Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkurangnya jumlah gigi di dalam mulut dari jumlah yang seharusnya oleh
karena berbagai faktor, sehingga fungsi gigi hilang. Kehilangan gigi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti lubang besar, traumatik, penyakit jaringan
pendukung gigi. Kehilangan gigi dalam jangka waktu yang lama, akan
menyebabkan perubahan susunan gigi, kontak gigi sehingga makanan akan sering
menyangkut.Seiring bertambahnya usia, semakin besar pula kerentanan seseorang
untuk kehilangan gigi. Hal itu berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan
gigi tiruan.

Dengan berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan serta penelitian, ilmu


dan cara pembuatan gigi-geligi tiruan terus berkembang sampai mencapai tahap
yang sekarang kita saksikan (Gunadi, dkk, 1995). Protesa lengkap maupun
sebagian, seperti yang dijumpai pada masa kini tidak tercatat secara pasti dari
zaman awalnya masing-masing dan hanya diketahui secara lebih mendetail pada
abad-abad akhir ini saja. Begitu pula sejarah perkembangan geligi tiruan cekat
(fixed) atau lepasan (removable) dapat dikatakan berjalan sejajar dan amat suka
rmengatakan dengan tepat atau menarik garis pemisah yang jelas antara
keduannya. Dari data-data yang ada, ternyata bahwa penggantian - penggantian
yang dahulu di buat sebenarnya lebih tepat disebut sebagai macam-macam
pekerjaan pembuatan mahkota jembatan (Gunadi, dkk, 1995).

Gigi tiruan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dalam mengunyah,


berbicara dan memberikan dukungan untuk otot wajah. Meningkatkan penampilan
wajah dan senyum. Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu gigi tiruan penuh ( Full Crown) dan gigi tiruan sebagian (Partial
Crown). Gigi tiruan sebagian dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan lepasan
/Removable (yang dapat dilepas pasang sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan cekat/
Fixed/ GTC (yang disemenkan ke gigi pasien secara permanen). Gigi tiruan cekat
atau disingkat dengan GTC diklasifikasikan menjadi dua yaitu crown dan

1
bridge. Secara keseluruhan gigi tiruan cekat dapat bertujuan untuk mencapai
pemulihan kembali keadaan-keadaan yang abnormal pada pengunyahan,
pemugaran dari sebagian atau seluruh alat pengunyahan termasuk bagian yang
mengalami kerusakan, pencegahan terjadinya kerusakan selanjutnya pada gigi-
gigi lainnya dan jaringan lunak sekitarnya, keadaan yang menjamin keutuhan alat
pengunyahan untuk waktu yang selama mungkin.

Pada pembuatan gigi tiruan, rencana perawatan dan perawatan pendahuluan


harus ditetapkan terlebih dahulu, karena beberapa keadaan dapat mempengaruhi
keadaan yang lain. Jika pada pasien terdapat keluhan rasa sakit sebelum
pembuatan gigi tiruan, mungkin yang diperlukan adalah pencabutan gigi geligi
sesegera mungkin, jika penambalan tidak dapat dilakukan, untuk mendapatkan
kesehatan rongga mulut. Selama proses pemeriksaan, rencana perawatan
sementara telah ditentukan untuk digunakan pada masin-gmasing gigi geligi yang
tinggal, pembuatan gigi tiruan dikatakan berhasil jika berbanding langsung pada
gigi geligi yang tinggal, pemeriksaan rontgen foto juga diperlukan pada keadaan
seperti ini untuk melihat keadaan gigi yang tinggal seperti karies interdental dan
kualitas tulang alveolar. Perawatan pendahuluan yang dilakukan sebelum
pembuatan gigi tiruan bertujuan untuk melihat keadaan seluruh perubahan-
perubahan/ kelainan yang terjadi pada gigi geligi, linggir alveolus yang
mendukung gigi tiruan dan struktur rongga mulut yang lain yang dapat
menggagalkan dalam pembuatan gigi tiruan. Tujuan diagnosa dan perawatan
pendahuluan mempunyai arti yang penting terhadap suksesnya pembuatan gigi
tiruan untuk kebutuhan pasien.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur diagnosis dari kasus Tersebut ?

1.3 Tujuan

Untuk Mengetahui Prosedur Diagnosis dari kasus yang telah ditentukan


serta menjabarkan bagaimana penyelesaian kasusnya

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Prostodontics (Gigi Tiruan)

Gigi Tiruan (denture) adalah Suatu bentukan gigi yang menggantikan


sebagian atau seluruh gigi asli yang hilang dan atau jaringan pendukungnya. Gigi
tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang
masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi
ini telah lama disebut dengan gigi tiruan jembatan (Shilingburg,
dkk,1997).

2.2 Prosedur Diagnosis

Tujuan diagnosa dan perawatan pendahuluan mempunyai arti yang penting


terhadap suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Diagnosa dan
perawatan pendahuluan pada pembuatan gigi tiruan mempunyai beberapa
pertimbangan :

1. Membentuk kesehatan jaringan periodontal.


2. Pemulihan gigi pasien.
3. Pemulihan dan mengahrmoniskan hubungan oklusal.
4. Penggantian dari gigi yang hilang.

Jika pasien langsung dirawat tanpa melakukan diagnosa dan perawatan


pendahuluan, maka kegagalanlah yang akan dihadapi. Selain diagnosa dan
perawatan pendahuluan, ada hal-hal yang sama pentingnya, yaitu:

1. Penjelasan kepada pasien mengenai gigi tiruan yang akan dibuat, sehingga
pasien mengerti akan kegunaan gigitiruan tersebut.

2. Memastikan kebutuhan gigi tiruan untuk pasien.

3. Keinginan pasien yang berhubungan dengan kebutuhannya.

4. Hubungan rencana perawatannya dengan kebutuhannya.

3
5. Mendiagnosa pasien berarti melakukan anamnese dan pemeriksaan
terhadap pasien. Anamnese yaitu menanyakan kepada pasien mengenai
segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gigitiruan yang akan
dipakainya.

1. Anamnesa / Anamnesis

Anamnesa / Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara


pasien/keluarga pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang
berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan
penyakit yang diderita pasien.Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
1 Auto-anamnesa yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien
karena pasien dianggap mampu tanya jawab
2 Allo-anamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau
dilakukan wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang
mengetahui tentang pasien.
3 Allo-anamnesa dilakukan karena ;
a. Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat
mengemukakan pendapat terhadap apa yang dirasakan)
b. Pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu
c. Pasien tidak dapat berkomunikasi
d. Pasien dalam keadaan gangguan jiwa
a. Pemeriksaan subjektif.

Meliputi Penyakit sistemik, misalnya: hipertensi, diabetes


mellitus. Kebiasaan jelek, misalnya: mengunyah di satu sisi, bruxism,
dsb. Apakah pernah memakai gigi tiruan, jika pernah bagaimana
keluhan- keluhan gigi tiruan yang lama.

b. Pemeriksaan objektif.

Pada pemeriksaan objektif ini, pemeriksaan dapat dilakukan


dengan melihat Palpasi Perkusi Sonde Termis Rontgen foto.

Pemeriksaan ektra oral

1) Bentuk muka/wajah

4
a. Dilihat dari arah depan (oval/ovoid, persegi/square,
lonjong/tapering)
b. Dilihat dari arah samping (cembung, lurus, cekung)
2) Bentuk bibir (panjang, pendek, normal, tebal, tipis, tegang,
kendor (flabby). Tebal tipis bibir akan mempengaruhi
retensi gigitiruan yang akan dibuat, dimana bibir yang
tebal akan memberi retensi yang lebih baik.
3) Sendi rahang (mengeletuk, kripitasi, sakit).

Pemeriksaan intra oral

1) Pemeriksaan terhadap gigi


a. Gigi yang hilang
b. Keadaan gigi yang tinggal (gigi yang mudah terkena karies,
banyaknya tambalan pada gigi, mobility gigi, elongasi,
malposisi, atrisi. Jika dijumpai ada kelainan gigi yang
mengganggu pada pembuatan gigi tiruan, maka sebaiknya
gigi tersebut dicabut.
c. Oklusi : diperhatikan hubungan oklusi gigi atas dengan gigi
bawah yang ada. Angle klas I, II, dan III
d. Adanya ovrclosed occlusion pada gigi depan, dapat
disebabkan, antara lain karena : (angular cheilosis, disfungsi
dari TMJ, spasme otot-otot kunyah, Spasme otot-otot kunyah
dapat diperbaiki dengan menambah dimensi vertical pada
pembuatan Gigi tiruan sebagian lepasan. Selain deep
overbite, harus diketahui juga ukuran over jet dari gigi depan.
Dalam keadaan normal, ukuran over bite dan over jet ini
berkisar antara 2 mm.
e. Warna gigi,Warna gigi pasien harus dicatat sewaktu akan
membuat gigitiruan sebagian lepasan terutama pada
pembuatan gigitiruan di daerah anterior untuk kepentingan
estetis.
f. Oral hygiene (adanya karang gigi, adanya akar gigi, adanya
gigi yang karies, adanya peradangan pada jaringan lunak,
misalnya : gingivitis
g. Rontgen foto,Dengan rontgen foto dapat diketahui adanya:
1. kualitas tulang pendukung dari gigi penyangga

5
2. gigi-gigi yang terpendam, sisa-sisa akar
3. kista, kelainan periapikal
4. resorbsi tulang
5. sclerosis (penebalan tulang)
h. Resesi gingival
i. Vitalitas gigi
j. Tes vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau
tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes
termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.
(1) Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi
aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk menentukan sensitivitas
terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).
(a) Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
bahan, yaitu etil klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan
refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
a. Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan
menggunakan cotton roll maupun rubber dam.
b. Mengeringkan gigi yang akan dites.
c. Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat
dilakukan dengan menyemprotkan etil klorida pada cotton
pellet.
d. Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
e. Mencatat respon pasien.
Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin
dengan keluhan nyeri tajam yang singkat maka menandakan
bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien
tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis
pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi
tes dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva
(Grossman, dkk, 1995).
Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin
diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan
(metamorfosis kalsium).

6
(b) Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah apabila stimulus yang
diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan
menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound
panas, alat touch and heat dan instrumen yang dapat
menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk, 1995).
Gutta perca merupakan bahan yang paling sering
digunakan dokter gigi pada tes panas. Pemeriksaan dilakukan
dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa. Kemudian gutta
perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca
diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi. Apabila tidak ada
respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa
nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca
menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak
merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital (Walton dan
Torabinejad, 2008).
(2) Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan
cara melubangi gigi. Alat yang digunakan bur tajam dengan cara
melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak
merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil
vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit
(Grossman, dkk, 1995).
(3) Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat
perforasi akibat karies atau tes kavitas. Tes jarum miller dilakukan
dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar.
Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif
yang menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila
terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan
Torabinejad, 2008).

(4) Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes


vitalitas gigi dengan listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh.

7
Alatnya menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris
ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan
dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada bagian
bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan lunak.
Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi
konduktor berupa pasta gigi.
Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh
hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang
menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat
pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan,
geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes
elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena stimulasi
listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes
elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor
antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau
restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan
baterai habis (Grossman, dkk, 1995).

2. Diagnosis
Diagnosis, yaitu penetapan jenis penyakit tertentu berdasarkan
analisis hasil anamnesa dan pemeriksaan yang teliti. Penetapan ini penting
sekali artinya untuk menentukan pengobatan atau tindakan berikutnya.
Diagnosis ditinjau dari segi prosesnya, yaitu :

a Diagnosis awal atau diagnosis kerja, yaitu penetapan diagnosis


awal yang belum diikuti dengan pemeriksaan yang lebih mendalam

b Diagnosis banding (deferensial diagnosis), yaitu sejumlah


diagnosis (lebih dari 1) yang ditetapkan karena adanya
kemungkinan-kemungkinan tertentu guna pertimbangan medis
untuk ditetapkan diagnosisnya lebih lanjut

8
c Diagnosis akhir, yaitu diagnosis yang menjadi sebab mengapa
pasien dirawat dan didasarkan pada hasil-hasil pemeriksaan yang
mendalam .

Diagnosis ditinjau dari segi keadaan penyakitnya, yaitu :

a. Diagnosis utama, yaitu jenis penyakit utama yang diderita pasien


setelah dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam
b. Diagnosis komplikasi, yaitu penyakit komplikasi karena berasal dari
penyakit utamanya
c. Diagnosis kedua, ketiga dst atau Diagnosis Co-Morbid, yaitu
penyakit penyerta diagnosis utama yang bukan berasal dari penyakit
utamanya atau sudah ada sebelum diagnosis utama ditemukan
3. Prognosis
Prognosis, yaitu ramalan medis dan hasil pemeriksaan dan
diagnosis berdasarkan teori-teori atau hasil penelitian pada penyakit yang
bersangkutan. Kemungkinannya yaitu:
a) Cenderung baik (dubia ad bonam)
b) Cenderung memburuk (dubia ad malam)
4. Terapi
Terapi, yaitu pengobatan yang diberikan kepada pasien atas dasar
indikasi medis atau diagnosis yang ditemukan dokter.
Terapi dapat berupa :
a) Terapi medikamentosa, yaitu pengobatan yang diberikan dalam
bentuk obat/bahan kimia
b) Terapi suportif, yaitu pengobatan yang diberikan dalam bentuk
dukungan moral utuk proses penyembuhan pasien
c) Terapi invasif, yaitu pengobatan dengan melakukan tindakan
yang menyebabkan disintegrasi (tidak utuhnya) jaringan atau organ .

5. Tindakan Medis

Tindakan medis, yaitu suatu intervensi medis yang dilakukan pada


seseorang berdasar atas indikasi medis tertentu yang dapat
mengakibatkan integritas jaringan atau organ terganggu. Tindakan tersebut
dapat berupa :

1 Tindakan terapetik yang bertujuan untuk pengobatan

9
2 Tindakan diagnostik yang bertujuan untuk menegakanatau
menetapkan diagnosis.

3 Tindakan medis hanya dapat dilakukan apabila telah dilakukan


informed consent, yaitu persetujuan atau penolakan pasien yang
bersangkutan terhadap tindakan medis yang akan diterimanya
setelah memperoleh informasi lengkap tentang tindakan tersebut.

2.3 Syarat Gigi Tiruan yang Baik

1 Material tidak berbau, berasa, halus, bersih, dan tidak mengiritasi,


ukuran dan bentuk harus sesuai, serta mempunyai retensi dan stabilisasi
waktu dipakai dan berfungsi sehingga enak dipakai,
2 Dapat berfungsi untuk mengunyah makanan, mengucapkan
kata dengan jelas, gerakan seperti tertawa, menguap, batuk, minum dan
lain-lain,
3 Estetis dalam ukuran, bentuk, warna gigi dan gusi,
4 Tidak menimbulkan gangguan atau kelainan dan rasa sakit, dan juga
5 Cukup kuat terhadap tekanan pengunyahan dan pengaruh zat dalam
makanan, minuman, cairan ludah dan obat.

2.4 Akibat Kehilangan Gigi

Akibat kehilangan gigi tanpa penggantian menurut Aryanto (dalam


Rahmawan, 2008) adalah :

1. Migrasi dan Rotasi Gigi

Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan


pergeseran, miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati
posisi yang normal untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan,
maka akan mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi yang miring lebih
sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karies dapat meningkat.

2. Erupsi berlebih.

Bila gigi sudah tidak memiliki antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi
berlebih (over eruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai

10
pertumbuhan tulang alveolar. Bila hal ini terjadi tanpa disertai pertumbuhan
tulang alveolar, maka struktur periodontal akan mengalami kemunduran sehingga
gigi mulai extrusi. Bila terjadinya hal ini disertai pertumbuhan tulang alveolar
berlebih, maka akan menimbulkan kesulitan jika pada suatu hari penderita perlu
dibuatkan geligi tiruan lengkap.

3. Penurunan Efisiensi Kunyah

Mereka yang sudah kehilangan banyak gigi, apalagi yang belakang, akan
merasakan betapa efisiensi kunyahnya menurun. Pada kelompok orang yang
dietnya cukup lunak, hal ini mungkin tidak terlalu berpengaruh, maklum pada
masa kini banyak jenis makanan yang dapat dicerna hanya dengan sedikit proses
pengunyahan saja.

4. Gangguan pada Sendi Temporo-mandibula.

Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih (over closure),


hubungan rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat menyebabkan
gangguan pada struktur sendi rahang.

5. Beban Berlebih pada Jaringan Pendukung.

Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang
masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi
pembebanan berlebih. Hal ini mengakibatkan kerusakan membaran periodontal
dan lama kelamaan gigi tadi manjadi goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.

6. Kelainan bicara

Kehilangan gigi depan atas dan bawah seringkali menyebabkan kelainan


bicara, karerna gigi khususnya yang depan termasuk bagian organ fonetik.

7. Memburuknya Penampilan

Menjadi buruknya penampilan karena kehilangan gigi depan akan


megurangi daya tarik wajah seseorang, apalagi dari segi pandang manusia modern.

8. Terganggunya Kebersihan Mulut

11
Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan
tetangganya, demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang
interproksimal tidak wajar ini, mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi
makanan. Dengan sendirinya kebersihan mulut jadi terganggu dan mudah terjadi
plak. Tahap berikutnya terjadi karies gigi. Pada tahap berikut terjadinya karies gigi
dapat meningkat.

9. Atrisi

Pada kasus tertentu dimana membran periodontal gigi asli masih menerima
beban berlebihan, tidak akan mengalami kerusakan, malahan tetap sehat. Toleransi
terhadap beban ini bisa berwujud atrisi pada gigi- gigi tadi, sehingga dalam jangka
waktu panjang akan terjadi pengurangan dimensi vertikal wajah pada saat keadaan
gigi beroklusi sentrik.

10. Efek Terhadap Jaringan Lunak Mulut

Bila ada gigi yang hilang, ruang yang ditinggalkannya akan ditempati
jaringan lunak pipi dan lidah. Jika berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan
kesukaran adaptasi terhadap geligi tiruan yang kemudian dibuat, karena
terdesaknya kembali jaringan lunak tadi daritempat yang ditempati protesis.
Dalam hal ini, pemakaian geligi tiruan akan dirasakan sebagai suatu benda asing
yang cukup mengganggu.

2.5 Gigi Tiruan Cekat (GTC)

Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada
gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis
restorasi ini telah lama disebut dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000).

2.5.1 Komponen GTC

Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer,
konektor, dan abutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Pontik, Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang


menggantikan gigi asli yang hilang dan berfungsi untuk

12
mengembalikan: Fungsi kunyah dan bicara,Estetis ,Comfort (rasa
nyaman),Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah
migrasi / hubungan dengan gigi lawan ektrusi

Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:

a. Berdasarkan bahan

Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas 5:


1) Pontik logam
Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya
terdiri dari alloy, yang setara dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki
kekuatan dan kelenturan yang cukup sehingga tidak mudah menjadi patah
atau berubah bentuk (deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik
logam biasanya dibuat untuk daerah-daerah yang kurang mementingkan
faktor estetis, namun lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan
seperti pada jembatan posterior.
2) Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam
sedangkan seluruh permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini
biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dimana faktor estetis
menjadi hal yang utama. Pontik porselen mudah beradaptasi dengan
gingival dan memberikan nilai estetik yang baik untuk jangka waktu yang
lama.
3) Pontik akrilik
Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan
resin akrilik. Dibandingkan dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih
lunak dan tidak kaku sehingga membutuhkan bahan logam untuk
kerangkanya agar mampu menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini
biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya
sebagai bahan pelapis estetis saja.
4) Kombinasi Logam dan Porselen
Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam
akan memberikan kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini
memberikan estetis. Porselen pada bagian labial/bukal dapat
dikombinasikan dengan logam yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari

13
temperature porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan dengan
logam, sangat keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian yang sama
dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian labial/bukal dan
daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam ditempatkan pada
oklusal dan lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior
maupun posterior.
5) Kombinasi Logam dan Akrilik
Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi
sebagai bahan estetika sedangkan logam yang memberi kekuatan dan
dianggap lebih dapat diterima oleh gingival sehingga permukaan
lingual/palatal dan daerah yang menghadap gusi dibuat dari logam
sedangkan daerah labial/bukal dilapisi dengan akrilik.

b. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak

1) Pontik Sanitary

Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan
linggir alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik
dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan permukaan dasar pontik cembung
dalam segala aspek. Tujuan pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisa-
sisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik
yang demikian mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga
hanya diindikasikan untuk pontik posterior rahang bawah(Arifin, 2000).

2) Pontik Ridge Lap

Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir


alveolus sedangkan bagian palatal menjauhi linggir ataupun sedikit
menyentuh mukosa dari linggir. Hal ini mengakibatkan estetis pada bagian
labial/bukal lebih baik, dan mudah dibersihkan pada bagian palatal.
Walaupun demikian menurut beberapa hasil penelitian, sisa makanan
masih mudah masuk ke bawah dasar pontik dan sulit untuk dibersihkan.
Pontik jenis ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan
posterior(Arifin, 2000).
3) Pontik Conical Root

14
Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat
yang dibuatkan atas permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis
dalam kegiatan sehari-hari. Pontik ini dibuat dengan cara bagian dasar
pontik masuk ke dalam soket gigi yang baru dicabut kira-kira 2 mm.
pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada
pembuatan ini tidak menggunakan restorasi provisional.

b. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer


direkatkan dengan semen pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan
dan berfungsi sebagai stabilisasi dan retensi (Arifin, 2000).

Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada


dipermukaan luar mahkota gigi penyangga

a) Full-veneer Crown Retainer


Indikasi:
a. Tekanan kunyah normal/ besar
b. Gigi-gigi geligi yang pendek
c. Intermediare abutment paska perawatan periodontal
d. Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang
Keuntungan:
a. Indikasi luas
b. Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik
c. Memberikan efek splinting yang terbaik
Kerugian:
a. Jaringan gigi yang diasah lebih banyak
b. Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)
b. Partial-veneer Crown Retainer
Indikasi:
a. Gigi tiruan jembatan yang pendek
b. Tekanan kunyah ringan / normal
c. Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
d. Salah satu gigi penyangga miring

Keuntungan:

a. Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit


b. Estetis lebih baik daripada FVC retainer

Kerugian:

a. Indikasi terbatas
b. Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit

15
c. Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang
d. Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)
c. Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam
mahkota gigi penyangga.
Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay
Indikasi:
a. Gigi tiruan jembatan yang pendek
b. Tekanan kunyah ringan atau normal
c. Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar
d. Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal

Keuntungan:

a. Jaringan gigi yang diasah sedikit


b. Preparasi lebih mudah
c. Estetis cukup baik

Kerugian:

a. Indikasi terbatas
b. Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
c. Mudah lepas/patah
d. Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang
telah disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.
Indikasi:
a. Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
b. Gigi tiruan jembatan yang pendek
c. Tekanan kunyah ringan
d. Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi

Keuntungan:

a. Estetis baik
b. Posisi dapat disesuaikan

Kerugian:Sering terjadi fraktur akar

c. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer.


Konektor harus dapat mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan
berfungsi (Arifin, 2000).
a. Konektor rigid : konektor yang tidak memungkinkan terjadinya
pergerakan pada komponen GTC. Merupakan konektor yang paling

16
sering digunakan untuk GTC. Konektor rigid dapat dibuat dengan
cara:
a) Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan
satu kali proses tuang.
b) Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan
penambahan logam campur (metal alloy) yang dipanaskan.
c) Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan
pemanasan dan/atau tekanan.
b. Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan pergerakan
terbatas pada komponen GTC. Diindikasikan bila terdapat
pier/intermediate abutment untuk penggangti beberapa gigi yang
hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah
pemasangan dan perbaikan (repair) GTC. Contohnya adalah
dovetail dan male and female.
d. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan
untuk menahan gigi tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor
seperti daerah membran periodontal, panjang serta jumlah akar.
a.Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.
b. Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.
c.Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.
d. Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling
ujung dari

2.5.2 Macam Desain GTC

Adapun 6 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada


dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini
adalah:

a. Fixed-fixed bridge
Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan
setiap unit individual bersama atau menggunakan satu kali pengecoran.
Memiliki dua atau lebih gigi penyangga. GTC tipe ini menghasilkan
kekuatan dan stabilitas yang sangat baik dan juga mendistribusikan
tekanan lebih merata pada restorasi. Serta memberikan efek splinting
yang sangat baik. Diindikasikan pada span pendek, atau untuk splinting
pada gigi goyang dengan kondisi periodontal kurang baik.

17
Indikasi Penggantian 1 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien
yang punya tekanan kunyah normal kuat; Gigi penyangga tidak terlalu
besar.; Gigi penyangga derajat goyangnya 1 (normal).
Kontra-Indikasi Pontics/span yang terlalu panjang; Gigi
penyangga memiliki kelainan periodontal atau karies esktensif; Pasien
yang masih muda dengan ruang pulpa besar.
Keuntungan Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ;
Punya efek splinting terbaik dan karenanya sering digunakan sebagai
perawatan penunjang periodontal.
Kerugian Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya
ungkit/bent/efek flexural. Hal ini terjadi pada saat makan, bolus makanan
berada baik di gigi penyangga atau berada di tengah span/pontik.
b. Semi fixed bridge
Pada jenis ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua,
menggunakan konektor rigid dan non rigid sehingga tekanan oklusi
akan lebih disalurkan ke tulang dan tidak dipusatkan ke retainer.
GTC tipe ini memungkinkan pergerakan terbatas pada konektor
diantara pontik dan retainer. Konektor tersebut dapat memberikan
dukungan penuh pada pontik untuk melawan gaya oklusal vertikal,
dan memungkinkan gerakan terbatas pada respon terhadap gaya
lateral. Hal ini mencegah gerakan gerakan satu retainer yang
mentransmisikan gaya torsional secara langsung ke retainer lainnya
sehingga dapat menyebabkan lepasnya retainer. Diindikasikan pada
span panjang dan jika terdapat pier/intermediate abutment pada
pengganti beberapa gigi yang hilang.

Syarat: Tekanan kunyah normal/ringan dan ukuran abutment normal.

Konstruksi: Non-rigid Connector di mesial diastema untuk


mencegah tertariknya key karna gaya ACF.

Indikasi Salah satu abutment miring >20 atau intermediate


abutment; Kehilangan 1 atau 2 gigi dengan salah satu gigi
penyangga vital; Kehilangan 2 gigi dengan gigi penyangga
intermediate.

18
Keuntungan Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya
gaya ungkit sebagaimana yang terjadi pada GTJ rigid-fixed;
Preparasi tidak terlalu ekstensif sehingga pasien yang ruang
pulpanya besar tidak menjadi masalah; Prosedur sementasi bertahap
sehingga jika terjadi kesalahan tidak semua unit harus diulang.

Kerugian Pembuatan relatif sulit, terutama keakuratan kedua unit


retainer; Harganya relatif lebih mahal; Efek splinting kurang; Risiko
fraktur pada kunci tinggi

c. Cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau
lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat
mengatasi beban oklusal dari gigitiruan. GTC tipe ini tidak diindikasikan
untuk daerah dengan beban oklusal besar. Apabila terkena gaya lateral,
maka gigi penyangga akan tipping, rotasi, atau drifting. Tidak
diindikasikan pula pada penggantian gigi dengan gigi penyangga nonvital
sebagai terminal abutment. GTC tipe ini diindikasikan untuk pengganti
satu gigi yang hilang.

Syarat: tekanan kunyah ringan, abutment sehat, dukungan tulang baik.

Keuntungan Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil


maksimal; Jaringan yang rusak tidak banyak; Estetika paling baik
karena kesederhanaan desainnya serta menggunakan full-porcelain
crown.

Indikasi Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal kecil.

Kontra-Indikasi Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang beban


oklusalnya tidak terlalu besar.

Kerugian Punya daya mengungkit yang dapat merusak jaringan


periodonsium (baik tulang maupun mukosa); Terjadi rotasi palato-

19
labial, namun hal ini jarang terjadi karena adanya keseimbangan
jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah; Indikasi sangat terbatas.

d. Spring cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang


dihubungkan ke gigi atau penyangga gigi. Loop atau bar tersebut
menghubungkan retainer dan pontik dipermukaan palatal. Lengan dari
bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai
panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam
kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur
dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan
ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu
gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang
hilang.

Indikasi Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini


menjadi pilihan terbaik karena letak gigi penyangga tidak tepat
disebelah pontics sehingga tidak terlalu terlihat jika menggunakan
logam; Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan untuk digunakan
sebagai gigi penyangga, baik karena faktor anatomis (akar &
periodontal) maupun karena faktor fisik retainernya; Jika diperlukan
adanya diastema (umumnya faktor estetik).

Kontra-Indikasi Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu pendek


sehingga kurang retentif untuk dijadikan penyangga; Pada gigi di
mandibula; Bentuk palatal tidak memungkinkan, entah karena adanya
torus atau bentuknya yang terlalu dangkal/dalam. Selain alasan
fungsional, faktor estetik juga menjadi masalah; Gigi penyangga tidak
memiliki kontak proksimal, menyebabkan gigi berisiko bergerak.

Keuntungan Mendapat hasil estetika yang sangat baik; Waktu


kunjungan relatif lebih singkat; Desain umumnya disambut baik oleh
pasien karena faktor estetika dan kekuatan yang tahan lama; Tingkat
kegagalan rendah selama preparasi dan pembuatannya benar.

20
Kerugian Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada
gaya yang cukup besar seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan
secara alami; Meskipun waktu kunjungan singkat, waktu pembuatan
cukup lama dan kompleks serta butuh keahlian.

e. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam
gigitiruan cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan. Diindikasikan
pada pengganti gigi hilang yang membutuhkan gabungan beberapa
tipe GTC.

f. Adhesive bridge/resin-bonded fixed partial denture/maryland


bridge
Merupakan GTC yang sangat konservatif karena preparasi
yang sangat minimal. Dilakukan preparasi gigi penyangga hanya
sebatas email. GTC tipe ini terdiri dari satu atau dua beberapa
pontik yang didukung retainer tipis yang direkatkan dengan semen
dengan sistem etcing bonding ke email gigi penyangga di bagian
lingual dan proksimal. Gigi penyangga harus memiliki mahkota
klinis yang cukup lebar agar dapat memberikan retensi dan
resistensiyang maksimal. Gigi tersebut juga tidak boleh goyang
dan inklinasi mesiodistalnya harus kurang dari 15derajat.
Retensinya berupa mikromekanik antara permukaan email dengan
permukaan dalam retainer yang telah dietsa. Diindikasikan pada
GTC span pendek, abutment yang tidak membutuhkan restorasi,
dan penggantian kehilangan gigi anterior pada anak-anak, karena
anak-anak masih memiliki ruang pulpa yang besar. Kontraindikasi
GTC tipe ini adalah penggantian ggi anterior dengan deep over
bite.

2.5.3 Hukum Ante

Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan sebaiknya berpatokan


pada hukum Ante. Hukum Ante adalah konsep yang dikemukakan pada
tahun 1800an dan masih digunakan sampai sekarang. Hukum ante

21
menyatakan bahwa "Luas area permukaan akar gigi penyangga harus sama
atau lebih besar dari luas area permukaan akar gigi yang hilang atau daerah
anodonsia". Dalam keadaan tertentu, kita tidak perlu mentaati hukum
Ante, pada keadaan :

1. Akar gigi penyangga (abutment teeth) panjang, kokoh dan tertanam


baik dalam proc. Alveolaris.
2. Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali, misal
gigi lawan merupakan removable denture, sehingga tekanan kunyah
tidak akan sama dengan gigi asli.
3. Bentuk akar gigi penyangga yang tebal dan besar.

2.5.4 Syarat Pemakai Gigi Tiruan Cekat

1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun

a. < 20 Tahun

a. Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur


b. Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas
c. Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi
dengan rontgen dapat menghambat pertumbuhan tulang

b. > 50 Tahun

a. Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi


b. Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar
secara fisiologis
c. Kelainan jaringan yang bersifat patologis
2. Penyakit sistemik
Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan
jembatan daripada gigi tiruan lepasan.
3. Kondisi Periondisium

a. Gigi penyangga:

a. Jaringan periodontal sehat


b. Bone support baik
c. Bentuk akar yang panjang
d. Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang
e. Bentuk dan besar anatomis gigi normal
f. Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat

22
2. Gigi antagonis:

Oklusi normal

3. Gigi tetangga :

Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring

2.5.5 Keuntungan dan Kerugian GTC

1. Keuntungan

1. Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah


terlepas atau tertelan
2. Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien
3. Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan
keausan pada enamel gigi
4. Melindungi gig terhadap tekanan
5. Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi
gigi terhadap stress (tegangan)
6. Mendistribusikan stress (tegangan) fungsi ke seluruh gigi
sehingga menguntungkan jaringan pendukungnya (Abu Bakar,
2012).

2. Kerugian

1. Ditempatkan permanen sehigga sulit untuk mengontrol plak


2. Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik

2.6 MAHKOTA PASAK ( DOWEL CROWN, POST CROWN, STIF TAND )

Mahkota pasak dapat didefinisikan sebagai restorasi pengganti gigi yang


terdiri dari inti berpasak yang dilekatkan dengan suatu mahkota. Dengan demikian
restorasi ini merupakan restorasi dengan konstruksi dua unit yaitu ; inti yang
berpasak dan mahkota yang nantinya disemenkan pada inti ( gambar 1 ).

Pasak Inti
Mahkota ( crown )

23
Gambar 1.

Konstruksi dua unit

Restorasi dengan konstruksi dua unit ini memiliki beberapa keuntungan,


antara lain;

1 Jika mahkota berubah warna setelah pemakaian beberapa tahun, maka


mahkota jaket akan mudah diganti tanpa harus mengeluarkan atau merusak
pasak inti.
2 Adaptasi pinggiran mahkota terhadap permukaan akar dan posisi mahkota
terhadap gigi sebelahnya dan gigi-gigi lawan tidak tergantung pada fit
pasak dengan saluran akar.
3 Restorasi ini dapat digunakan untuk mengubah posisi mahkota
2.6.1 Indikasi

Restorasi ini dapat dibuat pada mahkota gigi post perawatan endodontik
yang mengalami kerusakan tetapi tidak dapat direstorasi dengan inlay, resin
akrilik, mahkota .. Selain itu dapat dilakukan untuk memperbaiki posisi gigi
pada perawatan orthodonti atau untuk abutmen bridge.

2.6.2 Kontra Indikasi

Restorasi mahkota pasak tidak dapat dilakukan pada kasus close bite /
cervikal bite, akar gigi yang terlalu pendek atau tipis, kesehatan umum yang
buruk, kesehatan mulut ( oral hygiene ) yang buruk dan juga bad oral habit

.Restorasi ini dilakukan pada gigi yang telah mengalami perawatan


endodontik baik pada gigi anterior maupun posterior. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan mengapa gigi yang telah dirawat endodontik memerlukan suatu
pasak, antara lain ;

1 Gigi yang telah dirawat endodontik menjadi non vital dan sehat, tetapi
jaringan non vital yang tersisa memiliki kelembaban yang lebih rendah
daripada gigi vital, sehingga gigi menjadi rapuh.

24
2 Pada gigi yang telah mengalami perawatan endodontik kontinuitas
jaringan telah terputus akibat dari pembuangan jaringan sehingga
mahkota menjadi rapuh apabila hanya dilakukan dengan pembuatan
mahkota jaket saja.
3 Suplai nutrisi pada gigi post endodontik otomatis terputus sehingga
gigi menjadi rapuh.
4 Gigi mengalami kehilangan banyak mahkota akibat dari karies.

Pada perawatan endodontik, seluruh jaringan yang ada pada ruang pulpa
dan saluran akar dibuang. Dan diganti dengan bahan / obat pengisi saluran akar.
Bahan pengisi ini tidak cukup kuat untuk menahan tekanan yang datang dari gigi
lawan pada proses pengunyahan. Untuk itu diperlukan kekuatan dalam ruang
pulpa dan saluran akar yang sama dengan kekuatan yang datang dari luar sehingga
tidak terjadi fraktur karena gigi dapat menahan tekanan. Sebuah penelitian
menunjukkan terdapat perbedaan kekuatan resistensi pada gigi yang telah dirawat
endodontik dan dibuatkan pasak dengan gigi yang telah dirawat endodontik tetapi
tidak dibuatkan pasak dimana gigi yang dibuatkan pasak inti lebih bisa bertahan
terhadap fraktur dibandingkan gigi yang tidak dibuatkan pasak inti.

Sebagai pengganti jaringan yang hilang tadi maka dibuatlah suatu inti (
core ) yang terbuat dari logam atau bahan lain. Inti atau core ini satu kesatuan
dengan suatu pasak atau dowel yang masuk ke dalam saluran akar gigi yang telah
dipreparasi, oleh karena itu restorasi ini sering juga dinamakan sebagai restorasi
interradikuler.

Pasak inti ada yang diproduksi oleh pabrik ( Manufactured post and
core/fabricated ) dan ada dalam bentuk logam tuang.

2.6.3 Macam-macam Core

1 Gold post
Suatu restorasi dimana mahkota gigi asli masih ada dan dipreparasi sesuai
dengan preparasi mahkota jaket.

25
2 Full Gold Core
Mahkota gigi asli telah hilang setelah saluran akar dipreparasi.

3 Partial Gold Core


Sebagian mahkota gigi asli masih tertinggal sedikit, di sebelah palatinal
atau labial dan masih cukup kuat untuk dipertahankan.

4 Gold Core With Window


Window diisi dengan bahan akrilik atau porselen atau semen silikat.

5 Off Centre Gold Core


Pasak inti dibuat sesuai dengan kemauan operator. Hampir sama dengan
full gold core hanya saja pasak inti dibuat untuk koreksi posisi gigi.

2.6.4 Macam-macam Pasak

1 Endopost.
Terbuat dari campuran logam mulia dengan ukuran sesuai standar alat
endodontik, yaitu : 70 140. Merupakancampuran emas atau logam mulia
lainnya.

2 Endowel.
Pasak plastik, ukuran sesuai dengan alat endo 80 140. Pada saat
pengecoran logam pasak ini dapat mencair keluar dari investment.

3 Parapost.
Pasak plastik ukuran tidak disesuaikan dengan alat endo, tetapi preparasi
saluran akar memakai rotary instrument khusus yang nantinya disesuaikan
panjangnya dengan pasak.

2.6.5 Macam-macam Mahkota Pasak ( POST CROWN )

1 Davis crown
Suatu mahkota yang keseluruhannya terbuat dari porselen dan diberi
dowell dari silver.

Terdapat dua tipe, yaitu;

26
a). Ground in type : Pada kasus belum ada kerusakan gigi dibawah
permukaan gusi.

b). Case base type : Pada kasus dimana terjadi kerusakan gigi di bawah
permukaan gusi.

2 Richmond crown
Mahkota pasak yang terbuat dari porselen dengan facing dari porselen dan
backing logam. Digunakan pada kasus yang memerlukan kekuatan besar,
misalnya GTC dengan empat insisvus hilang.

3 Porselen jacket crown dengan dowell crown


Untuk gigi anterior dimana sebagian mahkota klinis masih utuh, tetapi
sudah tidak cukup kuat untuk menahan tekanan daya kunyah.

4 Akrilik crown
Restorasi pada gigi anterior dimana gigi anterior dalam keadaan berjejal,
sehingga sulit untuk menentukan lebar mesio distal gigi tersebut.

2.6.6 Syarat keberhasilan mahkota pasak

Untuk keberhasilan suatu mahkota pasak, harus memenuhi syarat sebagai


berikut ;

1 Pengisian saluran akar yang lengkap, hermetis, sampai ke ujung akar.


2 Pada akar tidak boleh terdapat peradangan periapikal.
3 Jaringan pendukung harus dalam keadaan sehat. Tidak terdapat resorbsi
tulang alveolar baik vertikal maupun horizontal.
4 Jaringan akar masih padat, keras dan dinding saluran akar cukup tebal.
5 Posisi gigi lawan dalam segala kedudukan rahang bawah menyediakan
tempat yang cukup bagi inti dan mahkota jaket.
6 Pada gigi yang mengalami apikoektomi rasio panjang akar dengan dowel
crown harus seimbang.
2.6.7 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pembuatan Post Crown

1 Pengisian saluran akar

27
Harus hermetis sampai ke ujung akar
Pengisisan paling baik dengan gutapercha point, setelah satu bulan
kontrol dan tidak terdapat tanda-tanda peradangan; perkusi -, tekan
-,mobiliti -
Tidak terdapat peradangan periapikal, seperti tidak ada abses,
granuloma, kista maupun over filling.
Jaringan pendukung sehat, tidak terdapat resorbsi baik vertikal
maupun horizontal.
Metode pengisian dengan sectional methode. Metode lain boleh
dilakukan dengan cataan pengambilan gutapercha tidak boleh
dengan rotary instrument tetapi menggunakan; pesoreamers, bur
drill dengan putaran rendah, alat plugger yang dipanaskan.
2 Keadaan mahkota gigi harus sesuai dengan indikasi
3 Keadaan oklusal
Apabila terdapat cervikal bite,close bite. Ketebalan gigi dalam arah labio-
lingual kurang, ini menjadi indikasi untuk pembuatan mahkota jenis
Richmond Crown.

2.6.8 Preparasi Mahkota Pasak


1 Preparasi Bagian Mahkota
a Preparasi dimulai dengan membuang
sisa jaringan mahkota. Pemotongan
bagian distal dimulai dari sudut mesial
menuju distoservikal. Bagian mesial
yang tersisa dipotong serong mulai dari
tengah diagonal menuju sudut mesio-
servikal. Cara ini dilakukan agar gigi
sebelahnya tidak ikut terpreparasi.
b Sisa bagian tengah digerinda sehingga
hasilnya terdiri dari dua bidang yaitu
labial dan lingual.

28
c Sebaiknya jaringan gigi pada bagian
labial dan lingual jangan dipreparasi
sampai di bawah tepi gusi agar tidak
terjadi penutupan pinggiran preparasi
oleh gusi yang dapat mengganggu
ketepatan pencetakan. Nanti sebelum
pasak dipasang barulah pinggiran gigi
dapat dpreparasi kembali sampai 0,5
mm di bawah permukaan gusi pada
bagian labial. Setelahnya baru
dilakukan pencetakan untuk
pembuatan crown.
2 Preparasi Saluran Akar
a Preparasi dirintis terlebih dahulu dengan menggunakan bor bundar
diameter 0,9 sampai 1,2 mm tergantung pada besarnya garis tengah
akar.

b Dilakukan pengambilan gutapercha menggunakan ekskavator yang


telah dipanaskan, sedikit demi sedikit diambil. Perlu diusahakan
agar bahan pengisi saluran akar tidak tertarik keluar semua tetapi
pada daerah apeks masih terisi dengan gutapercha dan pasta
pengisi saluran akar.
c Pengambilan gutapercha dapat dilakukan dengan instrumen putar
yang disebut dengan peso reamers/ drill yang dipasang pada contra
angle low speed. Menurut Tillman bisa menggunakan bur bulat
dengan putaran lambat mula-mula membuat jalan masuk
dengan bur bulat kecil kemudian dengan roundbur lebih besar
sesuai dengan saluran akar yang ada dan jika gutap dalam saluran

29
akar telah diambil sepanjang posterior yang dikehendaki maka bor
bulat dapat diganti dengan bor fisur untuk memuat bentuk dari
pasak.
d Dengan bor fisur saluran perintis
dilebarkan dan dibentuk sehingga
penampangnya berbentuk oval
dengan sumbu panjang dalam arah
labiolingual untuk mencegah
terjadinya rotasi.
e Diameter saluran akar kurang lebih
1/3 ukuran penampang permukaan
akar. Dalamnya 2/3 panjang akar
atau sedikitnya sama dengan
panjang mahkota gigi asli yang
diganti.
f Dibuat seat atau dudukan
berbentuk shoulder sedalam 0,7 1
mm dengan bentuk mengikuti
keliling akar dengan lebar 1/6
diameter akar, tujuannya untuk
mencegah patahnya inti oleh
adanya daya gigit dari gigi lawan.
g Untuk memeriksa hasil preparasi digunakan santigen yang
dipanaskan sampai lunak kemudian dicetakkan ke dalam preparasi.
Jika preparasi sudah memadai tahap selanjutnya adalah membuat
pola lilin pasak inti..
B Pembuatan Pola Lilin untuk Pasak Inti
Pembuatan pola lilin dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ; langsung
(direct methode) dan cara tidak langsung (indirect methode)

1 Tidak Langsung (indirect methode)


a Bahan cetak elastomer dimasukkan ke dalam saluran akar dengan
semprotan.

30
b Sebatang kawat yang telah diulasi dengan perekat ( tray-adhesif ).
Kawat tersebut dilumuri dengan bahan cetak. Kemudian
dimasukkan ke dalam saluran akar dengan gerakan memompa.
c Dengan kawat pada tempatnya dilakukan pencetakan dengan bahan
cetak elastomer
d Pada cetakan yang telah jadi dilakukan pembuatan pola lilin pasak
inti.

Gbr 1).a Gbr 1).b

Gbr 1).d
Gbr 1).c

2 Langsung (direct methode)


a Lilin inlay dipanaskan di atas lampu spirtus ditekan bentuk kerucut
sampai lunak. Lilin dimasukkan ke dalam saluran akar yang telah
dibasahi dengan aquades. Dipadatkan penuh pada seluruh preparasi
saluran akar dan membentuk atap

31
b Dipasang stift kawat yang dipanaskan terlebih dahulu,ditekan
masuk ke dalam lilin di saluran akar. Pada bagian atap stift
disisakan tidak tertutup lilin dan dibengkokkan sebagai tanda yang
membedakan bagian palatal dan labial.
c Setelah lilin mengeras dan melekat pada kawat, pola lilin ditarik
keluar dari saluran akar untuk melakukan koreksi. Koreksi ini
dapat dilakukan dengan membandingkan hasil preparasi saluran
akar yang tercetak pada santigen.
d Bentuk akhir pola inti menyerupai bentuk preparasi mahkota jaket
hanya saja
a ukurannya
b lebih kecil
c d
Pembuatan Mahkota Sementara

Oleh karena dalam pembuatan mahkota pasak seluruh jaringan


mahkota dihilangkan, maka untuk melekatkan suatu mahkota diperlukan
pasak sementara. Pasak sementara dapat dibuat dari sisa paper-clips yang
dilipat sampai kedua ujungnya merapat seperti pada gambar. Kedua ujung
yang merapat dapat direnggangkan seperlunya agar jika dimasukkan
dalam saluran akar terdapat friksi/gesekan terhadap didnding saluran akar
dapat memegang pasak pada tempatnya.

Gambar 4

Mahkota sementara untuk keperluan ini dapat


digunakan mahkota sementara buatan pabrik yang
ukuran, bentuk dan warna disesuaikan. Dapat juga
menggunakan gigi artifisial yang terbuat dari akrilik
dan harus memenuhi syarat estetik. Bagian palatal
gigi akrilik dikurangi sedemikian rupa sehingga

32
tersedia tempat yang cukup untuk penempatan
kawat paper clips yang berfungsi sebagai pasak
sementara (gambar 5). Kemudian mahkota ini
disemenkan pada preparasi. Untuk memudahkan
pengeluaran digunakan semen fletcher yang biasa
digunakan sebagai bahan tambalan sementara.

Pengecoran Pasak
Tahap kerja pengecoran logam terdiri dari :

a Pemasangan saluran cor ( sprue ) pada pola lilin Gambar 5

Kawat yang dipakai untuk membuat pola lilin dapat berfungsi sebagai
sprue. Untuk mencegah terjadinya porositas pengisutan (shringkage
porosity) pada sprue ditambahkan reservoir.

b Pemendaman ( investing )
Sebelum pemendaman dilakukan, terlebih dahulu dibuat pembentuk
kawah ( crucible form ) dari lilin pada sebuah tabung casting ring. Kawah
pengecoran dengan slinger sebaiknya dibuat dangkal yaitu kerucut kawah
yang bersudut 120 , sedangkan jika pengecoran dilakukan dengan mesin
sentrifugal harus dibentuk lebih curam yaitu 80- 90. Pola lilin harus
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan kwas dan air sabun atau dapat
juga digunakan alkohol untuk menghilangkan tegangan permukaan.
Adukan bahan pendam diulaskan secara tipis pada permukaan pola lilin
sampai semua lilin diliputi oleh adukan semen. Pola lilin yang telah terulas
dimasukkan ke dalam tabung cor. Kemudian tabung cor diletakkan pada
pembentuk kawah kemudian diisi dengan bahan pendam.

c Pembakaran ( Burning out )


d Pengecoran ( Casting )
e Penyelesaian ( finishing )
Pada tahap ini, hasil coran tidak perlu dipoles karena permukaan yang
kasar menjadi tempat retensi antara semen dengan permukaan pasak.

Pemasangan Pasak

33
a Pasak dicoba dimasukkan ke dalam saluran akar. Jika terdapat kelebihan
logam seperti bintil logam yang dapat menghalangi arah masuk atau
insersi, maka kelebihan logam tersebut dipotong / dibuang.
b Inti tidak boleh tergigit gigi antagonis. Khusus untuk koreksi posisi gigi,
inti dapat dibengkokkan sesuai dengan maksud koreksi maksimal 30
derajad.
c Pada pasak terlebih dahulu dibuat alur lolos ( escape vent ) sebagai tempat
mengalirnya semen dengan mudah untuk menghilangkan adanya tekanan
balik dari pasak pada saat penyemenan. Tekanan balik ini akan
menyulitkan pengepasan pasak ( gambar 6.d )

Gambar 6.c. Gambar 6.d.


d Untuk melekatkan pasak dalam saluran akar digunakan adukan semen
yang agak encer dimasukkan ke saluran akar menggunakan sonde atau
reamers
e Pasak juga dilumuri dengan adukan semen tersebut kemudian dimasukkan
ke dalam saluran akar dan dipertahankan kedudukan yang semestinya
sampai semen mengeras. Untuk memudahkan pekerjaan, kelebihan semen
dibuang sebelum semen mengeras.
f Selanjutnya dilakukan pencetakan, kemudian model dari hasil cetakan ini
digunakan untuk pembuatan mahkota jaket.
Pembuatan Mahkota

Prosedur pembuatan mahkota pasak sama dengan pembuatan mahkota jaket


untuk gigi vital.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat uji coba pemasangan / try in
mahkota pasak, ( post crown ) antara lain ;

a Estetik

34
Warna dari post crown harus sesuai dengan gigi asli yang ada
dalam rongga mulut. Bentuk dan ukuran harus disesuaikan dengan
anatomi gigi.

b Oklusi
Tidak boleh terjadi prematur kontak yang akan mengakibatkan
trauma oklusi. Untuk mengetahuinya digunakan kertas artikulasi,
adanya teraan yang lebih tebal menunjukkan terjadinya traumatik
oklusi.

c Adaptasi
Terutama keakuratan / kerapatan pinggiran servikal antara tepi
mahkota jaket dengan bagian servikal gigi asli. Pada bagian pundak,
pinggiran mahkota tidak boleh menekan gusi ( overhang ), karena
kelebihan mahkota dapat menjadi tempat tertimbunnya plak yang akan
mengakibatkan peradangan gusi.

d Kedudukan
Mahkota tidak boleh labioversi ataupun palatoversi, disesuaikan
dengan kedudukannya terhadap gigi lain yang ada dalam rongga
mulut.

e Daerah titik kontak


Untuk pemeriksaan daerah titik kontak digunakan dental floss.
Daerah titik kontak harus dapat dilalui oleh dental floss ini.

Penyemenan Post Crown


Semen yang akan digunakan harus disesuaikan dengan bahan crown.
Semen-semen yang mengandung eugenol ( zinc oxide eugenol cement,
Alumina EBA cement ) tidak cocok untuk menyemen mahkota yang terbuat
dari bahan akrilik, karena akan bereaksi dengan bahan akrilik dimana akrilik
akan berubah warna, menjadi lunak dan permukaannya menjadi retak-retak
(crazing).

35
Semen jenis komposit memiliki sifat mekanis yang lebih baik. Semen jenis
polokarboksilat memiliki sifat adhesi terhadap dentin dan glasir lebih baik
daripada semen zinc-phospat dimana semen Zinc phospat lenih mudah larut
dalam cairan mulut.

Mahkota diisi penuh dengan adukan semen dan sebagian diulaskan merata
pada sekeliling preparasi post untuk mencegah terkurungnya gelembung udara
pada sudut pundak. Setelah mahkota masuk dengan seksama pada tempatnya,
operator harus mepertahankan kedudukannya sampai semen mengeras.
Kemudian sisa-sisa semen dibersihkan.

36
BAB III

PEMBAHASAN

SKENARIO KASUS :

Pasien Laki-laki usia 30 tahun datang ke RSGM dengan keluhan ingin


memperbaiki gigi yang patah. Dari Anamnesis diketahui beberapa gigi yang patah
karena kecelakaan motor 1 bulan yang lalu, ingin dibuatkan gigi tiruan yang tidak
dapat dilepas pasang dengan bahan yang kuat dan bagus. Pemeriksaan Intra oral
terlihat gigi 11 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes Perkusi (-), gigi
21 fraktur mahkota dengan tes vitalitas (+) dan tes Perkusi (-) ,gigi 22 fraktur
2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan perkusi (+) , kehilangan gigi 24 dan
terdapat sisa akar pada gigi 17,18. Pada gigi yang masih ada terdapat kalkulus
terutama pada gigi anterior RB di daerah lingual dan oklusi Normal.Pemeriksaan
Radiografis terlihat gambaran radiolusen pada daerah apikal gigi 22. Rencana
perawatan untuk gigi posterior kanan atas, dokter akan membuatkan gigi tiruan
sebagian lepasan.

3.1 Terminologi

3.1.1 Pertanyaan Terminologi dari contoh kasus :

1. Terminologi dari Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (Agry Primanita Efendi


15-087)
2. Terminologi dari gigi tiruan yang tidak bisa dilepas pasang ( Indah
Saputri 15-080)
3. Terminologi dari Tes vitalitas (+) dan tes Vitalitas (-) (Aika gleedina 15-
089)
4. Terminologi dari pemeriksaan Radiografis ( Assyfa Dinda R F 15-041)
5. Terminologi dari pemeriksaan intra Oral ( Stela Maysa Prima 15-086)

3.2 Identifikasi Masalah dari Kasus

37
3.2.1 Pertanyaan Identifikasi Masalah Dari kasus

1. Bagaimana pemeriksaan Subjektif Dari Kasus Diatas ? (Assyfa Dinda RF


15-41)
2. Bagaimana pemeriksaan Objektif dari kasus Diatas ? (Aika Gleedina P.EZ
15-089)
3. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kasus diatas ? (Agry primanita
Efendi 15-087)
4. Bagaimana dengan diagnosis dari kasus diatas ? (indah saputri 15-080)
5. Bagaiamana dengan rencana awal perawatan dari kasus diatas ? (Ferdy
Elvendry 13-)
6. Bagaiamana dengan Rencana Akhir dari kasus diatas ? (Surya Navisa YD
15-088)
7. Bagaimana dengan prognosis dari kasus diatas ? (Indah Saputri 15-080)
8. Apa bahan yang bagus dan kuat yang digunakan untuk pasien pada kasus
tersebut ? (Assyfa Dinda R.F 15-041)

3.2.2 Jawaban identifikasi masalah dari kasus

Anamnesa.

Pemeriksaan subjektif.

a. Data rutin

Data rutin meluputi nama,alamat,no handphone, umur,email,dll

Data rutin dari pasien pada kasus

-Pasien laki-laki berusia 30 tahun

b. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama : ingin memperbaiki gigi yang patah
b. Beberapa gigi depan patah karena kecelakaan motor satu bulan
yang lalu
ingin dibuatkan gigi tiruan yang tidak dapat dilepas pasang
c. Riwayat penyakit yang lalu (-)
d. Riwayat keluarga (-)
e. Riwayat sosial pekerjaan (-)

Pemeriksaan Objektif

38
1. Pemeriksaan ekstraoral
Oklusi normal

2. Pemeriksaan intraoral
a. Gigi 11 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes
perkusi(-)
b. Gigi 21 fraktur mahkota dengan tes vitalitas (+) dan perkusi (-)
c. Gigi 22 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes perkusi
(+)
d. Kehilangan gigi 24
e. Terdapat sisa akar pada gigi 17, 18
3. Pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan radiografi gigi 22 terdapat radiolusen pada daerah apikal

4. Diagnosis

a. Gigi 11 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes perkusi (-)
= gigi non vital
b. Gigi 21 fraktur mahkota dengan tes vitalitas (+) dan tes perkusi (-) =
gigi vital
c. Gigi 22 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes perkusi (+)
= abses periapikal
d. Kehilangan gigi 24 = missing
e. Gigi 17 dan 18 terdapat sisa akar = radiks
Rencana perawatan awal
Tindakan awal yang dilakukan adalah membersihkan kalkulus yang ada pada
gigi yang terdapat kalkulus terutama pada gigi anterior RB di daerah lingual.

Setelah dilakukannya pembersihan kalkulus, maka akan dilanjutkan dengan.

Rencana perawatan awal gigi 11 dapat dilakukan dengan cara melakukan


perawatan perawatan saluran akar terlebih dahulu. Karena menurut pemeriksaan
intraoral terdapat pemeriksaan tes vitalitas (-) dan tes perkusi (-) yang
menunjukan bahwa gigi 11 telah non vital. Apabila telah dilakukan perawatan
saluran akar dapat dilanjutkan dengan pemasangan mahkota tiruan dengan pasak

39
(dowel crown). Dowel crown tediri dari dua jenis, yaitu attached dowel crown dan
deattached dowel crown.

Rencana perawatan untuk gigi 22

Gigi 22 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes perkusi (+). Dan dari
pemeriksaan penunjang radiografi ditemukan adanya gambaran radiolusen pada
daerah apikal gigi 22. Gigi 22 mengalami abses periapikal. Penanganan untuk
abses periapikal adalah pemberian antibiotik dan trepanasi. Jika telah dilakukan
pemberian antibiotik dan abses periapikal nya telah ditangani, maka dilanjutkan
dengan perawatan saluran akar karena gigi 22 telah non vital.

Rencana perawatan untuk gigi 17 dan 18 adalah pencabutan sisa akar (radiks).

Rencana perawatan akhir

Rencana perawatan akhir untuk gigi 11 adalah, setelah dilakukannya


Perawatan saluran akar akan dilanjutkan dengan pembuatan Mahkota tiruan pasak
(dowel crown).

Rencana perawatan akhir untuk gigi 21 yang mengalami fraktur


mahkota dengan pemeriksaan dengan tes vitalitas (+) dan tes perkusi (-) = gigi
vital adalah mahkota tiruan (crown). Gigi 21 menurut pemeriksaan vitalitas
memberikan hasil positif yang menandakan bahwa gigi 21 masih vital. Perawatan
untuk gigi fraktur mahkota yang masih vital adalah dengan pemasangan mahkota
tiruan (crown). Pada kasus disebutkan bahwa pasien menginginkan gigi tiruan
yang tidak dapat dilepas pasang dengan bahan kuat dan bagus. Mahkota tiruan
memiliki tiga jenis bahan nya, yaitu metal, akrilik, dan porselen. Mahkota tiruan
yang menggunakan bahan dasar dari Metal indikasinya adalah untuk gigi
posterior, sedangkan yang berbahan dasar akrilik dan porselen indikasinya adalah
untuk gigi anterior. Mahkota tiruan berbahan dasar akrilik memiliki kelemahan
yaitu rentan porius. Mahkota tiruan berbahan dasar porselen memiliki estetis yang
palingbagus dan berbahan kuat. Akan tetapi kontaindikasi dari mahkota tiruan
berbahan dasar porselen adalah jika digunakan untuk gigi posterior, porselen
rentan pecah.

40
Rencana perawatan akhir untuk gigi 22 fraktur mahkota dengan tes
vitalitas (+) dan perkusi (-) adalah dengan pemasangan mahkota tiruan pasak
(dowel crown). Indikasi pemasangan mahkota tiruan pasak adalah untuk gigi yang
akan dipasangkan mahkota tiruan tetapi dengan gigi yang telah non vital.

Rencana perawatan akhir untuk gigi 24 yang telah missing adalah dengan
pemasangan gigi tiruan jembatan (bridge). Tujuan dari pemasangan gigi tiruan
jembatan adalah untuk menggantikan gigi yang hilang.

Rencana perawatan akhir untuk gigi 17 dan 18 pada gigi ini yang tersisa
hanya akar maka setelah dilakukannya pencabutan sisa akar (radiks), sehingga
dapat dilanjutkan dengan pemasangan gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL). Tidak
dilakukannya pemasangan mahkota tiruan cekat (GTC) karena jika dipasangkan
mahkota tiruan (Crown) tidak bisa. Karena indikasi dari pemasangan crown
adalah untuk menggantikan jaringan gigi yang hilang bukan untuk menggantikan
gigi yang hilang, sedangkan mengapa tidak dilakukan pemasangan makota tiruan
jembatan (bridge) adalah indikasi dari pemasangan bridge adalah untuk
menggantikan gigi yang hilang, tetapi kontraindikasi dari pemasangan mahkota
tiruan jembatan (bridge) adalah membutuhkan gigi penyangga.

Prognosis

Pada Kasus Diatas Prognosisnya yaitu Cenderung baik (dubia ad


bonam),karena dikasus siparien telah menekankan bahwa ingin dibuatkan gigi
tiruan yang tidak dapat dilepas pasang dengan bahan yang kuat dan bagus, karna
rencana perawatan yang diberikan adalah solusi yang diinginkan pasien, dan
sipasien juga diharuskan untuk kontrol kesehatan mulutnya sesuai dengan jangka
waktu yang ditentukan oleh dokter gigi tersebut.

41
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan perlu diperhatikan
diagnosa, pemeriksaaan pendahuluan, rencana perawatan dan perlu
memperhatikan komponen serta desain dan teknik preparasinya.
Pemakaian gigi tiruan mempunyai tujuan bukan hanya memperbaiki
fungsi pengunyahan, fonetik, dan estetik saja, tetapi juga harus dapat
mempertahankan kesehatan jaringan tersisa. Untuk tujuan terahir ini
selain erat kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan mulut, juga
bagaimana mengatur agar gaya-gaya yang terjadi masih bersifat
fungsional atau mengurangi besarnya gaya yang kemungkinan akan
merusak gigi tiruan.

42
Daftar Pustaka

Arifin M., Rahardjo W., Roselani. 2000. Diktat Prostodonsia: Ilmu Gigi Tiruan
Cekat (Teori dan Klinik). Departemen Prostodonsia Faklutas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia.

Martanto. P., drg. Ilmu Mahkota danJembatan jilid 1 dan 2 1985


Bakar, Abu. 2012. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: Quanum Sinergis Media.

Jubhari EH. 2007. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell bridge.
Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial

. Rosenstiel S.F., Land M.F., Fujimoto J. 2006. Contemporary Fixed


Prosthodontics. Mosby Inc. St. Louis,

Smith B.G.N. 1998. Planning and Making Crown and Bridges. Mosby. St. Louis.
3rd ed.

43

Anda mungkin juga menyukai