PENDAHULUAN
1
terkait. Kebutuhan kalori, protein, lemak dan elektrolit sangat diperlukan
untuk kebugaran fisik dan penyembuhan luka pasca bedah.
Puasa merupakan hal yang rutin pada pembedahan berencana.
Puasa lebih dari 24 jam akan terjadi proses katabolik yang menghabiskan
cadangan glycogen hati dan otot. Badan manusia tanpa asupan nutrisi
membutuhkan 25 kkal/kg/hari (kilokalori). Cadangan kalori habis memicu
terjadi gluconeogenesis yang diambil dari proteolisis otot juga dari protein
viseral yang mengakibatkan menurunnya integritas sel, sistem imunitas
dan enzim. Puasa panjang dengan mengistirahatkan saluran pencernaan
diperlukan asupan nutrisi yang memadai.
Minggu pertama pascaoperasi bisa menjadi masa yang paling sulit,
sebab rasa nyeri dan tidak nyaman, padahal pasien ingin melakukan
pekerjaan sehari-harinya. Hormone-hormon yang ada juga dapat
mengacaukan emosi, membuat pasien pasca operasi mudah menangis dan
lelah. Penting untuk pasien untuk melanjutkan latihan-latiham karena hal
itu dapat meningkatkan movbilitas yang akan mmpermudah saat pulang ke
rumah nantinya. Sebelum meninggalkan rumah sakit, perlu untuk
memastikan bahwa semua hal sudah siap bagi pasien dan aka nada cukup
bantuan saat pasien pulang kerumah. Setelah operasi, rasanlya nyaris
mustahil untuk melakukan hal-hal yang paling sederhana sekalipun. Ada
gerakan-gerakan tertentu yang mungkin sulit untuk dilakukan sendiri.
Pengaruh pembedaan terhadap metabolisme pascabedah tergantung
berat ringannya pembedaan, keadaan gizi pasien prabedah, dan pengaruh
pembedahan terhadap kemampuan pasien untuk mencerna dan
mengabsorsi zat-zat gizi.
Setelah pembedahan sering terjadi peningkatan ekresi nitrogen dan
natrium yang dapat berlansung selama 5-7 hari atau lebih pascabedah.
Peningkatanekresi kalsium terjadi setelah operasi besar, trauma kerangka
tubuh, atau setalah lama tidak bergerak (imobilisasi). Demam
meningkatkan kebutuhan energy, sedangkan luka dan pendarahan
meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C. cairan yang
hilang perlu diganti.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pembedahan?
2. Apa penyebab pembedahan?
3. Bagaimana hasil laboratorium/penegakan diagnosa dalam
pembedahan?
4. Bagaimana penatalaksanaan penyakit (Pengobatan) pembedahan?
5. Bagaimana manifestasi klinis pembedahan?
6. Bagaimana penatalaksanaan diet pra dan pasca bedah?
7. Bagaimana tujuan diet pra dan pasca bedah?
8. Bagaimana syarat diet pra dan pasca bedah?
9. Bagaimana rencana dan evaluasi pra dan pasca bedah?
10. Bagaimana penanganan pasca operasi?
11. Bagaimana intervensi nutrisi?
1.3 Tujuan
1 Apa pengertian pembedahan?
2 Apa penyebab pembedahan?
3 Bagaimana hasil laboratorium/penegakan diagnosa dalam
pembedahan?
4 Bagaimana penatalaksanaan penyakit (Pengobatan) pembedahan?
5 Bagaimana manifestasi klinis pembedahan?
6 Bagaimana penatalaksanaan diet pra dan pasca bedah?
7 Bagaimana tujuan diet pra dan pasca bedah?
8 Bagaimana syarat diet pra dan pasca bedah?
9 Bagaimana rencana dan evaluasi pra dan pasca bedah?
10 Bagaimana penanganan pasca operasi?
11 Bagaimana intervensi nutrisi?
3
BAB II
ISI
Pra Bedah
Pra bedah atau Praoperasi merupakan masa sebelum dilakukannya
tindakan pembedahan yang dimulai sejak ditentukannya persiapan
pembedahan dan berakhir sampai pasien berada di meja bedah.
Diet Pre bedah adalah pengaturan makanan yang diberikan kepada
pasien yang akan mengalami pembedahan.
Pasca Bedah
Pasca bedah atau pascaoperasi merupakan masa setelah
dilakukannya pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Diet pasca bedah atau post operasi adalah makanan yang diberikan
kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan
sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan jenis
penyakit penyerta.
Waktu ketidakmampuan pasien setelah operasi atau pembedahan
dapat diperpendek melalui pemberian zat gizi yang cukup. Hal yang
juga harus diperhatikan dalam pemberian diet pasca operasi untuk
mencapai hasil yang optimal adalah mengenai karakter individu
pasien.
4
2.2 Penyebab Pembedahan
Banyak prosedur bedah tidak menimbulkan risiko gizi. Tidak ada
yang kurang, jika pasien memasuki operasi malnutrisi atau kelebihan gizi,
atau jika prosedur bedah akan mengganggu proses gizi normal, individu
akan berada pada risiko gizi pasca operasi. Usia dan diagnosis yang
bersamaan akan memiliki perjanjian pada hasil dan pemulihan dari
prosedur pembedahan. Malnutrisi meningkatkan risiko komplikasi
postoperatif yang paling umum, termasuk dehiscence luka (pembukaan
luka yang tidak benar setelah penutupan jahitan) dan infeksi.
Skrining dan alat prognostik telah dikembangkan untuk
mengidentifikasi pasien-pasien tersebut kemungkinan besar akan berada
pada risiko gizi (lihat bab 3). Perubahan berat badan, dan protein C-reaktif
telah dikuantifikasi untuk diprediksi dalam sejumlah penelitian. Salah
satunya, The National VA Surgical Risk Study, mengevaluasi hubungan
dari sejumlah karakteristik untuk komplikasi dan tingkat kematian lebih
dari 50.000 pasien bedah. Para 2 peneliti ini menemukan bahwa albumin
pra operasi adalah prediktor komplikasi dan mortalitas yang lebih baik
daripada karakteristik lain seperti usia, merokok, dan nilai laboratorium
lainnya.
5
5. Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki bentuk bagian
tubuh seperti rhinoplasti.
6
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum tindakan
induksi anestesia -- tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.
Pemberian obat premedikasi bisa diberikan secara oral (mulut)
maupun intravena (melalui vena). Sedangkan pemberian dosis obatnya
dipengaruhi banyak faktor seperti usia, suhu tubuh, emosi, nyeri dan jenis
penyakit yang sedang dialami pasien.
Obat-obat yang sering digunakan dalam premedikasi adalah obat
antikolinergik, obat sedatif (penenang) dan obat analgetik narkotik
(penghilang nyeri). Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan
tersebut, dan praktik sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat untuk
mendapat hasil yang diinginkan, antara lain:
1. Obat Antikolinergik
Pemberian obat antikolinergik ini bertujuan untuk mengurangi
sekresi (pengeluaran) kelenjar seperti salivar (air ludah), kelenjar
saluran cerna, kelenjar saluran nafas, mencegah turunnya nadi,
mengurangi pergerakan usus, mencegah spasme (kaku) pada laring dan
bronkus. Obat yang sering digunakan adalah sulfas atropine yang bisa
diberikan intramuscular maupun intravena.
2. Obat Sedatif
Pemberian obat sedatif atau penenang memberikan penurunan
aktivitas mental dan berkurangnya reaksi terhadap rangsang. Pemberian
obat premedikasi berefek amnesia. Artinya, pasien tidak dapat
mengingat kejadian yang baru terjadi setelah pembedahan, selain itu
pasien dapat menerima kejadian sebelum dan sesudah pembedahan
tanpa gelisah.
Kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk menjalani
operasi akan lebih baik jika diberikan hipnotis malam sebelum hari
operasi, karena rasa cemas, hospitalisasi atau keadaan sekitar yang tidak
biasa dapat menyebabkan insomnia. Obat golongan ini berefek
anticemas dan antitakut, menimbulkan rasa kantuk, memberikan
suasana nyaman dan tenang sebelum pembedahan. Obat yang sering
7
digunakan adalah derivate (turunan), fenothiazin, derivate
benzodiazepine, derivate butirofenon, derivate barbiturate dan
antihistamin.
Untuk derivate fenothiazin yaitu prometazin yang berkhasiat
sebagai sedatif, antimuntah, antikolinergik, antihistamine. Derivat
benzodiazepine yang sering digunakan adalah diazepam yang selain
sebagai sedatif (penenang) juga bisa sebagai antikejang. Sedangkan
untuk derivate butirofenon adalah dihidrobenzperidol yang berkhasiat
juga sebagai antimuntah. Derivat barbiturate adalah pentobarbital yang
sering digunakan pada anak-anak.
3. Obat Analgenik Narkotik
Obat analgenik narkotik atau opioid dapat digolongkan menjadi
opioid natural seperti morfin dan kodein, derivate semisintetik seperti
heroin, dan derivate sintetik seperti metadon, petidin. Yang sering
digunakan adalah petidin dan morfin. Narkotik selain memberikan efek
analgesi (antinyeri) juga memberikan efek sedatif (penenang).
Penggunaan narkotik harus hati-hati pada anak-anak dan orang tua
karena bisa menimbulkan depresi pusat nafas dan akan semakin parah
pada orang yang dalam keadaan buruk.
Obat-obat pra anaesthesi diberikan untuk mengurangi kecemasan,
memperlancar induksi dan untuk pengelolaan anaesthesi. Sedative
biasanya diberikan pada malam menjelang operasi agar pasien tidur
banyak dan mencegah terjadinya cemas. Pengobatan-pengobatan
setelah operasi :
Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.
Perlu kebebasan saluran nafas.
Antisipasi pengobatan.
8
anestesi umum, epidural, atau lokal Pascabedah, pasien mungkin juga
memiliki selang nasogastrik di tempat untuk mengeluarkan sekresi
lambung dan / atau kateter urin di tempat urina untuk mengangkat urin
sampai terkontrol kembali normal. Keprihatinan umum lainnya untuk
pasien bedah termasuk pemeliharaan fungsi pernapasan dan sirkulasi,
pencegahan infeksi, penyembuhan luka, dan pengendalian rasa sakit.
Anestesi umum dapat menyebabkan ileus pasca operasi (ack of
motility), kelumpuhan umum pada saluran gastrointestinal. Resolusi ileus
umumnya terjadi dalam 24-48 jam, yaitu menunggu pada jenis prosedur.
Secara tradisional, pasien telah dikeluarkan dari makan atau minum
sampai ileus teratasi, dan produksi gas atau usus adalah tanda resolusi
ileus. Karena sulit untuk memastikan kapan fungsi GI telah kembali,
bagaimanapun, penentuan kapan harus benar-benar mulai makan pasca
operasi telah menjadi topik debatc terbaru. Banyak pasien tidak dapat
menahan penurunan berat badan tambahan jika mereka telah memasuki
operasi dengan adanya defisit nutrisi. Penurunan berat badan lebih lanjut
dapat meningkatkan kemungkinan komplikasi dan memperpanjang masa
tinggal di rumah sakit. Memungkinkan pasien untuk makan segera setelah
desakan karena mungkin dan aman untuk melakukannya.
9
2) Macam Pembedahan
Disini kita harus mengetahui apakah pasien
terssebut akan melakukan bedah minor atau bedah mayor.
3) Sifat operasi
Disini kita harus mengetahui apakah sifat operasi
pasien tersebut bersifat segera/dalam keadaan darurat
atau bersifat berencana /elektif.
4) Macam penyakit
Disini kita harus mengetahui apakah macam dari
penyakit pasien tersebut, penyakit utama/penyakit
penyerta.
10
c. Hari ke-2 dan 1 hari sebelum pembedahan
diberikan Formula Enteral Sisa Rendah
Pra bedah besar di luar saluran cerna diberi Formula
Enteral Sisa Rendah selama 2-3 hari. Pemberian makanan
terakhir pada pra bedah besar dilakukan 12-18 jam sebelum
pembedahan, sedangkan minum terakhir 8 jam sebelumnya.
b. Pasca Bedah
1) Diet Pasca-Bedah I (DPB I)
Diet ini diberikan kepada semua pasien
pascabedah :Pasca-bedah kecil setelah sadar dan rasa mual
hilang, Pasca-bedah besar setelah sadar dan rasa mual
hilang serta ada tanda-tanda usus mulai bekerja.
Cara Memberikan Makanan yaitu Selama 6 jam
sesudah operasi, makanan yang diberikan berupa air putih,
teh manis, atau cairan lain seperti pada makanan cair
jernih. Makanan ini diberikan dalam waktu sesingkat
mungkin, karena kurang dalam semua zat gizi. Selain itu
diberikan makanan parenteral sesuai kebutuhan.
2) Diet Pasca-Bedah II (PDB II)
Diet pasca-bedah II diberikan kepada pasien
pascabedah besar saluran cerna atau sebagai perpindahan
dari Diet Pasca Bedah I.
Cara memberikan makanan yaitu diberikan dalam
bentuk cair kental, berupa kaldu jernih, sirup, sari buah,
sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama
pasien tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan dan kondisi pasien. Selain itu dapat
diberikan makanan parenteral bila diperlukan. DPB II
diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena zat
gizinya kurang. Makanan yang tidak boleh diberikan pada
11
diet pasca-bedah II adalah air jeruk dan minuman yang
mengandung karbondioksida.
3) Diet Pascabedah III (DPB III)
DPB III diberikan kepada pasien pascabedah besar
saluran cerna atau sebagai perpindahan dari DPB II.
Makanan yang diberikan berupa makanan saring
ditambah susu dan biskuit. Cairan hendaknya tidak
melebihi 2000 ml sehari. Selain dapat diberikan Makanan
Parenteral bila diperlukan. Makanan yang tidak dianjurkan
untuk DPB III adalah makanan dengan bumbu tajam dan
minuman yang mengandung karbondioksida.
4) Diet pasca bedah IV ( DPB IV)
DPB IV diberikan kepada pasien pascabedah kecil
setelah Diet Pasca Bedah I, dan pada pasien pasca bedah
besar setelah Diet Pasca Bedah III.
Makanan yang diberikan berupa Makanan
Lunak yang dibagi dalam 3 kali makanan lengkap atau
pokok dan 1 kali makanan selingan. Makanan yang
dihindari Disesuaikan dengan kondisi pasien Misalnya
: Pada pasien Darah tinggi mengurangi konsumsi garam
dan kolesterol, Pada pasien Kencing manis mengurangi
konsumsi gula, dan pasien yang alergi terhadap makanan
tertentu seperti telur, ikan asin, kacang harus dihindari.
12
2.7.2 Pasca Bedah
Tujuan Diet Pasca Bedah adalah untuk mengupayakan agar
status gizi pasien segera kembali normal, untuk mempercepat
proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien,
dengan cara sebagai berikut :
1) Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi dan protein)
2) Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat
gizi lain
3) Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
Pengaruh operasi terhadap metabolisme pasca-operasi
tergantung berat ringannya operasi, keadaan gizi pasien pasca-
operasi, dan pengaruh operasi terhadap kemampuan pasien untuk
mencerna dan mengabsorpsi zat-zat gizi.
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gizi dengan diet
oral dapat dihambat atau dihalangi oleh status pasca operasi dari
saluran Gl, rasa sakit, dan efek sistemik lainnya dari operasi besar.
Kebutuhan nutrisi meningkat untuk mengakomodasi perbaikan dan
penyembuhan pasca operasi. Pemulihan status fungsional
membutuhkan dukungan nutrisi yang memadai. Setelah operasi
sering terjadi peningkatan ekskresi nitrogen dan natrium yang dapat
berlangsung selama 5-7 hari atau lebih pasca-operasi. Peningkatan
ekskresi kalsium terjadi setelah operasi besar, trauma kerangka
tubuh, atau setelah lama tidak bergerak (imobilisasi). Demam
meningkatkan kebutuhan energi, sedangkan luka dan perdarahan
meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C. Cairan
yang hilang perlu diganti.
13
Bagi pasien yang status gizi lebih diberikan sebanyak 10-
25% dibawah kebutuhan energi normal
Bagi pasien yang status gizi baik diberikan sesuai dengan
kebutuhan energi normal ditambah faktor stres sebesar 15%
dari AMB (Angka Metabolisme Basal)
Bagi pasien dengan penyakit tertentu energi diberikan
sesuai dengan penyakitnya.
2) Protein
Bagi pasien yang status gizi kurang, anemia, albumin
rendah (<2,5 mg/dl) diberikan protein tinggi 1,5-2,0 g/kg
BB
Bagi pasien yang ststus gizi baik atau kegemukan diberikan
protein normal 0,8-1 g/kg BB
Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan sesuai
dengan penyakitnya
3) Lemak cukup, yaitu 15-25% dari kebutuhan energi total. Bagi
pasien dengan penyakit tertentu diberikan sesuai dengan
penyakinya
4) Karbohidrat cukup, sebagai sisa dari kebutuhan energi total
untuk menghindari hipermetabolisme. Bagi pasien dengan
penyakit tertentu, karbohidrat diberikan sesuai dengan
penyakitnya
5) Vitamin cukup, terutama vitamin B, C, dan K. Bila perlu
ditambahkan dalam bentuk suplemen
6) Mineral cukup, bila perlu ditambahkan dalam bentuk suplemen
7) Rendah sisa agar mudah dilakukan pembersihan saluran cerna
atau klisma, sehingga tidak menggangu proses
pembedahan (tidak buang air besar atau kecil dimeja operasi)
2.8.2 Pasca Bedah
Diet yang disarankan adalah :
1) Mengandung cukup energi, protein, lemak, dan zat-zat gizi
2) Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan penderita
14
3) Menghindari makanan yang merangsang (pedas, asam, dll)
4) Suhu makanan lebih baik bersuhu dingin
5) Pembagian porsi makanan sehari diberikan sesuai dengan
kemampuan dan kebiasaan makan penderita.
6) Syarat diet pasca-operasi adalah memberikan makanan secara
bertahap mulai dari bentuk cair, saring, lunak, dan biasa.
Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung pada
macam pembedahan dan keadaan pasien, seperti :
Pasca Bedah Kecil, Makanan diusahakan secepat mungkin
kembali seperti biasa atau normal.
Pasca Bedah Besar, Makanan diberikan secara berhati-hati
disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk
menerimanya.
15
3. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah prabedah secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam memahami masalah
atau kemungkinan yang terjadi pada intra dan pascabedah.
Tidak ada tanda kecemasan, ketakutan, serta tidak
ditemukannya risiko komplikasi pada infeksi atau cedera
lainnya.
16
e. Mempertahankan eliminasi dengan cara mempertahankan
asupan dan out put serta mencegah tejadnya retensi urine .
f. Mempertahankan aktivitas dengan cara latihan memperkuat
otot sebelum ambulatory.
g. Mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi
secara terapeutik.
2. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah pascabedah secara umum
dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan
status kesehatan, seperti adanya peningkatan proses
penyembuhan luka, sistem respirasi yang sempurna, sistem
sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, sistem eliminasi,
aktivitas, serta tidak ditemukan tanda kecemasan lanjutan.
17
apabila pada pascaoperasi minum air perlu dibatasi, perlulah diawasi benar
keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan cairan yang
keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya juga
jangan juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru – paru.
Untuk diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dalam 24 jam, air
kencing dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan
evaporasi dari kulit dan pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24
jam sedikit-dikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti yang
keluar.
Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan
pemulihan kondisi pasien. pasca operasi, perlu kita perhatikan tips di
bawah ini :
1. Makan makanan bergizi, misalnya: nasi, lauk pauk, sayur, susu,
buah.
2. Konsumsi makanan (lauk-pauk) berprotein tinggi, seperti: daging,
ayam, ikan, telor dan sejenisnya.
3. Minum sedikitnya 8-10 gelas per hari.
4. Usahakan cukup istirahat.
5. Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa. Makin
cepat
6. makin bagus.
7. Mandi seperti biasa, yakni 2 kali dalam sehari.
8. Kontrol secara teratur untuk evaluasi luka operasi dan pemeriksaan
kondisi tubuh.
9. Minum obat sesuai anjuran dokter.
18
ke makanan padat setelah percobaan awal 500 ml cairan jernih "Penelitian
dan meta-analisis terbaru mendukung kemajuan pada makanan padat
setelah operasi tanpa transisi tradisional dari cairan jernih hingga
penambahan makanan padat yang lambat.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dilihat dari paparan / penjelasan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan. Diet tindakan bedah itu terdiri dari 2 yaitu diet tindakan pra
bedah dan diet tindakan pasca bedah . Tujuan diet pra bedah adalah untuk
mengusahakan agar status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat
pembedahan,sehinggan tersedia cadangan untuk mengatasi stress dan
penyembuhan luka. Sedangkan tujuan dari diet pasca bedah ialah untuk
mengupayakan agar status gizi pasien segera kembali normal untuk
mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh
pasien dengan cara memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein),
menggantikan kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan gizi lain, dan
memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
Pembedahan terdiri dari 2 macam yaitu bedah minor dan bedah
mayor. Dan operasi terdiri dari 2 sifat yaitu bersifat segera dalam keadaan
darurat atau cito dan bersifat berencana atau elektif. Macam-macam
penyakit yang membutuhkan pembedahan yaitu antara lain penyakit yang
paling utama membutuhkan pembedahan adalah penyakit saluran cerna,
jantung, ginjal, saluran pernapasan dan tulang serta penyakit penyerta yang
dialami, misalnya penyakit diabetes melitus, jantung, dan hipertensi.
Indikasi Diet Pasca Bedah ini terbagi atas 4 yaitu Diet Pasca
Bedah I ( DPB ), Diet Pasca Bedah II ( DPB II), Diet Pasca Bedah III
(DPB III), dan Diet Pasca Bedah IV (DPB IV). Diet Pasca Bedah Lewat
Pipa Lambung adalah pemberian makanan bagi pasien dalam keadaan
khusus seperti koma, terbakar, gangguan psikis. Makanan harus diberikan
lewat pipa lambung (enteral) atau Naso Gastrik Tube (NGT). Sedangkan
Diet Pasca Bedah Lewat Pipa Jejenum ialah dengan cara makanan diberikan
sebagai makanan cair yang tidak memerlukan pencernaan lambung dan
tidak merangsang jejenum secara mekanis maupun osmotis. Cairan
diberikan tetes demi tetes secara perlahan ,aga tidak terjadi diare atau
20
kejang. Diet ini juga diberikan pada waktu yang singkat karena kurang
energi, protein, vitamin, dan zat besi lainnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Cameron, John L. 1997, Terapi Bedah Mutakhir (Hal: 576), Jakarta: Binarupa
Aksara
22
Gutawa, Miranti, dkk. 2011. Pengembangan Konsep Nutrition Care Process
(NCP) Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta ; Persagi-ASDI,
Abadi Publishing & Printing.
Hartono, Andry. 2009. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit, Diagnosis Konseling dan
Preskripsi. Jakarta : EGC Kedokteran.
Mahaji Putri, Rona Sari. Tanpa tahun. Gizi dan Terapi Diet. Malang.
23
LAMPIRAN
KASUS
24
PENYELESAIAN KASUS
A. Gambaran Umum Pasien
Nama : Tn. I
Usia : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Petani
Ruang/Kelas : Dahlia/III
Hari Perawatan : 5 (hari kelima)
Diagnosis Medis : Ileus Obstruksi Parsial ec. Recti 1/3 distal.
25
Penilaian :
Nafsu makan kurang, dan motivasi untuk menghabiskan makanan
sangat kurang, karena alasan diet/makanan RS terasa hambar dan
membosankan.
Asupan makan dibandingkan dengan standart makanan RS : Energi
: 64,1%, Protein : 50 %, Lemak 37,6% dan KH : 52%. Nafsu makan (-),
sehingga asupan makan : Kurang, berdasarkan SK Kemenkes
No:129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit, (point 11, Sub Gizi dengan indikator sisa makanan yang tidak
termakan oleh pasien menggunakan nilai standar <20%, artinya bahwa
pasien dinilai memiliki asupan yang normal apabila mampu
menghabiskan makanan sebesar ≥ 80% dari standar makanan RS, dan
jika mengkonsumsi makanan < 80% dari standar makanan RS, pasien
dinilai memiliki asupan makan yang kurang).
Biokimia
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Biokimia Pasien
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan
Hb 9,1 g/dl 13,5-17,5 g/dl ↓ Anemia
Haematokrit 27% 40-52% ↓
Eritrosit 3,32 jt/UL 4,5 – 6,5 jt/UL ↓ Anemia
Albumin 2,5 g/dl 3,5-5 g/dl ↓ Hipoalbuminemia
Protein Total 4,8 g/dl 6,3 -8,2 g/dl ↓
Penilaian :
Pasien mengalami anemia, hipoalbuminemia.
Antropometri
BB : 48 kg, TB 163 cm, BBI = (TB-100) – 10% = 56,7 Kg
Perhitungan IMT : BB/(TB)2 = 48/(1,63)2 = 18.07 kg/m2
Penilaian :
Berdasarkan IMT, pasien memiliki status gizi BB Kurang (18,07
kg/m2), karena batasan BB Kurang yaitu <18,5 kg/m2, menggunakan
26
WHO WPR/IASO/IOTF dalam the Asia Pacific Perspective : Redefining
Obesity and its Treatment, dengan kategori :
<18,5 kg/m2 : BB kurang
18,5-22,9 kg/m2 : normal,
≥ 23 : BB lebih
23-24,9 kg/m2 : at risk (dengan resiko)
25-29,9 kg/m2 : obese I,
≥30 kg/m2 : obese II
Fisik Klinis
Fisik : Pasien sadar, secara fisik pasien tampak kurus, lemah, pucat, BU
(+).
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Klinik
Jenis
Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Pemeriksaan
1. Tekanan darah2. 110/70 mmHg84 120/80 mmHg80- HipotensiNormal
Nadi x/menit 100x/menit Normal
3. Suhu 370C 36-37,2 0C Normal
4. Respirasi 28 x/menit 19-36 x/menit
Penilaian :
Tekanan darah rendah, secara fisik terdapat tanda-tanda malnutrisi
(pasien tampak kurus, dan lemah).
Riwayat Personal
Sosial Ekonomi :
Pasien dan istrinya bekerja sebagai petani dengan penghasilan tidak
tetap tergantung hasil panen. Pasien mempunyai 2 orang anak yang sudah
tidak tinggal dengan pasien.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Saat ini menjalani perawatan di RS dengan diagnosis medis Ileus
Obstruksi Parsial ec. Recti 1/3 distal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
27
Sejak 3 bulan SMRS pasien mengeluh BAB bercampur darah, dan
sempat dirawat di RS Jampang Kulon Sukabumi selama 4 hari dan
dibiopsi. Dari hasil biopsi pasien didiagnosis Ca recti dan harus
menjalani operasi. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluh sulit BAB
tetapi masih bisa buang angin, setiap BAB bercampur darah dank eras
seperti kotoran kambing. Keluhan disertai nyeri perut hilang timbul.
Penilaian :
Pasien memiliki status ekonomi yang rendah, saat ini
pasiendidiagnosis Ileus Obstruksi Parsial ec. Ca Recti 1/3 distal, dan
mengalami gangguan fungsi gastrointestinal.
2. DIAGNOSIS GIZI
NI.2.1 → Makanan dan minuman oral tidak adekuat (P) berkaitan dengan
nafsu makan kurang (E) ditandai dengan hasil recall Energi : 64,1%,
Protein 50 %, Lemak 37,6%, dan KH 52%, (rata-rata tingkat konsumsi
makan : 51%, termasuk kategori kurang) (S/S).
NI.5.1 → Peningkatan kebutuhan protein (P) berkaitan dengan penyakit
pasien (E) ditandai dengan asupan protein kurang (50%),
hipoalbuminemia, anemia (S/S).
NC.1.4 → Gangguan fungsi GI (P) berkaitan dengan penyakit Ileus
Obstruktif (E) ditandai dengan rasa nyeri di perut (S/S).
NC.3.1 → BB kurang (P) berkaitan dengan riwayat penyakit pasien (Ca
recti) dan malnutrisi (E) ditandai dengan BBA (48 kg) <BBI (56,7
kg), IMT pasien 18,07 kg/m2 (S/S).
NB.1.3 → Tidak siap untuk berdiet (P) berkaitan dengan motivasi pasien
yang kurang (E) ditandai dengan pasien tidak mau menerima diet
yang diberikan oleh RS, asupan makan rata-rata hanya 51% (S/S).
28
3. INTERVENSI GIZI
Tujuan :
Meningkatkan asupan makanan sesuai dengan kebutuhan
Memberikan dukungan nutrisi enteral tinggi protein sehingga
meningkatkan asupan asupan protein, kadar hipoalbunemia, dan
kadar Hb.
Memberikan makanan yang tidak memperberat fungsi
gastrointestinal, sehingga keluhan nyeri perut berkurang
Memperbaiki status gizi dan mempertahankan BB agar tidak jatuh
pada kondisi penurunan BB yang drastis.
Memberikan edukasi pemahaman pentingnya diet pasien untuk
penyembuhan.
Bentuk Makanan :
Makanan lunak (bubur), karena pasien memiliki keluhan nyeri perut,
sering timbul.
Syarat :
Energi dihitung berdasarkan rumusan Harris Benedict, dengan
memperhitungkan basal, aktifitas dan faktor stres, Energi diberikan
tinggi untuk memenuhi kebutuhan basal metabolisme, aktifitas pada
saat sakit, mengatasi infeksi pada ileus, dsb.
Contoh Sumber Bahan Makanan : bubur, kentang, roti.
Protein tinggi, diberikan sebesar 2 g/kgBB/hari (21,7%) untuk
membantu meningkatkan kadar albumin, membantu dalam proses
penyembuhan luka.
Contoh Sumber Bahan Makanan: ayam, daging, ikan.
29
Lemak cukup diberikan 20% dari kebutuhan energi total sebagai
penghasil energi dan cadangan energi tubuh terbesar.
Contoh Sumber Bahan Makanan : minyak, mentega.
Karbohidrat diberikan sebesar 58,3 % sebagai penghasil energi bagi
pasien yang sedang menjalani perawatan.
Contoh Sumber Bahan Makanan : bubur, kentang, roti.
Vitamin A diberikan sebesar,….. mg untuk meningkatkan imunitas
tubuh.
Contoh Sumber Bahan Makanan : wortel, labu kuning, pepaya
Vitamin C diberikan sebesar….. untuk meningkatkan imunitas
tubuh.
Contoh Sumber Bahan Makanan : jeruk
Makanan diberikan dengan porsi kecil tapi sering, dengan frekuensi
makan : 3 x makan utama, 2X selingan, dan 3 kali enteral.
30
P = 2 g/Kg BB
= 2 g x 48 kg
= 96 gram
% Protein = 96 gram x 4 kal/g x 100%
1763,7 kal
= 21,7%
L = 20% x TEE
= 20% x 1763,7 kalori
= 352,74 kalori
= 352,74 kal : 9kal/gram = 39 gram
% KH = 100 % – (% protein + % lemak)
= 100 % – (21,7% + 20%)
= 100% – 41,7%
= 58,3 %
KH = 58,3% x TEE
= 58,3 % x 1763,7 kalori
= 1028,24 kalori
= 1028,24 kalori : 4 kal/gram = 257,1 gram
31
4. RENCANA MONITORING DAN EVALUASI
Parameter Target Pelaksanaan
Asupan Asupan makan mencapai 100% dari Setiap hari
Makan kebutuhan
Antropometri BB naik dan status gizi normal Akhir Perawatan
Biokimia Hb, albumin, Protein Total Hari kedua
pengamatan
kasus
Fisik Klinis Pucat dan lemah berkurang, TD, nadi, Setiap hari
respirasi, suhu normal
Keluhan Nyeri perut berkurang/hilang Setiap hari
Sikap dan Mengubah perilaku terhadap diet RS (mau Setiap hari
Perilaku menerima diet RS)
32