Anda di halaman 1dari 12

Beberapa Faktor yang Dapat Menyebabkan

Gangguan pada Metabolik

Augustinus Yohanes Karni Lando


102013341 / D6
augustinusyohanes@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 - Jakarta Barat 11510

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan yang harus dihadapi di zaman yang semakin berkembang ini semakin
kompleks dan berubah dengan cepat. Perubahan gaya hidup masyarakat dari yang tradisional
berkembang menjandi lebih modern. Perubahan gaya hidup kemudian diikuti dengan perubahan pola
dan jenis makanan, penurunan aktivitas fisik, dan segala sesuatu menjadi lebih instan. 1 Salah satu
pergeseran pola penyakit yang kemudian menjadi factor resiko bagi penyakit lain adalah sindrom
metabolik. Sindrom metabolic adalah kumpulan gangguan atau penyakit yang kemdian menjadi factor
resiko penyakit kardiovaskular.

ANAMNESIS

Anamnesis adalah suatu teknik wawancara terhadap pasien disertai dengan empati. Anamnesis
yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi.
Identitas meliputi nama lengkap, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau
suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter atau
mencari pertolongan. Riwayat penyakit sekarang atau riwayat perjalanan penyakit adalah cerita
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Riwayat penyakit dahulu untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Anamnesis susunan
sistem bertujuan mengumpulkan data-data positif dan negatif yang berhubungan dengan penyakit yang
diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit. Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk
mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.
Didalam skenario, anamnesis dapat dilakukan secara auto-anamnesis karena keadaan pasien
memungkinkan untuk memberikan keterangan. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan kepada
pendamping pasien:
Keluhan utama : Seorang laki-laki usia 55 tahun merasa gemuk dan sulit menurunkan berat badannya
sejak usia 38 tahun.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Apakah dirasakan sesak saat bernapas? Biasanya saat istirahat atau saat aktivitas berlangsung?
Apa terdapat kesulitan berjalan yang dapat mengganggu aktivitas?
Apakah disertai rasa haus yang terus menerus?
Apakah suka bolak-balik ke kamar mandi karena merasa ingin berkemih dalam waktu yang
dekat?
Apakah ada rasa lapar terus menerus?
Apa terasa mudah letih saat aktivitas?
Riwayat Penyakit Dahulu:
Adakan riwayat hipertensi, DM, jantung, dan penyakit ginjal?
Riwayat Penyakit Keluarga:
Apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit DM atau hipertensi maupun penyakit jantung?
Riwayat Personal dan Sosial:
Apakah suka mengonsumsi makanan berlemak?
Sehari makan berapa kali?
Apakah pasien suka merokok?

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik secara umum seperti keadaan
umum dan kesadaran pasien, pemeriksaan tanda-tanda vital dan bisa dilakukan pula pemeriksaan
khusus organ sesuai dengan organ atau bagian tubuh yang dikeluhkan pasien. Pemeriksaan khusus
organ bisa meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Dalam keadaan pasien datang dengan
keluhan berat badan berlebih bisa disertakan dengan pemeriksaan antropometri dewasa.

Antropometri
Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengukur pengganti dipakai
indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh merupakan indikator yang paling sering digunakan
serta praktis untuk mengukur berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Indeks massa tubuh
merupakan hasil pembagian antara berat badan dalam kilogram serta tinggi badan dalam meter
kuadrat. Oleh karena, indeks massa tubuh menggunakan tinggi badan, maka pengukurannya harus
dilakukan dengan teliti. Indeks massa tubuh dapat memberikan kesan yang umum mengenai derajat
kegemukan, adapun WHO sudah menetapkan klasifikasinya berdasarkan tabel berikut;

Tabel 1. Defenisi IMT dan lingkar perut1

Ukuran antropometrik lainya yang didasarkan pada lingkar tubuh adalah rasio lingkar pinggang
terhadap lingkar panggul (waist / hip ratio; WHR). Rasio ini lebih merupakan indikator distribusi
lemak ketimbang jumlah lemak total tubuh. Rasio lingkar pinggang-pinggul untuk perempuan 0.77 dan
laki-laki 0.90. WHR tampaknya sulit diinterpretasikan, khususnya pada populasi yang berusia lanjut.
WHR yang tinggi pada manula, dapat mencerminkan lingkar pinggang yang besar tetapi juga dapat
merefleksikan lingkar panggul yang mengecil. Lingkar panggul dapat mengecil sebagai konsekuensi
penurunan lean body mass yang sering kali terlihat pada penuaan. WHR sering ditafsirkan secara
keliru sebagai ukuran lemak perut saja. Jumlak lemak perut dapat diperkirakan dengan ketepatan yang
lebih tinggi melalui pengukuran lingkar pinggang saja. Lingkar pinggang diukur melalui titik tengah
garis yang menghubungkan costae paling bawah dengan krista iliaka, sementara orang yang diukur
berada dalam posisi berdiri. Korelasi antara lingkar pinggang dan posisi berdiri tidak dapat
mengabaikan penyesuaian dengan tinggi badan dalam kategori usia 20-60 tahun. Ketebalan lipatan
kulit merupakan ukuran jaringan adiposa subkutan, dan jika diukur pada tempat yang sesuai
(dipertengahan biseps, triseps, subskapula serta suprailiaka) dapat digunakan untuk menghitung
presentase lemak tubuh. Tebal lipat kulit memberikan informasi mengenai lemak tubuh total serta pola
lemak tubuh.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan gula darah bisa dilakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa, 2 jam setelah
berbuka puasa, dan gula didalam urine. Pada pemeriksaan lemak darah dapat diperiksa kolesterol total,
HDL, LDL, dan trigliserida. Bila pasien memiliki riwayat penyakit aterosklerosis pertimbangkan
lipoprotein (a), apolipoprotein-B100, dan CRP.2,3

Gula darah puasa


Ambil darah vena 5 sampai 10ml dan masukkan ke dalam tabung bertutup merah atau abu-abu.
Darah biasanya diambil antara pukul 07.00 sampai 09.00. Pasien harus berpuasa makan dan minum 12
jam sebelum pemeriksaan.

Gula darah postprandial


Ambil darah vena 5 sampai 10ml dan masukkan ke dalam tabung bertutup merah atau abu-abu.
Darah diambil 2 jam setelah makan pagi atau makan siang.2,3

Tabel 4. Kriteria Diagnosis Diabetes Menurut WHO2,3

Kolesterol Total dan HDL


HDL merupakan jenis kolesterol yang berfungsi membawa seluruh kolesterol ke pabrik
pengolahannya yakni hati. HDL juga berfungsi membawa kolesterol yang telah diolah untuk
didistribusikan ke otak, jantung, dan seluruh organ tubuh yang lain. Oleh karena itu, HDL dikatakan
sebagai kolesterol baik. Jika kadar HDL rendah maka akan banyak kolesterol yang menempel pada
pembuluh darah. Kejadan ini adalah cikal bakal terjadinya tekanan darah tinggi karena banyak
penyumbatan pada pembuluh darah.2,3

Kolesterol LDL
LDL merupakan kolesterol yang dapat menyebabkan terjadinya penimbunan plak di dalam
saluran pembuluh darah. LDL mempunyai tugas yang berlawanan dengan HDL. Jika kadar LDL anda
meninggi maka diperkirakan banyak kolesterol yang berasal dari makanan yang tidak terangkut ke
hati. Hal ini disebabkan ulah LDL yang menahan kolesterol.

Kolesterol Trigliserida
Ini adalah kolesterol yang mengikat trigliserida. Kadarnya yang tinggi menunjukkan banyak
kolesterol jenis trigliserida di dalam darah anda.

Ketiga kolesterol ini sering dinyatakan sebagai Kolesterol Total. Anda yang mempunyai
penyakit hipertensi dan kencing manis, apabila disertai peningkatan salah satu atau keseluruhan
kolesterol maka akan beresiko untuk terjadinya penyumbatan di dalam pembuluh darah. Penyakit yang
akan timbul jika terjadi sumbatan akibat kenaikan kolesterol adalah stroke.2

Tabel 5. Kadar Kolesterol Normal Pada Orang Dewasa.3

Pemeriksaan radiologi
Pencitraan tidak secara rutin ditunjukkan dalam diagnosis sindrom metabolik. Namun, mereka
mungkin cocok untuk pasien dengan gejala atau tanda-tanda dari banyak komplikasi, termasuk
penyakit jantung. Keluhan nyeri dada, dyspnea, atau klaudikasio dapat dilakukan elektrokardiografi
(EKG), ultrasonografi (echocardiography), single-photon emission computed tomography (SPECT),
cardiac positron emission tomography (PET), atau pemeriksaan yang lainnya.2

SINDOM METABOLIK

Sindrom metabolik menurut NCEP-ATP III yaitu obesitas abdominal (kegemukan dengan
lingkar perut yang melebihi 80cm pada wanita dan 90cm pada laki-laki), kenaikan kadar trigliserida,
penurunan HDL, kenaikan kadar gula puasa hingga 110-126mg/ml (akibat peningkatan resistensi
insulin), dan kenaikan tekanan darah. Kondisi ini dikaitkan dengan risiko penyakit kardiovaskular,
stroke, diabetes melitus tipe 2, dan kematian.4

EPIDEMIOLOGI
Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik.
Prevalensi pada sindrom metabolik pada populasi usia >2o tahun sebesar 25% dan pada usia >50 tahun
sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan prevalensi
obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. 4

Dibandingkan dengan komponen-komponen pada sindrom metabolik, obesitas sentral paling


dekat untuk memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa studi di wilayah Indonesia
termasuk Jakarta menunjukkan obesitas sentral merupakan komponen yang paling banyak ditemukan
pada individu dengan sindroma metabolik. 4

PATOFISIOLOGI

Pengetahuan mengenai masing-masing komponen sindrom metabolik sebaiknya diketahui untuk


dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup dan medika mentosa dalam penatalaksanaan
sindrom metabolik. 5

Obesitas sentral

Obesitas yang digambarkan dengan indeks masa tubuh tidak begitu sensitif dalam
menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi menunjukkan
bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off yang berbeda antara jenis
kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar
perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan visceral. Meski dikatakan bahwa lemak
visceral lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular. Variasi faktor genetik
membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan
obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin dan sebaliknya resistensi insulin dapat
ditemukan pada individu tanpa obes. Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi
tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas. 5

Resistensi insulin

Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini belum
disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp merupakan teknik
yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan glukosa plasma puasa juga tidak
ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya dijumpai pada 10% sindrom metabolik. 5

Peningkatan sekresi insulin adalah gambaran umum dari kegemukan yang terjadi pada keadaan
basal dan sebagai respons terhadap variasi luas dari agen insulogenik. Ada hubungan antara derajat
obesitas dengan tingginya hiperinsulinemia terutama kadar insulin basal. Resistensi insulin dapat
disebabkan oleh suatu produk sel beta yang abnormal, antagonis insulin dalam sirkulasi, atau
insensitivitas jaringan insulin. Karena sekresi pulau yang abnormal atau antagonis insulin dalam
sirkulasi tidak ditemukan, disebabkan resistensi insulin pada obesitas adalah karena ketidakpekaan
jaringan. Sel-sel manusia dan binatang yang obes berisi penurunan jumlah reseptor insulin dan
penurunan ini tidak diragukan memainkan peranan pada resistensi insulin. Tahap awal dalam kerja
insulin berkaitan dengan reseptor permukaan sel dalam jaringan sasaran. Pengikatan insulin pada
reseptor mengaktivasi aktivitas tirosin kinase dari domain sitoplasmik dari reseptor, dan aktivitas
kinase ini penting untuk banyak, jika tidak seluruhnya, dari kerja insulin. Defek dalam aktivitas tirosin
kinase reseptor insulin telah ditemukan dalam beberapa keadaan resistensi insulin, termasuk diabetes
melitus tipe II, aktivasi reseptor kinase adalah normal dalam kegemukan. Kerusakan aksi insulin di
bawah reseptor insulin juga berperan pada resistensi insulin pada obesitas. pada pasien obes dengan
derajat hiperinsulinemia paling rendah dan resistensi insulin, derajat aksi insulin terutama disebabkan
oleh penurunan jumlah reseptor insulin. 5

Dislipidemia

Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan trigliserida dan
penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur
berupa peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal,
namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan konsentrasi
trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi
peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan menunjukan bahwa
peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatn
masukan asam lemak bebas ke hati. 5

Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi transfer


trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi trigliserida normal
dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat mekanisme lain yang
menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan trigliserida. Mekanisme yang
dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resistensi insulin
sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-1 (Apo A-1) oleh hati yang selanjutnya
mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran sistem imunitas pada resistensi insulin juga
berpengaruh pada perubahan profil lipd pada subjek dengan resistensi insulin. Studi pada hewan
menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan ganggguan pada lipoprotein, protein
transport, reseptor dan enzim yang berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipd. 5
Hipertensi

Resistensi insulin juga berperan pada patogenesis hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf
simpatis meningkatkan rearbsorbsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation dan mengakibatkan
hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat menyebabkan hipotensi
akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat
ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor. The Insulin Resistance Atherosclerosis Study
melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak
pada subyek dengan DM tipe 2.5

GEJALA KLINIS

Menurut pedoman dari National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dan American
Heart Association (AHA), sindrom metabolik didiagnosis ketika pasien memiliki setidaknya 3 dari 5
kondisi berikut:13
1. Glukosa puasa 100 mg / dL (atau menerima terapi obat untuk hiperglikemia).
2. Tekanan darah 130 / 85 mmHg (atau menerima terapi obat untuk hipertensi).
3. Trigliserida 150 mg / dL (atau menerima terapi obat untuk hipertrigliseridemia).
4. HDL-C <40 mg / dL pada pria atau <50 mg / dL pada wanita (atau menerima terapi obat untuk
mengurangi HDL-C).
5. Lingkar pinggang 102 cm (40 in) pada pria atau 88 cm (35 in) pada wanita; jika Asian
Amerika, 90 cm (35 in) pada pria atau 80 cm (32 in) pada wanita.4,6
6.

PENATALAKSAAN

Untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada individu yang telah memiliki sindrom
metabolik, diperlukan pemantauan yang terus menerus dengan modifikasi komponen sindrom
metabolik yang ada. Penatalaksanaan sindrom metabolik masih merupakan penatalaksanaan dari
masing-masing komponennya. 7

Penatalaksanaan sindrom metabolik terutama bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit


kardiovaskular aterosklerosis dan risiko diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang belum diabetes.
Penatalaksanaan sindrom metabolik terdiri atas 2 pilar yaitu tatalaksana penyebab (berat badan lebih /
obesitas dan inaktivitas fisik) serta tatalaksana faktor risiko lipid dan nonlipid. 7

Obesitas dan Obesitas Sentral


Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik serta peranan otak dalam
pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting dalam penatalaksanaan klinik. Pengaturan berat
badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom metabolik. Mempertahankan berat
badan yang lebih rendah dikombinasi dengan pengurangan asupan kalori dan peningkatan aktifitas
fisik merupakan prioritas utama penyandang sindrom metabolik. Targer penurunan berat badan 5-10%
dalam tempo 6-12 bulan, dapat dicapai dengan mengurangi asupan kalori sebesar 500-1000 kalori per
hari ditunjang dengan aktivitas fisik 30 menit atau lebih setiap hari. Untuk subyek dengan komorbid
penyakit jantung koroner, perlu dilakukan evaluasi kebugaran sebelum diberikan anjuran jenis-jenis
olahraga yang sesuai. 7,8

Prinsip penurunan berat badan antara lain dengan asupan energi yang harus lebih rendah daipada
keluaran energi untuk menciptakan keseimbangan energi negatif, yang menghasilkan penurunan berat
badan, karena cadangan lemak yang tersimpan digunakan sebagai energi, defisit energi sebesar 500-
100 kkal per hari dapat direkomendasikan, tergantung dari ukuran tubuh dan jenis kelamin. Penurunan
berat badan umumnya terjadi secara lambat, sekitar 0,5kg/mggu, kecuali bila defisit energinya besar,
karena pada kondisi ini jaringan bebas lemak mungkin ikut berkurang. Setelah berat badan turun,
masalah selanjutnya yaitu mempertahankan berat badan, menjadi tantangan baru bagi individu yang
bersangkutan; berat badan mungkin kembali naik secara bertahap, sehingga diperlukan diet lebih
lanjut. 7,8

Pemakaian obat-obatan dapat berguna sehingga dipertimbangkan pada beberapa pasien. Dua
obat yang dapat dipergunakan dalam menurunkan berat badan adalah sibutramin dan orlistat. Dengan
mempertimbangkan peranan otak sebagai regulator berat badan, sibutramin dapat menjadi
pertimbangan. Cara kerjanya sentral memberikan efek mengurangi asupan energi melalui efek
mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah berat badan turun dapat
memberi efek tidak hanya untuk penurunan berat badan tetapi juga mempertahankan berat badan yang
sudah turun. Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan
pemberian sibutiramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktivitas fisik, memperbaiki
konsentrasi trigliserida dan kolesterol HDL. Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien
yang berisiko serius karena obesitasnya. 7,8

Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga mengakibatkan


mikroalbuminuria yang dipakai sebagai morbiditas kardiovaskular pada pasien tanpa diabetes atau
hipertensi. Target tekanan darah berbeda antara subyek dengan DM dan tanpa DM. Pada subjek
dengan DM dan penyakit ginjal, target tekanan darah adalah <130/80 mmHg, sedangkan yang bukan
targetnya <140/90 mmHg. Untuk mencapai target tekanan darah penatalaksanaan tetap dimulai dengan
pengaturan diet dan aktifitas fisik. Peningkatan tekanan darah ringan dapat diatasi dulu dengan upaya
penurunan berat badan, berolahraga, menghentikan rokok dan mengkonsumsi alkohol, serta banyak
mengkonsumsi serat. Namun apabila modifikasi gaya hidup tidak mampu mengendalikan tekanan
darah maka dibutuhkan pendekatan medikamentosa untuk mencegah komplikasinya seperti infark
miokard, gagal ginjal kronik dan stroke. 4

Valsartan, suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria yang


diketahui sebagai faktor risiko independen kardiovaskuler. Beberapa studi menyarankan pemakaian
ACE inhibitor sebagai lini pertama bila ada DM. ARB dapat digunakan apabila tidak toleran terhadap
ACE inhibitor. Meskipun pemakaian diuretik tidak dianjurkan pada subyek dengan gangguan toleransi
glukosa, namun pemakaian diuretik dosis rendah yang dikombinasi dengan regimen lain dapat lebih
bermanfaat dibandingkan efek sampingnya. 4

Gangguan Toleransi Glukosa

Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat menjadi
awal suatu diabetes melitus. Penelitian-penelitian yang ada menunjukan adanya hubungan yang kuat
antara toleransi glukosa terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular pada sindrom metabolik dan
diabetes. Perubahan gaya hidup dan aktifitas fisik yang teratur terbukti efektif dapat menurunkan berat
badan dan TGT. Modifikasi diet secara bermakna memperbaiki glukosa 2 jam pasca prandial dan
konsentrasi insulin. 8

Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metfromin juga dapat menurunkan konsentrasi asam lemak
bebas. Pada Diabetes Prevention Program, penggunaan metformin dapat mengurangi progresi diabetes
sebesar 31 dan efektif pada pasien muda dengan obesitas. 8

Dislipidemia

Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan
medikamentosa. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup berhasil
mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberikan obat berbarengan dengan perubahan
gaya hidup. Menurut ATP III, setelah kolesterol LDL sudah mencapai target, sasaran berikutnya adalah
dislipidemia aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida 200mg/dl, maka target terapi adalah non
kolesterol HDL setelah kolesterol LDL terkoreksi. Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki
profil lipid tetapi juga secara bermakna dapat menurunkan resiko kardiovaskular. Fenofibrat secara
khusus menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukkan perbaikan
profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat
menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki konsentrasi
trigliserida, kolesterol HDL dan LDL.9,10

Apabila konsentrasi trigliserida 500 mg/dl, maka target terapi pertama adalah penurunan
trigliserida untuk mencegah timbulnya pankeratitis akut. Pada konsentrasi trigliserida untuk mencegah
timbulnya pankreatitis akut. Pada konsentrasi trigliserida <500mg/dL, terapi kombinasi untuk
menurunkan trigliserida dan kolesterol LDL dapat digunakan. Berbeda dengan trigliserida dan
kolesterol LDL, untuk kolesterol HDL tidak ada target terapi tertentu, hanya dinaikkan saja. 9,10

PENCEGAHAN

Sama halnya dengan prinsip penatalaksanaan, pencegahan sindrom metabolik mengacu pada
masing-masing komponen sindrom metabolik. Pendekatan terhadap pencegahan terjadinya sindrom
metabolik pada prinsipnya adalah dengan mengubah pilihan makanan menjadi lebih sehat dan
seimbang, menurunkan asupan energi total sehingga sebanding dengan keluaran energi, mengatur
konsumsi kudapan/memilih kudapan atau minuman yang lebih sehat, melalukan lebih banyak aktivitas
fisik dan mengurangi aktivitas bersantai, kesadaran diri untuk menurunkan berat badan, panduan yang
jelas mengenai resiko kelebihan berat badan terhadap kesehatan, dan perlunya melakukan perubahan.4

KOMPLIKASI

Sindrom metabolik yang terutama dengan pasien dengan obesitas akan meningkatkan resiko
penyakit kardiovaskular seperti Aterosklerosis yakni diperantarai oleh hipertensi, hiperlipoproteinemia
dan diabetes.
Diabetes tipe 2 juga bisa terjadi karena ada gangguan pada sekresi insulin maupun resistensi
insulin. Dengan resistensi insulin ini terjadi akibat obesitas yang menyebabkan hiperglikemia, selain
itu resistensi insulin ini merupakan bagian dari sindrom metabolik itu sendiri. 4

KESIMPULAN

Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala yang keberadaannya menunjukkan peningkatan


resiko kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Obesitas sentral memiliki korelasi paling
erat dengan sindrom metabolik dibandingkan komponen yang lain. Penatalaksanaan sindrom
metabolik masih mengacu pada tiap komponen, sejauh ini belum ada penatalaksanaan yang berbeda
bila dibandingkan dengan komponen secara individual. Laki-laki berusia 40 tahun tersebut menderita
sindroma metabolik (Obesitas, diabetes mellitus, dislipidemi, hipertensi) dan disertai RPK (+) terhadap
beberapa sindrom.

DAFTAR PUSTAKA

1. Barasi M E. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga; 2009. Hal.10-111


2. Kosasih EN. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik Edisi 2. Jakarta: Karisma publishing
group; 2008. Hal 227-290.
3. Lee JL. Glukosa: Gula darah puasa. Dalam: Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta:
EGC; 2008.h.107.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing. 2009. Hal.1865-72
5. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis Edisi 5.
Jakarta: EGC; 2010. 582
6. Hidayat AAA. Penilaian dan tumbuk kembang anak. Dalam: Pengantar Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.26.
7. Hartono A. Implementasi nutrisi oral dan diet. Dalam: Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Edisi
ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.195.
8. Tandra H. Segala hal yang harus anda ketahui mengenai diabetes. Jakarta: Gramedia; 2007.h.23-
4.
9. Bastiansyah E. Pemeriksaan kolesterol dalam darah. Dalam: Panduan Lengkap Membaca Hasil
Tes Kesehatan. Depok: Plus; 2008.h.60-1.
10. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Metabolisme kolesterol dan lipoprotein. Dalam: Biokimia
Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC; 2000.h.515.

Anda mungkin juga menyukai