Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KLORAMFENIKOL
Dosen Pembimbing : Dra. Nurlailah, Apt., M.Si

Disusun Oleh:

Difna Aulia Borneo P07131215092

Dita Ariyani P07131215093

Dwi Amalia Lestari P07131215094

Eka Rusliana P07131215095

Fajarina P07131215096

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN GIZI

2017
KLORAMFENIKOL

1. Asal dan Kimia


Kloramfenikol merupakan Kristal putih yang sukar larut dalam air (1:400)
dan rasanya sangat pahit. Semula diperoleh dari sejenis Streptomyces (1947),
tetapi kemudian dibuat secara sintetis. Antibiotikum broadspectrum ini
berkhasiat terhadap hamper semua kuman Gram-Positif dan sejumlah kuman
Gram-negatif, juga terhadap spirokhaeta, Chlamydia trachomatis dan
Mycoplasma. Tidak aktif terhadapkebanyakan suku Pseudomonas, Proteus,
dan Enterobacter. Khasiatnya bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter dan
Staph. aureus berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kukman.
Kloramfenikol bekerja bakterisid terhadap Str. Pneumonia, Neiss.
Meningitides, dan H. influenzae.

2. Biosintesis
Pada siklus hidupnya yang normal, Streptomyces venezuelae akan tumbuh
dalam medium yang sesuai dan menghasilkan jumlah sel maximum, setelah
itu berhenti pertumbuhannya, dan memasuki fase stasioner, akhirnya diikuti
oleh kematian sel vegetatif atau pembentukan spora. Pada stadium ini, setelah
sel-sel berhenti mambelah, metabolit sekunder mulai diproduksi. Metabolit
sekunder mulai di produksi dalam jumlah besar dan kebanyakan disekresikan
ke dalam medium biakan. Kebanyakan antibiotik merupakan metabolit
sekunder.
Jalur biosintesis merupakan urutan pembentukan suatu metabolit
dari molekul yang paling sederhana hingga molekul yang paling komplek
s. Pengetahuan akan jalur biosintesis ini memungkinkan untuk melakukan
modifikasi dari jalur tersebut sehingga dapat diproduksi metabolit dalam
jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih singkat, mengetahui
struktur metabolit yang dihasilkan, kemudian dapat dilakukan sintesis untuk
menghasilkan derivatnya. Jalur yang biasanya dilalui dalam pembentukan
metabolit sekunder ada tiga jalur,yaitu:
1.jalur asam asetat,
2. jalur asam sikimat, dan
3. jalur asam mevalonat
Waktu penggunaan jalur biosintesis saat:1. Rendahnya ekspresi dari gen-
gen yang mengontrol tahap-tahap penting dari jalur biosintesis2. Untuk
mendapatkan senyawa tertentu yang sangat dibutuhkan
dalamsuatu obat. Dengan demikian dalam jalur biosintesis tanaman terseb
ut ditambahkan suatu prekursor seperti menggunakan jalur biosintesis
triptofan untuk menyediakan prekursor terhadap sintesis hormon auksin
(Indole-3-aceticacid/ IAA), fitoaleksin, glukosinolat, dan indole- serta
anthranilat yang keduanya merupakan derivat alkaloid.
Biosintesis mengubah senyawa awal menjadi senyawa baru yang lebih
bermanfaat dengan pertolongan suspensi sel. Berdasarkan biosintesis,
metabolit sekunder dapat diumpankan dengan prazat untuk menjadi produk
yang lebih cepat dengan kultur suspensi sel. Prazat dapat merangsang aktivitas
enzim tertentu yang terlibat dalam jalur biosintesis, sehingga dapat
meningkatkan produksi metabolitsekunder. Selain itu juga senyawa yang
dikehendaki dapat ditingkatkan jumlahnya dengan cara memanipulasi media
maupun dengan penambahan senyawa prekursor/prazat, merangsang
aktivitas enzim tertentu yang terlibat dalam jalur biosintesis, sehingga
dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder.

3. Isolasi
Proses isolasi Kloramfenikol menggunakan metode pemisahan
Kromatografi Lapis Tipis pada mikroorganisme Streptomyces
venezuelae. Kromatografi lapis tipis dikenal istilah fase diam dan fase gerak.
a. Fase diam
Fase diam adalah suatu lapisan yang dibuat dari bahan-bahan berbutir-
butir halus yang ditempatkan pada lempengan. Sifat-sifat umum dari
penyerap KLT adalah ukuran partikel dan homogenitasnya. Ukuran
partikel yang biasa digunakan adalah 1- 25 mikron. Adapun macam-
macam fase diam adalah silika gel, alumina, selulosa, resin, kieselguhrs,
magnesium silikat.
b. Fase gerak
Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Fase ini bergerak di dalam fase diam karena adanya gaya kapiler.
Macam-macam fase gerak antara lain heksana, toluen, eter, kloroform,
aseton,etil asetat, asetonitril, etanol, metanol air.
Dalam KLT dilakukan tahapan pengembangan atau elusi.
Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut
pengembang merambat naik dalam lapisan fase diam. Jarak
pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan
Rf atau h Rf . Harga Rf antara 0-1. Berdasarkan parameter tersebut KLT
dapat digunakan untuk perhitungan kualitatif dalam pengujian sampel.

4. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja kloramfenikol menghambat sistesis portein pada bakteri
dan dalam jumlah terbatas, pada sel eukariot. Obat ini segera berpenetrasi ke
sel bakteri, kemungkinan melalui difusi terfasilitasi. Kloramfenikol terutama
bekerja dengan memikat subunit ribosom 50 S secara reversibel (di dekat
tempat kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang dihambat secara
kompetitif oleh obat ini). Walaupun pengikatan tRNA pada bagian pengenalan
kodon ini ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA aminosil yang
mengandung asam amino ke tempat akseptor pada subunit ribosom 50 S.
interkasi antara pepdiltranferase dengan substrat asam aminonya tidak dapat
terjadi, sehingga pembentukan ikatan peptide terhambat.
Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria pada
sel mamalia, kemungkinan karena ribosom mitokondria lebih menyerupai
ribosom bakteri (keduanya 70 S) dari pada ribosom sitoplasma 80 S pada sel
mamalia. Peptidiltransferase ribosom mitokondria, dan bukan ribosom
sitoplasma, rentan terhadap kerja penghambtan kloramfenikol. Sel
eritropoietik mamalia tampaknya terutama peka terhadap obat ini.

5. Kerja antimikroba.
Kloramfenikol memiliki aktivitas antimikroba berspektrum luas. Galur
dianggap peka apabila dapat dihambat oleh konsentrasi 8 g/ml atau kurang,
kecuali N. gonnorhoeae, S. pneumoniae, dan H. influenza, yang memiliki
batas MIC yang lebih rendah. Kloramfenikol terutama bersifat bakteriostatik,
walupun dapat bersifat bakterisida terhadap spesies tertentu, seperti N.
gonnorhoeae, S. pneumoniae, dan H. influenza.Lebih dari 95% galur bakteri
gram-negatif berikut ini dihambat secara in vitro oleh kloramfenikol 8,0 g/ml
atau kurang., yakni N. gonnorhoeae, S. pneumoniae, dan H.
influenza. Demikian juga, kebanyakan juga bakteri anaerob, termasuk kokus
gram-positif dan Clostridium spp, serta batang-batang negative termasuk B.
fragilis dihambat oleh obat ini pada konsentrasi tersebut. Beberapa kokus
gram-positif aerob, termasukStreptococcus pyogenes, Streptococcus
agalactiae (streptokokus kelompok B), dan S. pneumonia peka terhadap 8
g/ml. galur S. aeruscenderung tidak begitu rentan, dengan MIC yang lebih
besar dari 8 g/ml. kloramfenikol aktif terhadap Mycoplasma,
Chlamydia, danRickettsia..

6. Penggunaan Terapeutik.
Terapi dengan kloramfenikol hanya boleh digunakan pada infeksi yang
manfaat obat tersebut lebih besar dibandingkan resiko toksiksitas
potensialnya. Jika tersedia obat antimikroba yang sama-sama efektif dan
secara potensial tidak begitu toksik dibandingkan kloramfenikol, maka
sebaiknya obat tesebut digunakan.

7. Farmakodinamik
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat
ini terikat pada ribosom subunit 50s dan menghambat enziim peptidil
transferase sehingga ikatan peptide tidak terbentuk pada proses sintesis protein
kuman. Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada
sistem hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja
Kloramfenikol. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada
konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap
kuman-kuman tertentu. Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D.
pneumonae, S. pyogenes, S. viridians, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp,
Listeria, Bartonella, Brucella, P. multocida, C. diphtheria, Chlamydia,
Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob.

8. Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadarpuncak
dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya diberikan bentuk ester
kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini
akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol.
Untuk pemberian secara parenteral digunakan kloramfenikol suksinat yang
akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol. Masa
paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur
kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam, Kira-kira 50% kloramfenikol dalm darah
terika5t dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai
jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.

Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam


glukuronat oleh enzim glukuronil transferase. Oleh karena itu waktu paruh
kloramfenikol memanjang pada pasien gangguan faal hati. Dalam waktu 24
jam , 80-90% kloramfenikol yang diberikan oral telah diekskresi melalui
ginjal. Dari seluruh kliramfenikol yang diekskresi melalui urin, hanya 5-10%
dalam bentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrosilat
lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui
filtrate glomerulus sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus. Pada
gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak berubah
sehingga tidak diperlukan pengurangan dosis. Dosis perlu dikurangi bila
terdapat gangguan fungsi hepar.

9. Penggunaannya
Berhubung risiko anemia aplastis fatal, kloramfenikol di Negara barat
sejak tahun 1970-an jarang digunakan lagi per oral untuk terapi manusia.
Dewasa ini hanya dianjurkan pada beberapa infeksi bila tidak ada
kemungkinan lain, yaitu pada infeksi tifus (Salmonella typhi) dan meningitis
(khusus akibat H. influenzae), juga pada infeksi anerob yang sukar dicapai
obat, khususnya abces otak oleh B. fragilis. Untuk infeksi tersebut juga
tersedia antibiotika lain yang lebih aman dengan efektifitas sama.

10. Efek Samping


Efek samping umum berupa antara lain gangguan lambung-usus, neuropati
optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi, yang sangat
berbahaya adalah depresi sumsum tulang (myelodepresi) yang dapat tampak
dalam dua bentuk anemia, yaitu sebagai :

a. Penghambatan pembentukan sel-sel darah (eritrosit, trombosit, dan


granulosit) yang timbul dalam waktu 5 hari sesudah dimulainya terapi.
Gangguan ini tergantung dari dosis serta lamanya terapi dan bersifat
reversible.

b. Anemia aplastis, yang dapat timbul sesudah beberapa minggu sampai


beberapa bulan pada penggunan oral, parenteral, dan okuler, maka pada
tetes mata tidak boleh digunakan lebih alama dari 10 hari !

11. Kehamilan dan Laktasi


Penggunaannya tidak dianjurkan, khususnya selama minggu-minggu
terakhir dari kehamilan, karena dapat menimbulkan cyanosis dan hypothermia
pada neonati (grey baby syndrome). Berhubung melintasi plasenta dan
mencapi air susu ibu, maka tidak boleh diberikan selama laktasi.

12. Resistensi
Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi
obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh factor-R. Resistensi
terhadap P. aeruginosa, Proteus, dan Klebseilla terjadi karena perubahan
permeabilitas membrane yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel
bakteri. Beberapa strain D.pneumoniae, H. influenza dan N. meningitides
bersifat resisten; S. aureus umumnya sensitive, sedang Enterobactericeae
banyak yang telaah resisten. Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain
E. coli, K. pneumonia, dan P. mirabilis, kebanyakan strain Serratia,
Providencia dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan strain P.
aeruginosa dan strain tertentu S. typhi.

13. Interaksi
Dalam dosis terapi, kloramfenikol menghambat biotransfortasi tolbutamid,
fenitoin, dikumarol, dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hepar. Dengan demikian toksisitas obat-obat ini lebih tinggi diberikan
bersama kloramfenikol. Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin
akan memperpendek waktu paruh dari kloramfenikol sehingga kadar obat ini
dalam darah menjadi subterapeutik.

14. Sediaan
a. Kloramfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
1. Kapsul 250 mg,
Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali
sehari. Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal
terapi sampai didapatkan perbaikan klinis.
2. Salep mata 1 %
3. Obat tetes mata 0,5 %
4. Salep kulit 2 %
5. Obat tetes telinga 1-5 %
Keempat sediaan di atas dipakai beberapa kali sehari.
b. Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung
Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol).
Dosis ditentukan oleh dokter.
c. Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g
kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril
atau dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).
d. Tiamfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
1. Kapsul 250 dan 500 mg.
2. Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Ttiamfenikol 1.5 g yang setelah
dilarutkan mengandung 125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml.

15. Dosis
Pada tifus permulaan 1-2 g (palmitat), lalu 4 dd 500-750 mg p.c. Neonati
maksimum 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis, anak-anak di atas 2 minggu 25-50
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Pada infeksi parah (meningitis, abces otak) i.v 4
dd 500-1500 mg (Nasuksinat).
DAFTAR PUSTAKA

Tjay, Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Departemen Farmakologi dan


Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

http://www.medicastore.com/apotik_online/antibiotika/kloramfenikol.htm
Http//:www.scribd.com/kloramfenikol.

Anda mungkin juga menyukai