Ratio = 40 Percentile Sand
d. Maly menyatakan :
Ukuran Gravel Terkecil
G S Ratio = 10 Percentile Ukuran Pasir

Gambar 4.6. menunjukkan efek G-S ratio terhadap permeabilitas gravel pack.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk harga G-S ratio lebih dari 5,
terjadi pengurangan permeabilitas gravel pack, karena gravel yang dibutuhkan
untuk mengontrol pasir terlalu kecil. Sedangkan pada harga G-S ratio 6 10,
terjadi pengurangan permeabilitas efektif pengepakan gravel. Untuk harga G-S
ratio lebih dari 10, maka pasir formasi akan dengan bebas melewati
pengepakan gravel. Harga optimum G-S ratio adalah 5 6, karena nampak
fungsi penahan (bridging) dari gravel.

Gambar 4.6.
Pengaruh dari Gravel Sand Ratio Pada Permeabilitas Gravel Pack 2)

Sehingga Saucier menyimpulkan bahwa harga G-S ratio optimum ukuran


gravel terhadap ukuran pasir formasi antara 5 6 dapat dipakai untuk
mempertahankan stabilitas pengepakan, karena permeabilitas dapat
dipertahankan dalam keadaan tetap tinggi.Sedangkan untuk ukuran gravel
yang terlalu besar, maka pasir formasi akan menerobos ke dalam pengepakan
gravel dan akan menambah kehilangan tekanan (pressure drop) seperti terlihat
pada Tabel IV - 2.
3. Keseragaman pasir formasi.
Distribusi ukuran gravel yang seragam akan mampu menahan butiran pasir
formasi yang tidak seragam. Pada harga G-S ratio mendekati 6 disebut dengan
titik perencanaan atau ukuran butir kritis (critical size).
Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa :
a. Untuk pasir dengan ukuran butir seragam (C < 5), maka titik d10
merupakan design point dengan G-S ratio adalah D10 = 6 d10.
b. Untuk pasir dengan ukuran butir tidak seragam (C > 5), maka titik d 40
merupakan design point dengan G-S ratio adalah D40 = 6 d40.

Tabel IV 2.
Efek G-S Ratio Terhadap Pressure Drop 22)

Median Gravel Size Flow Rate Pressure Drop

Median Sand Size (BPD) (Psi)


6.2 16
6.0 14.0 30
8.2 16

7.7 54
8.5 13.0 180
7.7 94

6.3 160
12.8 11.2 97
8.2 270

4. Kecepatan aliran fluida ke dalam lubang screen.


Kecepatan aliran akan memperoleh daya angkut butiran pasir formasi. Setiap
aliran butir gravel mempunyai kecepatan aliran kritis (aliran yang melalui
perforasi), yang apabila terlewati akan menyebabkan rangkaian penahan pada
pengepakan akan hancur. Kecepatan kritis ini tidak dapat diperoleh secara
mutlak, namun berhubungan langsung dengan kestabilan pengepakan.
Schwartz memberikan pendekatan sebagai berikut :
a. Untuk pasir seragam ( C < 5) dan kecepatan aliran lebih kecil dari 0.05
fps, maka G-S ratio adalah D10 gravel = 6 d10 pasir.
b. Untuk pasir tidak seragam (C > 5) dan kecepatan aliran lebih besar dari
0.05 fps, maka G-S ratio adalah D40 gravel = 6 d40 pasir.
c. Untuk pasir sangat tidak seragam (C > 10) dan kecepatan aliran lebih besar
atau sama dengan 0.1 fps, maka harga G-S ratio adalah D 70 gravel = 6 d70
pasir.
Kecepatan aliran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Laju produksi, Cuft / sec
2
Kecepatan aliran = 50 % luas slot yang terbuka , ft
Metoda sand kontrol dengan menggunakan gravel pack harus dilengkapi
dengan liner, yang mana liner ini diharapkan dapat memberikan luas atau
penampang yang cukup besar sehingga tidak terdapat pressure drop yang besar
dan dapat menahan semua gravel. Adanya gravel yang ikut terproduksi dapat
mengurangi kerapatan dari packing, yang dapat menimbulkan butiran-butiran
pasir yang lebih besar ikut terproduksi.
Percobaan yang dilakukan oleh Coberly dan Wagner menunjukkan bahwa
ukuran celah-celah liner harus sedikit lebih kecil dari ukuran gravel, sehingga
dapat terjadi bridging. Tetapi dalam prakteknya, pada gravel yang mempunyai
sorting yang baik, pada mulanya akan terproduksi sejumlah gravel secara
bersamaan tiba dicelah liner. Sehubungan dengan hal ini lebar celah pada liner
hampir selalu direncanakan lebih kecil dari ukuran gravel yang terkecil. Dowell-
schumberger, menyatakan bahwa ukuran celah adalah dua pertiga dari ukuran
gravel yang terkecil.
Ukuran screen yang baik untuk dipilih adalah yang dapat menahan butiran
gravel pada tempatnya serta dapat memberikan luas aliran yang mencukupi. Ada
beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli untuk ukuran screen ini,
yaitu antara lain :
a. Coberly-Wagner :
W < D100
b. Tauch-Corley :
W = D50

c. H. J. Ayre :
D Ds
Ds 1
2
W=2

dimana :
D50 = diameter butir pada titik 50 % berat kumulatif pada kurva sieve analysis, in
Ds = diameter gravel terkecil, in
D1 = diameter gravel terbesar, in
Dalam prakteknya, lebar celah screen yang sering digunakan adalah : 0.5
in < W < d20. Ukuran lebar celah screen 0.05 in merupakan ukuran minimum yang
dapat mencegah tersumbatnya celah tersebut. Untuk menentukan ukuran screen
yang digunakan sesuai dengan ukuran range yang tersedia, dapat ditunjukkan pada
Tabel IV 3.

Tabel IV 3
Ukuran Screen yang Digunakan Berdasarkan Ukuran Range Gravel 22)

Gravel Size Gravel Size Screen Gauge Screen Gauge


(U. S. Mesh (Inch) (Inch)
40 / 60 0.0165 0.0098 0.008 8
30 / 50 0.0230 0.012 0.010 10
20 / 40 0.0330 0.0165 0.012 12
16 / 30 0.0470 0.0230 0.016 16
12 / 20 0.0660 0.0330 0.020 20
8 / 16 0.0940 0.0470 0.028 28

Pada umumnya ukuran gravel pack akan menentukan ukuran screen


opening, dimana screen opening berkisar antara sampai 2/3 kali ukuran
diameter gravel pack yang terkecil, yang telah diseleksi.
Penempatan gravel pack tergantung pada sistem sumur yang digunakan.
Penempatan gravel ada dua cara, yaitu open hole gravel pack dan inside gravel
pack.
Pada open hole gravel pack, digunakan slotted liner atau wire wrapped
liner dan sebelum pemasangan liner dan penempatan gravel, pada dasar sumur
diperbesar diameternya. Gravel pack ditempatkan antara formasi dan liner. Open
hole gravel pack ini baik digunakan pada sumur-sumur yang produktivity index-
nya tidak mengalami penurunan yang besar selama produksi.
Pada inside gravel pack, liner dipasang dalam casing yang diperforasi dan
gravel ditempatkan antara liner dengan casing. Keuntungan inside gravel pack ini
adalah sederhana dan relatif lebih murah.

4.3.3. Metode Kimia


Metode kimia adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi
problem kepasiran, yaitu dengan menempatkan resin dan gravel ke dalam formasi.
Pada dasarnya metode ini merupakan kombinasi antara dua prinsip kepasiran,
yaitu pembentukan semen buatan ditempat dan rangkaian penahan pasir. Jadi
diharapkan campuran ini dapat menyemen pasir formasi pada tempatnya sehingga
kekuatan ikatan antar butir formasi menjadi makin besar.
Dalam metode kimia ini dikenal dua macam cara, yaitu : Dengan
konsolidasi pasir dan konsolidasi gravel.

4.3.3.1. Konsolidasi Pasir


Pemecahan problem pasir dengan metode konsolidasi pasir menyangkut
proses injeksi bahan-bahan kimia ke dalam formasi yang tidak terkonsolidasi,
guna menyemen butir-butir formasi. Bahan kimia yang diinjeksikan ke dalam
formasi akan mengeras, sehingga memiliki dua fungsi, yaitu:
a. Menyemen butir-butir pasir pada tempatnya, agar kekuatan ikatan antar
butiran semakin bertambah. Untuk keperluan ini harus dijaga agar penurunan
permeabilitas yang terjadi seminimal mungkin.
b. Meningkatkan kekuatan atau ketahanan setiap butir pasir, dengan cara
membentuk matrik yang tersiri dari plastik juga butir-butir pasir.
Dari pengukuran dilaboratorium terhadap batuan pasir kwarsa yang
bersih dengan permeabilitas tinggi dan telah mengalami konsolidasi dengan resin,
didapat bahwa compresive strength berkisar antara 3000 7000 psi. Sedangkan
permeabilitasnya berkurang menjadi 50 90 % dari semula. Penurunan
permeabilitas 30 % hanya mengakibatkan penurunan produktivitas sebesar 10 %.
Semakin besar compresive strength, maka semakin kecil permeabilitas yang
terjadi, dan sebaliknya.
Sistim pasir terkonsolidasi dapat berkurang kekuatannya bila
bersentuhan dengan air garam. Pengaruh air garam ini dapat diperkecil dengan
penggunaan coupling-agent, yang dapat membantu ikatan butir pasir dengan resin.
Dua masalah utama yang timbul dalam konsolidasi pasir adalah
penempatan resin ke dalam formasi secara sempurna serta kandungan clay atau
shale dalam formasi. Pada penempatan resin di dalam formasi, dikenal beberapa
proses, yaitu :
a. Pemisahan fasa.
Pada proses ini resin dilarutkan dalam hidrokarbon. Dikombinasikan dengan
suatu aktivator, fasa cair dari resin akan memisahkan diri dari zat pelarut
setelah beberapa waktu dan kemudian memadat. Setelah terjadi pemisahan,
namun masih dalam keadaan cair, resin akan menempel titik singgung antara
butir-butir pasir karena gaya kapiler.
b. Overflush.
Disini larutan resin diinjeksikan diikuti oleh fluida lain, yang bertugas
mendorong resin dan membersihkan sisa-sisa resin, tetapi masih
meninggalkan residual resin saturation pada titik kontak antar butir-butir.
Overflush dibuat untuk mengontrol ketebalan lapisan plastik, compresive
strength dan permeabilitas. Overflush yang biasa digunakan adalah
hidrokarbon, tetapi dapat pula air. Untuk mempertinggi efek penyapuan
digunakan fluida yang viscous.
c. Preflush.
Pada proses ini air garam diperkecil konsentrasinya dengan injeksi
hidrokarbon, sedangkan air conate didorong atau dipindahkan dengan
isoprophyl alkohol dan surfactant atau mutual solvent. Bila air garam tidak
dihilangkan, maka compresive strength yang tercapai hanya berkisar antara 20
40 % dari yang seharusnya.
Kekuatan batuan terkonsolidasi sangat dipengaruhi oleh
kandungan shale atau clay dalam formasi. Pada pasir yang kotor, diperlukan
larutan dengan resin berkonsentrasi tinggi guna mengatasi luas permukaan butiran
silt dan lempung. Sistim pemisahan fasa tidak sesuai untuk pasir kotor, karena
akan terbentuk gel pada konsentrasi resin lebih dari 30 %. Pada pasir kotor, kadar
shale lebih dari 30 %, sehingga lebih baik digunakan overflush.
Jumlah resin yang digunakan tergantung pada porositas, penetrasi
dan panjang interval. Penambahan volume sebesar 50 % diperlukan untuk
mengatasi migrasi fluida di atas dan di bawah interval produktif. Tekanan injeksi
resin harus lebih kecil dari tekanan rekah formasi, untuk mendapatkan penetrasi
yang seragam keseluruh interval.
Konsolidasi pasir sangat baik dilakukan untuk kondisi sumur
sebagai berikut :
1. Interval treatment kurang dari 10 ft.
2. Tanpa produksi pasir sebelumnya, karena bahan-bahan kimia sukar
didistribusikan secara merata pada formasi yang berongga-rongga.
3. Zona paling atas dari sumur komplesi ganda, dimana tidak terdapat peralatan
mekanik yang ditinggalkan dalam lubang bor.
4. Tekanan reservoir tinggi.
5. Kecenderungan produksi pasir terbatas.
6. Pasir berkualitas baik dengan permeabilitas vertikal cukup tinggi.

4.3.3.2. Konsolidasi Gravel


Proses ini menyangkut penggunaan suatu bubur (slurry) yang terdiri dari
fluida pembawa, plastik (opxy atau furan), coupling agent, gravel atau pasir dan
activator. Bubur dicampur dipermukaan dan dipompakan melewati lubang
perforasi. Maksud operasi ini adalh membentuk suatu penahan mekanik yang
mempunyai permeabilitas tinggi bagi formasi pasir yang terkonsolidasi.
Selanjutnya gravel yang tersisa dari lubang bor dibor kembali dan dikeluarkan
lagi.
Metode ini kadang-kadang digunakan pada zona bagian atas karena tidak
memerlukan peralatan mekanik khusus. Metoda ini lebih menguntungkan
dibandingkan metoda gravel pack, karena ikatan gravel yang kuat, sehingga tidak
mungkin masuk kedalam formasi. Dalam kondisi dimana terjadi produksi pasir
dalam jumlah banyak dan casing mengalami kerusakan, maka dapat dilakukan
squeeze gravel terkonsolidasi dan memasang gravel pack dibelakang casing.
Kebanyakan operasi gravel terkonsolidasi menggunakan fluida pembawa
yang viscous dengan konsentrasi gravel yang tinggi untuk memperkecil terjadinya
pencampuran dengan pasir formasi.

Anda mungkin juga menyukai