Anda di halaman 1dari 4

Farmasi RS IVB

Selasa, 13 Oktober 2015

Farmasi Satu Pintu

Pelayanan Farmasi Satu Pintu pada Rumah Sakit

Dana merupakan masalah strategis dalam pengembangan pelayanan farmasi


bermutu. Dana untuk pengadaan obat selalu menjadi alasan yang dikemukakan RS
pemerintah untuk membenarkan beroperasinya berbagai apotek swasta murni
dan/atau apotik swasta milik RS sendiri. Hampir semua apotek ini tidak di bawah
kendali instalasi farmasi sehingga mutu, keamanan penderita, dan harga obat di
luar kendali instalasi farmasi. Keadaan ini tidak kondusif untuk melakukan
pelayanan farmasi yang bermutu dan berspektrum luas. Oleh karena itu, pelayanan
farmasi dengan sistem satu pintu mutlak dilaksanakan.

Pelayanan farmasi satu pintu adalah suatu sistem dimana dalam pelayanan
kefarmasian itu sendiri menggunakan satu kebijakan, satu standar operasional
(SOP), satu pengawasan operasional dan satu sistem informasi. Sistem pelayanan
farmasi saatu pintu dalam arti instalasi farmasi sebagai pengelola tunggal
perbekalan farmasi RS karena:

1. Farmasi RS bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di


RS, baik rawat jalan maupun rawat inap.

2. Farmasi RS bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat


siap pakai bagi semua pihak di RS, baik petugas kesehatan maupun pasien.

3. Farmasi RS bertanggung jawab atas semua pekerjaan pelayanan kefarmasian


di RS

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menyelenggarakan pelayanan


farmasi sistem satu pintu, antara lain:

1. Jumlah unit pelayanan yang ada di RS. Hal ini berguna untuk merencanakan
jumlah dan letak outlet apotek.

2. Memperkirakan jumlah resep. Jumlah resep per hari pada jam sibuk/jam kerja
dan luar jam kerja (khusus TJGD/IRD).

3. Macam item obat yang diresepkan. Untuk menentukan fast and slows moving
drug agar persediaan obat selalu ada. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
persediaan dana.
4. Jumlah tenaga yang diperlukan untuk setiap outlet apotek. Agar tercapai
tepat obat dan tepat waktu. Tersedia tenaga untuk unit dose dispensing.

5. Tersedia tenaga farmasis klinik.

Dasar Hukum pelayanan Kefarmasian satu Pintu:

1. SK Menkes Nomor 085/Menkes/Per/I/1989 tentang Penulisan Obat Generik di


Instansi Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah, pasal 6 ayat 1-3

2. SK Dirjen Pelayanan Medis Nomor 0428/ Yanmed/RSKS/SK/1989 tentang


Petunjuk Pelaksanaan SK Menkes Nomor 085/Men-kes/Per/I/1989 tentang Penulisan
Obat Generik di Instansi Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah, Pasal 8 ayat 2-C
pasal 9 ayat 1-4
- Persyaratan akreditasi pelayanan farmasi RS

Tujuan pelayanan Kefarmasian satu pintu

1. Optimalisasi cakupan pelayanan obat gawat darurat, resep rawat jalan umum,
rawat jalan Askes, rawat inap umum/Askes, obat operasi dan pelayanan obat
masyarakat miskin.

2. Meminimalisasi pemberian obat yg tidak tepat waktu, dan meminimalisasi


medication error.

3. Pasien safety

4. Peningkatan pelayanan asuhan kefarmasian.

5. Optimalisasi pendapatan farmasi sehingga pendapatan RS meningkat &


kesejahteraan pegawai RS bertambah.

6. Sebagai salah satu sarana memperbaiki citra RS.

Sistem Pelayanan satu Pintu

1. Sistem dimana Instalasi Farmasi RS memiliki kewenangan penuh dalam


pengelolaan perbekalan farmasi.

2. Berkewajiban mengelola obat secara berdaya guna dan berhasil guna.

3. IFRS diharuskan membuat prosedur perencanaan, pengadaan, penyimpanan,


penyaluran, dan pemantauan obat yang digunakan di rumah sakit.

4. IFRS bertanggung jawab terhadap obat yang beredar di RS.


5. Berkewajiban melaksanakan pengendalian pelayanan dan pemantauan
penggunaan obat di rumah sakit.

6. Apabila dalam pendanaan pengadaan obat melibatkan pihak ke tiga, maka


tata kerja dan teknis layanan kefarmasian harus di bawah koordinasi IFRS.

7. Satu kebijakan (kriteria pemilihan obat, penerapan sistem formularium).

8. Satu sop (prosedur instruksi kerja, pelayanan).

9. Satu pengawasan operasional (laporan rutin, money, koordinasi)

10. Satu sistem informasi (sim, informasi logistik, informasi obat)

Keuntungan pelayanan farmasi satu pintu yaitu :

1. Memudahkan monitoring obat

2. Dapat mengetahui kebutuhan obat secara menyeluruh sehingga memudahkan


perencanaan obat.

3. Menjamin mutu obat yang tersedia sesuai persyaratan kefarmasian.

4. Dapat dilaksanakannya pelayanan obat dengan sistem unit dose ke semua


ruang rawat.

5. Dapat dilaksanakan pelayanan informasi obat dan konseling obat baik bagi
pasien rawat jalan maupun rawat inap.

6. Dapat dilaksanakan monitoring efek samping obat oleh panitia dan terapi.

7. Dapat melakukan pengkajian penggunaan obat di RS, baik obat generik, obat
formularium, obat Askes dan lain-lain sesuai dengan program IFRS serta PFT.

Diposkan oleh magfira arum marfiana di 10.14

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

magfira arum marfiana


Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

2015 (8)

o November (1)

o Oktober (3)

Hubungan Klasifikasi RS terhadap Jumlah TTK

Farmasi Satu Pintu

Panitia Farmasi Terapi

o September (4)

Template Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai