Anda di halaman 1dari 18

Penyebab serta Penanganan pada Demam Berdarah

Augustinus Yohanes Karni Lando


102013341
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara nomor 6, Jakarta 11510
augustinusyohanes@yahoo.com

Pendahuluan

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam,nyeri otot,nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. Pada kasus kali ini, didapatkan bahwa seorang
perempuan 25 tahun datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu.

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan
dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa
hal mengenai hal-hal berikut.
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut
(faktor predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien
(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)

1
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai
kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya
mencakup semua data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh , tekanan
darah, nadi dan respiratory rate, kemudian pada bagian abdomen dapat dilakukan palpasi
abdomen. Lalu dapat dilakukan pula tourniquet test.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan nilai suhu tubuh normal 36,5 oC - 37,5 oC,
tekanan darah normal 120/80 mmHg , denyut nadi normal 98x/ menit, respiratory rate normal
18x/menit, hasil tourniquet negatif apabila muncul kurang dari 10 petechiae. Jika hasilnya 10-
20 petechiae maka dubia (ragu-ragu), kemudian jika hasilnya lebih dari 20 petechiae maka
dinyatakan positif.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambarn limfosit plasma biru.1

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transciptase Polymersae Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini test serologis yang mendeteksi
adanya antibody spesifik terhaap dengue berupa antibodi total, IgM, maupun IgG.1
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:1
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat dietmui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari
jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya penigkatan hematokrit
20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam.

2
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, ataua FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarhan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum lain aminotarnsferase) : dapat meningkat
Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan transfuse darah
atau komponen darah
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
- IgM : terdeteksi muali hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke -3 , menghilang
setelah 60-90 hari
- IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke2
Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama, serta saat pulang dari perawatan,
uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

Pemeriksaan Serologi
Diagnosis pasti DBD ditegakkan dengan pemeriksaan serologis. Pemeriksaan serologi adalah
salah satu alat untuk membantu membuat konfirmasi diagnosis infeksi virus dengue. Yang
dibahas kali ini hanya 2 macam pemeriksaan serologi yang banyak dipakai dalam praktek
sehari-hari yaitu Hemaglutinasi Inhibisi dan Eliza. Namun kedua tes ini cukup mahal
harganya.2

Hemaglutinasi Inhibisi
Sampai sekarang ini uji H.I. masih menjadi patokan baku WHO untuk konfirmasi dan
klasifikasi infeksi virus Dengue. Dilakukan berdasarkan metode Clark & Cassal , yang
memerlukan serum sepasang, yang serumnya diambil saat akut, yaitu pada waktu penderita
datang dan saat konvalesence, yaitu 2 sampai 3 minggu dari saat sakit, dengan interval
minimal 1 minggu dari pengambilan serum yang pertama. Karena harus melakukan
pemeriksaan serum sepasang ini, maka dalam praktek sering kali menimbulkan kesulitan.2
Uji ELISA anti dengue
Dikatakan bahwa uji Elisa anti dengue ini mempunyai sensitivitas yang sama dengan
uji HI, bahkan ada yang mengatakan bahwa uji Elisa lebih sensitif dari pada uji HI.2
Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG dalam serum
penderita dengan cara menangkap antibodi yang beredar dalam darah penderita.
Uji Elisa ini tidak mengadakan reaksi silang dengan golongan flavi virus yang lain,
sehingga IgM dan IgG anti dengue dapat terdeteksi kira-kira pada hari kelima timbulnya
demam. Ada dua pola respons imunitas yang terjadi pada seseorang yang terinfeksi virus

3
dengue,yaitu respons imunitas primer (pada saat terinfeksi virus dengue pertama kali) dan
sekunder.
Jika seseorang belum pernah terinfeksi oleh virus famili flaviviridae,dan juga belum
pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin flavivirus(misalnya vaksin untuk penyakit
demam kuning,ensefalitis jepang,dsb) akan menunjukkan respons imun primer ketika
terinfeksi virus dengue untuk pertama kalinya. Namun,jika orang tersebut terinfeksi oleh
virus dengue tipe lainnya,respons imun sekunder akan memainkan perannya. Respons imun
primer ditandai dengan kadar IgM antidengue yang tinggi dan IgG antidengue yang rendah.
IgM antidengue mulai terdeteksi pada hari ketiga penurunan suhu tubuh. Sebesar 80% IgM
antidengue terdeteksi pada hari kelima panas badan dan 99% pada hari kesepuluh demam.2

Differential Diagnosis

1. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai
sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam; ruam
demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, patekial dan biasanya muncul dulu
pada bagian bawah badan-pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti
hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit
di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak
demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. 1

2. Demam Tifoid
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat.
Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam
hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia
relative, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan
mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseola jarang terjadi
pada orang Indonesia.1

3. Malaria
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan
splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan

4
prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit
kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam
ringan anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.1
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan: periode
dingin (15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka
merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan
berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan
temperature turun, dan penderita merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga
merupakan gejala yang sering dijumpai pada malaria.1

4. Leptospirosis
Pasien biasa datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza,
sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik,
bahkan beberapa kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui
tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk riwayat resiko tinggi.
Gejala/keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di
bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain. Pada
pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit
menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urine
dijumpai protein uria, lekosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat,bilirubin direk
meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum dan kreatinin bisa meninggi
bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus.
Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.1

5. Chikungunya
Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia,
India, dan Afrika Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting
dengan gejala akut (demam onset mendadak (>40C,104F), sakit kepala, nyeri sendi
(sendi-sendi dari ekstrimitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual, muntah,,
nyeri abdomen, sakit tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam,
perdarahan juga jarang terjadi) berlangsung 3-10 hari. Gejala diare, perdarahan saluran
cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak ditemukan pada chikungunya. Sisa
arthralgia suatu problem untuk beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah fase

5
akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi spesifik yang tersedia,
pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri (analgesik dan antikonvulsan)1

Tabel 1.1 Differential Diagnosis

DBD Leptospirosis Malaria Tifoid Chikungunya


Demam tinggi Demam tiba- Trias malaria demam Demam tiba-tiba
tiba-tiba tiba (dingin-panas- meningkat (>40oC)
berkeringat) bertahap
(terutama
sore/malam hari)
Nyeri otot Nyeri tekan Nyeri otot Nyeri otot Nyeri sendi
otot
Pusing Sakit kepala Pusing Pusing Limfadenopati
bagian frontal
Trombositopenia Bilirubin Splenomegali Trombositopenia Sakit kepala
direk
meningkat
Peningkatan hepatomegali ikterus LED meningkat Sakit
Hematokrit tenggorokan
Peningkatan Hb LED nyeri sendi Diare Insomnia
meningkat
Leukositopenia Mata merah Anemia Leukositopenia/n Ruam petechiae
ormal/
leukositosis
Torniquet test Isolasi Blood smears Widal Test Isolasi virus dan
leptospira dari tebal dan tipis serologi
cairan tubuh (PCR,ELISA)
dan serologi
(PCR,ELISA)
Nyeri tekan
epigastrica
Ruam petechiae

Working Diagnosis

6
Pada analisis deferential diagnosis sebelumnya, didapatkan berbagai ciri-ciri klinik.
Ciri-ciri tersebut lalu dicocokan dengan kasus yang ada pada skenario. Sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa diagnose pada kasus dalam skenario tersebut adalah demam
berdarah dengue.
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan
melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan
otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah
terang dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar
hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak
demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah
menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi .
Sejumlah kecil kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat
kematian tinggi.
Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-ruam
makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam
ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari,
disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan
ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-
bintik perdarahan di farings dan konjungtiva.
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang
rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-410C dan terjadi
kejang demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya Demam Berdarah Dengue
tidak selalu ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis secara
dini dapat mengurangi resiko kematian daripada menunggu akut.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tukang belakang, dan persaaan lelah.
Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:1
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
- Uji bending positif
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari tempat
lain
- Hematemesis atau melena
Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)

7
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan niali
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.3 Selain itu perbedaan yang paling utama
adalah pada demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit
pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien
demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit,
penderita demam berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus
dan lain lain

Derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut:1


1. Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain
yang tidak spesifik, dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji turniket yang positif
atau mudah memar.
2. Derajat II (sedang), gejala yang ada pada tingkat I ditambah pula dengan perdarahan kulit
dan manifestasi perdarahan lain dengan ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
3. Derajat III, ditemukan tanda-tanda renjatandan pendarahan spontan Pendarahan bisa
terjadi di kulit atau tempat lain.
4. Derajat IV, syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa, hal ini biasaq disebut dengue shock syndrome atau biasa disingkat DSS. Fase
kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam selama 2 - 7 hari,
penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah. Penderita
berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan mengalami perubahan tekanan darah
dan denyut nadi.
Diagnosis klinis perlu disokong pemeriksaan serologi. Serologi dan reaksi berantai
polymerase tersedia untuk memastikan diagnose demam berdarah jika terindikasi secara
klinis.

Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue yang dapat dibedakan menjadi 4 strain
yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod

8
borne viruses (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae
(1,13).
Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal. Virus ini hidup (survive) di alam lewat
dua mekanisme yaitu:1
1 Melalui transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk. Dimana virus dapat ditularkan oleh
nyamuk betina dan telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat
ditularkan dari nyamuk jantan kepada nyamuk betina melalui kontak seksual.
2 Melalui transmisi virus yang berasal dari nyamuk masuk ke dalam tubuh vertebrata seperti
manusia dan kelompok kera tertentu atau sebaliknya.

Nyamuk mendapatkan virus pada saat menggigit manusia yang terinfeksi virus dengue.
Virus yang berada di lambung nyamuk akan mengalami replikasi, kemudian akan bermigrasi
dan akhirnya sampai ke kelenjar ludah. Virus masuk tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
yang menembus kulit, kemudian masuk sirkulasi darah dengan cepat.
Reaksi tubuh terhadap virus dengue dapat berbeda. Sehingga manifestasi gejala klinis
dan perjalanan penyakitpun akan berbeda. Bentuk reaksi tubuh terhadap adanya virus dengue
itu adalah seperti:
1 Mengendapnya bentuk netralisasi komplek Ig serum pada pembuluh darah kecil di kulit
berupa gejala ruam (rash).
2 Gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas
faktor koagulasi yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
3 Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma
menuju ke ruang ekstravaskuler dengan manifestasi asites dan efusi pleura.
Jika tubuh manusia hanya memberi reaksi pertama dan kedua, orang itu akan menderita
demam dengue. Sementara, jika ketiga reaksi terjadi, orang itu akan mengalami DBD.
Pada tahun 1944 Sabin berhasil mengisolasi 2 jenis virus yang berkaitan namun secara
imunologis menimbulkan reaksi yang berbeda yakni yang dikenal sekarang sebagai DEN-1
dan DEN-2 dari pasien yang secara klinis terdiagnosis DBD. Kemudian pada tahun 1956
Hammon dkk, telah mengisolasi dua serotipe baru virus dengue yang dinamakan sebagai
DEN-3 dan DEN-4 selama epidemi DBD di Philipina.
Survei virologi penderita DBD yang telah dilakukan di beberapa rumah sakit Indonesia
sejak tahun 1972 sampai dengan tahun 1995 melaporkan keempat serotipe virus dengue yang
berhasil diisolasi baik dari penderita DBD derajat ringan maupun berat. Selama 17 tahun,
serotipe yang mendominasi ialah DEN 2 atau 3 namun virus dengue tipe 3 sangat berkaitan
dengan kasus DBD berat.

Vektor

9
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk kebun Aedes (Ae.)
dari subgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun
spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex,
dan Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae. aegyti
semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun
mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka merupakan
vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti. Vektor potensialnya adalah Aedes
albopictus.4

Mekanisme Penularan
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini
mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam Berdarah
Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang
didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam
berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.
Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap
masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar
diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu
setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain
(masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu
menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiapkali
nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat
tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus
dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.

Epidemiologi

Demam berdarah dengue telah menjadi endemis di 112 negara di wilayah tropis dan
subtropis yang meliputi benua Amerika, Eropa Selatan,Timur Tengah, Afrika Utara, Asia, dan
Australia serta pada beberapa pulau di Samudera Hindia, Pasifik dan Karibia. Distribusi
geografis DBD tersebar luas dan jumlah kasusnya terus meningkat selama 3 dekade terakhir.
Empat puluh persen dari populasi dunia (2.5-3 milyar orang) memiliki risiko terinfeksi, dan
diprediksikan terjadi 50 juta infeksi pertahun.
Demam berdarah dengue masuk wilayah Indonesia tahun 1968. Kasus di Indonesia
pertama kali di laporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak

10
24 orang. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan
Incidence Rate (IR) 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2 %.
Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko terjangkit DBD karena virus penyebab dan
vektornya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum. Laporan yang
ada sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue sudah menjadi masalah yang endemis
pada 122 daerah tingkat II, 605 daerah kecamatan dan 1800 desa/kelurahan di Indonesia.
Morbiditas DBD cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya mortalitas cenderung
menurun. Akhir tahun 60-an atau awal tahun 70-an sebesar 41,3% menjadi berkisar antara 3-
5% pada saat ini. World Health Organization pada tahun 2004 merekomendasikan kepada
negara endemis DBD agar dapat menurunkan Case Fatality Rate (CFR) menjadi kurang 1%.
Demam berdarah dengue dapat terjadi pada semua usia kehidupan, di Asia Tenggara
yang merupakan wilayah hiperendemis DBD seringkali terjadi pada anak di bawah usia 15
tahun, di Indonesia penderita DBD terbanyak adalah anak usia 5-11 tahun. Secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita tetapi kematian lebih banyak
pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Demam berdarah dengue juga dapat terjadi
pada semua ras.
Faktor yang berkaitan dengan kembalinya epidemi DBD antara lain pertumbuhan
penduduk, urbanisasi, pengolahan limbah dan persediaan air, distribusi vektor, kepadatan
vektor dan transportasi.1

Patogenesis
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vector
ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi
gejala sebagai DD. Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang
berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang
telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus
akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke
system retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. Tubuh akan
membentuk kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi
system komplemen yang berakibat akan dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a sehingga
permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat. Akan terjadi juga agregasi trombosit yang
melepaskan ADP, trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas
kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskuler.
Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktorXII) akan menyebabkan pembekuan intravascular
yang meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.

11
Dua perubahan patofisiologi utama yang terjadi yaitu peningkatan permeabilitas
vaskuler dan hemostasis yang abnormal. Permeabilitas vaskuler yang meningkat
mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemi dan syok. Kebocoran plasma dapat
menyebabkan asites. Gangguan homeostasis dapat menimbulkan vaskulopati, trombositopeni
dan koagulopati, sehingga memunculkan manifestasi perdarahan seperti petekie, ekimosis,
perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis dan melena.

Gejala Klinis
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang seperti DD, sampai ke DBD
dengan manifestasi demam akut perdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat
berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang
hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah, dan batuk ringan.2
Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital atau retroorbital. Nyeri di
bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Pada mata dapat ditemukan
pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan fotofobia. Otot-otot sekitar mata terasa
pegal. Eksantem dapat muncul pada awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada,
berlangsung beberapa jam lalu akan muncul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak petekie
di lengan dan kaki lalu ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam berkurang dan
cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Pada sebagian pasien dapat
ditemukan kurva suhu yang bifasik. Dalam pemeriksaan fisik pasien DD hampir tidak
ditemukan kelainan. Nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal atau lebih
lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap beberapa hari dalam masa
penyembuhan. Dapat ditemukan lidah kotor dan kesulitan buang air besar. Pada pasien DBD
dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis,
hematemesis, melena, dan epitaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang
tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit
yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung,
jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi
pada waktu demam atau saat demam turun antara hari ke-3 dan hari ke-7.2

Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.

12
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari
ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan
berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai.1
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang
berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis,
dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi
keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya
dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut.
1. Penanganan pasien DBD tanpa syok.
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%.
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.

Berikut ini pembahasannya secara rinci;


1. Penanganan penderita DBD dewasa tanpa syok
Jika Hb,Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100000-150000,pasien dapat
dipulangkan(rawat jalan) dengan syarat menjaga volume cairan sirkulasi dengan cara
menjaga asupan cairan oral pasien lewat makanan.Makanan yang dianjurkan adalah
makanan yang lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter susu,air gula
dalam 24 jam atau minum air tawar ditambah garam.selain itu pasien harus banyak
beristirahat atau tidur.(lakukan pemeriksaan HB,HT,trombosit tiap 24 jam),jika
memburuk,langsung bawa ke instalasi gawat darurat.
Hb,Ht normal,tetapi trombosit <100000 dianjurkan untuk dirawat
Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa pendarahan spontan dan massif dan tanpa syok
maka diruang rawat diberikan cairan infuse kristaloid, dengan rumusan Volume =
1500+(20x(BB dalam Kg-20))
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb,Ht tiap 24 jam:

13
Bila Hb,Ht meningkat 10-20% dan trombosit<100000 jumlah pemberian cairan seperti
rumusan diatas.
Bila Hb,Ht meningkat >20% dan trombosit<100000,maka pemberian cairan sesuai
dengan protocol pelaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%
3. Penanganan DBD dengan peningkatan Ht>20%
Peningkatan Ht>20% artinya tubuh terjadi deficit cairan sebanyak 5%.pada keadaan
ini maka terapi awalnya dengan memberikan infuse kristaloid sebanyak 6-
7ml/kg/jam.setelah 3-4 jam,maka lakukan pemeriksaan.jika Ht menurun,tekanan darah
stabil,freekuensi nadi menurun,produksi urin meningkat,maka cairan infuse dikurangi
sampai 5ml.setelah 2jam,lakukan pemeriksaan kembali,jika ada perbaikan lagi,maka
infuse dikurangi sampai 3ml.jika ketika dilakukan pemantauan kembali,dan tetap
membaik,maka setelah 24-48 jam,infuse dapat dihentikan.
Namun bila setelah pemberian infuse 6-7ml diatas tidak mengalami perbaikan,malah
justru menurun,maka infuse dinaikan sampai 10ml.2jam kemudian lakukan
pemantauan,dan bila hasil membaik,maka infuse diturunkan sampai 5ml,namun jika
tambah buruk,maka infuse dinaikkan sampai 15ml.jika dalam perkembangannya kondisi
semakin memburuk,bahkan muncul tanda-tanda syok,maka pasien ditangani sesuai dengan
penanganan sindrom syok dengue pada dewasa.bila syok teratasi,maka pemberian cairan
dimulai lagi seperti terapi awal.
4. Penanganan pendarahan spontan pada DBD dewasa
Pendarahan spontan contohnya pendarahan hidung saluran cerna, saluran kencing,
otak atau pendarahan sebanyak 4 5 ml/kg bb/jam. Pada keadaan ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti pada keadaan DBD tanpa shock lainnya.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan dan jumlah urine dilakukan sesering
mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta hemostase harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan thrombosis sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparim diberikan jika ada tanda-tanda koagulasi intravascular di
seminata. Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila
didaptakan defisiensi fakta-fakta pembekuan, PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10
gr/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan pendarahan spontan
dan massif dengan jumlah trombosit kurang dari 100 ribu / mm3 disertai atau tanpa KID.
5. Penanganan sindrom shock DBD pada dewasa
Hal pertama adalah penggantian cairan intravascular yang hilang. Pada kasus SSD
cairan kristaloit adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita
juga diberikan oksigen 2 4 liter / menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah

14
pemeriksaan darah perifer lengkap, hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium
dan klorida serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal cairan kristaloit diberikan sebanyak 10 20 ml. Kemudian di evaluasi
15 30 menit. Bila serangan telah teratasi ( ditandai dengan tekanan darah sistolik 100
mmHg, tekanan nadi > 20 mmHg, frekuensi nadi < 100 kali / menit, kulit tidak pucat serta
diuresis 0,5 1 ml / kg bb / jam ). Jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml. Bila dalam 60
120 menit keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml. Bila dalam waktu 60 120
menit kemudian keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 3 ml. Bila 24 48 jam
setelah serangan teratasi, tanda tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis
cukup maka pemberian cairan per infus harus dihentikan ( karena jika reabsorpsi cairan
plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit,
cairan infus terus diberikan maka keadaan hiperfolemi, edema paru atau gagal jantung
dapat terjadi
Pengawasan harus dilakukan terutama pada 48 jam pertama sejak terjadi serangan
(karena selain proses pathogenesis, penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloit
hanya sekitar 20 % saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat
pemberian). Untuk mengetahui apakah serangan sudah teratasi, diperlukan pemantauan
tanda vital, yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan
nafas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta
jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2 ml. Pemantauan kadar hemoglobin, hemotokrit dan
jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan, serangan belum teratasi, maka pemberian
kristaloit dapat ditingkatkan menjadi 20 30 ml, kemudian di evaluasi setelah 20 30
menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka lihat nilai hemtokrit. Bila nilai hematokrit
meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid
merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berari terjadi pendarahan maka
penderita diberikan transfuse darah segar sebanyak 10 ml dan diulang sesuai kebutuhan.
Pemberian koloid mula mula dengan tetesan cepat 10 -20 ml dan di evaluasi setelah
10 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan
dilakukan pemasangan kateter venesentral, dan pemeberian koloid dapat ditambah hingga
jumlah maksimum 30 ml dengan sasaran tekanan venesentral 15 -18 cm H 2O. Bila
keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan
asam basa, elektrolit, hipoglekimia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan
venesentral penderita sudah sesuai dengan target, tetapi serangan belum dapat teratasi
maka dapat diberikan obat inotropik atau vasopresor.

15
Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk
aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode yang tepat dan baik melalui lingkungan.5

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan


pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak
berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
1. Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar
berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain
dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
3. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali.
4. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang
berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng,
botol pecah, dan ember plastik.
5. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah.
6. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali
jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.

Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu
dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air
sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang
pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga
dapat dilakukan dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan jentik-
jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa,
menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk,
memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi
setempat.5

Pengendalian Vektor

16
Pemberantasan sarang nyamuk, merupakan tindakan upaya untuk mengendalikan vektor
dari penyakit demam berdarah dengue, yaitu nyamuk aedes aegypti. Untuk memutus mata
rantai perkembangan nyamuk tersebut, maka dapat dilakukan berbagai cara. Tindakan
tersebut terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:5
a. 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
1. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
2. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-
lain.
3. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat
menampung air hujan.
b. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
c. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
1. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit
air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan
takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air.Abate
dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.
2. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
3. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
4. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
5. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
6. Gunakan sarung klambu waktu tidur.

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, dapat diduga bahwa perempuan berusia 25 tahun diatas
menderita penyakit demam berdarah. Namun, tidak menutup kemungkinan pasien tersebut
menderita demam tifoid, malaria, leptospira ataupun chikungunya. Untuk menegakan
diagnosis diatas, harus didasari dari hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan hasil
pemeriksaan penunjang yang jelas.

17
Daftar Pustaka
1. Sudoyo W A, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Jakarta: Departemen IPD FK
UI; 2009. H 2773-9
2. Ginanjar G . Demam berdarah. Jakarta: PT.Mizan Publika;2007. H 38-40
3. Riswan. Korelasi nilai trombosit dan hematokrit derajat demam berdarah dengue (DBD).Banjarbaru:
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat;2008
4. Sutanto E, et al. Buku ajar parasitologi kedokteran. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2011. H 250-3
5. Pencegahan Demam Berdarah Melalui Metode PemberantasanSarang Nyamuk (PSN).
2008. Novitasari Sherly, et al

18

Anda mungkin juga menyukai