Oleh:
Novita Kartika Indah, S.Pd., M.Si.
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu buah lokal Indonesia yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dan
dapat diunggulkan sebagai ketahanan pangan yaitu salak. Buah salak sangat digemari
karena rasanya manis, renyah, dan kandungan gizi sangat tinggi. Kandungan gizi dalam
100 gr buah salak menurut Verheij dan Coronel (1992) dan Kurniawan (2015) yaitu
protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B dan C, vitamin E, karoten,
licopen, tanin, kalium, dan masih banyak lagi. Berdasarkan kandungan gizi tersebut salak
layak untuk dijadikan buah meja yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Bahkan
berdasarkan beberapa penelitian ahli kimia salak memiliki kandungan antioksidan yang
sangat tinggi dibandingkan manggis, jeruk, alpukat, mangga, pepaya, dan kiwi.
Pulau Jawa merupakan pusat keanekaragaman salak yang diharapkan dapat
menghasilkan varietas unggul yang bernilai ekonomis dan kompetitif. Sebenarnya jenis
salak yang utama dikembangkan di Indonesia adalah salak Jawa (Salacca zalacca) yang
berbiji 2 3 butir, salak bali (S. amboinensis) yang berbiji 1 2 butir dan salak Padang (S.
sumatrana) yang berbiji merah. Ketiga jenis ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Tanaman salak termasuk suku Palmae (palem-paleman) seanggota dengan kelapa,
kelapa sawit, dan palem putri. Tanaman monokotil ini mempunyai perawakan tegak,
berumpun, dan berumah dua. Seluruh batang berduri rapat dan tajam, batangnya pendek
hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah yang berduri (Sadish, 1999).
Salak mempunyai variasi ciri buah yang besar, hal ini menggambarkan
keanekaragaman genetik yang tinggi. Pusat keanekaragaman genetik salak di Pulau Jawa
yaitu Condet (Jakarta), Manonjaya (Tasikmalaya, Jawa Barat), Banjarnegara, Bejalen,
Saratan, Njagan, Lawu (Jawa Tengah), Sleman (Yogyakarta), Malang, Pasuruan, Madura
(Jawa Timur) (Sudaryono et.al., 1992).. Di antara berbagai jenis serta varietas salak
tersebut, varietas salak pondoh, swaru, nglumut, enrekang, dan gula batu atau bali
mempunyai nilai komersial yang tinggi, sehingga varietas tersebut ditetapkan oleh
pemerintah sebagai varietas unggul untuk dikembangkan (Anonim, 2000).
Jawa Timur sebagai salah satu pusat keanekaragaman genetik. Beberapa kabupaten
penghasil salak di Jawa Timur antara lain Madura, Pasuruan, Malang, Jombang, dan
Lumajang. Akan tetapi salak Jawa Timur ini tidak seterkenal salak pondoh dari
Yogyakarta, bahkan pada beberapa tempat terancam punah karena kebutuhan lahan
pemukiman seperti yang terjadi di Bangkalan, Madura.
Studi pendahuluan dilakukan di . Madura dapat menjadikan gambaran terancamnya
salak Madura dan belum terangkatnya salak Madura dari segi taksonomi. Salak madura
belum dikembangkan secara luas. Madura merupakan pulau yang terdiri dari empat
kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep, di antara empat
kabupaten tersebut Bangkalan merupakan pusat keanekaragaman salak. Bangkalan
menjadikan tanaman salak sebagai ikon kabupaten ini karena hampir di seluruh wilayah
Bangkalan tanaman salak bisa tumbuh dan berbuah. Buahnya pun berbeda dan memiliki
ciri khas (Rahmad, 2008). Selain di Bangkalan ditemukan kebun salak di Sumenep.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan Kartika dan Wisanti, 2015 diketahui bahwa di
Bangkalan dan Sumenep terdapat 15 varietas salak meliputi salak air, salak apel hijau,
salak apel merah, salak cokelat, salak dusuk, salak hitan, salak kerbau, salak lelangon,
salak manggis, salak nenas, salak nyonya, salak pamalokan, salak pandan, salak panjelin
dan salak senase. Di antara kelima belas varietas tersebut yang paling dikenal enak
rasanya adalah salak panjelin. Salak ini berbeda dengan lainnya, buahnya dengan biji
berjumlah dua dan bentuk bijinya setengah lingkaran berwarna kuning kecokelatan.
Habitat tanaman salak madura umumnya pada ketinggian 500 m dpl dengan iklim basah.
Tanaman salak hidup tahunan, dengan tinggi mencapai 1,5 8 m. Tanah tempat
tumbuhnya berwarna merah sampai hitam kecoklatan. Perbedaan tanah di berbagai
daerah di Madura ini memungkinkan membuat rasa pada buah salak yang dihasilkan
berbeda. Hasil wawancara dengan petani salak madura menyatakan bahwa tanaman yang
dibudidayakan merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang yang dipelihara
tetapi ada juga yang dibiarkan tumbuh begitu saja. Salak madura diperjualbelikan dan
dikonsumsi masyarakat setempat seperti salak penjelin, salak kerbau, salak nase, salak
coklat, dan salak manggis. Pemberian nama dilihat dari warna sisik dan rasa buah.Variasi
ciri salak madura terletak pada buah sehingga ciri buah tersebut dapat menggambarkan
jenis salak yang beranekaragam pada tingkat varietas. Hasil wawancara juga mengatakan
bahwa keanekaragaman salak diperoleh dengan kawin silang. Ini berarti keanekaragaman
genetik akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan kawin silang dan
penggunaan biji sebagai bahan tanam. Namun informasi atau penanda keanekaragaman
salak madura sangat kurang dan perlu dibuktikan secara keilmuan.
Berdasarkan penelitian pendahuluan tersebut di atas, maka penelitian ini akan
dilanjutkan di 4 kabupaten lainnya yang merupakan pusat keanekaragaman salak Jawa
Timur. Kabupaten Pasuruan misalnya bertempat di desa Kersikan Kecamatan
Gandangwetan sebagian besar masyarakatnya merupakan petani salak. Bahkan beberapa
ulasan mengemukakan bahwa salak Kersian terancam punah. Selain salak Kersian, salak
Suwaru dari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang ini juga terancam punah. Salak
Suwaru ditanam di dua desa di kecamatan tersebut.Kedua desa tersebut yaitu desa Suwaru
dan desa Kademangan. Salak ini mempunyai ciri khas rasa buahnya manis agak asam,
berdaging buah tebal, dan memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Kedua salak ini
merupakan salak asli dari daerah tersebut.
Berbeda dengan dua kabupaten tersebut, salak kabupaten Lumajang dan kabupaten
Jombang ini telah mendapat pengakuan dari masyarakat internasional. Pada kabupaten
Lumajang daerah yang terkenal dengan salak yaitu Pronojiwo. Salak Pronojiwo
merupakan salak kualitas ekspor yang telah mendapatkan sertifikat Global Gap dari
Control Union Certification yang berpusat di Belanda. Salak ini mempunyai ciri seperti
salak Pondoh manis tetapi mempunyai ukuran lebih besar daripada salak pondoh.
Salak terakhir yang merupakan salak asli Jawa Timur yaitu salak Jombang.
Kabupaten Jombang mempunyai dua tempat yang terkenal dengan salak yaitu Kecamatan
Tembelang dan kecamatan Wonosalam. Kedua kecamatan ini memiliki salak yang berbeda
dalam rasa buah. Salak Tembalang mempunyai rasa agak masam sedangkan salak
Wonosalam mempunyai rasa manis.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian salak tentang kedudukan taksonomi salak
Jawa Timur belum pernah dilakukan. Penelitian ini akan menggunakan beberapa bukti
taksonomi sebagai penanda keanekaragaman. Penanda keanekaragaman adalah pencirian
yang merupakan bukti. Salah satu bukti yang mudah dan cepat secara visual yaitu bukti
morfologi. Contoh bukti morfologi dari tanaman salak misalnya warna kulit buah, warna
daging buah, aroma dan rasa. Bukti lain yang digunakan untuk menutupi kekurangan dari
bukti morfologi yang dapat digunakan yaitu bukti genetik. Bukti genetik yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah DNA kloroplas khususnya gen mat-K. Bukti
taksonomi ini belum pernah digunakan pada salak madura. Penelitian lain menggunakan
pita isozim untuk salak madura pernah dilakukan oleh Harsono (1993) dan RAPD oleh
Nandariyah et. al (2004) digunakan pada 12 kultivar salak yang ditanam di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Malang. Penggunaan DNA kloroplas ini dimaksudkan
agar penelitian ini mudah dilakukan tanpa menunggu musim berbuahnya salak. Selain itu
DNA kloroplas telah banyak digunakan untuk mengetahui gambaran kekerabatan tanaman
dan menghasilkan penanda untuk membedakan karakter-karakter tertentu. Dengan bukti
tersebut diharapkan menentukan kedudukan taksonomi salak Jawa Timur. Selain itu juga
akan diteliti etnobotani salak dan Kajian kekerabatan sangat diperlukan sebagai informasi
dalam melestarikan sumber daya hayati terutama melestarikan keanekaragaman salak
Jawa Timur. Selain itu dapat digunakan sebagai database gen salak Indonesia yang belum
selesai khususnya informasi tentang gen salak Jawa Timur yang belum ada.
B. Rumusan Masalah
Berpijak dari uraian di atas, permasalahan penelitian ini adalah Bagaimanakah
keanekaragaman salak dan etnobotani salak Jawa Timur?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan keanekaragaman salak Jawa Timur.
2. Membuat batasan takson jenis dan varietas yang mantap.
3. Mengklasifikasi jenis dan varietas sealamiah mungkin.
4. Menyusun kunci identifikasi yang efisien dan mudah.
5. Mengetahui nama yang tepat untuk tingkat jenis dan tingkat varietas.
6. Mengkaji hubungan kekerabatan varietas dalam jenis salak.
D. Urgensi Penelitian
Tanaman yang akan diteliti adalah tanaman salak yang merupakan tanaman asli
Indonesia terutama salak asli Jawa Timur. Jenis salak memiliki keanekaragaman yang
tinggi, karena hampir di setiap propinsi jenis tanaman ini bisa dijumpai. Plasma nutfah
dari marga Salacca yang pernah ditemukan di dunia 20 spesies, 13 spesies di antaranya
tersebar di asia Tenggara, sebagian besar ditemukan di Indonesia. (Mogea, 1990).
Penelitian ini ditujukan pada perolehan informasi tentang keanekaragaman salak
Jawa Timur. Salah satu pendeteksi keragaman genetik adalah pencirian varietas. Pada
umumnya pencirian varitas salak secara cepat dan mudah ditinjau dari ciri morfologi buah
yang meliputi citarasa, ketebalan daging dan aromanya. Namun kendalanya muncul
karena dipengaruhi faktor lingkungan (Nandariyah dkk, 2004). Penggunaan teknik
penanda molekuler mat-K telah banyak digunakan untuk mendapatkan gambaran
kekerabatan dan menghasilkan penanda untuk membedakan ciri tertentu. terutama
keanekaragaman genetik dan hubungan kekerabatannya.
Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Plasma Nutfah Hortikultura (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hotikultura, 2014) diketahui bahwa peta keragaman genetik
salak di Madura belum ada. Untuk itu pemetaan genetik salak Jawa Timur yang
dihasilkan dari penelitian ini sangat penting, antara lain dapat diketahui varitas salak
Jawa Timur dengan ciri yang unggul yang ditujukan untuk perakitan varitas salak yang
unggul atau dapat dipilih calon varitas yang unggul dengan ciri citarasa manis, berdaging
tebal, beraroma harum dan kulit buah tidak berduri tajam.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Salak
Tanaman salak tidak hanya dikenal di beberapa daerah di Indonesia saja, melainkan
juga di Burma, Thailand, Philippina dan di Malaya. Jenis salak yang umumnya di tanam
di Burma berbeda dengan yang biasa ditanam di Malaya, demikian pula jenis yang
umumnya dibudidayakan di Sumatra berbeda dengan yang ada di Jawa (Sulastri, 1986).
Salak yang merupakan tanaman asli Indonesia sudah dikenal dan dideskripsikan pada
tahun 1825 dengan nama Salacca edulis Reinw., dan kemudian dikoreksi dengan nama
Salacca zalacca (Gaertn.) Voss. (Schuiling and Morgan, 1992 dalam Purnomo, 2010).
Marga Salacca yang berasal dari suku Palmae memiliki beberapa jenis lain, seperti: (1)
Salacca wallichiana C. Mart. tumbuh di Burma Selatan, Pantai Provinsi Bangkok,
Thailand, dan Malaysia; (2) Salacca affinis Griffith, daerah distribusi Sumatra,
Malaysia, dan Singapura, dikenal dengan nama daerah Linsum (Sumatra) dan salak
hutan (Malaysia); (3) Salacca glabrescens Griffith, banyak dijumpai di Malaysia; (4)
Salacca sumatrana Becc. tumbuh di Sumatra bagian utara; (5) sebagai tanaman hias
antara lain Salacca dransfieldiana J.P. Mogea, Salacca magnifika J.P. Mogea, Salacca
minuta J.P. Mogea, Salacca multiflora J.P. Mogea, dan Salacca ramosiana J.P. Mogea
(6) dapat dimakan S. zalacca di Jawa, S. sumatrana di Padang dan S. amboinensis di
Bali.
Di antara 12 jenis tersebut S. zalacca, S. sumatrana, dan S. amboinensis merupakan
jenis tanaman buah tropis yang banyak dibudidayakan dan digemari karena harganya
yang relatif murah dan banyak dijumpai di pinggir jalan sampai ke pasar
modern/supermarket. Tanaman salak merupakan suku Palmae atau palem-paleman yang
di Indonesia terdapat tiga jenis dengan banyak varietas.
Tanaman ini merupakan tanaman monokotil, tahunan yang mempunyai perawakan
tegak, perdu, berumpun dan setiap rumpun terdiri atas 24 individu (Sadish, 1999).
Perawakan salak dibedakan dua macam yaitu berumpun dan tunggal. Seluruh batang
berduri tajam dengan warna hijau sampai hijau kecoklatan. Batang pendek hampir tidak
terlihat karena tertutup pelepah yang berduri rapat, tinggi batang mencapai 70 cm dengan
diameter 1015 cm. Daun yang dimiliki merupakan daun majemuk menyirip yang
tersusun roset dengan ujung berduri panjang, tipis dan banyak warna duri kelabu sampai
kehitaman. Anak daun berbentuk lanset dengan permukaan bawah berwarna putih karena
terdapat lapisan lilin.
Tanaman salak termasuk golongan tanaman berumah dua artinya bunga jantan dan
betina terpisah pada dua tanaman yang berbeda. Bunga salak merupakan bunga majemuk
yang berbentuk tongkol. Bunga jantan panjangnya 50 100 cm dan bunga betina
panjangnya 2030 cm (Verheij dan Coronel, 1992). Buah salak berbentuk segitiga agak
bulat atau bulat telur terbalik, melancip pada pangkalnya, panjang buah 2,510 cm yang
terbungkus sisik yang berwarna kuning coklat sampai coklat kehitaman mengkilat.
Daging buah menebal dan dapat dimakan warnanya krem sampai keputihan. Daging
buah mengandung tanin, saponin dan flavonoid (Anonim, 2009). Penyerbukan dapat
terjadi dengan bantuan angin atau perantara serangga. Akan tetapi di Madura
penyerbukan dilakukan dengan bantuan manusia.
.
B. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan
keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis dan ekosistem pada suatu wilayah.
Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi bentuk, penampilan,
jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan, baik tingkatan gen,
tingkatan spesies maupun tingkatan ekosistem. Penelitian ini mengacu pada
keanekaragaman gen
Keanekaragaman hayati gen adalah keanekaragaman hayati yang menunjukkan
seluruh variasi jumlah dan susunan gen pada makhluk hidup. Di samping itu, setiap
individu memiliki banyak gen, bila terjadi perkawinan atau persilangan antar individu
yang karakternya berbeda akan menghasilkan keturunan yang semakin banyak
variasinya. Hal inilah yang menyebabkan keanekaragaman gen semakin tinggi.
C. Ruang Lingkup Sistematika
Menurut Rideng (1989) ruang lingkup sistematika meliputi deskripsi, identifikasi,
klasifikasi, dan hubungan kekerabatan. Deskripsi adalah menggambarkan karakter atau
ciri suatu takson untuk membedakan antara takson satu dengan yang lain. Deskripsi
dapat dibagi menjadi menjadi 2 bagian yaitu karakterisasi dan sirkumskripsi. Identifikasi
merupakan kegiatan dasar taksonomi yang bertujuan untuk determinasi suatu nama untuk
suatu spesimen. Kegiatan sistematika selanjutnya adalah menentukan hubungan
kekerabatan.
Kajian kekerabatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
fenetik. Pendekatan in berusaha mengelompokkan makhluk hidup dengan cara
menggunakan ciri-ciri taksonomi sebanyak-banyaknya biasanya menggunakan ciri
morfologi dulu baru ciri yang lain seperti ciri anatomi dan genetik. Ciri-ciri ini kemudian
disusun dalam bentuk tabel dan langkah terakhir membuat fenogram berdasarkan ciri
yang baik (good character). Ciri baik artnya ciri yang tidak dipengaruhi oleh
lingkungan dan relatif konstan terhadap kelompok dan populasi dan mempunyai
variabiltas genetik yang tinggi sehingga memiliki korelasi yang baik dalam ciri
taksonomi (Sivarajan, 1984). Cara menyusun hubungan kekerabatan fenetik dapat
dilakukan berdasarkan ciri kemudian dimasukkan dalam program komputer dan akhirnya
dihasilkan fenogram yang ditandai dengan garis-garis yang diberi angka sebagai
penunjuk kedekatan hubungan kekerabatan. Kedekatan hubungan kekerabatan yang nilai
koefisien kemiripannya mendekati angka 1 maka menggambarkan hubungan kekerabatan
antar sampel yang semakin dekat sehingga mempunyai kecenderungan kekerabatan yang
homozigot, sebaliknya semakin jauh hubungan kekerabatan yang nilainya menjauhi
angka 1 maka menggambarkan hubungan kekerabatan antar sampel yang mempunyai
hubungan kekerabatan yang jauh tapi dapat menghasilkan varietas unggul apabila terjadi
persilangan (Julisaniah, 2008). Kekerabatan tanaman dapat dilakukan berdasarkan
kesamaan ciri yang umum selanjutnya kelompok tadi dibagi lagi menjadi beberapa sub
kelompok yang lebih kecil berdasarkan ciri yang lebih spesifik (Rahardi, 2002).
D. Variasi Ciri
Bukti merupakan informasi yang digunakan untuk suatu tujuan seperti membuktikan
hipotesa, memecahkan masalah, karakterisasi takson dan klasifikasi kelompok
organisme.
Informasi bukti dapat diperoleh melalui pengamatan, penggunaan instrumen
tradisional, dan penggunaan peralatan yang kompleks. Beberapa tipe bukti dapat
diperoleh dengan mudah dan murah, namun bisa juga bukti diperoleh dengan teknik
yang rumit dan mahal. Produk bukti seperti sirkumskripsi, pembatasan taksa, kunci
identifikasi, hubungan kekerabatan.
Variasi ciri dapat menggunakan beberapa bukti seperti morfologi, anatomi, sitologi,
dan genetika.
F. Hubungan Kekerabatan
G. Penelitian Pendahuluan
Hasil penelitian pendahuluan meliputi:
1. Habitat tanaman salak berwarna hitam kecoklatan berbeda dengan tempat lain yang
berwarna merah pada ketinggian 500 dp.
2. Hasil wawancara dengan petani salak menyatakan bahwa tanaman salak yang
dibudidayakan merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang.
BAB 4
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif.
A. Obyek Penelitian
Obyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah tanaman salak yang tumbuh tersebar
di kebun-kebun salak Pasuruan, Malang, Lumajang, dan Jombang.
B. Prosedur Penelitian
Langkah kerja yaitu:
1. Tahap eksplorasi dan koleksi
Tahap eksplorasi dilaksanakan dengan cara menelusuri kebun salak lalu melakukan
pengkoleksian spesimen salak. Pada tahap koleksi ini yang dilakukan adalah membuat
herbarium, pembuatan awetan basah, dan dokumentasi berupa foto. Secara rinci tahap
koleksi dilakukan sebagai berikut.
a. Koleksi seluruh bagian tanaman yang meliputi daun, bunga, buah, dan biji. Untuk
bunga, buah, dan biji dibuat awetan basah dengan cara memasukkan dalam botol
yang berisi alkohol 70 %, kemudian ditutup agar tidak menguap, sedangkan
koleksi daun dalam bentuk herbarium.
b. Dokumentasi foto dilakukan pada bagian tanaman yang tidak dapat dibuat
herbarium seperti duri yang menempel pada batang.
2. Mendeskripsikan variasi ciri.
3. Menyusun daftar pertanyaan untuk wawancara tentang etnobotani salak.
4. Mengetahui tata nama salak Jawa Timur.
5. Menentukan kedudukan takson salak Jawa Timur.
6. Mengkaji hubungan kekerabatan takson salak Jawa Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Laporan Utama Riset Unggulan strategi Nasional Pengembangan Buah-
buahan Unggulan Indonesia Tahun 2000. Kerjasama Menteri Negara Riset dan
Teknologi Republik Indonesia dengan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika Lembaga
Penelitian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Fatchiyah, S. Widyarti, E.L. Arumingtyas, dan S. Permana, 2012. Buku Praktikum Teknik
Analisa Biologi Molekuler. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Kartika Indah, Novita. 2015. Keanekaragaman Salak Bangkalan. Prosiding Seminar
Nasional PPM Unesa. Surabaya: Unesa.
Kurniawan, Fredy, Ita Ulfin, Hendro Juwono, Djarot SKS, dan Suprapto. 2015. Diversifikasi
Buah Salak Sebagai Bahan Makanan Sehat. Prosiding Seminar Nasional Kimia.
Julisaniah, N.I. Analisis Kekerabatan Mentimun (Cucumis sativus L.) Menggunakan Metode
RAPD-PCR dan Isozim. Jurnal Biodiversitas 9 (2): 99 102.
Nandariyah, Soemartono, W.T. Artama & Taryono. 2004. Keragaman Kultivar Salak
(Salacca zalacca Gaertner). Agrosains 6 (2): 75 79.
Pandin DS, 2010. Penanda DNA untuk Pemuliaan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.).
Jurnal Perspektif Vol. 9 No. 1 Hal 21-35.
Pingoud A and Jeltsch A, 2001. Structure and Function of Type II Restriction Endonucleases.
Nucleic Acids Research Vol. 29 No. 18 Page 3705-3727.
Purnomo, H. 2010. Budidaya Salak Pondoh. Semarang: Penerbit Aneka Ilmu.
Rahardi, B.E., E. Laras dan W. Firdaus. 2002. Clad97. Tidak dipublikasikan. Malang:
Universitas Brawijaya.
Rao D.N, Dryden David T.F, and Bheemanaik S, 2013. Survey and Summary Type III
Restriction-Modification Enzymes: a Historical Perspective. Nucleic Acids Research
Vol. 10 No. 1093 Page:111
Sudaryono, T., P.E.R. Prahardini, S. Purnomo & M. Soleh. 1992. Distribusi Varietas
Pengumpulan Plasma Nutfah dan Pengelompokkan Salak Berdasarkan Analisis
Isozim, Laporan Proyek A.R.M. Sub Balai Penelitian Hortikultura Malang.
Sulastri, S. 1986. Studi Morfologi Kromosom Buah Salak. Laporan Penelitian. Yogyakarta:
Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
Turner PA, Mclennan A, Bates A, and White M, 2005. Molecular Biology. Third Edition.
New York, Abingdon : Taylor & Francis Group.
Verheij, E. W. M. & R.E. Coronel. 1992. Edibel Fruits and Nuts. Bogor: Prosea