Anda di halaman 1dari 32

BAB I

DESKRIPSI GELOMBANG SEISMIK

A. Konsep Dasar Gelombang Seismik


Gelombang seismik adalah gelombang mekanis yang muncul akibat adanya
gempa bumi. Sedangkan gelombang secara umum adalah fenomena perambatan
gangguan (usikan) dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-mula terjadi
secara lokal yang menyebabkan terjadinya osilasi (pergeseran) kedudukan partikel-
partikel medium, osilasi tekanan maupun osilasi rapat massa. Karena gangguan
merambat dari suatu tempat ke tempat lain, berarti ada transportasi energy.
Gelombang seismik disebut juga gelombang elastik karena osilasi partikel-
partikel medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan (gradien stress)
malawan gaya-gaya elastik. Dari interaksi ini muncul gelombang longitudinal,
gelombang transversal dan kombinasi diantara keduanya. Apabila medium hanya
memunculkan gelombang longitudinal saja (misalnya di dalam fluida) maka dalam
kondisi ini gelombang seismik sering dianggap sabagai gelombang akustik.
Dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, seismik refleksi lebih lazim digunakan
daripada seismik refraksi. Hal tersebut disebabkan karena siesmik refleksi
mempunyai kelebihan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan baik
mengenai keadaan struktur bawah permukaan.

Gambar 1. Perambatan gelombang seismik

Berdasarkan gambar 1, penyelidikan seismik dilakukan dengan cara


membuat getaran dari suatu sumber getar . Getaran tersebut akan merambat ke
segala arah di bawah permukaan sebagai gelombang getar. Gelombang yang datang
mengenai lapisan-lapisan batuan akan mengalami pemantulan, pembiasan, dan
penyerapan. Respon batuan terhadap gelombang yang datang akan berbeda-beda
tergantung sifat fisik batuan yang meliputi densitas, porositas, umur batuan,
kepadatan, dan kedalama batuan. Galombang yang dipantulkan akan ditangkap oleh
geophone di permukaan dan diteruskan ke instrument untuk direkam. Hasil
rekaman akan mendapatkan penampang seismik.
Penjalaran gelombang seismik menembus struktur pelapisan bumi sangat
bergantung pada sifat elastisitas batu-batuan yang didaluinya. Dasar teori untuk
menjelaskan kronologis mekanisme maupun sifat fisis gelombang didasarkan pada
teori deformasi dan elastisitas media yang dilalui gelombang seismik.
Pembahasan teori deformasi dan elastisitas media yang dilalui gelombang
lebih ditujukan untuk mencari hubungan antara parameter elastisitas (dalam hal ini
adalah konstanta-konstanta elastisitas) dengan parameter gelombang (dalam hal ini
kecepatan gelombang). Pendekatan teori deformasi didasarkan pada model stress
dan strain. Stress didefenisikan sebagai gaya per satuan luas, sedangkan strain
didefenisikan sebagai deformasi per satuan volume. Berdasarkan hokum Hookes
untuk benda-benda elastic sempurna, strain akan proporsional (sebanding) dengan
stress. Dikarenakan pendekatan deformasi media elastic adalah dilatasi kubik, maka
untuk menjelaskan model stress (tegangan) dan strain (regangan) didasarkan pada
konsep tensor.
Pada dasarnya, teori dasar gelombang seismik adalah mencari bentuk solusi
dari persamaan gerak yang didasarkan pada hubungan persamaan stress dan strain
pada medium elastik. Untuk meninjau penjalaran gelombang gelombang seismik
pada media bumi, terdapat dua asumsi dasar yang digunakan sebagai acuan dalam
memandang bumi, yaitu:
1. Bumi dianggap sebagai media elastic sempurna yang terdiri dari berbagai
lapisan.
2. Semua anggota lapaisan bumi merupakan media homogeny isotropis (Wahyu
Triyoso, 1991)

Hukum Hookes merupakan hubungan antara stress (tegangan) yang


dikerjakan dengan strain yang dihasilkan, apabila strain yang dihasilkan cukup
kecil. Hukum ini menyatakan bahwa strain akan berbanding lurus dengan stress
yang menghasilkannya. Untuk medium homogeny isotropis, hokum hookes dapat
dinyatakan dalam bentuk yang sederhana, yaitu:
Pij =+ ij (1)

Pij = eij .(2)

Besaran dan disebut konstanta Lames, yang merupakan konvensi

matematis dalam teori elastisitas (Telford, W. M, et all, 1976). Dari persamaan 2


e ij =P ij semakin besar, e ij
jika dituliskan , membuktikan bahwa untuk

semakin kecil. Jadi merupakan ukuran untuk menahan regangan geser

(shering strain) dan sering disebut sebagao modulus rigidisitas atau modulus geser.
Disamping kosntanta Lames, beberapa kontanta lain yang banyak digunakan
adalah:

1. Modulus Young (E), pada dasarnya mengukur perbandingan stress dan strain
untuk model tension atau kompresi sederhana (1 dimensi)
2. Modulus Bulk (k), pada dasarnya adalah mengukur perbandingan stress dan
strain apabila elemen media dikenakan tekanan hidrostatis sederhana
3. Rasio Poissons ( ), pada dasarnya mengukur geometri perubahan bentuk.
Hubungan antara konstanta-konstanta sederhana tersebut dengan konstanta Lames
dinyatakan sederhana berikut:
(3 + 2 )
E= (3)
(+ )

(3 +2 )
k= (4)
3

= .(5)
3( + )

B. Tahapan Seismik
Metode seismik refleksi merupakan metode geofisika yang umumnya
dipakai untuk penyelidikan hidrokarbon. Biasanya metode seismik refleksi ini
dipadukan dengan metode geofisika lainnya, misalnya metode grafitasi, magnetik,
dan lain-lain. Namun metode seismik refleksi adalah yang paling mudah
memberikan informasi paling akurat terhadap gambaran atau model geologi bawah
permukaan dikarenakan data-data yang diperoleh labih akurat.
Pada umumnya metode seismik refleksi terbagi atas tiga tahapan utama,
yaitu:
1. Pengumpulan data seismik (akuisisi data seismik): semua kegiatan yang
berkaitan dengan pengumpulan data sejak survey pendahuluann dengan survey
detail.
2. Pengolahan data seismik (processing data seismik): kegiatan untuk mengolah
data rekaman di lapangan (raw data) dan diubah ke bentuk penampang seismik
migrasi.
3. Interpretasi data seismik: kegiatan yang dimulai dengan penelusuran horison,
pembacaan waktu, dan plotting pada penampang seismik yang hasilnya
disajikan atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk mengetahui
struktur atau model geologi bawah permukaan.

C. Berbagai Tipe Gelombang Seismik


Berdasarkan teori elastisitas dan deformasi elemen medium serta konsep
displacement potensial, maka pada media homogeny isotropis, transfer energy
dapat diasumsikan dalam dua tipe dengan kecepatan penjalaran yang berbeda pula,
tergantung pada konstanta-konstanta elastic media yang dilewatinya. Di samping
itu, transfer energy dapat terjadi baik melalui media penjalaran di dalam bumi
maupun media pelapisan di dalam bumi disebut gelombang badan (body wave),
sedangkan yang terjadi di permukaan bumi di sebut gelombang permukaan (surface
wave).
1. Gelombang Badan
Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dalam media elastic dan
arah perambatannya ke seluruh bagian di dalam bumi. Berdasarkan gerak
partikel pada media dan arah penjalarannya, gelombang dapat dibedakan atas
gelombang P dan gelombang S.
a. Gelombang P (Gelombang Primer)
Gelombang P disebut juga gelombang kompresi, gelombang longitudinal,
gelombang dilatasi, atau gelombang irotasional. Gelombang ini
menginduksi gerakan partikel media dalam arah paralel terhadap arah
penjalaran gelombang seperti terlihat pada gambar 2. Bentuk persamaan
gelombang P didasarkan pada bentuk persamaan dilatasi yaitu:
2 2
2 =( + 2 ) (6)
t
Dengan menganalogikan persamaan ini dengan bentuk persamaan umu
gelombang, maka didapatkan persamaan umum kecepatan gelombang P
adalah:
0,5
+ 2
v p = = ( ) (7)
Gambar 2. Penjalaran gelombang P (gelombang primer)

b. Gelombang S (Gelombang Sekunder)


Gelombang S disebut juga gelombang shear, gelombang transversal atau
gelombang rotasi. Gelombang ini menyebabkan gerakan partikel media
dalam arah tangensial terhadap arah penjalaran gelombang seperti terlihat
pada gambar 3.

Gambar 3. Penjalaran gelombang S (gelombang sekunder)

Bentuk persamaan gelombang S didasarkan pada bentuk persamaan dilatasi


berikut:
2 2
2
= (8)
t
Dengan menganalogikan persamaan 3 dengan persamaan gelombang
sebagai fungsi jarak diperoleh kecepatan untuk gelombang S adalah:
0,5
v s==
() ( 9)

2. Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan merupakan gelombang yang kompleks dengan
frekuensi yang rendah dan amplitude besar, yang menjalar akibat adanya efek
free surface dimana terdapat perbedaan sifat elastic. Gelombang ini dapat
menjelaskan struktur mantel atas dua permukaan bumi (crust). Sifat dan gerak
partikel media pada permukaan ada yang mirip gelombang P atau gelombang
S. Didasarkan pada sifat gerakan partikel media elastic, terdapat dua tipe yaitu:
a. Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh merupakan gelombang permukaan yang gerakan
partikel medianya merupakan kombinasi gerakan partikel yang disebabkan
oleh gelombang P dan gelombang S. Orbit gerakan partikelnya merupakan
gerakan elliptic dengan sumbu mayor ellips tegak lurus dengan permukaan
dan arah penjalarannya (gambar 4). Kecepatan gelombang Rayleigh
dirumuskan sebagai:
0,5
V R =0,92(V s) (10)

(Telford, W.M, 1976)

Gambar 4. Penjalaran gelombang Rayleigh


b. Gelombang Love
Gelombang Love biasanya dinotasikan dengan gelombang L atau
gelombang Q. Gelombang ini merupakan gelombang permukaan yang
menjalar dalam bentuk gelombang transversal, yakni gelombang SH yang
penjalarannya parallel dengan permukaan (gambar 5). Kecepatan
penjalaran gelombang love bergantung panjang gelombangnya dan
bervariasi sepanjang permukaan. Secara umum, kecepatan gelombang love

V R > V Q V S
dinyakatakan sebagai (Gunawan, 1985)
Pada umumnya, energy lebih banyak ditransfer dalam bentuk
gelombang P, sehingga apada rekaman gempa atau survey seismik, yang
pertama kali dijumpai adalah gelombang P. Untuk medium yang sama,
gelombang P akan dijalarkan dengan kecepatan yang paling besar dari pada
tipe lainnya.

Gambar 5. Penjalaran gelombang Love


Perbandingan keempat tipe gelombang tersebut dapat diilustrasikan sebagai
berikut:
Gambar 6. Perbandingan tipe gelombang P, S, Rayleigh,
D. Mekanisme Penjalaran Gelombang Seismik
dan Love
1. Prisnip Fermat dan Konsep Berkas Seismik
Salah satu prinsip dasar yang menjelaskan mekanisme penjalaran
gelombang adalah prinsip fermat. Prinsip ini menyatakan bahwa waktu jalar
gelombang elastic antara dua titik, mislanya titik A dan B, sama dengan waktu
tempuh yang terukur sepanjang lintasan minimum yang menghubungkan titik A
dan B. Oleh karena itu, prinsip Fermat disebut juga waktu minimum.
Suatu bentuk pemodelan yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa
penjalaran gelombang elastic yang memenuhi prisnip Fermat adalah model
lintasan sinar atau model raipat (raypath). Untuk penjalaran gelombang seismik,
konsep raipat dikenal dengan sitilah konsep berkas seismik (seismik ray). Suatu
berkas seismik dihgambarkan sebagai sebuah garis yang menunjukkan arah
perambatan energy gelombang seismik. Garis ini tegak lurus terhadap muka
gelombang (wavefront), seperti terlihat pada gambar 7.
Model berkas seismik pada dasarnya meripakan pendekatan pertama
untuk memudahkan dalam menunjau penjalaran gelombang seismik. Karena,
pendekatan berkas seismik lebih banyak didasarkan pada optika geometri, maka
dalam meninjau mekanisme penjalaran gelombang, seakan-akan kita diajak
meninjau suatu titik anggota muka gelombang.

2. Hukum Snellius
Hukum Snelius pada dasarnya menjelaskan perubahan arah berkas
seismik apabila gelombang seismik menjalar melalui lapisan-lapisan bumi
dengan kuantitas kecepatan yang berbeda-beda (terdapat bidang batas antar
lapisan). Perubahan arah ini akan direalisasikan dalam bentuk gelombang yang
terpantul (gelombang refleksi) dan gelombang yang terbias (gelombang
refleksi)
Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang hokum Snellius, dalam
gambar 7 ditunjukkan kasus pemantulan dan pembiasan gelombang SV ketika
melintas batas antara media 1 dan media 2. Dari gambar tersebut ditunjukkan
bahwa, ketika melintas bidang batas, gelombang SV akan terpantulkan sebagai
gelombang refleksi SV dan akan terbiaskan sebagai gelombang refleksi SV. Di
samping itu juga dibangkitkan gelombang refleksi P dan gelombang refleksi P.
Hal ini merupakan karakteristik dari gelombang SV apabila melewati bidang
batas dengan kontras elastisitas.

Gambar 7. Peristiwa pemantulan, pembiasan dan mode conversion yang terjadi


pada saat gelombang SV melewati bidang batas antara dua media (Stacey, 1977)

Berdasarkan gambar 7, hukum Snellius dapat dinyatakan dalam persamaan


sebagai berikut:
sini sin r s sin r p sin f s sin f p
= = = = (11)
V S1 V S2 V p1 V S2 V p2

V S1 V S2
Dengan , masing-masing adalah kecepatan gelombang S pada

V p1 V p2
media 1 dan media 2, sedangkan , masing-masing adalah

kecepatan gelombang P pada media 1 dan media 2.


Hal yang sama juga dapat diperoleh untuk jenis gelombang datang yang
lain, seperti gelombang P atau gelombang SH. Untuk gelombang SH yang
terjadi hanya gelombang refleksi SH dan gelombang refleksi SH (Stacey, 1977)

3. Prinsip Huygens dan Konsep Muka Gelombang


Prinsip ini sangat penting dalam memahami penjalaran gelombang, dan
sering digunakan untuk mengambarkan posisi muka gelombang. Dalam
geometri seismik, muka gelombang didefenisikan sebagai permukaan yang
mempunyai travel time sama, atau didefenisikan juga sebagai permukaan
dimana gelombang mempunyai fase yang sama.
Prinsip Haygens menyatakan bahwa setiap detik pada muka gelombang
dapat dipandang sebagai sumber gelombang yang baru. Melalui titik-titik
sumber gelombang yang baru, posisi muka gelombang berikutnya dapat
digambarkan atau ditentukan.
Untuk gelombang-gelombang yang dipantulkan atau dibiaskan pada
bidang batas, harus dibedakan antara muka gelombang refleksi dan muka
gelombang refraksi. Gambar 8 menunjukkan konstruksi Huygens untuk
gelombang seismik yang direfraksikan pada bidang batas. Setiap titik pada
bidang batas dapat di pandang sebagai sumber gelombang baru yang
mempunyai muka gelombang refraksi, dalam gambar ditunjukkan muka
gelombang baru yang mempunyai muka gelombang refraksi, dalam gambar

t0
ditunjukkan muka gelombang refraksi pada (garis putus-putus) dan pada

t 0+ t
saat (garis solid). Pada gambar tersebut ditunjukkan juga bahwa arah

berkas seismik selalu tegak lurus terhadap muka gelombang.

Gambar 8. Konstruksi Huygens untuk gelombang seismik yang dibiasakan


pada saat melewati bidang batas antara dua media dengan
kecepatan berbeda (Stacey, 1977)

4. Mode Conversion
Mode conversion atau konversi tipe gelombang seismik merupakan
proses dimana sebagian energy gelombang P dikonversikan menjadi energy
gelombang S, atau sebaliknya. Salah satu contoh mode conversion, ditunjukkan
pada gambar 7, peristiwa mode conversion secara jelas dapat dilihat pada
penjalaran gelombang P ketika melewati bidang batas.
Berdasarkan teori mekanika gelombang dan konsep deformasi,
gelombang S dapat dibedakan sifat polarisasi dan orbit gerakan partikel
medianya menjadi gelombang SV dan gelombang SH. Mode conversion hanya
terjadi utnuk pasangan gelombang P dan gelombang SV. Sedangkan pada
gelombang SH tidak terjadi mode conversion (Wahyu Triyoso, 1991).
Pembagian energy gleombang pada bidang batas merupakan fungsi dari sudut
dating gelombang pada bidang batas, karena persamaannya diberikan oleh
Bullen, 1963 (stay, 1977)

E. Kecepatan dan Resolusi


1. Kecepatan Sebagai Alat Diagnosa
Sifat alamiah dari sedimen seerti porositas, densitas, temperatur, ukuran butir,
saturasi gas, frekuensi, dan tekanan berpengaruh terhadap kecepatan.
Pertambahan kecepatan dipengaruhi oleh takanan eksternal, ukuran butir dan
densitas. Kecepatan akan berkurang pada sedimen yang porous dan atau
mempunyai takanan pori yang besar.
2. Pengukuran Kecepatan
Pengukuran kecepatan didasarkan pada perubahan waktu tiba pantulan (arrival
time) sebagai perubahan jarak dari sumber getar sampai geophone. Jarak
tersebut dikenal dengan offset, sedangkan perbedaan waktu dari offset disebut
normal moveout. Kecepatan sebagai implikasinya disebut stacking velocity.
3. Resolusi
Resolusi didefinisikan sebagai jarak terkecil antara dua kenampakan yang dapat
memisahkan adanya dua kenampakan tersebut. Pola refleksi dengan dua
interface akan nampak pada suatu pembagian dengan ketebalan 1/4 panjang
gelombang, sedangkan jika ketebalannya kurang dari itu maka hanya akan
nampak satu interface saja. Batas ketebalan lapisan yang dapat memberikan
pantulan adalah sekitar 1/3 dari panjang gelombang. Frekuansi gelombang
seismik lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi yang digunakan pada log
sumur, sehingga kemampuan perubahan seismik jauh lebih besar, sekitar 100
kali lipat. Semakin kecil frekuensi dan kecepatan, maka gelombang akan
semakin besar.

BAB II
PENJALARAN GELOMBANG BADAN DI DALAM BUMI

A. Tinjauan Umum
Energi mekanik yang dibangkitkan oleh gempa bumi, atau suatu ledakan yang
besar, akan ditransmisikan ke seluruh permukaan bagian bumi melalui penjalaran
gelombang seismik, baik gelombang-gelombang badan maupun gelombang-
gelombang perumukaan. Gelombang badan akan menjalar menembus bagian batas
bumi, sedangkan gelombang permukaan akan menjalar dipermukaan bumi. Karena
karakteristik gelombnag badan yang dapat menjalar menembus bagian dalam bumi,
maka tipe gelombang ini memegang peranan yang dominan dalam proses
pendugaan dan penentuan struktur bagian dalam bumi. Kita menamakan
gelombang-gelombang badan sebagai gelombang P dan gelombang S untuk
membedakan dengan gelombang permukaan.
Pada saat terjadi gempa bumi, gelombang-gelombang badan yang
terbangkitkan akan menjalar dari sumber gempa menembus bagian dalam bumi dan
kemudian diterima oleh stasiun perekam dipermukaan bumi. Ilustrasi penjalaran
gelombang badan di dalam bumi ditunjukkan pada gambar 9 Gambar ini
merupakan penampang lintang bumi yang diasumsikan beerbentuk lingkaran.
Gelombang yang dibangkitkan oleh sumber gempa di titik O akan diterima secara
berurutan oleh seismograf pada stasiun perekam di permukaan bumi yang
berkedudukan di titik A, B, C, D, dan E. Dari waktu tiba energy ditunjukkan oleh
garis terputus dalam gambar 9a. Muka gelombang yang dihasilkan berbentuk
lingkaran-lingkaran konsentris, sehingga lintasan berkas seismiknya merupakan
garis lurus. Hal ini menunjukkan media penjalarannya bersifat homogeny isotropi,
yang berarti kecepatan seismiknya adalah serba sama (uniform)
Dalam kenyataanya tidaklah demikian, dan biasanya akan dijumpai keadaan
seperti ditunjukkan pada gambar 9b. Berdasarkan indikasi lintasan berkas sinar
yang berbentuk kurva naik pada titik A, B, dan C, dapat ditafsirkan bahwa
kecepatan seismik akan menjalar semakin besar dengan bertambahnya kedalaman.
Pada titik D dan E terjadi pembelokan arah berkas seismik dan penurunan
kecepatan seismik. Berdasarkan fakta ini, dapat diinterpretasikan bahwa material
bumi sebagai media penjalaran gelombang-gelombang badan tidak homogeny
isotropis secara keseluruhan, akan tepai merupakan struktur pelapisan yang
tersusun atas material dengan kecepatan seismik yang tidak sama.
Gambar 9. Suatu diagram yang menunjukkan bagaimana struktur kecepatan
bagian dalam bumi dinyatakan oleh berkas seismik (Summer, 1970)

B. Penggunaan Notase Fase Pada Seismograf


Berbagai tipe gelombang seismik yang dibangkitkan oleh gempa bumi akan
direkam oleh seismograf. Hasil rekamannya berupa seismogram yang berupa pola
garis-garis bergelombang sebagai visualisasi gerakan tanah yang tercatat oleh jarum
seismograf. Dalam tampilan seismogram, setiap energy gelombang yang terekam
oleh seismograf, diindikasikan terjadinya lonjakan pada pola garis tersebut, hal ini
disebut fase.
Pada pembacaan seismograf, fase-fase yang terekam diberi notasi tertentu
untuk memudahkan dalam melakukan identifikasi. Notasi fase ini bersesuaian
dengan tope gelombang seismik yang terekam dan karakteristik perlakuan yang
dialami gelombang tersebut selama penjalarannya di dalam bagian-bagian bumi.
Beberapa ketentuan pemberian notasi fase yang digunakan, dapat dikasifikasikan
menjadi dua kategori, yaitu:
1. Gelombang-gelombang yang menjalar di luar bagian inti. Beberapa notasi yang
digunakan adalah
a. Notasi P dan S, mengindikasikan bagian dari gelombang P dan S yang
menjalar dari focus menuju ke bawah dan kemudian dipantulkan ke atas.
b. Notasi p dan s, mengindikasikan bagian dari gelombang P dan S yang
menjalar dari focus dan langsung ke permukaan.
2. Notasi grup yang dinyatakan dengan huruf yang sama, seperti PP, pP, SS, sS,
mengindikasikan bagian dari gelombang P dan S yang telah mengalami
pemantulan pada bidang batas permukaan. Sedangkan notasi group yang
dinyatakan dengan huruf yang berbeda, seperti PS, SP, pS, sP, mengindikasikan
bagian gelombang P dan S yang telah mengalami mode conversion ketika
melewati bidang batas.
3. Gelombang-gelombang yang menembus bagian inti bumi. Pada kategori ini
ketentuannya pada kategori (1) tetap berlaku. Sedangkan notasi-notasi baru
adalah:
a. Notasi c, mengindikasikan bagian gelombang yang dipantulkan oleh bidang
batas antara mantel dan inti bumi.
b. Notasi K, mengindikasikan bagian gelombang yang menembus inti luar
bumi (tipe gelombang P)
c. Notasi I, mengindikasikan bagian gelombang yang dipantulkan oleh bidang
batas antara inti luar dan inti dalam.
d. Notasi I, mengindikasikan bagian gelombang yang menembus inti dalam
(tipe gelombang P), sedangkan untuk gelombang S yang muncul di inti
dalam diindikasikan dengan notasi J.

Pada umumnya, bagian awal seismograf dari suatu gempa menghasilkan


event-event gelombang P dengan indikasi amplitude lebih kecil dan lebih pendek
dari pada event-event yang akan muncul kemudian. Fase berikutnya adalah PP dan
kemudian PPP. Setelah gelombang P, fase berikutnya yang teramati adalah S, yaitu
gelombang yang mempunyai kurva lintasan waktu pendek. Karena kecepatan
gelombang ini kira-kira setengah gelombang P, maka untuk mencapai stasiun yang
sama dibutuhkan waktu sekitar dua kali waktu tempuh gelombang P. Urutan
berikutnya adalah fase PS dan kemudian SS.
Event terahir yang teramati adalah gelombang permukaaan yang dijalarkan
dengan kecepatan relative lambat sepanjang lintasan lingkaran bumi. Gelombang-
gelombang ini mempunyai periode yang panjang dan amplitude yang besar,
sehingga bersifat destruktif, karena dapat merobohkan bangunan-bangunan
dipermukaan. Bagian ini berhubungan dengan bagian penting dari suatu seismograf
(Dobrin, 1960). Fase gelombang permukaan dinotasikan sebagai fase LQ untuk
gelombang love dan fase LR, untuk gelombang Rayleigh. Salah satu contoh
tampilan seismograf dari suatu gempa bumi, ditunjukkan pada gambar 9.

Gambar 10. Seismograf dari gempa bumi berskala 5,9 SR yang berada di pantai
barat sumatera pada tanggal 21 Agustus 1967. Direkam di Chartes
Towers, Quesnsland (Stasiun CTA) pada jarak 6100 km,
=59.00 (Stacey, 1977)

C. Kurva Waktu Tempuh dan Penentuan Episenter


Ketika terjadi gempa bumi, gelombang-gelombang akan direkam oleh
seismogram pada kedudukan (koordinat) dan waktu (arrival time) yang sudah
diketahui sehingga waktu tempuh untuk setiap gelombang dapat diperkirakan.
Kurva yang menyatakan hubungan antara waktu tempuh gelombang terhadap jarak
(dari sumber ke posisi seismograf) disebut kurva waktu tempuh. Kurva waktu

tempuh disebut juga kurva T , dengan T menyatakan waktu tempuh dan

menyatakan jarak. Dalam pengertian seismologi jarak , disebut jarak

actual atau jarak anguler. Jarak ini merupakan jarak yang dinyatakan dalam sudut

, yaitu sudut yang dibentuk oleh jari-jari bumi dikedua titik tersebut.

Realsisasi jarak anguler antara dua titik permukaan atanah sesuaid dengan garis
terpendek yang menghubungkan titik tersebut dengan lekukan bumi yang
mengikutinya.
Kurva waktu tempuh yang pertama, dirancang oleh Wiechert dan Zoopritz
pada tahun 1907. Kurva ini dapat digunakan untuk menentukan episenter dan
keakuratan yang dapat dietrima. Perbaikan kurva tempuh dilakukan oleh Jeffreys
(1931) dengan menggunakan metode least square. Dengan metode ini perbedaan
waktu tiba gelombang P dan gelombang S dari hasil pengamatan dan perhitungan
dapat diminimalkan. Kemudian pada tahun 1939, Jefreys dan Guternberg mencari
distribusi kecepatan dengan memakai inversi Herglotz-Wiechert dari data waktu
tempuh gelombang. Tahun 1940 Jeffreys dan Bullen mengumpulkan data-data
gempa dan kemudian menghasilkan tabel waktu tempuh Jeffreys-Bullen. Dari tabel
ini kemudian dibuat kurva waktu tempuh Jeffrey-Bullen (gambar 11)

Gambar 11. Penggunaan Notasi fase untuk gelombang-gelombang yang melewati


bagian inti bumi (Bullen, 1963)

Perbaikan terhadap model kurva waktu Jeffrey-Bullen terus dilakukan.


Dimulai oleh penelitian yang dilakukan oleh Herin (1968), Anderson dan Hart
(1976) dan yang terahir adalah Dziewonski dan Anderson (1981) dengan nama
Prelimenary Refference Earth Model (PREM). Hal ini bertujuan agar diperoleh
mutu data dan ketelitian baca yang semakin baik.

Gambar 12. Kurva waktu tempuh Jeffreys-Bullen (Stacey, 1977)


Informasi tentang bagian dalam bumi didasarkan pada struktur kecepatan
penjalaran gelombang P dan gelombang S. Untuk menentukan kecepatankecepatan
ini, kedudukan episenter (juga hiposenter) dan origin time serta waktu tempuh
gelombang-gelombang tersebut harus diketahui secara akurat.

Gambar 13. Berkas seismik dengan waktu tempuh yang dipresentasikan


pada gambar 12 (Stacey, 1977)

Banyak metode yang telah dilakukan ahli seismologi untuk menentukan


episenter maupun hiposenter dan origin time suatu gempa bumi, antara lain adalah:
1. Metode lingkaran
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan metode yang mula-
mula dilakukan oleh para ahli untuk menafsirkan episenter gempa. Dimana kita
mencari titik perpotongan lingkaran-lingkaran yang dibuat dengan pusatnya
tiap-tiap stasiun dengan menggunakan data interval waktu tiba gelombang P
dan gelombang S. Dalam metode ini bumi dianggap sebagai media homogen
2. Metode Hiperbola
Metode ini menggunakan data waktu tiba gelombang P dan mengganggap bumi
sebagai media homogeny horizontal. Dengan data interval waktu tiba
gelombang P pada tiap dua stasiun dapat dibuat kurva hiperbola. Sehingga titi
potong dari hiperbola-hiperbola tersebut dapat diperkirakan merupakan
episenter gempa.

3. Metode Bola
Metode ini menggunakan data interval waktu tiba gelombang P dan gelombang
S, dengan dikonversikan ke jarak sebagai jari-jari bola dengan pusatnya di tiap-
tiap stasiun. Titik potong dari bola-bola tersebut yang ditafsirkan sebagai
hiposenter. Metode ini mengganggap bahwa bumi masih homogeny, sehingga
mengganggap semua gelombang yang dating adalah gelombang langsung.
4. Metode Tripartit
Metode ini menggunakan tiga stasiun pencatat, dengan data interval waktu tiba
gelombang P dan gelombang S. Metode ini akan mengalami kesulitan jika
ternyata yang dating adalah gelombang refraksi dan disimpan medium bumi dan
dianggap homogen
5. Metode Geiger
Metode ini menggunkan data waktu tiba gelombang P atau gelombang S yang
pertama, dan disini media bumi tidak lagi harus diandaikan homogeny, tatapi
diandaikan terdiri dari pelapisan horizontal, sehingga metode ini
memperhitungkan akan adanya gelombang langsung maupun gelombang
refraksi.

D. Geometri Berkas Seismik Pada Pemodelan Bumi


1. Model Bumi Homogen Isotropis
Untuk kasus yang sederhana, yaitu apabila bumi diasumsikan sebagai media
homogen isotropis, sedemikian hingga sifat-sifat mekanisnya serba sama dalam
semua arah yang mengakibatkan lintasan berkas seismiknya berbentuk garis
lurus (GAMBAR 3.7). Apabila diketahu kecepatan seismiknya adalah v dan
jari-jari bumi adalah R, maka waktu tempuh yang diperlukan untuk menjalar
dari episenter ke stasiun perekam dengan jarak anguler , adalah:
v
T =2 ( ) ( )
R
sin
2
(12)
Gambar 14. Lintasan berkas seismik dari episenter ke stasiun perekam, jika
diamsumsikan bumi homogeny isotropis dipresentasikan
(Stacey, 1977)

Dari gambar 14 diketahui bahwa waktu tempuh berkas seismiknya merupakan


fungsi anguler (v dan R konstan). Dalam kenyataannya pertambahan waktu
tempuh terhadap jarak anguler lebih kecil daripada yang diindikasikan oleh
persamaan tersebut (seperti ditunjukan pada GAMBAR 3.5). Hal ini
mengindikasikan adanya ketergantungan waktu tempuh terhadap faktor lain
yang belum terkomodikasikan oleh pemodelan bumi homogeny isotropis.

2. Model Bumi Berlapis Konsentris


Fakta-fakta emperis membuktikan bahwa waktu tempuh gelombang
gelombang badab tidak hanya dipengaruhi oleh jarak anguler saja.
Didasarkan persaman 3.1, kemungkinan faktor lain yang erpengaruh adalah
kecepatan gelombang v (karena R adalah kosntan). Jadi, dapat dipastikan
gelombang-gelombang badan akan dijalarkan dengan kecepatan yang berbeda-
beda daris suatu tempat ke tempat lainnya di dalam bumi.
Pengamatan terhadap lapisan kerak bumi dan mantel bumi atas
menunjukkan bahwa bagian-bagian tertentu pada lapisan-lapisan tersebut
tersusun atas material yang bersifat anisotropis dan kemungkinan menyebar ke
seluruh permukaan bumi. Walaupun demikian untuk tinjauan struktur bumi
secara keseluruhan sifat anisotropis dan ketidakhomogennan lateral ini dapat
dibaikan terhadap variasi perubahan sifat-sifat kea rah radial. Terdapat tiga tipe
variasi sifat-sifat penyusun material bumi yang telah dikenali, yaitu:
1. Perubahan densitas dan konstanta elastisitas secara gradual terhadap
kedalaman yang diakibatkan oleh efek tekanan dan temepratur pada material
yang homogeny secara kimia.
2. Bidang batas yang tajam antara media yang berbeda secara fisik atau kimia.
3. Transisi kimia (fase) yang walaupun tidak tajam seperti sifat (2), tetapi
menyebabkan perubahan sifat-sifat yang lebih progresif daripada sifat (1)

Ketiga tipe sifat tersebut menyebabkan terjadinya pembiasan gelombang


seismik. Sedangkan bidang batas yang tajam akan menyebabkan terjadinya
pemantulan dan mode conversion. Kondisi ini memunculkan ide pemodelan
bumi berlapis konsentris. Bumi diasumsikan tersusun atas lapisan-lapisan
konsentris yang jumlahnya tak berhingga dengan kecepatan seismik yang besar
secara bertahap terhadap pertambahan kedalaman (pengurangan jari-jari). Setiap
selubung merupakan lapisan yang homogeny isotropis.

3. Parameter Berkas Seismik, p


Dalam pembahasan ini digunakan konsep rumpun berkas (families of
rays) dimana setiap anggota dari rumpun berkas ini mempunyai titik-titik ujung
pada permukaan model luar bumi dan akan dibiaskan melalui permukaan
diskontinuitas yang ditemui.
Pada gambar 15, ditunjukkan model bumi berlapis konsentris yang

v1 v2 v3 P1 , P2, P3,
tersusun atas tiga lapisan selubung adalah , , dan .

merupakan bagian dari berkas seismik yang melintas struktur pelapisan dengan

P1 , P2, dan P3,


masing-masing adalah titik-titik pada batas bidang batas

lapisan.

Gambar 15. Berkas sesimik melintasi model bumi

Dengan menerapkan hokum Snellius pada bidang batas A dan B, dari gambar
tersebut diperoleh:
sini 1 sin f 1 sin i2 sin f 2
= dan = (13)
v1 v2 v2 v3
Dan dua bangun segitiga pada gambar tersebut (garis terputus) dapat

q=r 1 sin f 1 r 2 sin i 2


ditentukan bahwa , maka diperoleh persamaan:

r 1 sin i 1 r 1 sin f 1 r sini 2 r 1 sin f 2


= dan 2 = ( 14)
v1 v2 v2 v3

Secara umum, untuk sejumlah bidang batas lapisan dengan kecepatan semakin
besar kea rah radial berlaku:

r sin i
=kosntan= p ..(15)
v

dengan r adalah jari-jari suatu titik pada berkas seismik, I adalah sudut antara
berkas seismik dan jari-jari pada titik tersebut dan p disebut sebagai parameter
berkas. Parameter ini merupakan parameter berkas seismik yang berharga
konstan sepanjang geometri lintasannya. Setiap anggota berkas seismik
mempunyai harga parameter p yang berbeda dengan anggotaberkas yang lain.
Dengan menentukan parameter ini akan diperoleh harga r/v pada titik penetrasi

berkas seismik yang terdalam, yakni jika sin i=1

4. Hubungan p, , dan T
Ditinjau satu rumpun berkas dengan parameter p dan geometri
lintasannya membentuk sudut di titik O. T adalah waktu tempuh sepanjang
lintasan berkas ini gambar 16

Gambar 16. Konstruksi geometri dua buah rumpun berkas teleseismik yang
berdekatan. Konstruksi ini digunakan untuk menurunkan persamaan
yang menghubungkan p, , dan T (Stacey, 1977)
Misalkan rumpun berkas yang berdekatan mempunyai waktu tempuh

T +dT , jarak anguler + d dan parameter berkasnya p+dp ,

berdasarkan gambar 16 dapat ditentukan:


dT
sin i o=
NQ
=
vo( )
2
(16)
PQ d
ro( )
2

vo ro
Dengan adalah kecepatan seismik dipermukaan dan adalah jari-jari

pada berkas sinar dipermukaan.


Berdasarkan persamaan 12 dapat diperoleh:
dT
p= (17)
d

Dengan kata lain, persamaan ini menyatakan bahwa parameter p merupakan

gardien pada kurva waktu tempuh (kurva T- , pada jarak anguler dari

sumber. Jadi p merupakan fungsi jarak anguler yang ditempuh oleh berkas
seismik tersebut.

5. Permasalahan Invers
Suatu permasalahan untuk menentukan kecepatan v sebagai fungsi r
yang didasarkan pada pengamatan p sebagai fungsi , dalam hal ini dikatakan
sebagao permasalahan invers. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, harus
dicari bentuk lain hubungan p, , dan T.
Berdasarkan hubungan yang dugunakan untuk menyelesaikan masalah
ini adalah persamaan jarak anguler dalam bentuk integral. Persamaan ini
diperoleh berdasarkan gambar 17 yang ditulis sebagai berikut:
r

0

= p r 1 (2 p 2)0,5 dr (18)
2 mid

Persamaan 18 dirumuskan oleh Herglotz dan Wiechert sehingga dikenal dengan


persamaan Herglotz dan Wiechert. Persamaan ini merupakan integral yang akan

memberikan sebagai fungsi dari r, karena p diketahui merupakan fungsi

dari . dalam hal ini merupakan konvensi matematis untuk


menyederhanakan persoalan, yaitu didefenisikan sebagai
= ( rv ) . Oleh

karena itu dari persamaan 14 dapat ditentukan juga kecepatan v sebagai fungsi
r, seperti yang diharapkan. Proses ini dikenal sebagai inversi Herglotz dan
Wiechert (Garland, 1979).
Solusi persamaan 18 diberikan oleh Jeffeys bekerjasama dengan G.
Rasch, dengan menggunakan penyederhanaan yang dibuat oleh E. Wiechert, L.
Geiger. Bentuk solusi persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut:

r
p
( )
1

0 1
( )
cosh 1 d = ln r 0 . (19)
1

Gambar 17. Konstruksi geometri geometri berkas seismik yang digunakan untuk
menurunkan persamaan Herglotz-Wiechert (Stacey, 1977)

Persamaan 19 dapat dievalusi secara numeris berdasarkan kurva p terhadap

1
yang diberikan. Dalam persamaan , merupakan kemiringan kurva waktu

1
tempuh pada . Dengan menentukan harga-harga p pada titik-titik tengah

dan mengevaluasi
cosh1= ( p )
1
maka suku sebelah kiri dapat diintegrasikan

1 r1
secara numeris untuk setiap harga yang diketahui. Selanjutnya harga

r1
, yaitu jari-jari pada titik tengah ini, yang diberikan oleh v 1= dapat dapat
1

1
ditentukan juga. Dengan mengevalusi persamaan ini untuk yang semakin
v1
banyak, akan diperoleh harga yang bervariasi pula, sehingga dapat dibuat

distribusi kecepatan sebagai variasi kedalaman, baik untuk gelombang P maupun


gelombang S.

6. Distribusi Kecepatan (Kasus Khusus)


Berdasarkan pembahasan persamaan 19 akan diperoleh variasi kecepatan yang
kontinu dan semakin besar secara monoton terhadap kedalaman. Dalam hal ini p

1
semakin berkurang terhadap dan p lebih besar dari , sedemikian hingga

karakteristik kurva tempuhnya (T-) adalah kontinu dan berharga tunggal.


Namun demikian, dalam pemodelan ini dimungkinkan terdapat kasus-kasus
tertentu yang mengakibatkan distribusi kecepatan tidak sesuai seperti yang
diuraikan diatas. Kasus yang menarik diantaranya adalah efek triplikasi
(triflication) dan efek bayangan (shadow zone)
a. Efek Triplikasi
Efek ini terjadi apabila terdapat anomaly pelapisan dengan kecepatan tinggi
(gradient kecepatannya besar), seperti ditunjukkan pada gambar 18. Berkas
sinar yang penetrasi terdalamnya berada pada lapisan ini akan mempunyai
kurva lintasan yang lebih lengkung sehingga dapat muncul pada jarak
yang lebih kecil dari pada berkas sinar penetrasi terdalamnya titik pada
lapisan ini (gambar 18a). parameter p berkurang secara monoton, namun
pada selang tertentu parameter ini tidak lagi berharga tunggal, tetapi ada
tiga nilai p untuk harga yang sama. Dengan menafsirkan p sebagai
kemiringan kurva waktu tempuh, diperoleh gambar 18b, yang
mengindikasikan terjadinya triplikasi kurva waktu tempuh pada harga selang
tertentu.

Gambar 18. Efek triplikasi akibat anomaly kecepatan yang tinggi (a) lintasan berkas
seismik, (b) karakteristik kurva tempuh yang dihasilkan (Stacey, 1977)

b. Efek Daerah Bayangan (Shadow Zone)


Efek ini terjadi apabila terdapat anomaly pelapisan dengan kecepatan rendah
(low velocity zone). Kasus ini ditunjukkan pada gambar 19. Geometri berkas
seismik kasus ini memungkinkan terjadinya daerah bayangan (shadow
zone), yaitu suatu daerah dalam selang jarak tertentu dimana tidak terdapat
berkas seismik yang muncul dipermukaan (19.a)Untuk harga yang kecil,
karakteristik parameter p masih normal, tetapi pada harga yang besar
karakteristik parameter berkas seismiknya memungkinkan untuk terjadinya
pemisahan lintasan yang tidak normal, sehingga terdapat daerah tertentu
yang tidak dapat mendeteksi berkas seismik ini. Efek shadow zone
diindikasikan oleh karakteristik kurva waktu tempuh yang terputus (19.b)

Gambar 19. Efek derah bayangan akibat anomaly pelapisan dengan kecepatan
rendah (a) lintasan berkas seismik, (b) karakteristik kurva waktu yang
dihasilkan (Stacey, 1977)
BAB III
STRUKTUR BAGIAN DALAM BUMI BERDASARKAN BUKTI-BUKTI
SEIMOLOGI

A. Struktur Kecepatan Di Dalam Bumi


Berdasarkan data-data gempa bumi yang terbaca pada seismogram dapat
diperoleh data emperis yang menghubungkan antara harga-harga waktu tempuh T
dan jarak anguler . Data-data ini telah dianalisis oleh beberapa ahli seismologi
dengan tujuan utnuk menentukan variasi kecepatan gelombang P dan gelombang S
terhadap kedalaman ke pusat bumi.
Dasar teoritis yang digunakan adalah persamaan Herglotz-Wiechert
(persamaan 18). Persamaan ini dapat memperlihatkan gambaran pokok variasi
kecepatan gelombang P dan gelombang S, apabila terdapat dat-data T dan untuk
rumpun berkas yang bervariasi. Oleh karena itu variasi kecepatan terhadap
kedalaman kea rah pusat bumi dapat diketahui.
Penampang struktur kecepatan dalam bumi berdasarkan hasil analisa yang
dilakukan oleh Dziewonski, dkk, ditunjukkan pada gambar 20 sedangkan gambar
21 menunjukkan lintasan-lintasan berkas sesimik gelombang P dan muka
gelombang yang dihasilkan di dalam media bumi.

B. Diskontunuitas di dalam Bumi


Interpretasi terhadap struktur kecepatan gelombang P di dalam bumi
menunjukkan adanya diskontunuitas dan transisi kecepatan di dalam bumi. Secara
seismik diskontunuitas ini didefenisikan sebagai perubahan kecepatan yang tajam.
1. Diskontunuitas Mohorovicic
A Mohorovicic menemukan sesuatu yang penting pada tahun 1909,
ketika mendeteksi perbedaan gelombang P dan S dari kajian seismograf gempa
lokal berjarak 100 yang terjadi di lembah kurva Yugoslavia (8 Oktober 1909).
Perbedaan ini diindikasikan oleh adanya perubahan yang jelas pada kecepatan
gelombang tersebut setelah gelombang S menjalar dengan kecepatan yang lebih
besar dan lebih bervariasi dibandingkan sebelum mencapai dataran ini. Dataran
ini berhubungan dengan bidang batas yang boleh dikatakan tajam, dan dikenal
dengan diskontunuitas Mohorovicic atau diskontunuitas M.
Berdasarkan pengkajian lebih lanjut, ternyata diskontunuitas ini
menyebar di seluruh permukaan bumi dengan kedalaman yang bervariasi. Di
daerah benua, biasanya ditemui pada kedalaman 35 km. Kedalaman ini menjadi
lebih besar jika dibawah daerah pegunungan. Batas ini hanya terdapat sedalam
8 km di bawah dasar laut. Bagian bumi yang berada diatas diskontunuitas ini
disebut kerak bumi (crust), dan bagian bawah disebut mantel atau selubung
bumi. Pada GAMBAR 4.3 ditunjukkan penampang lintang ideal yang
memotong bumi pada puncak benua.

Gambar 20. Distribusi kecepatan gelombang P dan gelombang S di dalam bumi


berdasarkan model bumi yang dibuat oleh Dziewonski, dkk.

Gambar 21. Lintasan berkas seismik dan muka gelombang yang terjadi untuk
penjalaran gelombang P di dalam bumi (Stacey, 1977)
Gambar 22. Diskontunuitas Mohorovicic memisahkan bagian kerak bumi dan selubung
bumi. Ditunjukkan pula beberapa bagian bumi dengan densitas rata-rata
material penyusunnya (Summer, 1970)

2. Keberadaan Inti Bumi


Keberadaan inti bumi yang berbeda dengan bagian luarnya telah
diusulkan oleh Wiechert (1897). Bukti-bukti seismologi menunjukkan hal ini
diberikan oleh Oldham (1906). Guterberg (1913) memperkirakan batas inti
dikenal sebagai garis Guterberg.
Bukti langsung keberadaan inti diindikasikan oleh terjadinya daerah
bayangan (shadow zone) pada jarak anguler antara 1050 samapi dengan 1420.
Pada daerah bayangan ini tidak terdeteksi gelombang seismik yang jelas.
Sedangkan di dekat jarak anguler 1420, terdeteksi geelombang P dengan
amplitude yang kuat. Terjadinya daerah bayangan ini berkaitan dengan
terdapatnya permukaan diskontunuitas, sedemikian sehingga kecepatan
gelombang P menurun tajam. Gelombang P yang terdeteksi pada jarak 142 0
bersesuaian dengan fase PKP.
Perhitungan kedalaman yang lebih teliti dilakukan oleh Jeffeys dan
menghasilkan nilai kedalaman, (2898 47) km. Hal ini didasarkan pada
pengamatan Gutenberg dan Richter, Scrase, Stechshulte dan Tillotson terhadap
waktu tempuh fase ScS dan PcP (Bullen, 1963). Terdeteksinya fase ScS pada
setiap rekaman gempa yang tidak terlalu jauh dari episenter, menunjukkan
bahwa bidang batas ini sangat tajam, dan didefenisikan sebagai diskontunuitas
yang paling tajam diantara semua diskontunuitas yang ada di dalam bumi.
Pada bagian mantel bawah, yaitu kedalaman sekitar 1000 km sampai
dengan 2900 km, variasi kecepatan gelombang P dan S mempunyai perubahan
gradient yang relative smooth. Sebagian besar kajian waktu tempuh pada daerah
ini memberikan hasil yang sama. Gradien kecepatan turun secara normal
sampai kedalaman 2700 km, tetapi tidak terdapat bukti-bukti yang
menunjukkan gradien kecepatan harga nol sampai pada kedalaman 2900 km.

3. Diskontunuitas Di Dalam Inti Bumi


Daerah bayangan pada jarak anguler antara 1050 sampai 1420, yang
merupakan bukti kuat terdapatnya inti bumi, ternyata tidaklah sempurna, karena
pada jangkauan jarak tersebut masih dapat dideteksi gelombang P dengan
amplitudo yang lemah. Namun demikian, Lehmann (1936) mengusulkan bahwa
gelombang P dengan amplitude yang lemah ini merupakan bukti yang cukup
kuat untuk menyatakan terdapat bagian inti dalam dengan kcepatan gelombang
P yang lebih besar dari daerah sekelilingnya. Hipotesa ini kemudian diperkuat
dengan mengamati data yang semakin banyak. Kemudian Burke-Gaffney, dari
pengamatan rekaman seismik yang dihasilkan oleh ledakan nuklir (1954), dapat
mendeteksi gelombang-gelombang Lehmann (Gelombang P dengan amplitude
yang lemah) tersebut. Bukti lain ditunjukkan oleh Caloy (1961) yang
menemukan fase PkiKP pada jarak anguler 200 yang bersesuaian dengan
gelombang yang dipantulkan oleh bidang batas ini. Akhirnya dapat dipastikan
bahwa kedalaman ini dalam itu adalah benar. Bagian kedua bagian ini dikenal
sebagai garis Lehmann, yang diperkirakan berada pada kedalaman sekitar 4700
km.
Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari pengamatan gempa di pulau
Solomon (9 Januari 1932) dan gempa laut Celebes (29 Juni 1934),
menunjukkan bahwa garis Lehmann ini sebenranya merupakan daerah transisi
dengan ketebalan sekitar 150 km (Bullen, 1963). Jadi, bagian inti dapat
dipisahkan menjadi inti luar, daerah transisi, dan inti dalam. Secara seismik inti
luar berkelakuan sebagai fluida cair, karena tidak dijumpai gelombang S pada
bagian ini, sedangkan inti dalam sebagai suatu padatan.

C. Pemisahan Bagian-Bagian Bumi


Berdasarkan pendeteksian dari diskontunuitas di dalam bumi yang diperoleh
berdasarkan interpretasi terhadap struktur kecepatan di dalam bumi, Bumi dapat
dipisahkan atas 3 bagian utama, yaitu kerak Bumi, mantel atau selubung bumi, dan
inti bumi. Bagian-bagian utama ini secara seismik dipisahkan dengan
mendefenisikan diskontunuitas. Di samping itu, bagian-bagian utama tersebut
masih dipisahkan menjadi sub-sub bagian tertentu, yang melalui pengamatan lebih
lanjut terhadap transisi kecepatan.

D. Rekontruksi Model Bumi


Berdasarkan bukti-bukti seismologi yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dilakukan rekonstruksi terhadap model bumi, seperti ditunjukkan gambar 23.
Gambar 23. Rekonstruksi model bumi, lintasan-lintasan berkas seismik yang
menembus bagian dalam bumi (Garland, 1984)

1. Kerak Bumi

Kerak bumi atau crust merupakan lapisan paling atas dari susunan bumi dan sangat tipis
dibanding dengan lapisan lainnya. Lapisan kerak bumi mempunyai ketebalan
bervariasi antara 25 40 km di daratan dan bisa mencapai 70 km di bawah
pegunungan, sedang di bawah samudra ketebalannya lebih tipis dan bisa
mencapai 5 km. Lapisan ini dibagi lagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh
lapisan diskontinuitas Conrad, berturut-turut dari permukaan adalah lapisan yang
mewakili batuan granit dan di bawahnya yang mewakili batuan basal. Di bawah
samudra lapisan granit umumnya tidak ditemui. Kerak bumi berbentuk materi padat,
terdiri dari sedimen, batuan beku, dan metamorfis dengan unsur utama oksigen dan
silikon. Densitas rata-rata 3,9 gr/cm3 , merupakan 0,3 % dari massa bumi dan 0,5 % dari
volume bumi secara keseluruhan.

Antara kerak dan mantel terdapat lapisan diskontinuitas yang disebut lapisan
Mohorovicic dan sering disebut dengan lapisan M atau Moho saja. Kecepatan
gelombang longitudinal atau gelombang kompresi pada lapisan ini berkisar antara 6,5
km/detik sampai 8 km/detik.

2. Mantel Bumi

Lapisan mantel bumi membujur ke dalam mulai dari lapisan moho sampai lapisan inti
bumi pada kedalaman sekitar 2900 km. Mantel sebagian besar dipertimbangkan sebagai
lapisan padat. Lapisan ini dapat dibagi dua bagian masing-masing mantel atas dan
mantel bawah. Mantel atas membujur sampai kedalaman 1000 km dibawah permukaan.
Kecepatan gelombang kompresi pada lapisan kulit bumi semakin kebawah semakin
besar mulai dari sekitar

8 km/detik di bawah lapisan moho sampai sekitar 13,7 km/detik di perbatasan inti-
mantel. Pada lapisan mantel atas terdapat beberapa lapisan diskontinuitas dimana
kecepatan gelombang tiba-tiba turun. Pada kedalaman antara 100 km sampai 250 km
dibawah permukaan bumi terdapat lapisan kecepatan rendah (LVL). Lapisan LVL
diperkirakan berupa materi mencair yang panas, dengan rigiditas rendah serta kecepatan
gelombang seismik bisa turun sekitar 6 % jika dibanding dengan kecepatan pada lapisan
moho. Mantel bawah kecepatan gelombang seismiknya secara gradual naik sesuai
dengan kedalaman. Pada lapisan mantel tidak terdapat lapisan diskontinuitas yang
berfungsi sebagai pembias dan pemantul gelombang seismik.

Tabel susunan bagian dalam bumi

LAPISAN KEDALAMAN VOLUME MASSA DENSITAS

(km) 109km3 % 1012 kg % gr/cm3

Kerak bumi Perm.- moho 5,1 0,5 15 0,3 2,94

Mantel atas Moho 1000 429,1 39,6 1673 28,0 3,90

Mantel bawah 1000 2900 473,8 43,7 2415 40,4 5,10

Inti luar 2900 5100 166,4 15,4 1743 29,2 10,50

Inti dalam 5100 6370 8,6 0,8 125 2,1 14,53

Diskontinuitas dalam bumi disebabkan oleh perubahan susunan kimia dari material
dalam bumi atau oleh perubahan fase dari material tersebut ( padat ke tak padat, tak
padat ke padat atau dua fase padat yang berbeda ).
Densitas dari mantel bumi antara 3,9 5,1 gr/cm 3, terdiri dari oksigen, magnesium,
silikat dan sedikit ferum. Mantel merupakan 68,4 % dari massa bumi dan 83,3 % dari
volume bumi.

3. Inti Bumi

Inti bumi adalah lapisan yang paling dalam dari bumi. Lapisan ini diperkirakan
mempunyai jari-jari 3500 km dan terdiri dari dua bagian masing-masing inti luar (outer
core) dan inti dalam (inner core). Lapisan inti luar membujur sampai kedalaman sekitar
5100 km dibawah permukaan bumi dan diperkirakan berupa fluida, karena dari catatan
seismogram gelombang shear tidak teridentifikasi. Kecepatan gelombang kompresi
pada lapisan inti luar naik sesuai kedalaman antara 8 10 km/detik, sedang pada lapisan
inti dalam kecepatanya juga naik antara 10 13,7 km/detik.

Pada inti dalam gelombang shear dapat teridentifikasi kembali sehingga diperkirakan
tersusun dari material padat. Materi inti luar terdiri dari besi dan nikel dalam bentuk cair
/ fluida sedangkan inti dalam dengan materi yang sama dalam bentuk padat.

Inti luar yang berupa medium tak padat dengan densitas 10,5 gr/cm 3 merupakan 15,4 %
dari volume bumi dan 29,2 % dari massa bumi. Materi yang tak padat ini diapit oleh
dua materi padat ( mantel dan inti dalam ) membentuk sand wich dan bergerak terus
akibat efek rotasi dan revolusi bumi. Hal ini terutama yang menjadi sumber medan
magnet bumi.

Inti dalam merupakan bagian kecil dibanding mantel dan inti luar, yaitu 0,8 % dari
volume bumi dan 2,1 % dari massa bumi tetapi mempunyai densitas paling besar yaitu
rata-rata 14,53 gr/cm3. Gambar (2.1) dan (2.2) memperlihatkan struktur bagian dalam
bumi dan kurva kecepatan gelombang seismiknya.
Gambar 1. Struktur bagian dalam bumi

Gambar 2. Grafik kecepatan gelombang seismik

Secara umum, harga densitas bertambah terhadap kedalaman bumi. Demikian juga
harga tekanan dan temperature, makin kedalam harganya makin besar.

BAB V PENUTUP
Kesimpulan:
1. Gelombang Seismik merupakan gelombang elastic sehingga penjalarannya akan
dipengaruhi oleh sifat-sifat elastic media yang dilewatinya. Parameter penjalaran
yang secara langsung berhubungan dengan karakteristik media adalah kecepatan
penjalarannya. Melalui perekaman terhadap gelombang-gelombang yang telah
menembus bagian bumi ini, dapat digali informasi tentang media yang dilewatinya.
2. Gelombang P dan S merupakan tipe gelombang seismik yang dapat menjalar
menembus bagian dalam bumi. Gelombang ini berperan penting dalam usaha untuk
menelaah struktur bagian dalam bumi. Kecepatan gelombang ini bervariasi
terhadap kedalaman yang ditembusnya. Berdasarkan analisa terhadap variasi
kecepatan ini, bumi dapat dipisahkan menjadi tiga bagian utama yaitu kerak bumi,
mantel bumi, dan inti bumi.
3. Penentuan permukaan diskontunuitas dan lapisan transisi dilakukan melalui cara
yang tidak langsung. Sebagaimana kajian geofisika pada umumnya, dalam hal ini
diperlukan pada permasalahan inversi. Bukti-bukti langsung tidak didapatkan,
tetapi hanya mengamati gejala-gejala yang mungkin ditimbulkannya sehingga
menimbulkan ambiguitas tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Bullen, K.E., (1963). An Introduction to the Theory of Seismology, 3 3d. Cambridge:


University Press Cambridge.

Gunawan. (1985). Penentuan Hyposenter dan Origin Time Gempa Lokal dengan
Metode Geiger, Thesis. UGM

Garland, G.D. (1960). Introduction to Geophysics Prospecting, 6th. Mc Graw-Hill. New


York.

Stacey, F.D. (1977). Physics Of The Earth, 2th. NewYork: John Wiley dan Sons

Susilawati. (2008). Penerapan Penjalaran Gelombang Seismik Gempa Pada


Penelaahan Struktur Bagian Dalam Bumi. Medan : Jurusan FMIPA Universitas
Sumatera Utara

Wahyu Triyoso. (1991). Konsep-konsep Dasar Seismologi. Bandung: ITB Bandung

Anda mungkin juga menyukai