PENDAHULUAN
Berkurangnya jumlah gigi di dalam mulut dari jumlah yang seharusnya oleh
karena berbagai faktor, sehingga fungsi gigi hilang. Kehilangan gigi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti lubang besar, traumatik, penyakit jaringan
pendukung gigi. Kehilangan gigi dalam jangka waktu yang lama, akan
menyebabkan perubahan susunan gigi, kontak gigi sehingga makanan akan sering
menyangkut.Seiring bertambahnya usia, semakin besar pula kerentanan seseorang
untuk kehilangan gigi. Hal itu berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan
gigi tiruan.
1
bridge. Secara keseluruhan gigi tiruan cekat dapat bertujuan untuk mencapai
pemulihan kembali keadaan-keadaan yang abnormal pada pengunyahan,
pemugaran dari sebagian atau seluruh alat pengunyahan termasuk bagian yang
mengalami kerusakan, pencegahan terjadinya kerusakan selanjutnya pada gigi-
gigi lainnya dan jaringan lunak sekitarnya, keadaan yang menjamin keutuhan alat
pengunyahan untuk waktu yang selama mungkin.
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Penjelasan kepada pasien mengenai gigi tiruan yang akan dibuat, sehingga
pasien mengerti akan kegunaan gigitiruan tersebut.
3
5. Mendiagnosa pasien berarti melakukan anamnese dan pemeriksaan
terhadap pasien. Anamnese yaitu menanyakan kepada pasien mengenai
segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gigitiruan yang akan
dipakainya.
1. Anamnesa / Anamnesis
b. Pemeriksaan objektif.
1) Bentuk muka/wajah
4
a. Dilihat dari arah depan (oval/ovoid, persegi/square,
lonjong/tapering)
b. Dilihat dari arah samping (cembung, lurus, cekung)
2) Bentuk bibir (panjang, pendek, normal, tebal, tipis, tegang,
kendor (flabby). Tebal tipis bibir akan mempengaruhi
retensi gigitiruan yang akan dibuat, dimana bibir yang
tebal akan memberi retensi yang lebih baik.
3) Sendi rahang (mengeletuk, kripitasi, sakit).
5
2. gigi-gigi yang terpendam, sisa-sisa akar
3. kista, kelainan periapikal
4. resorbsi tulang
5. sclerosis (penebalan tulang)
h. Resesi gingival
i. Vitalitas gigi
j. Tes vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau
tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes
termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.
(1) Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi
aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk menentukan sensitivitas
terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).
(a) Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
bahan, yaitu etil klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan
refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
a. Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan
menggunakan cotton roll maupun rubber dam.
b. Mengeringkan gigi yang akan dites.
c. Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat
dilakukan dengan menyemprotkan etil klorida pada cotton
pellet.
d. Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
e. Mencatat respon pasien.
Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin
dengan keluhan nyeri tajam yang singkat maka menandakan
bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien
tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis
pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi
tes dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva
(Grossman, dkk, 1995).
Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin
diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan
(metamorfosis kalsium).
6
(b) Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah apabila stimulus yang
diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan
menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound
panas, alat touch and heat dan instrumen yang dapat
menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk, 1995).
Gutta perca merupakan bahan yang paling sering
digunakan dokter gigi pada tes panas. Pemeriksaan dilakukan
dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa. Kemudian gutta
perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca
diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi. Apabila tidak ada
respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa
nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca
menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak
merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital (Walton dan
Torabinejad, 2008).
(2) Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan
cara melubangi gigi. Alat yang digunakan bur tajam dengan cara
melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak
merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil
vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit
(Grossman, dkk, 1995).
(3) Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat
perforasi akibat karies atau tes kavitas. Tes jarum miller dilakukan
dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar.
Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif
yang menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila
terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan
Torabinejad, 2008).
7
Alatnya menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris
ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan
dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada bagian
bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan lunak.
Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi
konduktor berupa pasta gigi.
Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh
hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang
menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat
pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan,
geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes
elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena stimulasi
listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes
elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor
antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau
restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan
baterai habis (Grossman, dkk, 1995).
2. Diagnosis
Diagnosis, yaitu penetapan jenis penyakit tertentu berdasarkan
analisis hasil anamnesa dan pemeriksaan yang teliti. Penetapan ini penting
sekali artinya untuk menentukan pengobatan atau tindakan berikutnya.
Diagnosis ditinjau dari segi prosesnya, yaitu :
8
c Diagnosis akhir, yaitu diagnosis yang menjadi sebab mengapa
pasien dirawat dan didasarkan pada hasil-hasil pemeriksaan yang
mendalam .
5. Tindakan Medis
9
2 Tindakan diagnostik yang bertujuan untuk menegakanatau
menetapkan diagnosis.
2. Erupsi berlebih.
Bila gigi sudah tidak memiliki antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi
berlebih (over eruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai
10
pertumbuhan tulang alveolar. Bila hal ini terjadi tanpa disertai pertumbuhan
tulang alveolar, maka struktur periodontal akan mengalami kemunduran sehingga
gigi mulai extrusi. Bila terjadinya hal ini disertai pertumbuhan tulang alveolar
berlebih, maka akan menimbulkan kesulitan jika pada suatu hari penderita perlu
dibuatkan geligi tiruan lengkap.
Mereka yang sudah kehilangan banyak gigi, apalagi yang belakang, akan
merasakan betapa efisiensi kunyahnya menurun. Pada kelompok orang yang
dietnya cukup lunak, hal ini mungkin tidak terlalu berpengaruh, maklum pada
masa kini banyak jenis makanan yang dapat dicerna hanya dengan sedikit proses
pengunyahan saja.
Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang
masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi
pembebanan berlebih. Hal ini mengakibatkan kerusakan membaran periodontal
dan lama kelamaan gigi tadi manjadi goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.
6. Kelainan bicara
7. Memburuknya Penampilan
11
Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan
tetangganya, demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang
interproksimal tidak wajar ini, mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi
makanan. Dengan sendirinya kebersihan mulut jadi terganggu dan mudah terjadi
plak. Tahap berikutnya terjadi karies gigi. Pada tahap berikut terjadinya karies gigi
dapat meningkat.
9. Atrisi
Pada kasus tertentu dimana membran periodontal gigi asli masih menerima
beban berlebihan, tidak akan mengalami kerusakan, malahan tetap sehat. Toleransi
terhadap beban ini bisa berwujud atrisi pada gigi- gigi tadi, sehingga dalam jangka
waktu panjang akan terjadi pengurangan dimensi vertikal wajah pada saat keadaan
gigi beroklusi sentrik.
Bila ada gigi yang hilang, ruang yang ditinggalkannya akan ditempati
jaringan lunak pipi dan lidah. Jika berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan
kesukaran adaptasi terhadap geligi tiruan yang kemudian dibuat, karena
terdesaknya kembali jaringan lunak tadi daritempat yang ditempati protesis.
Dalam hal ini, pemakaian geligi tiruan akan dirasakan sebagai suatu benda asing
yang cukup mengganggu.
Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada
gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis
restorasi ini telah lama disebut dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000).
Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer,
konektor, dan abutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
12
mengembalikan: Fungsi kunyah dan bicara,Estetis ,Comfort (rasa
nyaman),Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah
migrasi / hubungan dengan gigi lawan ektrusi
a. Berdasarkan bahan
13
temperature porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan dengan
logam, sangat keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian yang sama
dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian labial/bukal dan
daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam ditempatkan pada
oklusal dan lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior
maupun posterior.
5) Kombinasi Logam dan Akrilik
Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi
sebagai bahan estetika sedangkan logam yang memberi kekuatan dan
dianggap lebih dapat diterima oleh gingival sehingga permukaan
lingual/palatal dan daerah yang menghadap gusi dibuat dari logam
sedangkan daerah labial/bukal dilapisi dengan akrilik.
1) Pontik Sanitary
Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan
linggir alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik
dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan permukaan dasar pontik cembung
dalam segala aspek. Tujuan pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisa-
sisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik
yang demikian mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga
hanya diindikasikan untuk pontik posterior rahang bawah(Arifin, 2000).
14
Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat
yang dibuatkan atas permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis
dalam kegiatan sehari-hari. Pontik ini dibuat dengan cara bagian dasar
pontik masuk ke dalam soket gigi yang baru dicabut kira-kira 2 mm.
pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada
pembuatan ini tidak menggunakan restorasi provisional.
Keuntungan:
Kerugian:
a. Indikasi terbatas
b. Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit
15
c. Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang
d. Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)
c. Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam
mahkota gigi penyangga.
Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay
Indikasi:
a. Gigi tiruan jembatan yang pendek
b. Tekanan kunyah ringan atau normal
c. Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar
d. Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal
Keuntungan:
Kerugian:
a. Indikasi terbatas
b. Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
c. Mudah lepas/patah
d. Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang
telah disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.
Indikasi:
a. Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
b. Gigi tiruan jembatan yang pendek
c. Tekanan kunyah ringan
d. Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
Keuntungan:
a. Estetis baik
b. Posisi dapat disesuaikan
16
sering digunakan untuk GTC. Konektor rigid dapat dibuat dengan
cara:
a) Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan
satu kali proses tuang.
b) Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan
penambahan logam campur (metal alloy) yang dipanaskan.
c) Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan
pemanasan dan/atau tekanan.
b. Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan pergerakan
terbatas pada komponen GTC. Diindikasikan bila terdapat
pier/intermediate abutment untuk penggangti beberapa gigi yang
hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah
pemasangan dan perbaikan (repair) GTC. Contohnya adalah
dovetail dan male and female.
d. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan
untuk menahan gigi tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor
seperti daerah membran periodontal, panjang serta jumlah akar.
a.Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.
b. Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.
c.Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.
d. Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling
ujung dari
a. Fixed-fixed bridge
Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan
setiap unit individual bersama atau menggunakan satu kali pengecoran.
Memiliki dua atau lebih gigi penyangga. GTC tipe ini menghasilkan
kekuatan dan stabilitas yang sangat baik dan juga mendistribusikan
tekanan lebih merata pada restorasi. Serta memberikan efek splinting
yang sangat baik. Diindikasikan pada span pendek, atau untuk splinting
pada gigi goyang dengan kondisi periodontal kurang baik.
17
Indikasi Penggantian 1 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien
yang punya tekanan kunyah normal kuat; Gigi penyangga tidak terlalu
besar.; Gigi penyangga derajat goyangnya 1 (normal).
Kontra-Indikasi Pontics/span yang terlalu panjang; Gigi
penyangga memiliki kelainan periodontal atau karies esktensif; Pasien
yang masih muda dengan ruang pulpa besar.
Keuntungan Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ;
Punya efek splinting terbaik dan karenanya sering digunakan sebagai
perawatan penunjang periodontal.
Kerugian Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya
ungkit/bent/efek flexural. Hal ini terjadi pada saat makan, bolus makanan
berada baik di gigi penyangga atau berada di tengah span/pontik.
b. Semi fixed bridge
Pada jenis ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua,
menggunakan konektor rigid dan non rigid sehingga tekanan oklusi
akan lebih disalurkan ke tulang dan tidak dipusatkan ke retainer.
GTC tipe ini memungkinkan pergerakan terbatas pada konektor
diantara pontik dan retainer. Konektor tersebut dapat memberikan
dukungan penuh pada pontik untuk melawan gaya oklusal vertikal,
dan memungkinkan gerakan terbatas pada respon terhadap gaya
lateral. Hal ini mencegah gerakan gerakan satu retainer yang
mentransmisikan gaya torsional secara langsung ke retainer lainnya
sehingga dapat menyebabkan lepasnya retainer. Diindikasikan pada
span panjang dan jika terdapat pier/intermediate abutment pada
pengganti beberapa gigi yang hilang.
18
Keuntungan Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya
gaya ungkit sebagaimana yang terjadi pada GTJ rigid-fixed;
Preparasi tidak terlalu ekstensif sehingga pasien yang ruang
pulpanya besar tidak menjadi masalah; Prosedur sementasi bertahap
sehingga jika terjadi kesalahan tidak semua unit harus diulang.
c. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau
lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat
mengatasi beban oklusal dari gigitiruan. GTC tipe ini tidak diindikasikan
untuk daerah dengan beban oklusal besar. Apabila terkena gaya lateral,
maka gigi penyangga akan tipping, rotasi, atau drifting. Tidak
diindikasikan pula pada penggantian gigi dengan gigi penyangga nonvital
sebagai terminal abutment. GTC tipe ini diindikasikan untuk pengganti
satu gigi yang hilang.
19
labial, namun hal ini jarang terjadi karena adanya keseimbangan
jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah; Indikasi sangat terbatas.
20
Kerugian Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada
gaya yang cukup besar seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan
secara alami; Meskipun waktu kunjungan singkat, waktu pembuatan
cukup lama dan kompleks serta butuh keahlian.
e. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam
gigitiruan cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan. Diindikasikan
pada pengganti gigi hilang yang membutuhkan gabungan beberapa
tipe GTC.
21
menyatakan bahwa "Luas area permukaan akar gigi penyangga harus sama
atau lebih besar dari luas area permukaan akar gigi yang hilang atau daerah
anodonsia". Dalam keadaan tertentu, kita tidak perlu mentaati hukum
Ante, pada keadaan :
a. < 20 Tahun
b. > 50 Tahun
a. Gigi penyangga:
22
2. Gigi antagonis:
Oklusi normal
3. Gigi tetangga :
1. Keuntungan
2. Kerugian
Pasak Inti
Mahkota ( crown )
23
Gambar 1.
Restorasi ini dapat dibuat pada mahkota gigi post perawatan endodontik
yang mengalami kerusakan tetapi tidak dapat direstorasi dengan inlay, resin
akrilik, mahkota .. Selain itu dapat dilakukan untuk memperbaiki posisi gigi
pada perawatan orthodonti atau untuk abutmen bridge.
Restorasi mahkota pasak tidak dapat dilakukan pada kasus close bite /
cervikal bite, akar gigi yang terlalu pendek atau tipis, kesehatan umum yang
buruk, kesehatan mulut ( oral hygiene ) yang buruk dan juga bad oral habit
1 Gigi yang telah dirawat endodontik menjadi non vital dan sehat, tetapi
jaringan non vital yang tersisa memiliki kelembaban yang lebih rendah
daripada gigi vital, sehingga gigi menjadi rapuh.
24
2 Pada gigi yang telah mengalami perawatan endodontik kontinuitas
jaringan telah terputus akibat dari pembuangan jaringan sehingga
mahkota menjadi rapuh apabila hanya dilakukan dengan pembuatan
mahkota jaket saja.
3 Suplai nutrisi pada gigi post endodontik otomatis terputus sehingga
gigi menjadi rapuh.
4 Gigi mengalami kehilangan banyak mahkota akibat dari karies.
Pada perawatan endodontik, seluruh jaringan yang ada pada ruang pulpa
dan saluran akar dibuang. Dan diganti dengan bahan / obat pengisi saluran akar.
Bahan pengisi ini tidak cukup kuat untuk menahan tekanan yang datang dari gigi
lawan pada proses pengunyahan. Untuk itu diperlukan kekuatan dalam ruang
pulpa dan saluran akar yang sama dengan kekuatan yang datang dari luar sehingga
tidak terjadi fraktur karena gigi dapat menahan tekanan. Sebuah penelitian
menunjukkan terdapat perbedaan kekuatan resistensi pada gigi yang telah dirawat
endodontik dan dibuatkan pasak dengan gigi yang telah dirawat endodontik tetapi
tidak dibuatkan pasak dimana gigi yang dibuatkan pasak inti lebih bisa bertahan
terhadap fraktur dibandingkan gigi yang tidak dibuatkan pasak inti.
Sebagai pengganti jaringan yang hilang tadi maka dibuatlah suatu inti (
core ) yang terbuat dari logam atau bahan lain. Inti atau core ini satu kesatuan
dengan suatu pasak atau dowel yang masuk ke dalam saluran akar gigi yang telah
dipreparasi, oleh karena itu restorasi ini sering juga dinamakan sebagai restorasi
interradikuler.
Pasak inti ada yang diproduksi oleh pabrik ( Manufactured post and
core/fabricated ) dan ada dalam bentuk logam tuang.
1 Gold post
Suatu restorasi dimana mahkota gigi asli masih ada dan dipreparasi sesuai
dengan preparasi mahkota jaket.
25
2 Full Gold Core
Mahkota gigi asli telah hilang setelah saluran akar dipreparasi.
1 Endopost.
Terbuat dari campuran logam mulia dengan ukuran sesuai standar alat
endodontik, yaitu : 70 140. Merupakancampuran emas atau logam mulia
lainnya.
2 Endowel.
Pasak plastik, ukuran sesuai dengan alat endo 80 140. Pada saat
pengecoran logam pasak ini dapat mencair keluar dari investment.
3 Parapost.
Pasak plastik ukuran tidak disesuaikan dengan alat endo, tetapi preparasi
saluran akar memakai rotary instrument khusus yang nantinya disesuaikan
panjangnya dengan pasak.
1 Davis crown
Suatu mahkota yang keseluruhannya terbuat dari porselen dan diberi
dowell dari silver.
26
a). Ground in type : Pada kasus belum ada kerusakan gigi dibawah
permukaan gusi.
b). Case base type : Pada kasus dimana terjadi kerusakan gigi di bawah
permukaan gusi.
2 Richmond crown
Mahkota pasak yang terbuat dari porselen dengan facing dari porselen dan
backing logam. Digunakan pada kasus yang memerlukan kekuatan besar,
misalnya GTC dengan empat insisvus hilang.
4 Akrilik crown
Restorasi pada gigi anterior dimana gigi anterior dalam keadaan berjejal,
sehingga sulit untuk menentukan lebar mesio distal gigi tersebut.
27
Harus hermetis sampai ke ujung akar
Pengisisan paling baik dengan gutapercha point, setelah satu bulan
kontrol dan tidak terdapat tanda-tanda peradangan; perkusi -, tekan
-,mobiliti -
Tidak terdapat peradangan periapikal, seperti tidak ada abses,
granuloma, kista maupun over filling.
Jaringan pendukung sehat, tidak terdapat resorbsi baik vertikal
maupun horizontal.
Metode pengisian dengan sectional methode. Metode lain boleh
dilakukan dengan cataan pengambilan gutapercha tidak boleh
dengan rotary instrument tetapi menggunakan; pesoreamers, bur
drill dengan putaran rendah, alat plugger yang dipanaskan.
2 Keadaan mahkota gigi harus sesuai dengan indikasi
3 Keadaan oklusal
Apabila terdapat cervikal bite,close bite. Ketebalan gigi dalam arah labio-
lingual kurang, ini menjadi indikasi untuk pembuatan mahkota jenis
Richmond Crown.
28
c Sebaiknya jaringan gigi pada bagian
labial dan lingual jangan dipreparasi
sampai di bawah tepi gusi agar tidak
terjadi penutupan pinggiran preparasi
oleh gusi yang dapat mengganggu
ketepatan pencetakan. Nanti sebelum
pasak dipasang barulah pinggiran gigi
dapat dpreparasi kembali sampai 0,5
mm di bawah permukaan gusi pada
bagian labial. Setelahnya baru
dilakukan pencetakan untuk
pembuatan crown.
2 Preparasi Saluran Akar
a Preparasi dirintis terlebih dahulu dengan menggunakan bor bundar
diameter 0,9 sampai 1,2 mm tergantung pada besarnya garis tengah
akar.
29
akar telah diambil sepanjang posterior yang dikehendaki maka bor
bulat dapat diganti dengan bor fisur untuk memuat bentuk dari
pasak.
d Dengan bor fisur saluran perintis
dilebarkan dan dibentuk sehingga
penampangnya berbentuk oval
dengan sumbu panjang dalam arah
labiolingual untuk mencegah
terjadinya rotasi.
e Diameter saluran akar kurang lebih
1/3 ukuran penampang permukaan
akar. Dalamnya 2/3 panjang akar
atau sedikitnya sama dengan
panjang mahkota gigi asli yang
diganti.
f Dibuat seat atau dudukan
berbentuk shoulder sedalam 0,7 1
mm dengan bentuk mengikuti
keliling akar dengan lebar 1/6
diameter akar, tujuannya untuk
mencegah patahnya inti oleh
adanya daya gigit dari gigi lawan.
g Untuk memeriksa hasil preparasi digunakan santigen yang
dipanaskan sampai lunak kemudian dicetakkan ke dalam preparasi.
Jika preparasi sudah memadai tahap selanjutnya adalah membuat
pola lilin pasak inti..
B Pembuatan Pola Lilin untuk Pasak Inti
Pembuatan pola lilin dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ; langsung
(direct methode) dan cara tidak langsung (indirect methode)
30
b Sebatang kawat yang telah diulasi dengan perekat ( tray-adhesif ).
Kawat tersebut dilumuri dengan bahan cetak. Kemudian
dimasukkan ke dalam saluran akar dengan gerakan memompa.
c Dengan kawat pada tempatnya dilakukan pencetakan dengan bahan
cetak elastomer
d Pada cetakan yang telah jadi dilakukan pembuatan pola lilin pasak
inti.
Gbr 1).d
Gbr 1).c
31
b Dipasang stift kawat yang dipanaskan terlebih dahulu,ditekan
masuk ke dalam lilin di saluran akar. Pada bagian atap stift
disisakan tidak tertutup lilin dan dibengkokkan sebagai tanda yang
membedakan bagian palatal dan labial.
c Setelah lilin mengeras dan melekat pada kawat, pola lilin ditarik
keluar dari saluran akar untuk melakukan koreksi. Koreksi ini
dapat dilakukan dengan membandingkan hasil preparasi saluran
akar yang tercetak pada santigen.
d Bentuk akhir pola inti menyerupai bentuk preparasi mahkota jaket
hanya saja
a ukurannya
b lebih kecil
c d
Pembuatan Mahkota Sementara
Gambar 4
32
tersedia tempat yang cukup untuk penempatan
kawat paper clips yang berfungsi sebagai pasak
sementara (gambar 5). Kemudian mahkota ini
disemenkan pada preparasi. Untuk memudahkan
pengeluaran digunakan semen fletcher yang biasa
digunakan sebagai bahan tambalan sementara.
Pengecoran Pasak
Tahap kerja pengecoran logam terdiri dari :
Kawat yang dipakai untuk membuat pola lilin dapat berfungsi sebagai
sprue. Untuk mencegah terjadinya porositas pengisutan (shringkage
porosity) pada sprue ditambahkan reservoir.
b Pemendaman ( investing )
Sebelum pemendaman dilakukan, terlebih dahulu dibuat pembentuk
kawah ( crucible form ) dari lilin pada sebuah tabung casting ring. Kawah
pengecoran dengan slinger sebaiknya dibuat dangkal yaitu kerucut kawah
yang bersudut 120 , sedangkan jika pengecoran dilakukan dengan mesin
sentrifugal harus dibentuk lebih curam yaitu 80- 90. Pola lilin harus
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan kwas dan air sabun atau dapat
juga digunakan alkohol untuk menghilangkan tegangan permukaan.
Adukan bahan pendam diulaskan secara tipis pada permukaan pola lilin
sampai semua lilin diliputi oleh adukan semen. Pola lilin yang telah terulas
dimasukkan ke dalam tabung cor. Kemudian tabung cor diletakkan pada
pembentuk kawah kemudian diisi dengan bahan pendam.
Pemasangan Pasak
33
a Pasak dicoba dimasukkan ke dalam saluran akar. Jika terdapat kelebihan
logam seperti bintil logam yang dapat menghalangi arah masuk atau
insersi, maka kelebihan logam tersebut dipotong / dibuang.
b Inti tidak boleh tergigit gigi antagonis. Khusus untuk koreksi posisi gigi,
inti dapat dibengkokkan sesuai dengan maksud koreksi maksimal 30
derajad.
c Pada pasak terlebih dahulu dibuat alur lolos ( escape vent ) sebagai tempat
mengalirnya semen dengan mudah untuk menghilangkan adanya tekanan
balik dari pasak pada saat penyemenan. Tekanan balik ini akan
menyulitkan pengepasan pasak ( gambar 6.d )
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat uji coba pemasangan / try in
mahkota pasak, ( post crown ) antara lain ;
a Estetik
34
Warna dari post crown harus sesuai dengan gigi asli yang ada
dalam rongga mulut. Bentuk dan ukuran harus disesuaikan dengan
anatomi gigi.
b Oklusi
Tidak boleh terjadi prematur kontak yang akan mengakibatkan
trauma oklusi. Untuk mengetahuinya digunakan kertas artikulasi,
adanya teraan yang lebih tebal menunjukkan terjadinya traumatik
oklusi.
c Adaptasi
Terutama keakuratan / kerapatan pinggiran servikal antara tepi
mahkota jaket dengan bagian servikal gigi asli. Pada bagian pundak,
pinggiran mahkota tidak boleh menekan gusi ( overhang ), karena
kelebihan mahkota dapat menjadi tempat tertimbunnya plak yang akan
mengakibatkan peradangan gusi.
d Kedudukan
Mahkota tidak boleh labioversi ataupun palatoversi, disesuaikan
dengan kedudukannya terhadap gigi lain yang ada dalam rongga
mulut.
35
Semen jenis komposit memiliki sifat mekanis yang lebih baik. Semen jenis
polokarboksilat memiliki sifat adhesi terhadap dentin dan glasir lebih baik
daripada semen zinc-phospat dimana semen Zinc phospat lenih mudah larut
dalam cairan mulut.
Mahkota diisi penuh dengan adukan semen dan sebagian diulaskan merata
pada sekeliling preparasi post untuk mencegah terkurungnya gelembung udara
pada sudut pundak. Setelah mahkota masuk dengan seksama pada tempatnya,
operator harus mepertahankan kedudukannya sampai semen mengeras.
Kemudian sisa-sisa semen dibersihkan.
36
BAB III
PEMBAHASAN
SKENARIO KASUS :
3.1 Terminologi
37
3.2.1 Pertanyaan Identifikasi Masalah Dari kasus
Anamnesa.
Pemeriksaan subjektif.
a. Data rutin
b. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama : ingin memperbaiki gigi yang patah
b. Beberapa gigi depan patah karena kecelakaan motor satu bulan
yang lalu
ingin dibuatkan gigi tiruan yang tidak dapat dilepas pasang
c. Riwayat penyakit yang lalu (-)
d. Riwayat keluarga (-)
e. Riwayat sosial pekerjaan (-)
Pemeriksaan Objektif
38
1. Pemeriksaan ekstraoral
Oklusi normal
2. Pemeriksaan intraoral
a. Gigi 11 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes
perkusi(-)
b. Gigi 21 fraktur mahkota dengan tes vitalitas (+) dan perkusi (-)
c. Gigi 22 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes perkusi
(+)
d. Kehilangan gigi 24
e. Terdapat sisa akar pada gigi 17, 18
3. Pemeriksaan penunjang.
4. Diagnosis
a. Gigi 11 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes perkusi (-)
= gigi non vital
b. Gigi 21 fraktur mahkota dengan tes vitalitas (+) dan tes perkusi (-) =
gigi vital
c. Gigi 22 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes perkusi (+)
= abses periapikal
d. Kehilangan gigi 24 = missing
e. Gigi 17 dan 18 terdapat sisa akar = radiks
Rencana perawatan awal
Tindakan awal yang dilakukan adalah membersihkan kalkulus yang ada pada
gigi yang terdapat kalkulus terutama pada gigi anterior RB di daerah lingual.
39
(dowel crown). Dowel crown tediri dari dua jenis, yaitu attached dowel crown dan
deattached dowel crown.
Gigi 22 fraktur 2/3 mahkota dengan tes vitalitas (-) dan tes perkusi (+). Dan dari
pemeriksaan penunjang radiografi ditemukan adanya gambaran radiolusen pada
daerah apikal gigi 22. Gigi 22 mengalami abses periapikal. Penanganan untuk
abses periapikal adalah pemberian antibiotik dan trepanasi. Jika telah dilakukan
pemberian antibiotik dan abses periapikal nya telah ditangani, maka dilanjutkan
dengan perawatan saluran akar karena gigi 22 telah non vital.
Rencana perawatan untuk gigi 17 dan 18 adalah pencabutan sisa akar (radiks).
40
Rencana perawatan akhir untuk gigi 22 fraktur mahkota dengan tes
vitalitas (+) dan perkusi (-) adalah dengan pemasangan mahkota tiruan pasak
(dowel crown). Indikasi pemasangan mahkota tiruan pasak adalah untuk gigi yang
akan dipasangkan mahkota tiruan tetapi dengan gigi yang telah non vital.
Rencana perawatan akhir untuk gigi 24 yang telah missing adalah dengan
pemasangan gigi tiruan jembatan (bridge). Tujuan dari pemasangan gigi tiruan
jembatan adalah untuk menggantikan gigi yang hilang.
Rencana perawatan akhir untuk gigi 17 dan 18 pada gigi ini yang tersisa
hanya akar maka setelah dilakukannya pencabutan sisa akar (radiks), sehingga
dapat dilanjutkan dengan pemasangan gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL). Tidak
dilakukannya pemasangan mahkota tiruan cekat (GTC) karena jika dipasangkan
mahkota tiruan (Crown) tidak bisa. Karena indikasi dari pemasangan crown
adalah untuk menggantikan jaringan gigi yang hilang bukan untuk menggantikan
gigi yang hilang, sedangkan mengapa tidak dilakukan pemasangan makota tiruan
jembatan (bridge) adalah indikasi dari pemasangan bridge adalah untuk
menggantikan gigi yang hilang, tetapi kontraindikasi dari pemasangan mahkota
tiruan jembatan (bridge) adalah membutuhkan gigi penyangga.
Prognosis
41
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan perlu diperhatikan
diagnosa, pemeriksaaan pendahuluan, rencana perawatan dan perlu
memperhatikan komponen serta desain dan teknik preparasinya.
Pemakaian gigi tiruan mempunyai tujuan bukan hanya memperbaiki
fungsi pengunyahan, fonetik, dan estetik saja, tetapi juga harus dapat
mempertahankan kesehatan jaringan tersisa. Untuk tujuan terahir ini
selain erat kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan mulut, juga
bagaimana mengatur agar gaya-gaya yang terjadi masih bersifat
fungsional atau mengurangi besarnya gaya yang kemungkinan akan
merusak gigi tiruan.
42
Daftar Pustaka
Arifin M., Rahardjo W., Roselani. 2000. Diktat Prostodonsia: Ilmu Gigi Tiruan
Cekat (Teori dan Klinik). Departemen Prostodonsia Faklutas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia.
Jubhari EH. 2007. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell bridge.
Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial
Smith B.G.N. 1998. Planning and Making Crown and Bridges. Mosby. St. Louis.
3rd ed.
43