1. PENDAHULUAN
1.1 Rumah Sakit Sehat Sejahtera bertujuan untuk merencanakan dan mengimplementasikan
pengobatan yang efektif
1.2 Sistem manajemen yang mendukung keselamatan pasien dan meningkatkan kualitas pelayanan
1.3 Manajemen pengelolaan obat adalah komponen penting dalam pengobatan penyakit secara
paliatif, simptomatik, preventif, dan kuratif
1.4 Manajemen pengelolaan obat mencakup sistem, proses yang digunakan dalam organisasi dalam
menyediakan farmakoterapi pada pasiennya.
1.5 Hal ini umumnya mencakup pendekatan multidisciplinary (kerja sama antar department) dan
usaha berkesinambungan dalam sebuah organisasi kesehatan. Menerapkan prinsip desain
proses yang efektif, implementasi, dan pengembangan dalam pemilihan, pembelian,
penyimpanan, peresepan, transkripsi, distribusi, penyiapan, dispensing, pemberian,
pendokumentasian, dan pemantauan terapi obat.
2.2 Menguraikan strategi untuk peresepan, dispensing, pengantaran, penyimpanan, pemberian, dan
pemantauan obat.
2.4 Mengawasi proses pengelolaan obat dalam hal efisiensi, mutu, dan keamanan
2.5 Menstandarisasi peralatan, dan proses di seluruh rumah sakit untuk meningkatkan sistem
pengelolaan obat
2.6 Menggunakan bukti ilmiah dalam praktiknya dalam mengembangkan proses pengelolaan obat
2.7 Mengatur proses kritis terkait dengan pengelolaan obat guna meningkatkan pengelolaan obat
yang aman dalam rumah sakit.
2.8 Mengelola seluruh obat dengan cara yang sama setiap waktunya
3.1 Prinsip 1
Penggunaan obat dalam organisasi mematuhi peraturan perundangan yang berlaku dan diatur
secara efisien untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Proses pengelolaan obat di RS Sehat Sejahtera tidak dibawah satu departemen saja, namun
mencakup koordinasi beberapa direktorat dan komite dengan struktur organisasi sebagai berikut:
Drugs &
Therapeutic
Committee Drugs & Drugs &
Therapeutic Therapeutic
Medical Services Committee Pharmacy Dept Nursing Dept Committee
Pharmacy Dept
Purchasing Dept Medical services Nursing Dept Medical services
Nursing Dept Medical services
5.1 Direktur Utama (CEO) bertanggung jawab memastikan bahwa mekanisme sudah tersedia untuk
implementasi, pengawasan, dan revisi kebijakan ini dan memastikan bahwa kebijakan ini
menghormati hak pasien, dapat diakses dan dipahami oleh seluruh staf terkait.
5.2 Direktur Operasional (COO) terlibat dalam ruang lingkup kebijakan ini bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa seluruh Manager pelayanan:
5.2.1. Menyebarluaskan kebijakan ini pada lingkup yang menjadi tanggung jawabnya
5.2.2. Menerapkan kebijakan ini dalam lingkup yang menjadi tanggung jawabnya
5.2.3. Mengidentifikasi dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk mematuhi
kebijakan ini
5.2.4. Memastikan bahwa seluruh staf dibawah pengawasannya telah mengikuti pelatihan
setiap tahunnya.
5.3 Manager Medis disarankan untuk menggunakan pedoman praktik terbaik/best practice untuk
memastikan keamanan dan ketepatan penggunaan standar pengelolaan obat melalui:
5.3.1. Mengkaji tenaga dokter dan fasilitas yang diperlukan.
5.3.2. Membantu dalam mengembangkan, menerapkan dan menegakkan pelaksanaan
kebijakan dan prosedur yang terkait dengan obat.
Hal. 2 dari 14
5.3.3. Mengkaji penyedia layanan dan laporan dari farmasi dan konsultan farmakologi klinis dan
mendukung serta mendorong pelaksanaannya
5.3.4. Mengkaji pola peresepan dari dokter dan tenaga kesehatan serta memberikan umpan
balik yang konstruktif bila diperlukan.
5.3.5. Mendukung edukasi tenaga dokter.
5.3.6. Mengkaji reaksi obat yang tidak diinginkan dan merekomendasikan inisiatif untuk
mengurangi atau menghilangkan terjadinya reaksi obat tidak diinginkan dimasa yang
akan datang.
5.4 Konsultan farmakologi klinis disarankan untuk menggunakan Pedoman praktek terbaik/Best
Practice untuk membantu mengadaptasi standar yang sesuai.
Konsultan farmakologi klinis memberikan pengawasan atas proses yang terkait, termasuk
pengelolaan obat, tetapi tidak terbatas pada:
5.4.1. Pengembangan dan penegakkan pelaksanaan kebijakan dan prosedur, termasuk untuk
obat narkotika (controlled substance)
5.4.2. Pengkajian Terapi Obat (Drug regimen review),pengawasan dan pemberian rekomendasi,
dapat berpartisipasi secara langsung atau tidak langsung dalam tim Interdisciplinary Care
Plan (IDCP) dan prosesnya.
5.4.3. Inspeksi area penyimpanan obat dan pemberian rekomendasi
5.4.4. Pelatihan staf dan pengawasan kinerja perawat dan staf medik.
5.4.5. Berperan sebagai anggota aktif dari Komite obat & terapetik dan transfusi darah dan
Komite Pengedalian Infeksi
5.4.6. Berperan sebagai narasumber untuk sistem manajemen pengelolaan obat
5.5 Manager Farmasi disarakan untuk menggunakan pedoman praktek terbaik/best practice untuk
menetapkan sistem farmasi yang tepat termasuk:
5.5.1. Mendesain dan mengimplementasikan proses pelayanan farmasi yang efisien dan aman
termasuk penerimaan dan pemrosesan resep, dispensing, pengantaran obat,
pengembalian dan penyimpanan obat.
5.5.2. Membantu dalam mendesain proses manajemen pengelolaan obat yang aman dan
efisien didalam fasilitas kesehatan termasuk prosedur untuk obat narkotika (controlled
substances)
5.5.3. Menetapkan protokol komunikasi antara departemen farmasi, konsultan farmakologi
klinis, dan departemen/unit rumah sakit, dokter, pasien, keluarga pasien, dan lain lain.
5.5.4. Menetapkan kebijakan dan prosedur termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
i Penerimaan order/resep obat.
ii Pelabelan/pengetiketan obat dengan instruksi penggunaan yang tepat yang disertai
dengan peringatan khusus
iii Protokol yang aman untuk mengisi resep.
iv Pengawasan Terapi Obat
v Protokol yang aman untuk mengelola barang retur dan obat narkotika
vi Berpartisipasi dalam Komite obat & terapetik dan transfusi darah dan Komite
Peningkatan Mutu
5.6 Dokter
5.6.1. Mengikuti peraturan perundangan yang berlaku secara nasional
5.6.2. Memberikan resep/order yang akurat dan lengkap sesuai dengan indikasi
penggunaannya.
5.6.3. Menjabarkan rekomendasi dari farmasi / konsultan farmakologi klinis.
5.6.4. Mengikuti seluruh kebijakan, peraturan-peraturan, dan standar pelayanan yang terkait
dengan obat.
5.7 Perawat
5.7.1. Mengikuti peraturan perundangan yang berlaku secara nasional
5.7.2. Menjabarkan rekomendasi dari farmasi / konsultan farmakologi klinis.
5.7.3. Mengikuti seluruh kebijakan, peraturan-peraturan, dan standar pelayanan yang terkait
dengan obat.
Hal. 3 dari 14
6. KOMITE OBAT & TERAPETIK DAN TRANSFUSI DARAH
6.1 Komite obat & terapetik dan transfusi darah hendaknya mewakili tiap disiplin ilmu:
6.1.1. Minimal 3 (tiga) dokter, seorang apoteker dan seorang perawat
6.1.2. Direktur Operasional /Chief Operating Officer.
6.2 Ketua seharusnya adalah seorang dokter yang ada didalam komite, namun bila rumah sakit
mempunyai seorang farmakolog klinis maka, ketua komite adalah seorang farmakolog klinis.
Sekretaris hendaknya adalah seorang apoteker..
6.3 Seluruh anggota dan penunjukkan sub komite disetujui oleh Direktur Utama (CEO)
6.4 Komite obat & terapetik dan transfusi darah melakukan pertemuan secara berkala, minimal setiap
bulan dan hendaknya mengundang ahli dari eksternal dan/atau dari dalam internal rumah sakit
untuk mendapatkan masukan terkait manajemen obat dan terapi.
6.5 Komite obat & terapetik dan transfusi darah RS. Sehat Sejahtera bertanggung jawab atas:
6.5.1. Pengembangan dan rekomendasi kebijakan Obat dan Terapetik dan prosedur kepada
Management untuk persetujuan
6.5.2. Rekomendasi pada proses seleksi dan pembelian obat yang bermutu dan cost-effective
melalui aktifitas seperti yang dilakukan oleh tim Evaluasi Penggunaan Obat (Drug Usage
Evaluation)
6.5.3. Analisa laporan insiden penggunaan obat dan pengembangan strategi untuk pencegahan
kesalahan obat sebagai bagian dari program peningkatan mutu rumah sakit.
6.5.4. Pengkajian bagan pengobatan/medication charts dan pengiriman rekomendasi ke BOM
untuk persetujuan ahir.
6.5.5. Komite obat & terapetik dan transfusi darah harus memastikan bahwa seluruh keputusan
dan kebijakan dikomunikasikan secara efektif kepada kepala divisi.
Hal. 4 dari 14
7.2 Program ini mencakup enam tahapan kritis dalam proses pengelolaan obat:
7.2.1. Pemilihan/Pembelian
7.2.2. Penyimpanan
7.2.3. Peresepan/transkripsi
7.2.4. Penyiapan/Dispensing
7.2.5. Pemberian
7.2.6. Pengawasan
7.3 Disamping enam tahapan kritis diatas, program pengelolaan obat di Rumah Sakit mencakup:
7.3.1. Mendefinisikan akses informasi terkait dengan pasien,
7.3.2. Mengatur obat obatan beresiko tinggi,
7.3.3. Mengevaluasi Sistem pengelolaan obat.
8.1 Informasi terkait dengan pasien dapat diakses dengan mudah bagi setiap orang yang terlibat
dalam sistem pengelolaan obat
8.2 Akses terhadap informasi ini dapat memfasilitasi perawatan berkelanjutan/continuity of care,
memberikan sejarah pengobatan pasien, dan daftar obat yang digunakan saat ini,dan menjamin
penggunaan obat yang aman pada setiap tahapan dari proses pengelolaan obat.
8.3 Farmasi menyimpan profil pengobatan setiap pasien; profil pengobatan pasien rawat inap ini
tercipta ketika obat diresepkan oleh dokter.
8.4 Farmasi memiliki akses catatan medis pasien dan menggunakan data klinis yang diperlukan untuk
memverifikasi permintaan/peresepan obat.
8.5 Seluruh resep dan tabel terkait pengobatan, tersedia pada catatan medis pasien dan dapat
diakses bagi mereka yang mengatur pengobatan pasien.
Sejarah pengobatan pasien yang akurat dan lengkap harus diperoleh dan didokumentasikan pada
tahapan admission atau segera saat pelayanan diberikan.
10.1 Obat obatan yang akan di-dispense atau diberikan kepada pasien, dipilih, didaftar, dan dibeli
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Komite obat & terapetik dan transfusi darah.
Farmasi bersamaan dengan Komite Obat dan Terapetik menetapkan formularium. Obat yang
didaftarkan dalam formularium disarankan oleh dokter untuk memenuhi kebutuhan farmasetik
pasien.
10.2 Komite obat & terapetik dan transfusi darah mengkaji suplier obat obatan untuk memastikan
bahwa kebutuhan rumah sakit terpenuhi.
10.3 Obat yang tersedia untuk diresepkan sesuai dengan misi organisasi, kebutuhan pasien dan
layanan yang diberikan.
10.3.1. Terdapat daftar obat yang distok di rumah sakit atau obat yang tersedia dari sumber
eksternal
10.3.2. Daftar obat ini dikembangkan melalui proses kolaborasi (kecuali atas peraturan/otoritas
dari luar organisasi).
10.3.3. Terdapat proses yang telah ditetapkan bila obat tidak tersedia. Hal ini mencakup notifikasi
kepada dokter dan pemberian masukan untuk substitusi obat
Hal. 5 dari 14
11. PENYIMPANAN
11.1 Obat disimpan dengan tepat dan aman diseluruh rumah sakit.
11.2 Farmasi bertanggung jawab secara menyeluruh atas penyimpanan yang tepat untuk seluruh obat
dalam organisasi dan memastikan penyimpanan obat yang tepat. Bila obat disimpan diluar
farmasi, maka farmasi memberikan pedoman kondisi penyimpanan obat dan melakukan audit
secara rutin untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan sudah tepat.
12.1 Hanya obat yang diperlukan untuk terapi pasien yang diresepkan.
12.2 Resep obat ditulis secara jelas. Rumah sakit mengambil langkah-langkah untuk mengurangi resiko
kesalahan atau resiko misinterpretasi atas resep tertulis atau resep yang dikomunikasikan secara
verbal, karena hal ini menyebabkan banyak kesalahan obat.
12.4 Obat harus ditulis di tempat yang sama, yang telah ditetapkan pada catatan pasien untuk
mengurangi resiko hilangnya order obat.
12.5 Legibilitas dari tulisan tangan harus dipantau, jika resep tidak jelas maka petugas yang
mengerjakan resep atau dispensing akan melakukan cross-check dengan dokter yang menulis
resep.
12.6 Hanya dokter yang berwenang yang diketahui oleh farmasi yang dapat menulis resep.
Hal. 6 dari 14
12.7 Rumah sakit telah menetapkan kebijakan dan strategi untuk mengendalikan dan memastikan
ketepatan resep verbal atau resep melalui telepon.
12.8 Tanggung jawab utama penulisan resep berada pada individu dokter dan staf yang berwenang.
12.8.1. Standar peresepan obat dibuat oleh staf medis secara kolektif melalui Komite obat &
terapetik dan transfusi darah
12.8.2. Peresepan pasien secara individu dikontrol oleh dokter yang merawat
12.8.3. Dapat berkonsultasi dengan apoteker perihal peresepan obat, dalam hal ini apoteker
bertindak sebagai penasehat atau partisipan sesuai dengan protokol terstandar. Protokol
tersebut harus sudah disetujui oleh Komite obat & terapetik dan transfusi darah.
13.1 Obat disiapkan dan didispense dalam area yang bersih dan aman dilengkapi dengan
perlengkapan dan perbekalan yang sesuai.
13.2 Penyiapan dan dispensing obat harus mematuhi, hukum, peraturan dan standar praktek profesi
13.3 Staf yang menyiapkan produk steril harus diberikan pelatihan teknik aseptik dispensing.
13.6 Obat diberi etiket dengan tepat. Standarisasi metode dalam proses pengetiketan akan mengurangi
kesalahan.
13.7 Obat yang di dispense oleh rumah sakit akan ditarik jika terjadi penarikan kembali (recall) atau
obat diskontinyu dari produsen atau karena alasan keamanan yang diterbitkan dari badan
kesehatan yang berwenang
13.9 Obat dapat dikembalikan apabila diperbolehkan oleh peraturan perundangan dan kebijakan rumah
sakit.
13.10 Obat yang sudah di-dispense tetapi belum digunakan, sudah melewati tanggal kadaluarsa, atau
dikembalikan harus dihitung dan dikendalikan.
13.11 Farmasi bertanggung jawab untuk mengendalikan dan menghitung seluruh obat yang tidak
terpakai yang dikembalikan ke farmasi.
13.12 Tanggung jawab utama proses penyiapan/dispensing obat terletak pada Departemen Farmasi.
13.12.1. Apoteker bertanggung jawab untuk mengkaji resep, menyiapkan seluruh obat dan bentuk
sediaan yang diperlukan, dan dispensing sesuai dengan kebijakan yang disetujui oleh
Komite obat & terapetik dan transfusi darah.
13.12.2. Dalam keadaan dimana pengkajian oleh apoteker kurang praktis, seperti layanan khusus
(endoskopi, kateterisasi) atau pada ruang gawat darurat, tanggung jawab pengkajian
ulang, penyiapan dan dispensing terletak pada dokter dengan kewenangan klinis tertentu
Hal. 7 dari 14
13.12.3. Apoteker dapat mendelegasikan beberapa aspek penyiapan obat dan dispensing kepada
tenaga teknis kefarmasian dibawah pengawasan langsung.
14.2 Obat yang digunakan sendiri diberikan secara aman dan akurat.
14.5 Obat diberikan sesuai dengan resep dan dicatat dalam catatan pasien
15. PENGAWASAN
15.1 Efek terapi obat pada pasien diawasi. Pengawasan efek terapi obat pada pasien membantu
memastikan bahwa terapi obat sudah tepat dan hal ini dapat mengurangi terjadinya reaksi obat
merugikan.
15.2 Rumah sakit memberikan respon yang tepat terhadap reaksi obat merugikan dan kesalahan obat
baik yang aktual maupun yang potensial.
15.3 Tanggung jawab atas pengawasan efek terapi obat pada pasien terletak pada dokter, perawat dan
apoteker. Dokumentasi dan komunikasi antar disiplin/antar departemen dapat tercipta melalui
catatan perkembangan (progress notes) dan rencana terapi multidisiplin (multidisciplinary care
plan).
15.4 Penyimpangan dari standard terapetik yang dapat membahayakan pasien akan diberitahukan
kepada komite medis untuk tindakan lebih lanjut
Rumah sakit menciptakan proses untuk mengatur obat beresiko tinggi (high-risk) dan obat yang
memerlukan kewaspadaan tinggi (high- alert medications).
Hal. 8 dari 14
17. PENERAPAN PERENCANAAN PENGELOLAAN DAN PENGGUNAAN OBAT DI RUMAH
SAKIT
Untuk mendukung penerapan perencanaan pengelolaan dan penggunaan obat di rumah sakit,
rumah sakit mengembangkan kebijakan, prosedur, dan dokumen lain untuk:
17.1 Mengidentifikasi bagaimana penggunaan obat diatur diseluruh jajaran organisasi
17.2 Menjaga seluruh fase pada pengelolaan dan penggunaan obat didalam organisasi.
17.3 Menjaga dan mengelola daftar obat yang distok didalam organisasi atau yang tersedia melalui
sumber eksternal.
17.5 Mendefinisikan bagaimana obat radioaktif, obat investigasi dan obat yang mirip disimpan (bila ada)
dan bagaimana obat tersebut digunakan.
17.9 Menjaga keamanan peresepan, order, dan transkripsi obat dalam organisasi.
17.10 Menjabarkan tindakan yang dilakukan terkait resep/order yang tidak dapat dibaca.
17.12 Menentukan individu yang diijinkan untuk menulis resep yang diketahui oleh petugas farmasi dan
petugas lain yang men-dispense obat.
17.15 Mengatur proses dokumentasi dan pengaturan obat obatan yang dibawa ke dalam organisasi
untuk atau oleh pasien.
17.17 Mengidentifikasi reaksi obat merugikan mana yang perlu dicatat pada catatan pasien dan mana
yang perlu dilaporkan ke organisasi
17.19 Mendefinisikan kesalahan obat dan kesalahan obat yang hampir terjadi (near miss)
18.1 Titik resiko (Risk Point) adalah tahapan dalam proses yang teridentifikasi berpotensi tinggi
terhadap terjadinya resiko obat merugikan
Hal. 9 dari 14
19. PROGRAM PENGEMBANGAN KINERJA PENGELOLAAN OBAT
19.1 Tanggung jawab pengawasan dan evaluasi pelayanan Departemen Farmasi terletak pada
Manager Farmasi
20.1 Obat merupakan komponen yang umum dan penting dalam pelayanan pasien. Pemberian obat
memiliki resiko yang tinggi dan menentukan manfaat terapetik pasien. Penggunaan obat dapat
diukur secara berkesinambungan.
20.3 Evaluasi:
20.3.1. Medication Use Evaluation (MUE)/ Evaluasi Penggunaan Obat adalah sistem
peningkatan mutu yang menitikberatkan pada evaluasi dan mengembangkan
penggunaan obat dan/atau proses penggunaan obat dengan tujuan mendapatkan pasien
outcome yang optimal.
20.3.2. Evaluasi penggunaan obat harus proaktif, didasarkan pada criteria, dirancang dan diatur
oleh tim multidisiplin (antar departemen) dan dilaksanakan secara sistematis.
20.3.3. Perencanaan pengelolaan obat akan dikaji dan dinilai setiap tahunnya oleh Komite obat
& terapetik dan transfusi darah untuk efektifitas dan konsistensinya dengan misi, visi dan
ruang lingkup pelayanan.
20.3.4. Pemilihan evaluasi obat spesifik atau proses penggunaan obat harus didasarkan pada
faktor faktor terkait terapi obat. Prioritas pemilihan evaluasi obat meliputi:
i Jumlah pasien yang terkena dampak dari obat yang diberikan
(frekuensi penggunaan obat)
ii Tingkat signifikansi/resiko penggunaan obat terhadap pasien.
iii Kecenderungan obat yang diketahui atau dicurigai sering mengalami bermasalah
iv Kemampuan untuk memperbaiki outcome pasien atas penyakit tertentu, dimana
penggunaan obat merupakan bagian integral dari terapi.
20.3.5. Setiap tahun menuliskan daftar MUE (Medication Use Evaluations) yang akan
dipertimbangkan untuk dikaji oleh Komite obat & terapetik dan transfusi darah.
20.3.6. Data dan informasi terkait pengelolaan obat, Komite obat & terapetik dan transfusi darah,
rincian notulen rapat, laporan reaksi obat yang tidak diinginkan, laporan kesalahan obat,
Hal. 10 dari 14
pemeriksaan rutin, dan laporan audit akan digunakan sebagai evaluasi program
pengelolaan obat pada rumah sakit.
20.3.7. Daftar obat-obatan yang disetujui untuk digunakan dalam rumah sakit akan dikaji ulang
untuk penambahan, penghapusan obat dalam kurun waktu satu tahun, dengan
menggunakan statistik penggunaan obat diluar formularium. Perubahan pada
formularium dilakukan bila diperlukan.
20.3.8. Temuan, kesimpulan, rekomendasi dan tindakan akan dikomunikasikan kepada:
i Hospital Main Committee
ii Eksekutif Tim
iii Komite Medis
iv Komite Standar Keperawatan
21. REFERENSI
Joint Commission International (2010) Accreditation Standards for Hospitals, 4 th ed, Joint
Commission Resources: USA
Kecuali order obat melalui telepon, order obat secara verbal tidak dapat diterima, kecuali dalam
keadaan darurat.
Hal. 11 dari 14
1.2 Read Back: nurse (perawat) yang menerima mendengarkan order dari dokter dan menuliskannya
pada dokumen dan membacakan kembali nama pasien serta order yang diberikan sesuai yang
telah ditulis. Dokter akan secara verbal memverifikasi read back dari perawat.
1.3 Mendidik staf untuk berhati hati dengan obat obatan yang mirip (sound-alike medications). Daftar
contoh obat sound alike diletakkan pada pada seluruh pos perawat/depo obat
Resep tertulis mencakup resep yang telah ditandatangi (dapat berupa resep yang ditulis tangan,
resep dicetak computer atau difax).
2.1 Resep dimasukkan ke dalam dokumen dengan mengecek nama pasien (nama lengkap).
2.3 Resep mencakup nama lengkap obat, dosis, rute administrasi, waktu administrasi,
diagnosis/indikasi, dan lama penggunaan.
2.5 Mengkaji dan membandingkan order/resep dengan daftar interaksi obat yang berbahaya dan obat
beresiko tinggi.
2.6 Mengimplementasikan protokol yang telah disetujui oleh organisasi terkait pemantauan obat
menggunakan tes laboratorium.
2.7 Mengimplementasikan protokol yang telah disetujui organisasi untuk memastikan keakuratan
review order bulanan.
2.8 Perawat dan/atau apoteker akan mencatat seluruh order yang tidak terbaca, tidak lengkap, atau
diragukan dan dengan segera mengklarifikasikannya kepada dokter sebelum proses
transkirpsi/dispensing.
2.9 Mendidik staf untuk berhati hati dengan nama obat yang mirip
TEPAT Pasien
TEPAT Obat
TEPAT Dosis
Hal. 12 dari 14
TEPAT Rute
TEPAT Waktu
TEPAT Dokumentasi
i. Cek POS untuk memastikan keakuratan MAR sebelum memberikan dosis pertama.
ii. Membaca dan membandingkan MAR dan label obat tiga (3) kali:
Saat menuang.
Setelah menuang.
3.2 Gunakan dua (2) form identifikasi pasien (resident identification), termasuk
3.3 Perhatikan efek terapetik yang diharapkan, efek samping, dan konsekuensi reaksi obat merugikan.
Komunikasikan efek samping dan reaksi obat yang tidak diinginkan pada petugas pengawas dan
dokter.
3.4 Perhatikan hal hal penting (precautions), kaji dan catat parameter klinis.
3.4.1. Memberikan and mengamati setelah pasien mengkonsumsi obat
3.4.2. Dokumentasikan prosesnya
4. Titik Resiko: Mengawasi Manfaat Terapetik dan Konsekuensi Reaksi Obat yang Merugikan
Strategi Mengurangi Resiko
4.1 Mengecek referensi informasi obat yang mencakup:
4.1.1. Physician's Desk Reference (PDR) terkini
4.1.2. Buku Pedoman Obat Obatan terkini
4.1.3. Sistem informasi Komputer
4.1.4. Lembar informasi yang disediakan Farmasi
Hal. 13 dari 14
4.1.5. Referensi lain
4.2 Beritahukan dokter atas konsekuensi obat merugikan yang teridentifikasi atau kegagalan terapi
4.3 Ikuti protokol yang diterbitkan organisasi untuk Obat beresiko tinggi dan pengawasan melalui tes
laboratorium.
4.4 Ikuti protokol yang diterbitkan organisasi untuk mencegah interaksi obat dan interaksi obat &
makanan.
4.5 Mengidentifikasi intervensi pasien non farmakologis (behavioral) untuk dapat dipertimbangkan
sebagai terapi alternatif/tambahan dari pengobatan psikoterapetik.
4.6 Bila terjadi perubahan kondisi mental/ kondisi fisik pasien, curigai efek obat, "Think Medications."
Tim klinis akan mengevaluasi regimen pengobatan sebagai faktor potensial yang berkontribusi
dan lakukan penyesuaian peresepan obat secara tepat.
5.1 Secara hati hati mengkaji kemampuan pasien untuk menyimpan obat secara aman dan
menggunakan obatnya sendiri.
Mengkaji ulang kemampuan pasien untuk meminum obatnya sendiri setidaknya 3 bulan sekali
5.4 Staf mengawasi dan mencatat indikasi dari manfaat terapi, efek samping, dan reaksi obat
merugikan, dan informasikan hal ini kepada dokter
6.2 Mendidik pasien dan keluarganya tentang kebijakan rumah sakit terkait obat-obatan yang dibawa
dari rumah
6.4 Obat yang dibawa dari rumah harus di beri label dan dikemas dengan benar termasuk sampel
obat yang diberikan oleh dokter.
Hal. 14 dari 14