Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker Tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu:
papiler, folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran
kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar.Sebagian
besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Nodul tiroid sangat sering ditemukan, dengan incidence rate
setiap tahunnyaberkisar antara 4-8%. Menurut data WHO 2004,
karsinoma tiroid jarang terjadidilaporkan hanya 1,5% dari keganasan
seluruh tubuh. Karsinoma tiroid biasanyamerupakan keganasan sistem
endokrin. Dijumpai secara primer pada usia dewasamuda dan
pertengahan, dengan sekitar 122.000 kasus baru per tahun di
seluruhdunia (WHO,2004).
Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Banyak kasus kanker
pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit
lain. Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10
tahun.Stimulasi TSH yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker
tiroid.Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid
dan gondok menahun.
Peran perawat terhadap kangker tiroid ini sangat penting, yaitu untuk
memberikan informasi sebelum jalannya oprasi dan memberikan perawatan setelah
dilaksanakan oprasi demi mempercepat penyembuhan pasien.
Setalah melihat tentang keganasan dan patofisiologi dari kanker tiroidmaka
kelompok kami tertarik untuk membahas mengenai kangker tiroid tersebut.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Tujuan umum
Meningkatkan pemahaman dan pengetahuanasuhan keperawatan carsinoma
tiroid.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa/i mampu mengetahui konsep Anatomi Fisiologi.
b. Mahasisa/i mampu memahami konsep dasar carsinoma Thyroid
c. Mahasiswa/i mampu menerapkan asuhan keperawatan dalam setiap tindakan
keperawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin


1. Konsep dasar kelenjar endokrin
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil
sekresinya langsung kedalam darah yang beredar dalam jaringan. Kelenjar tanpa
melewati duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormon. Beberapa dari
organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam hormon (hormon tunggal).
Disamping itu juga ada yang menghasilkan lebih dari satu macam hormon atau
hormon ganda, misalnya kelenjar hipofise sebagai pengatur kelenjar lain
(Sayfuddin,2006).
Berasal dari sel-sel epitel yang melakukan poliferasi ke arah pengikat sel epitel
yang telah berpoliferasi dan membentuk sebuah kelenjar endokrin, tumbuh dan
berkembang dalam pembuluh kapiler. Zat yang dihasilkannya disebut hormon
mempunyai pengaturan sendiri sehingga kadarnya selalu dalam keadaan optimum
untuk menjaga keseimbangan dalam organ yang berada dibawah pengaruhnya,
mekanisme pengaturan ini disebut dengan sistem umpanbalik negatif misalnya ,
hipofise terhadap hormon seks yang dihasilkan oleh gonad, hipofise pars anterior
menghasilkan gonadotropin yang merangsang kelenjar gonad menghasilkan hormon
seks .hormon yang dihasilakan kelenjar endokrin beberapa macam. Zat yang secara
fungsional dapat dilakukan sebagai hormon kimia dikategorikan sebagai hormon
kimia dikategorikan sebagai hormon kimia dikategorikan sebagai hormon organik
(Sayfuddin,2006).
2. Fungsi kelenjar endokrin
Menurut Sayfuddin (2006) dijelaskan bahwa fungsi kelenjar endokrin yaitu :
a. Menghasilkan hormon yang dialirkan kedalam darah yang diperlukan oleh
jaringan dalam tubuh tertentu
b. Mengontrol aktifitas kelenjar tubuh
c. Meransang pertumbuhan jaringan
d. Mengatur metabolisme, oksidasi meningkatkan absorbsi glukosa pada usus halus
e. Mempengaruhi metabolisme lemak, protein, hidratarang, vitamin, mineral dan air.
Hormon yang bermolekul besar (polipeptida dan protein) tidak dapat
menembus sel dan bekerja pada permukaan sel. Hormon yang bermolekul kecil
(hormon steroid dan tiroid) mempunyai pengaruh terhadap spektrum sel-sel
sasaran yang lebih luas, menembus membran sel berkaitan dengan resptor protein.
3. Kelenjar tiroid
Terdiri atas dua buah lobus yang terletak disebelah kanan trakea, diikat bersama
oleh jaringan tiroid dan melintasi trakea disebelah depan.kelenjar ini merupakan
kelenjar yang terdapat didalam leher bagian depan bawah, melekat pada dinding
laring. Atas pengaruh hormon yang dihasilkaNn oleh kelenjar hipofise lobus anterior,
kelenjar tiroid ini dapat memproduksi hormon tiroksin. Adapun fungsi kelenjar tirosin
adalah mengatur pertukaran zat/ metabolisme dalam tubuh dan mengatur
pertumbuhan jasmani dan rohani (Sayfuddin,2006).

4. Fungsi kelenjar tiroid


Dalam Sayfuddin (2006) dijelaskan bahwa fungsi kelenjar tiroid yaitu :
a) Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
b) Mengatur penggunaan oksidasi
c) Membantu pengeluaran karbon dioksida
d) Metabolik dalam hati pengaturan susunan kimia dalam jaringan
e) Pada anak mempengruhi perkembangan fisik dan mental

5. Fisiologi kelenjar tiroid


Kelenjar ini menghasilkan hormon tirosin yang memegang peranan penting
dalam mengatur metabolisme yang dihasilkannya, merangsang laju sel-sel dalam
tubuh melakukan oksidasi terhadap bahan makanan, memegang peranan penting
dalam pengawasan metabolisme secara keseluruhan.hormon tiroid memerlukan
bantuan TSH (thyroid stimulating hormone) untuk endositosis koloid oleh mikrovili,
enzim proteolitik untuk memecahkan ikatan hormon T3 (triodotironin) dan T4
(tetraiodotironin) dari triglobulin untuk melepaskan T3 dan T4 (Sayfuddin,2006).

6. Kelainan tiroid
Dalam Sayfuddin (2006) dijelaskan bahwa kelainan pada kelenjar tyroid yaitu :
a) Hipertrofi atau hiperplasia
1) Struma difosa toksik, hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi
oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
2) Struma difosa nontoksik
a) Ipe endemik: kekurangan yodium kronik, air minum kurang mengandung
yodium disebut gondok edemik
b) Tipe sporadik : pembesaran difusi dan strauma didaerah endemis,
penyebabnya suatu stimulus yang tidak diketahui

b) Hipotiroidisme, kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga


sintesis dari hormon tiroid menjadi insufiensi atau berkurang, bila permanen dan
komplek disebut atiroidisme.
1) Kretinisme, hipotiroidisme berat, pada anak lidah tampaktebal, mata besar,
mata besar, suara serak, kulit tebal dan ekspresi seperti orang bodoh.
2) Mikesedema juvenil, terjadi pada anak sebelum akil balik, anak cebol,
pertumbuhan tulang terlambat dan kecerdasan kurang.
3) Mikedema dewasa, gejalanya nonspesifik, timbulnya perlahan, konstipasi,
tidak tahan dingin dan otot tengang.
c) Neoplasma (tumor jinak) adenoma tiroid bekerja sama secara atonom dan tidak
dipengaruhi oleh TSH.
d) Tumos ganas (maligna), dimulai dari foliker tiroid dengan karakteristik tersendiri
yang memungkinkan terjadi lipoprofil karsinoma metastase.
7. Fungsi hormon tiroid
Dalam Sayfuddin (2006) dijelaskan bahwa fungsi hormon tiroid yaitu :
a) Mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan energi
b) Mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik
c) Menambah sintesis asam ribonukleat (RNA) , metabolisme meningkat
d) Keseimbangan nitrogen negatif dan sistesis protein menurun
e) Menambah produksi panas dan menyimpan energi
f) Absorpsi intestinal terhadap glukosa, toleransi glukosa yang abnormal sering
ditemukan pada hipertiroidisme.

B. Konsep Dasar
1. Karsinoma Tiroid
a. Pengertian
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari
sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid (Cozzier,1996).
Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu:
papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan
pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam
kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa
disembuhkan.
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan
membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan
cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
Nodul tiroid adalah pembengkakan atau massa pada kelenjar tiroid.
Pembedahan merupakan pilihan terapi utama, namun pembedahan yang tidak
dilakukan dengan baik berisiko tinggi mencederai 2 struktur penting, yakni kelenjar
paratiroid dan nervus rekuren laringeal.

b. Klasifikasi karsinoma tiroid.


Menurut Barbara (1996) dijelaskan bahwa klasifikasi karsinom thyroid yaitu :
a. Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan
jenis paling umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak dan
dewasa muda dan lebih banyak pada wanita. Terkena radiasi semasa kanak
ikut menjadi sebab keganasan ini. Pertama kali muncul berupa benjolan teraba
pada kelenjar tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah leher.
Metastasis dapat terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada
beberapa kasus, ke paru.
b. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan merupakan
20-25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama
menyerang pada usia di atas 40 tahun.Karsinoma folikuler juga
menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada pria. Pemaparan
terhadap sinar X semasa kanak-kanak meningkatkan resiko jenis keganasan
ini. Jenis ini lebih infasif daripada jenis papiler.
c. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10% dari
kanker tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada pria. Metastasis
terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian keseluruh bagian
tubuh. Pada mulanya orang yang hanya mengeluh tentang adanya tumor
didaerah tiroid. Dengan menyusupnya kanker ini disekitar, timbul suara serak,
stridor, dan sukar menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis,
biasanya hanya beberapa bulan.
d. Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller adalah unik
diantara kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada wanita
daripada pria dan paling sering di atas 50 tahun. Karsinoma ini dengan cepat
bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang, dan hati. Ciri khasnya
adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma ini
sering dikatakan herediter.

c. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk
terjadi well differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter
endemis, dan untuk jenis meduler adalah faktor genetik. Belum diketahui
suatu karsinoma yang berperan untuk kanker anaplastik dan meduler.
Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid
berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis folikuler
dua kali lebih besar (Sudoyo.dkk,2009).
Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Banyak
kasus kanker pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan
leher karena penyakit lain. Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun,
tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH yang lama juga merupakan salah
satu faktor etiologi kanker tiroid. Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat
keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok menahun (Barbara,1996).
Radiasi, genetik & TSH
Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu
lagi disebelah kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang
dinamakan isthmus atau ismus. Setiap Karsinoma
lobus berbentuk seperti buah pir.
/ adeno karsinoma
Kelenjar tiroid mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal
fascia. Pada keadaan tertentu kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di
sepanjang jalur perkembangan embriologi tiroid. Kelenjar tiroid menghasilkan
bermetstase
tiga jenis hormon yaitu triyodotironin T3, tiroksin T4 dan sedikit kalsitonin.
Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin dihasilkan
oleh parafolikuler (Sudoyo.dkk,2009)
hemtogen

Pathway
Paru2, tulang, otak , hati Pertumbuhan cepat

benjolan Penyusutan ke jaringan sekitar

Kesulitan menelan Kesulitan bernafas, berbicara

Gangguan nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan Kebersihan jalan nafas b.d denganob
Limfe leher

Pre oprasi Post Oprasi


Ansietas b.d faktor kurng pengetahun mengenai proses oprasi jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi akib
Kebersihan
Perubahan proses keluarga b.d ketakutan berkaitan dengan diagnosis
Nyeri b.d kanker yg baru saja diterima
tiroidektomi
Resiko tinggi terhadap komplikasi b.d tiroidektomi
d. Patofisiologi
Adenokarsinoma papiler biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita
dengan ada sarang ganas dilobus homolateral dan lobus kontralateral. Metastasis
mula-mula ke kelenjar limfe regional, dan akhirnya terjadi metastasis hematogen.
Umumnya adenokarsinoma follikuler bersifat unifokal, dengan metastasis juga ke
kelenjar limfe leher, tetapi kurang sering dan kurang banyak, namun lebih sering
metastasisnya secara hematogen. Adenokarsinoma meduller berasal dari sel C
sehingga kadang mengeluarkan kalsitonin (sel APUD). Pada tahap dini terjadi
metastasis ke kelenjar limfe regional. Adenokarsinoma anaplastik yang jarang
ditemukan, merupakan tumor yang tumbuh agresif, bertumbuh cepat dan
mengakibatkan penyusupan kejaringan sekitarnya terutama trakea sehingga
terjadi stenosis yang menyebabkan kesulitan bernafas. Tahap dini terjadi
penyebaran hematogen. Dan penyembuhan jarang tercapai. Penyusupan
karsinoma tiroid dapat ditemukan di trakea, faring, esophagus, N.rekurens,
pembuluh darah karotis, struktur lain dalam darah dan kulit. Sedangkan
metastasis hematogen ditemukan terutama di paru, tulang, otak dan hati
(Barbara,1996).

e. Tanda dan Gejala


Dalam buku Barbara (1996) dijelaskan tanda dan gejala carsinom
thyroid ialah:
a. Sebuah benjolan, atau bintil di leher depan (mungkin cepat tumbuh atau keras)
di dekat jakun. Nodul tunggal adalah tanda-tanda yang paling umum kanker
tiroid.
b. Sakit di tenggorokan atau leher yang dapat memperpanjang ke telinga.
c. Serak atau kesulitan berbicara dengan suara normal.
d. Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher. Mereka dapat
ditemukan selama pemeriksaan fisik.
e. Kesulitan dalam menelan atau bernapas atau sakit di tenggorokan atau leher
saat menelan. Ini terjadi ketika mendorong tumor kerongkongan Anda.
f. Batuk terus-menerus, tanpa dingin atau penyakit lain.

f. Anamnesis
Dalam anamnesis, perlu ditanyakan riwayat keluarga mengenai keganasan
tiroid jinak maupun ganas. Penyakit terdahulu yang mengikutsertakan leher
(iradiasi kepala dan leher saat masa anak-anak), riwayat kehamilan, dan
kecepatan onset dan tingkat pertumbuhan benjolan di leher harus ditanyakan.
Adanya benjolan di leher selama masa kanak-kanak dan remaja harus diperhatikan
karena memiliki kemungkinan keganasan tiga sampai empat kali lebih besar
daripada di orang dewasa. Risiko kanker tiroid juga meningkat pada usia tua dan
laki-laki.

Pasien dengan nodul tiroid biasanya tidak terlalu tampak atau tidak
bergejala. Seringkali, tidak ada hubungan yang jelas antara gambaran histologist
dengan gejala pada pasien.Pada pasien dengan gejala, riwayat penyakit lengkap
penting ditanyakan. Pertumbuhan benjolan yang lambat tapi progresif (minggu
sampai bulan) mengarahkan pada keganasan.

Nyeri yang tiba-tiba biasanya diakibatkan perdarahan pada nodul


kistik.Pasien dengan pembesaran yang progresif disertai nyeri perlu dicurigai
adanya limpoma primer atau anaplastik karsinoma.Gejala seperti sensasi tersedak,
leher tegang atau nyeri, disfagia, atau suara serak dapat menyertai penyakit tiroid,
tetapi seringkali diakibatkan oleh kelainan non-tiorid.Gejala servikal dengan onset
yang lambat dapat diakibatkan oleh penekanan struktur vital leher dan rongga
dada atas.Gejala ini muncul jika nodul tiroid tertanam dalam goiter yang
besar.Jika tidak terdapat goiter multinodular, gejala kompresi trakea (batuk dan
perubahan suara) dapat mengarahkan pada keganasan.Karsinoma tiroid
terdiferensiasi jarang menyebabkan obstruksi saluran napas, paralisis pita suara,
ataupun gejala esofageal. Oleh karena itu, ketidakadaan gejala lokal tidak
menyingkirkan kemunhkinan tumor ganas.
g. Pemeriksaan Fisik
Kanker tiroid terdiferensiasi yang berukuran kecil seringkali tidak
memiliki karakteristik yang mencurigakan pada pemeriksaan fisik.Namun, nodul
tiroid baik yang keras ataupun berbatas tegas, dominan maupun soliter yang dapat
dibedakan dari kelenjar lainnya meningkatkan kemungkinan keganasan. Oleh
karena itu, penting untuk melakukan inspeksi dan palpasi yang teliti dari kelenjar
tiroid serta kompartemen anterior dan lateral nodul pada leher.

Pemeriksaan kelenjar tiroid secara umum terdiri dari inspeksi, palpasi, dan
auskultasi.Pada inspeksi perlu diperhatikan apakah terdapat pergeseran
trakea.Untuk dapat melihat kelenjar tiroid dengan jelas, pasien diminta untuk
sedikit mendangak, kemudian perhatikan daerah dibawah kartilago krikoid.Minta
pasien untuk menelan, perhatikan gerakan ke atas kelenjar tiroid, simetrisitas, dan
konturnya.Palpasi kelenjar tiroid dilakukan dengan pemeriksa berdiri di belakang
pasien.Pasien diminta mendangak.Jari-jari kedua tangan diletakan di leher pasien
tepat dibawah kartilago krikoid.Minta pasien untuk menelan, rasakan gerakan
isthmus yang naik ke atas, tetapi tidak selalu teraba.Geser trakea ke kanan dnegan
jari-jari tangan kiri.Jari-jari tangan kanan meraba lobus kanan pada ruang diantara
trakea dan sternomastoid.Temukan lateral margin. Dengan cara yang sama,
periksa lobus kiri.5 Pada massa di tiroid pelaporan terdiri dari adalah lokasi,
konsistensi, ukuran nodul, ketegangan leher, nyeri, dan adenopati servikal.

h. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan
ganas tiroid belum ada yang khusus, kecuali kanker meduler, yaitu
pemeriksaan kalsitonon dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-
kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi
tiroktositosis walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat
dipergunakan sebagai tumor marker dan kanker tiroid diferensiasi baik.
Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid, namun
peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor
residif atau tumbuh kembali (barsano). Kadar kalsitonin dalam serum
dapat ditentukan untuk diagnosis karsinoma meduler.
2. Radiologis
i. Foto X-Ray
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang
diperlukan untuk melihat obstruksi trakhea karena penekanan
tumor dan melihat kalsifikasi pada massa tumor. Pada karsinoma
papiler dengan badan-badan psamoma dapat terlihat kalsifikasi
halus yang disertai kalsifikasi stipled, sedangkan pada karsinoma
meduler kalsifikasi lebih jelas di massa tumor. Kadang-kadang
kalsifikasi juga terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar
getah bening. Pemeriksaan X-Ray juga dipergunnakan untuk
survey metastasis pada pary dan tulang. Apabila ada keluhan
disfagia, maka foto barium meal perlu untuk melihat adanya
infiltrasi tumor pada esophagus
ii. Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman
dan tepat, namun cara ini cenderung terdesak oleh adanya tehnik
biopsy aspirasi yaitu tehnik yang lebih sederhna dan murah
iii. Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat perluasan tumor, namun
tidak dapat membedakan secara pasti antara tumor ganas atau jinak
untuk kasus tumor tiroid.
iv. Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule
dan cold nodule. Daerah cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik
ini dipergunakan juga sebagai penuntun bagi biopsy aspirasi untuk
memperoleh specimen yang adekuat.
3. Biopsi Aspirasi
Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan
sebagai prosedur diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama
pada tumor tiroid. Teknik dan peralatan sangat sederhana , biaya murah
dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan mempergunakan jarum tabung
10 ml, dan jarum no.22 23 serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor
diambil untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat
diidentifikasi karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma
anaplastik dan karsinoma medule.
i. Penatalaksanaan medis
a. Therapi Radiasi
Pada adenokarsinoma papiler tanpa penyebaran ke kelenjar leher
sebaiknya dilakukan istmolobektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar limf
leher, kemungkinan besar telah terjadi penyebaran melalui saluran limf di dalam
kelenjar sehingga perlu dilakukan tiroidektomi total disertai diseksi kelenjar
leher pada sisi yang sama.
b. Tiroidectomi
Tiroidektomi adalah prosedur pembedahan di mana semua atau sebagian
dari kelenjar tiroid akan dihapus. Kelenjar tiroid terletak di anterior bagian dari
leher tepat di bawah kulit dan di depan jakun. Tiroid adalah salah satu kelenjar
endokrin tubuh, yang berarti bahwa mengeluarkan produk-produknya di dalam
tubuh, ke dalam darah atau getah bening. tiroid menghasilkan beberapa hormon
yang memiliki dua fungsi utama: mereka meningkatkan sintesis protein di
sebagian besar jaringan tubuh, dan mereka meningkatkan tingkat
konsumsi oksigen tubuh.
j. Peran perawat
Peran perawat adalah dalam penatalaksanaan Pre-Operatif, Intra Operatif dan
Post Operasi:
a. Penatalaksanaan Pre Operasi yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:
1) Inform Concern (Surat persetujuan operasi) yang telah ditandatangani oleh
penderita atau penanggung jawab penderita
2) Keadaan umum meliputi semua system tubuh terutama system respiratori dan
cardiovasculer
3) Hasil pemeriksaan / data penunjang serta hasil biopsy jaringan jika ada
4) Persiapan mental dengan suport mental dan pendidikan kesehatan tentang
jalannya operasi oleh perawat dan support mental oleh rohaniawan
5) Konsul Anestesi untuk kesiapan pembiusan
6) Sampaikan hal-hal yang mungkin terjadi nanti setelah dilakukan tindakan
pembedahan terutama jika dilakukan tiroidectomi total berhubungan dengan
minum suplemen hormone tiroid seumur hidup.

b. Penatalaksanaan Intra Operasi


Peran perawat hanya membantu kelancaran jalannya operasi karena
tanggung jawab sepenuhnya dipegang oleh Dokter Operator dan Dokter
Anesthesi.

c. Penatalaksanaan Post Operasi (di ruang sadar)


1) Observasi tanda-tanda vital pasien (GCS) dan jaga tetap stabil
2) Observasi adanya perdarahan serta komplikasi post operasi
3) Dekatkan peralatan Emergency Kit atau paling tidak mudah dijangkau apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
4) Sesegera mungkin beritahu penderita jika operasi telah selesai dilakukan
setelah penderita sadar dari pembiusan untuk lebih menenangkan penderita
5) Lakukan perawatan lanjutan setelah pasien pindah ke ruang perawatan umum.

2. Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya.Di bagian posterior medial
kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus.Struma dapat mengarah ke dalam
sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan
bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan
oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan
memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan
bernapas dan disfagia.

Struma dapat terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat


pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan
dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior.Hal tersebut memungkinkan hipofisis
mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan.TSH kemudian menyebabkan sel-
sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam
folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan
yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel
menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.

Selain itu, struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang


menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun, seperti penyakit
Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan
penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik, misalnya struma koloid dan struma non
toksik (struma endemik).

a. Klasifikasi Struma
1) Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan menjadi
eutiroidisme, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme.Hipotiroidisme dapat
disebabkan kelainan pada hipotalamus, kerusakan hipofisis, defisiensi
iodium, penggunaan antitiroid, dan tiroiditis.Terdapat pula keadaan yang
dikenal sebagai hipotiroidisme iatrogenik yang terjadi pascatiroidektomi
atau pascapengobatan iodium radioaktif.

Hipertiroidisme dapat terjadi pada struma difus toksik (penyakit


Graves), struma nodosa toksik, pengobatan berlebihan dengan tiroksin,
permulaan tiroiditis, struma ovarium, dan pada metastasis ekstensif
karsinoma tiroid berdiferensiasi baik.Gejala hipertiroidisme berupa berat
badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan,
leboh suka udara dingin, sesak napas.Selain itu juga terdapat gejala
jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

2) Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan
menjadi:
A. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma difus toksik
dan struma nodusa toksik. Istilah difus dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma difus toksik akan menyebar luas
ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa
akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik)

Struma difus toksik (tiroktosikosis) menunjukkan gejala


hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid
yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Graves.

B. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma difus nontoksik dan struma nodusa nontoksik. Struma
nontoksik disebabkan oleh kekurangan iodium yang kronik.Struma ini
disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung iodium
atau terpapar goitrogen yang bisa menghambat sintesa hormon.

C. Struma Nodusa Nontoksik


Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa.Struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa nontoksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda, awalnya difus, dan
berkembang menjadi multinodular.

Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut dan


perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang
hiperplasia dan berinvolusi.Pada awalnya, sebagian struma multinodosa
dapat dihambat pertumbuhannya dengan pemberian hormon tiroksin.

Biasanya penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena


tidak mengalami hipo- atau hipertiroidisme.Degenerasi jaringan
menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma.Karena pertumbuhan terjadi
secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan gejala selain
adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama alasan kosmetik.

Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak mengganggu


pernapasan karena pertumbuhannya ke arah lateral atau ke anterior, sebagian
lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral.
Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan trakea ke arah
kontralateral tanpa menimbulkan gangguan akibat obstruksi
pernapasan.Penyempitan yang hebat dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dengan gejala stridor inspiratoar.Secara umum, struma
adenomatosa benigna hanya menimbulkan keluhan rasa berat di leher,
adanya benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan, dan alasan
kosmetik.Jarang terjadi hipertiroidisme pada struma adenomatosa.

Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna.Berbagai


tanda keganasan yang dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk,
pertumbuhan lebih cepat, dan tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan
sekitar.Dapat terjadi penekanan pada nervus rekurens, trakea, atau
esofagus.Adanya nodul tunggal harus tetap mendapat perhatian karena dapat
merupakan nodul koloid, kistik, adenoma tiroid, atau suatu karsinoma tiroid.
Nodul maligna sering ditemukan pada pria usia muda dan lanjut.

Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi


dipengaruhi oleh pengobatan supresi hormon atau pemberian hormon tiroid.
Penanganan struma lama adalah dengan tiroidektomi subtotal atas indikasi
yang tepat (kosmetik, eksisi nodulus tunggal suspek ganas, struma
multinodular yang berat, struma yang menyebabkan kompresi laring atau
struktur leher lain, struma retrosternal yang mengompresi trakea).

Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior,


terutama pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum.Umumnya,
struma retrosternum tidak turun naik pada gerakan menelan karena apertura
toraks terlalu sempit.Seringkali struma ini berlangsung lama dan bersifat
asimptomatik, sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitarnya.
Penekanan ini akan memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau
esofagus. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen atau iodium
radioaktif.Biasanya pembedahan struma retrosternum dapat dilakukan melalui
insisi di leher dan tidak memerlukan torakotomi karena perdarahan berpangkal
pada pembuluh di leher.Jika letaknya di dorsal arteri subklavia, pembedahan
dilakukan dengan cara torakotomi.

Diagnosis banding struma nodosa ialah tumor mediastinum anterior,


superior, seperti timoma, limfoma, tumor dermoid, dan metastasi keganasan
paru pada kelenjar getah bening.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi medik, ata biografi
ruangan dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan yang lalu berupa penyakit dahulu yang berhubungan dengan
keluhan sekarang.
3. Riwayat keluhan sekarang meliputi kapan keluhan itu timbul, apakah sudah berobat
dan keluhan apa yang dirasakan.
4. Aktivitas / Istirahat
a. Gejala : Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan
produktivitas dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan
istirahat lebih banyak.

b. Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan


kelelahan

5. Sirkulasi
a. Gejala : Palpitasi, angina / nyeri dada.
b. Tanda : Takikardia, distrimia dan terdengar bunyi bruid

6. Integritas Ego
a. Gejala : Faktor stress, takut / ansietas sehubungan dengan diagnosisdan
kemungkinan takut mati.
b. Tanda : Berbagi prilaku, missal marah, menarik diri , pasif.

7. Eliminasi
a. Gejala : Tidak ada Perubahan karakteristik urin dan peces.

b. Tanda :-

8. Makanan / Cairan
a. Gejala : Anorexia / kehilangan nafsu makan, disfagia ( tekanan pada
esophagus ). Adanya penurunan berat badan sampai dengan 10 % atau lebih selam
6 bulam.

b. Tanda : Pembengkakan pada leher, rahang atau tangan kanan.

9. Neurosensori
a. Gejala : Nyeri saraf ( Neoralgia ) menunjukan kompresi saraf oleh
pembesaran kelenjar tiroid

b. Tanda : Status mental : letargi, menarik diri, paraplegia ( kompresi batang


spinal, dari tubuh vertebra, keterlibatan diskus pada kompresi / regenerasi atau
kompresi suplai darah terhadap batang spinal ).

10. Nyeri Kenyamanan


a. Gejala : Nyeri tekan / nyeri pada kelenjar limfe yang terkena, misalnya nyeri
dada, nyeri punggung, nyeri tulang umum, nyeri segera pada area yang terkena
setelah minum alkohol.

b. Tanda : Fokus pada diri sendiri ; prilaku berhati-hati.

11. Pernapasan
a. Gejala : Dipsnea pada kerja atau istirahat ; nyeri dada.

b. Tanda : Dispnea : takikardia, batuk kering non produktif, tanda distress


pernapasan, contoh peningkatan prekwensi pernapasan dan kedalaman,
penggunaan otot Bantu, stridor sianosis, parau / paralysis laryngeal. ( tekanan dari
pembesaran nodus pada saraf laryngeal ).

12. Keamanan
a. Gejala : Riwayat adanya infeksi, riwayat mononukleus, riwayat ulkus /
perforasi pendarahan gaster, periode demam : keringat malam tanpa menggigil.

b. Tanda : Demam menetap dengan suhu 38 C tanpa gejala infeksi, nodus limfe
simetris, membengkak atau membesar, nodus dapat terasa keras dan kenyal,
pruritas umum.

13. Seksualitas
a. Gejala : Masalah tentang fertilitas / kehamilan ( sementara penyakit tidak
mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi ) dan penurunan libido.

b. Penyuluhan / pembelajaran

c. Gejala : Faktor resiko keluarga, pekerjaan terpajang pada herbisida


( pekerjaan kayu / kimia ).

B. Diagnosa

1. Diagnosa Pre Oprasi

a. Ansietas berhubungan dengan faktor kurang pengetahuan tentang kejadian pra


operasi dan pasca operasi, takut tentang beberapa aspek pembedahan.
Tujuan &Kriteria Hasil :

1) Klien mengungkapkan ansietas berkurang/hilang

2) Klien melaporkan lebih sedikit perasaan gugup

3) mengungkapkan pe-mahaman tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi


postur tubuh riileks.

Intervensi

1) Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi,
termasuk test laboratorium pra op, persiapan kulit, alasan status puasa, obat-
obatan pre op, aktifitas area tunggu, tinggal diruang pemulihan dan program
pasca operasi. Informasikan klien bahwa obatnya tersedia bila diperlukan untuk
mengontrol nyeri, anjurkan untuk memberitahu nyeri dan meminta obat nyeri
sebelum nyerinya bertambah hebat.

2) Informasikan klien bahwa ada suara serak & ketidaknyamanan menelan dapat
dialami setelah pembedahan, tetapi akan hilang secara bertahap 3-5 hari.
dengan berkurangnya bengkak

3) Ajarkan & biarkan klien mempraktekkan bagaimana menyokong leher untuk


menghindari tegangan pada insisi bila turun dari tempat tidur atau batuk.
4) Biarkan klien dan keluarga mengungkapkan perasaan tentang pengalaman
pembedahan, perbaiki jika ada kekeliruan konsep. Rujuk pertanyaan khusus
tentang pembedahan kepada ahli bedah.

5) Lengkapi daftar aktifitas pada daftar cek pre op, beritahu dokter jika ada
kelainan dari test Lab. pre op.

6) Pengetahuan tentang apa yang diperlukan membantu mengurangi ansie-tas &


meningkatkan kerjasama klien selama pemulihan, mempertahankan kadar
analgesik darah konstan, memberikan kontrol nyeri terbaik.

7) Pengetahuan tentang apa yang diperkirakan membantu mengurangi an-sietas.

8) Praktek aktifitas-aktifitas pasca ope-rasi membantu menjamin penurunan


program pasca operasi terkomplikasi.

9) Dengan mengungkapkan perasaan membantu pemecahan masalah dan


memungkinkan pemberi perawatan untuk mengidentifikasi kekeliruan yang
dapat menjadi sumber kekuatan. Keluarga adalah sistem pendukung bagi klien.
Agar efektif, sistem pendukung harus mempunyai mekanisme yang kuat.

10) Daftar cek memastikan semua aktifitas yang diperlukan telah lengkap. Aktifitas
ini dirancang untuk memastikan klien telah siap secara fisiologis untuk operasi
dan mengurangi resiko lamanya penyembuhan.

c. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan ketakutan berkaitan dengan


diagnosis kanker yang baru saja diterima, masalah potensial ketidak pastian masa
depan.
Tujuan Dan Kriteria Hasil :
1) Klien dan keluarga dapat beradaptasi secara konstruktif terhadap krisis.
2) Klien dan keluarga mampu mengkomunikasikan secara terbuka dan efektif
diantara anggota keluarga.
3) Sering mengungkapkan perasaan terhadap perawat/dokter.
4) Berpartisipasi dalam perawatan anggota keluarga yang sakit.
5) Mempertahankan sistem fungsional saling mendukung antar tiap anggota
keluarga.
Intervensi :
1) Bantu klien & keluarga dalam menghadapi ke-khawatiran terhadap situasi:
resikonya, pilihan yang ada serta bantuan yang didapat.

2) Ciptakan lingkungan rumah sakit yang bersifat pribadi & mendukung untuk klien
& keluarga.

3) Libatkan anggota keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang sakit bila
memungkinkan.

4) Bantu anggota keluarga untuk mengubah harapan-harapan klien yang sakit dalam
suatu sikap yang realistis.

5) Buatlah daftar bantuan profesional lain bila masalah-masalah meluas diluar batas-
batas ke-perawatan. Klien & keluarga mengetahui segala sesuatu yang mungkin
dapat menyebabkan kekha-watiran serta dapat mengatasi nya.Klien merasa
terlindungi rasa amannya.

6) Klien mendapat perhatian & kasih sayang dari keluarga-nya & keluarga dapat
berpe-ran lebih aktif dalam merawat klien.Harapan yang tidak realistis membuat
kelurga berpikir ti-dak objektif.

7) Dengan mengetahui bantuan profesional diharapkan klien & keluarga dapat


mencari al-ternatif & usaha lain dalam mengobati & merawat klien.

2. Diagnosa Post Oprasi


a. Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi akibat adanya
perdarahan atau edem pada tempat pembedahan, kerusakan saraf laringeal atau
luka pada kelenjar paratiroid.
Tujuan Dan Kriteria Hasil :
1) Paru-paru klien bersih.
2) Pola nafas klien berada dalam batas normal.
3) Klien dapat berbicara dengan suara biasa
Intervensi:

1) Monitor tanda-tanda respiratori distres, sianosis, takipnea & nafas yang


berbunyi.

2) Periksa balutan leher setiap jam pada periode awal post op, kemudian tiap 4
jam.
3) Monitor frekuensi & jumlah drainase serta kekuatan balutan.

4) Periksa sensasi klien karena keketatan disekeliling tempat insisi.

5) Pertahankan klien dalam posisi semi fowler dengan diberi kantung es (ice bag)
untuk mengurangi bengkak.

6) Anjurkan klien untuk berbicara setiap 2 jam tanpa merubah nada atau
keparauan suara.

7) Kaji adanya tanda Chvostek & Trousseau.

8) Identifikasi adanya mati rasa.

9) Monitor tingkat serum kalsium.

10) astikan pemberian perawatan yang cepat & tepat.

11) Siapkan peralatan emergency untuk trache-ostomy, suction, oksigen,


perlengkapan benang jahit bedah dan kalsium IV, dalam keadaan siap pakai.
Memonitor & mengkaji terus-mene-rus dapat membantu untuk mende-teksi &
mencegah masalah pernafas-an.

12) Pembedahan didaerah leher dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas karena
adanya edem post op.
13) Dengan mempertahankan posisi & pemberian es dapat mengurangi
pembengkakan.

14) Kerusakan pada saraf laringeal sela-ma pembedahan tiroid dapat menye-
babkan penutupan glottis.

15) Hipokalsemia, akibat dari kerusakan atau pemotongan kelenjar paratiroid


dapat menyebabkan tetani & laringo-spasm.

16) Persiapan untuk gawat darurat memastikan pemberian perawatan yang cepat &
tepat.

b. Nyeri berhubungan dengan tiroidektomi.


Tujuan dan kriteria hasil :
1) Nyeri berkurang/hilang
2) Menyangkal nyeri, tidak ada rintihan, ekspresi wajah rileks

Intervensi

1) Berikan analgesik narkotik yang diresepkan & evaluasi keefektifannya.

2) Ingatkan klien untuk mengikuti tindakan-tindakan untuk mencegah


peregangan pada insisi seperti:

- menyokong leher bila bergerak di tempat tidur & bila turun dari tempat
tidur.

- menghindari hiper ekstensi & fleksi akut leher. Analgesik narkotik perlu
pada nye-ri hebat untuk memblok rasa nyeri.

3) Peregangan pada garis jahitan adalah sumber ketidak nyamanan

c. Resiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tiroidektomi, edema pada


dan sekitar insisi, pengangkatan tak sengaja dari para tiroid, perdarahan dan
kerusakan saraf laringeal.

Tujuan dan kriteria hasil :

a) Tidak terjadi komplikasi sampai klien pulang ke rumah (hari ke-7 10 post
op).

b) Tidak ada manifestasi dari perdarahan yang hebat, hiperkalemia, kerusakan


saraf laringeal, obstruksi jalan nafas, ketidak seimbangan hormon tiroid dan
infeksi.

Intervensi

Terjadi Perdarahan:
a. Pantau:

- TD, nadi, RR setiap 2x24 jam. Bila stabil setiap 4 jam.

- Status balutan: inspeksi dirasakan dibelakang leher setiap 2x 24 jam,


kemudian setiap 8 jam setelahnya.
b. Beritahu dokter bila drainase merah terang pada balutan/penurunan TD
disertai pe-ningkatan frekuensi nadi & nafas.

c. Tempatkan bel pada sisi tempat tidur & ins-truksikan klien untuk memberi
tanda bila tersedak atau sensasi tekanan pada daerah insisi terasa. Bila gejala
itu terjadi, kendur-kan balutan, cek TTV, inspeksi insisi, perta-hankan klien
pada posisi semi fowler, beri-tahu dokter.

Terjadi Obstruksi jalan nafas:

a. Pantau pernafasan setiap 2x24 jam.

b. Beritahu dokter bila keluhan-keluhan ke-sulitan pernafasan, pernafasan tidak


tera-tur atau tersedak.

c. Pertahankan posisi semi fowler dengan bantal dibelakang kepala untuk


sokongan

d. Anjurkan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam untuk merangsang


pernafas-an dalam.

e. Jamin bahwa O2 & suction siap tersedia di tempat.

Terjadi Infeksi luka:

a. Ganti balutan sesuai program dengan menggunakan teknik steril.

b. Beritahu dokter bila ada tanda-tanda in-feksi.

Terjadi Kerusakan saraf laringeal:

a. Instruksikan klien untuk tidak banyak bi-cara.

b. Laporkan peningkatan suara serak & kelemahan suara.

Hipokalsemia:

a. Pantau laporan-laporan kalsium serum.

b. Beritahu dokter bila keluhan-keluhan kebal, kesemutan pada bibir, jari-


jari/jari kaki, kedutam otot atau kadar kalsium di bawah rentang normal.
Ketidakseimbangan hormon tiroid:

a. Pantau kadar T3 & T4 serum.

b. Berikan penggantian hormon tiroid sesu-ai pesanan. Untuk mendeteksi


tanda-tanda awal perdarahan.

d. Resiko tinggi terhadap penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan


dengan kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.
Tujuan dan kriteria hasil :

1) Klien mampu memenuhi rencana pemeliharaan dirumah.


Klien mengungkapkan pemahaman tentang instruksi pulang, melakukan
latihan dengan benar, mengungkapkan kepuasan dengan rencana perawatan
dirumah

Intervensi:

1) Berikan instruksi untuk latihan leher fleksi, ekstensi & latihan rotasi setelah
jahitan di angkat hari ke-7.

2) Hubungi dokter bila ada tanda-tanda infeksi

3) Bila tiroidektomi total dilakukan, berikan informasi tentang obat pengganti &
harus digunakan untuk sepanjang hidup.

4) Berikan instrumen tertulis untuk aktifitas perawatan diri, perjanjian, evaluasi


& obat-obatan, klien kemudian evaluasi pemaham-an instruksi.

5) Latihan-latihan ini untuk memban-tu mencegah kontraktur otot leher.

6) Terapi antibiotik untuk mengatasi infeksi.

7) Pemahaman hubungan antara kon-disi & terapi membantu mengem-bangkan


kepatuhan klien.

8) Instruksi verbal mungkin mudah dilupakan.


BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Kanker tiroid merupakan salah satu gangguan endokrin. Gangguan ini lebih
banyak terjadi pada wanita dengan distribusi berkisar antara 2:1 sampai 3:1. Insidensinya
berkisar antara 5,4 30 %.
Berdasarkan usia, kanker tiroid jenis papiler biasanya terjadi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun. Yang berperan dalam well differentiated carcinoma (papiler dan
folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis , dan untuk jenis meduler adalah faktor
genetik.
Kanker tiroid jenis meduler dapat diketahui dengan tes laboratorium, yaitu
pemeriksaan kalsitonin dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan
karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tirotoksitosis walaupun jarang.
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk
melihat obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada massa
tumor. Ultrasonografi diperlukan untuk membedakan tumor solid dan kistik, dan cara ini
aman serta tepat.
CT-Scan dipergunakan untuk melihat perluasan tumor, namun tidak dapat
membedakan secara pasti antara tumor ganas dan jinak. Dengan menggunakan
radioisotropik dapat dibedakan hot nodule dan cold nodule.
Pada dekade terakhir ini biopsi aspirasi banyak dipergunakan sebagi prosedur
diaknostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid.

B. Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok
mengharapkan kritikan dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman sesama
mahasiswa. Selain itu penyakit carsinoma tyroid ini sangat berbahaya dan kita sebagai
host harus bisa menghindari obat-obatan dan etiologi lainnya yang bisa menyebabkan
alergi dan timbulnya penyakit ini.
Selama kelompok menyelesaikan makalah ini kelompok merasa kesulitan karena
kurangnya literature dari perpustakaan. Kelompok mengharapkan peran dari kampus
untuk memperbanyak buku-buku , terutama pada penyakit carsinoma tyroid ini. Sehingga
kelompok dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu dan semaksimal mungkin.
Daftar Pustaka

Doenges Marlyn E, Moorhouse Mary Frances, Geissler Alice C, 1999, "Pedoman Asuhan
Keperawatan", Edisi ke-3. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Long Barbara C, 1996, "Medical Bedah 2" Yayasan IAPK, Pajajaran, Bandung
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995 "Patifosiologi", Edisi ke-4 Buku ke II, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Sudoyo Aru.W.dkk, 2009. Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke.5. Interna Publising, Jakarta
WHO (2004)

Anda mungkin juga menyukai