Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dari setiap tubuh manusia menjadi hal yang menarik untuk
dipelajari. Salah satunya mengenai penyakit, patofisiologi, manifestasi
klinis hingga bagaimana menangani masalah. Perkembangan kemajuan
teknologi muncul berbagai macam penyakit yang mungkin sudah ada yang
bisa diketahui penyebabnya ataupun dalam penyelidikan ahli termasuk
penyakit, penangananya serta pola gizi melalui diet yang tepat.
Makanan bukanlah hal sepele yang bisa kita singkirkan, justru ini
menjadi hal yang penting baik pada klien sakit biasa ataupun pada
pembedahan. Anggapan masyarakat mengenai sistem diet selama ini
masih banyak sekali kekurangan untuk itu kita perlu memberi kesadaran
yang komprehensif dari cara, macam diet, tujuan diet, dll
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani (R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005).
Pembukaan bagian tubuh ini umumnya menggunakan sayatan. Setelah
bagian yang ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang di
akhiri dengan penutupan dan penjahitan luk. Digestif atau saluran
pencernaan adalah saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
pencernaan dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut
sampai anus. Tahap-tahap Pembedahan terdiri dari Tahap pra bedah (pre
opersi), Tahap pembedahan (intra operasi), Tahap pasca bedah (post
operasi),
Kondisi tubuh pada Pembedahan tubuh sengaja dibuat luka
sehingga terjadi stres yang menyebabkan perubahan metabolik akibat
reaksi endokrin yang kompleks. Akibat dari luka terjadi proses
penyembuhan luka yang merupakan proses kompleks dan banyak yang

1
terkait. Kebutuhan kalori, protein, lemak dan elektrolit sangat diperlukan
untuk kebugaran fisik dan penyembuhan luka pasca bedah.
Puasa merupakan hal yang rutin pada pembedahan berencana.
Puasa lebih dari 24 jam akan terjadi proses katabolik yang menghabiskan
cadangan glycogen hati dan otot. Badan manusia tanpa asupan nutrisi
membutuhkan 25 kkal/kg/hari (kilokalori). Cadangan kalori habis memicu
terjadi gluconeogenesis yang diambil dari proteolisis otot juga dari protein
viseral yang mengakibatkan menurunnya integritas sel, sistem imunitas
dan enzim. Puasa panjang dengan mengistirahatkan saluran pencernaan
diperlukan asupan nutrisi yang memadai.
Minggu pertama pascaoperasi bisa menjadi masa yang paling sulit,
sebab rasa nyeri dan tidak nyaman, padahal pasien ingin melakukan
pekerjaan sehari-harinya. Hormone-hormon yang ada juga dapat
mengacaukan emosi, membuat pasien pasca operasi mudah menangis dan
lelah. Penting untuk pasien untuk melanjutkan latihan-latiham karena hal
itu dapat meningkatkan movbilitas yang akan mmpermudah saat pulang ke
rumah nantinya. Sebelum meninggalkan rumah sakit, perlu untuk
memastikan bahwa semua hal sudah siap bagi pasien dan aka nada cukup
bantuan saat pasien pulang kerumah. Setelah operasi, rasanlya nyaris
mustahil untuk melakukan hal-hal yang paling sederhana sekalipun. Ada
gerakan-gerakan tertentu yang mungkin sulit untuk dilakukan sendiri.
Pengaruh pembedaan terhadap metabolisme pascabedah tergantung
berat ringannya pembedaan, keadaan gizi pasien prabedah, dan pengaruh
pembedahan terhadap kemampuan pasien untuk mencerna dan
mengabsorsi zat-zat gizi.
Setelah pembedahan sering terjadi peningkatan ekresi nitrogen dan
natrium yang dapat berlansung selama 5-7 hari atau lebih pascabedah.
Peningkatanekresi kalsium terjadi setelah operasi besar, trauma kerangka
tubuh, atau setalah lama tidak bergerak (imobilisasi). Demam
meningkatkan kebutuhan energy, sedangkan luka dan pendarahan
meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C. cairan yang
hilang perlu diganti.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pembedahan?
2. Apa penyebab pembedahan?
3. Bagaimana hasil laboratorium/penegakan diagnosa dalam
pembedahan?
4. Bagaimana penatalaksanaan penyakit (Pengobatan) pembedahan?
5. Bagaimana manifestasi klinis pembedahan?
6. Bagaimana penatalaksanaan diet pra dan pasca bedah?
7. Bagaimana tujuan diet pra dan pasca bedah?
8. Bagaimana syarat diet pra dan pasca bedah?
9. Bagaimana rencana dan evaluasi pra dan pasca bedah?
10. Bagaimana penanganan pasca operasi?
11. Bagaimana intervensi nutrisi?

1.3 Tujuan
1 Apa pengertian pembedahan?
2 Apa penyebab pembedahan?
3 Bagaimana hasil laboratorium/penegakan diagnosa dalam
pembedahan?
4 Bagaimana penatalaksanaan penyakit (Pengobatan) pembedahan?
5 Bagaimana manifestasi klinis pembedahan?
6 Bagaimana penatalaksanaan diet pra dan pasca bedah?
7 Bagaimana tujuan diet pra dan pasca bedah?
8 Bagaimana syarat diet pra dan pasca bedah?
9 Bagaimana rencana dan evaluasi pra dan pasca bedah?
10 Bagaimana penanganan pasca operasi?
11 Bagaimana intervensi nutrisi?

3
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Pembedahan


Pembedahan didefinisikan sebagai prosedur operasi yang
digunakan untuk mendiagnosis, memperbaiki, atau mengobati organ atau
jaringan. Pembedahan dapat lebih lanjut sesuai dengan keseriusan
prosedur (najor atau minor), kebutuhan (elektif atau darurat), atau tujuan
khusus dari prosedur (diagnostik, eksisi, paliatif, rekonstruktif, atau
transplantasi).

 Pra Bedah
Pra bedah atau Praoperasi merupakan masa sebelum dilakukannya
tindakan pembedahan yang dimulai sejak ditentukannya persiapan
pembedahan dan berakhir sampai pasien berada di meja bedah.
Diet Pre bedah adalah pengaturan makanan yang diberikan kepada
pasien yang akan mengalami pembedahan.

 Pasca Bedah
Pasca bedah atau pascaoperasi merupakan masa setelah
dilakukannya pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Diet pasca bedah atau post operasi adalah makanan yang diberikan
kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan
sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan jenis
penyakit penyerta.
Waktu ketidakmampuan pasien setelah operasi atau pembedahan
dapat diperpendek melalui pemberian zat gizi yang cukup. Hal yang
juga harus diperhatikan dalam pemberian diet pasca operasi untuk
mencapai hasil yang optimal adalah mengenai karakter individu
pasien.

4
2.2 Penyebab Pembedahan
Banyak prosedur bedah tidak menimbulkan risiko gizi. Tidak ada
yang kurang, jika pasien memasuki operasi malnutrisi atau kelebihan gizi,
atau jika prosedur bedah akan mengganggu proses gizi normal, individu
akan berada pada risiko gizi pasca operasi. Usia dan diagnosis yang
bersamaan akan memiliki perjanjian pada hasil dan pemulihan dari
prosedur pembedahan. Malnutrisi meningkatkan risiko komplikasi
postoperatif yang paling umum, termasuk dehiscence luka (pembukaan
luka yang tidak benar setelah penutupan jahitan) dan infeksi.
Skrining dan alat prognostik telah dikembangkan untuk
mengidentifikasi pasien-pasien tersebut kemungkinan besar akan berada
pada risiko gizi (lihat bab 3). Perubahan berat badan, dan protein C-reaktif
telah dikuantifikasi untuk diprediksi dalam sejumlah penelitian. Salah
satunya, The National VA Surgical Risk Study, mengevaluasi hubungan
dari sejumlah karakteristik untuk komplikasi dan tingkat kematian lebih
dari 50.000 pasien bedah. Para 2 peneliti ini menemukan bahwa albumin
pra operasi adalah prediktor komplikasi dan mortalitas yang lebih baik
daripada karakteristik lain seperti usia, merokok, dan nilai laboratorium
lainnya.

 Penyebab Pra dan Pasca Bedah


Penyebab dilakukan pembedahan dikarenakan adanya suatu
penyakit didalam tubuh yang perlu di angkat dengan cara pembedahan.
Contohnya Berdasarkan tujuannya, pembedahan dapat dibagi menjadi :
1. Pembedahan diagnostik, ditujukan untuk menentukan sebab terjadinya
gejala dari penyakit, seperti biopsy, eksplorasi, dan laparatomi.
2. Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit,
misalnya pembedahan apendiktomi.
3. Pembedahan restorative, dilakukan untuk memperbaiki deformitas atau
menyambung daerah yang terpisah.
4. Pembedahan paliatif, dilakukan untuk mengurangi gejala tanpa
menyembuhkan penyakit.

5
5. Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki bentuk bagian
tubuh seperti rhinoplasti.

 Macam – macam penyakit yang membutuhkan Pembedahan


Disini kita diharapkan mengetahui macam-macam penyakit yang
membutuhkan pembedahan yaitu antara lain sebagai berikut :
a) Penyakit yang paling utama membutuhkan pembedahan adalah
penyakit saluran cerna, jantung, ginjal, saluran pernapasan dan
tulang.
b) Penyakit penyerta yang dialami, misalnya penyakit diabetes
melitus, jantung, dan hipertensi.

2.3 Hasil laboratorium/penegakan diagnosa


Pemeriksaan lain yang dianjurkan sebelum pelaksanaan bedah
adalah radiografi thoraks, kapasitas vital, fungsi paru, dan analisis gas
darah pada pemantauan sistem respirasi, kemudian pemeriksaan
elektrokardiogram, darah, leukosit, eritrosit, hematokrit, elektrolit,
pemeriksaan air kencing, albumin blood urea nitrogen (BUN), kreatinin,
dan lain-lain untuk menentukan gangguan sistem renal dan pemeriksaan
kadar gula darah atau lainnya untuk mendeteksi gangguan metabolisme.

2.4 Penatalaksanaan Penyakit (Pengobatan)


Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan
diberikan obat- obatan pre medikasi untuk memberikan kesempatan pasien
mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat- obatan premedikasi yang
diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis
biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang
diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama
tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1- 2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik
yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1 gram dan lain-lain sesuai
indikasi pasien.

6
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum tindakan
induksi anestesia -- tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.
Pemberian obat premedikasi bisa diberikan secara oral (mulut)
maupun intravena (melalui vena). Sedangkan pemberian dosis obatnya
dipengaruhi banyak faktor seperti usia, suhu tubuh, emosi, nyeri dan jenis
penyakit yang sedang dialami pasien.
Obat-obat yang sering digunakan dalam premedikasi adalah obat
antikolinergik, obat sedatif (penenang) dan obat analgetik narkotik
(penghilang nyeri). Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan
tersebut, dan praktik sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat untuk
mendapat hasil yang diinginkan, antara lain:
1. Obat Antikolinergik
Pemberian obat antikolinergik ini bertujuan untuk mengurangi
sekresi (pengeluaran) kelenjar seperti salivar (air ludah), kelenjar
saluran cerna, kelenjar saluran nafas, mencegah turunnya nadi,
mengurangi pergerakan usus, mencegah spasme (kaku) pada laring dan
bronkus. Obat yang sering digunakan adalah sulfas atropine yang bisa
diberikan intramuscular maupun intravena.
2. Obat Sedatif
Pemberian obat sedatif atau penenang memberikan penurunan
aktivitas mental dan berkurangnya reaksi terhadap rangsang. Pemberian
obat premedikasi berefek amnesia. Artinya, pasien tidak dapat
mengingat kejadian yang baru terjadi setelah pembedahan, selain itu
pasien dapat menerima kejadian sebelum dan sesudah pembedahan
tanpa gelisah.
Kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk menjalani
operasi akan lebih baik jika diberikan hipnotis malam sebelum hari
operasi, karena rasa cemas, hospitalisasi atau keadaan sekitar yang tidak
biasa dapat menyebabkan insomnia. Obat golongan ini berefek
anticemas dan antitakut, menimbulkan rasa kantuk, memberikan
suasana nyaman dan tenang sebelum pembedahan. Obat yang sering

7
digunakan adalah derivate (turunan), fenothiazin, derivate
benzodiazepine, derivate butirofenon, derivate barbiturate dan
antihistamin.
Untuk derivate fenothiazin yaitu prometazin yang berkhasiat
sebagai sedatif, antimuntah, antikolinergik, antihistamine. Derivat
benzodiazepine yang sering digunakan adalah diazepam yang selain
sebagai sedatif (penenang) juga bisa sebagai antikejang. Sedangkan
untuk derivate butirofenon adalah dihidrobenzperidol yang berkhasiat
juga sebagai antimuntah. Derivat barbiturate adalah pentobarbital yang
sering digunakan pada anak-anak.
3. Obat Analgenik Narkotik
Obat analgenik narkotik atau opioid dapat digolongkan menjadi
opioid natural seperti morfin dan kodein, derivate semisintetik seperti
heroin, dan derivate sintetik seperti metadon, petidin. Yang sering
digunakan adalah petidin dan morfin. Narkotik selain memberikan efek
analgesi (antinyeri) juga memberikan efek sedatif (penenang).
Penggunaan narkotik harus hati-hati pada anak-anak dan orang tua
karena bisa menimbulkan depresi pusat nafas dan akan semakin parah
pada orang yang dalam keadaan buruk.
Obat-obat pra anaesthesi diberikan untuk mengurangi kecemasan,
memperlancar induksi dan untuk pengelolaan anaesthesi. Sedative
biasanya diberikan pada malam menjelang operasi agar pasien tidur
banyak dan mencegah terjadinya cemas. Pengobatan-pengobatan
setelah operasi :
 Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.
 Perlu kebebasan saluran nafas.
 Antisipasi pengobatan.

2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang dialami saat operasi tergantung pada jenis
prosedur. Orang awam diwajibkan untuk menahan diri dari makan atau
minum setidaknya selama 12 jam sebelum operasi. Pasien akan menerima

8
anestesi umum, epidural, atau lokal Pascabedah, pasien mungkin juga
memiliki selang nasogastrik di tempat untuk mengeluarkan sekresi
lambung dan / atau kateter urin di tempat urina untuk mengangkat urin
sampai terkontrol kembali normal. Keprihatinan umum lainnya untuk
pasien bedah termasuk pemeliharaan fungsi pernapasan dan sirkulasi,
pencegahan infeksi, penyembuhan luka, dan pengendalian rasa sakit.
Anestesi umum dapat menyebabkan ileus pasca operasi (ack of
motility), kelumpuhan umum pada saluran gastrointestinal. Resolusi ileus
umumnya terjadi dalam 24-48 jam, yaitu menunggu pada jenis prosedur.
Secara tradisional, pasien telah dikeluarkan dari makan atau minum
sampai ileus teratasi, dan produksi gas atau usus adalah tanda resolusi
ileus. Karena sulit untuk memastikan kapan fungsi GI telah kembali,
bagaimanapun, penentuan kapan harus benar-benar mulai makan pasca
operasi telah menjadi topik debatc terbaru. Banyak pasien tidak dapat
menahan penurunan berat badan tambahan jika mereka telah memasuki
operasi dengan adanya defisit nutrisi. Penurunan berat badan lebih lanjut
dapat meningkatkan kemungkinan komplikasi dan memperpanjang masa
tinggal di rumah sakit. Memungkinkan pasien untuk makan segera setelah
desakan karena mungkin dan aman untuk melakukannya.

2.6 Penatalaksanaan Diet


2.6.1 Jenis Diet, Bentuk Makanan dan lama Pemberian Diet
a. Pra bedah
Pemberian diet pra bedah yang harus diperhatikan didalam
pemberian Diet Pra Bedah ialah tergantung pada :
1) Keadaan umum pasien
Disini kita harus memperhatikan apakah keadaan
umum dari pasien tersebut normal atau tidak dalam hal
status gizi, gula darah, tekanan darah, ritme jantung,
denyut nadi, fungsi ginjal, dan suhu tubuh pasien.

9
2) Macam Pembedahan
Disini kita harus mengetahui apakah pasien
terssebut akan melakukan bedah minor atau bedah mayor.
3) Sifat operasi
Disini kita harus mengetahui apakah sifat operasi
pasien tersebut bersifat segera/dalam keadaan darurat
atau bersifat berencana /elektif.
4) Macam penyakit
Disini kita harus mengetahui apakah macam dari
penyakit pasien tersebut, penyakit utama/penyakit
penyerta.

Indikasi diet pra bedah Sesuai dengan jenis dan sifat


pembedahan, Diet Pra Bedah diberikan dengan indikasi
sebagai berikut :
1) Pra bedah darurat atau cito, sebelum pembedahan tidak
diberikan diet tertentu
2) Pra bedah berencana atau elektif,
 Pra bedah minor atau bedah kecil, seperti
tonsilektomi tidak membutuhkan diet khusus.
Pasien dipuasakan 4-5 jam sebelum pembedahan.
Sedangkan pada pasien yang akan menjalani
apendiktomi, herniatomi, hemoroidektomi, dan
sebagiannya diberikan Diet Sisa Rendah sehari
sebelumnya.
 Pra bedah mayor atau bedah besar, seperti :
Pra bedah besar saluran cerna diberikan Diet
Sisa Rendah selama 4-5 hari dengan tahapan:
a. Hari ke-4 sebelum pembedahan diberi
Makanan Lunak
b. Hari ke-3 sebelum pembedahan diberi
Makanan Saring

10
c. Hari ke-2 dan 1 hari sebelum pembedahan
diberikan Formula Enteral Sisa Rendah
Pra bedah besar di luar saluran cerna diberi Formula
Enteral Sisa Rendah selama 2-3 hari. Pemberian makanan
terakhir pada pra bedah besar dilakukan 12-18 jam sebelum
pembedahan, sedangkan minum terakhir 8 jam sebelumnya.

b. Pasca Bedah
1) Diet Pasca-Bedah I (DPB I)
Diet ini diberikan kepada semua pasien
pascabedah :Pasca-bedah kecil setelah sadar dan rasa mual
hilang, Pasca-bedah besar setelah sadar dan rasa mual
hilang serta ada tanda-tanda usus mulai bekerja.
Cara Memberikan Makanan yaitu Selama 6 jam
sesudah operasi, makanan yang diberikan berupa air putih,
teh manis, atau cairan lain seperti pada makanan cair
jernih. Makanan ini diberikan dalam waktu sesingkat
mungkin, karena kurang dalam semua zat gizi. Selain itu
diberikan makanan parenteral sesuai kebutuhan.
2) Diet Pasca-Bedah II (PDB II)
Diet pasca-bedah II diberikan kepada pasien
pascabedah besar saluran cerna atau sebagai perpindahan
dari Diet Pasca Bedah I.
Cara memberikan makanan yaitu diberikan dalam
bentuk cair kental, berupa kaldu jernih, sirup, sari buah,
sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama
pasien tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan dan kondisi pasien. Selain itu dapat
diberikan makanan parenteral bila diperlukan. DPB II
diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena zat
gizinya kurang. Makanan yang tidak boleh diberikan pada

11
diet pasca-bedah II adalah air jeruk dan minuman yang
mengandung karbondioksida.
3) Diet Pascabedah III (DPB III)
DPB III diberikan kepada pasien pascabedah besar
saluran cerna atau sebagai perpindahan dari DPB II.
Makanan yang diberikan berupa makanan saring
ditambah susu dan biskuit. Cairan hendaknya tidak
melebihi 2000 ml sehari. Selain dapat diberikan Makanan
Parenteral bila diperlukan. Makanan yang tidak dianjurkan
untuk DPB III adalah makanan dengan bumbu tajam dan
minuman yang mengandung karbondioksida.
4) Diet pasca bedah IV ( DPB IV)
DPB IV diberikan kepada pasien pascabedah kecil
setelah Diet Pasca Bedah I, dan pada pasien pasca bedah
besar setelah Diet Pasca Bedah III.
Makanan yang diberikan berupa Makanan
Lunak yang dibagi dalam 3 kali makanan lengkap atau
pokok dan 1 kali makanan selingan. Makanan yang
dihindari Disesuaikan dengan kondisi pasien Misalnya
: Pada pasien Darah tinggi mengurangi konsumsi garam
dan kolesterol, Pada pasien Kencing manis mengurangi
konsumsi gula, dan pasien yang alergi terhadap makanan
tertentu seperti telur, ikan asin, kacang harus dihindari.

2.7 Tujuan Diet


2.7.1 Pra bedah
Tujuan Diet Pra Bedah adalah untuk mengusahakan agar
status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat pembedahan,
sehingga tersedia cadangan untuk mengatasi stres dan
penyembuhan luka.

12
2.7.2 Pasca Bedah
Tujuan Diet Pasca Bedah adalah untuk mengupayakan agar
status gizi pasien segera kembali normal, untuk mempercepat
proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien,
dengan cara sebagai berikut :
1) Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi dan protein)
2) Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat
gizi lain
3) Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
Pengaruh operasi terhadap metabolisme pasca-operasi
tergantung berat ringannya operasi, keadaan gizi pasien pasca-
operasi, dan pengaruh operasi terhadap kemampuan pasien untuk
mencerna dan mengabsorpsi zat-zat gizi.
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gizi dengan diet
oral dapat dihambat atau dihalangi oleh status pasca operasi dari
saluran Gl, rasa sakit, dan efek sistemik lainnya dari operasi besar.
Kebutuhan nutrisi meningkat untuk mengakomodasi perbaikan dan
penyembuhan pasca operasi. Pemulihan status fungsional
membutuhkan dukungan nutrisi yang memadai. Setelah operasi
sering terjadi peningkatan ekskresi nitrogen dan natrium yang dapat
berlangsung selama 5-7 hari atau lebih pasca-operasi. Peningkatan
ekskresi kalsium terjadi setelah operasi besar, trauma kerangka
tubuh, atau setelah lama tidak bergerak (imobilisasi). Demam
meningkatkan kebutuhan energi, sedangkan luka dan perdarahan
meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C. Cairan
yang hilang perlu diganti.

2.8 Syarat Diet


2.8.1 Pra bedah
1) Energi
 Bagi pasien dengan status gizi kurang diberikan sebanyak
40-45 kkal/kg BB

13
 Bagi pasien yang status gizi lebih diberikan sebanyak 10-
25% dibawah kebutuhan energi normal
 Bagi pasien yang status gizi baik diberikan sesuai dengan
kebutuhan energi normal ditambah faktor stres sebesar 15%
dari AMB (Angka Metabolisme Basal)
 Bagi pasien dengan penyakit tertentu energi diberikan
sesuai dengan penyakitnya.
2) Protein
 Bagi pasien yang status gizi kurang, anemia, albumin
rendah (<2,5 mg/dl) diberikan protein tinggi 1,5-2,0 g/kg
BB
 Bagi pasien yang ststus gizi baik atau kegemukan diberikan
protein normal 0,8-1 g/kg BB
 Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan sesuai
dengan penyakitnya
3) Lemak cukup, yaitu 15-25% dari kebutuhan energi total. Bagi
pasien dengan penyakit tertentu diberikan sesuai dengan
penyakinya
4) Karbohidrat cukup, sebagai sisa dari kebutuhan energi total
untuk menghindari hipermetabolisme. Bagi pasien dengan
penyakit tertentu, karbohidrat diberikan sesuai dengan
penyakitnya
5) Vitamin cukup, terutama vitamin B, C, dan K. Bila perlu
ditambahkan dalam bentuk suplemen
6) Mineral cukup, bila perlu ditambahkan dalam bentuk suplemen
7) Rendah sisa agar mudah dilakukan pembersihan saluran cerna
atau klisma, sehingga tidak menggangu proses
pembedahan (tidak buang air besar atau kecil dimeja operasi)
2.8.2 Pasca Bedah
Diet yang disarankan adalah :
1) Mengandung cukup energi, protein, lemak, dan zat-zat gizi
2) Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan penderita

14
3) Menghindari makanan yang merangsang (pedas, asam, dll)
4) Suhu makanan lebih baik bersuhu dingin
5) Pembagian porsi makanan sehari diberikan sesuai dengan
kemampuan dan kebiasaan makan penderita.
6) Syarat diet pasca-operasi adalah memberikan makanan secara
bertahap mulai dari bentuk cair, saring, lunak, dan biasa.
Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung pada
macam pembedahan dan keadaan pasien, seperti :
 Pasca Bedah Kecil, Makanan diusahakan secepat mungkin
kembali seperti biasa atau normal.
 Pasca Bedah Besar, Makanan diberikan secara berhati-hati
disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk
menerimanya.

2.9 Rencana dan Evaluasi Pra dan Pasca Bedah


2.9.1 Pra Bedah
1. Rencana Tindakan
Untuk mengatasi adanya rasa cemas dan takut, dapat
dilakukan persiapan psikologis pada pasien melalui pendidikan
kesehatan, penjelasan tentang peristiwa yang mungkin akan
terjadi, seterusnya.
Untuk mengatasi masalah risiko infeksi atau cedera
lainnya dapat dilakukan dengan persiapan prabedah seperti
diet, persiapan perut, kulit, persiapan bernapas dan latihan
batuk, persiapan latihan kaki, latihan mobilitas, dan lain-lain.
2. Persiapan Diet
Pasien yang akan dibedah memerlukan persiapan khusus
dalam hal pengaturan diet. Pasien boleh menerima makanan
biasa sehari sebelum bedah, tetapi 8 jam sebelum bedah tidak
diperbolehkan makan, sedangkan cairan tidak diperbolehkan 8
jam sebelum bedah, sebab makanan atau cairan dalam
lambung dapat menyebabkan terjadinya aspirasi.

15
3. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah prabedah secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam memahami masalah
atau kemungkinan yang terjadi pada intra dan pascabedah.
Tidak ada tanda kecemasan, ketakutan, serta tidak
ditemukannya risiko komplikasi pada infeksi atau cedera
lainnya.

2.9.2 Pasca Bedah


1. Rencana Tindakan
a. Meningkatkan proses penyembuhan luka untuk mengurangi
rasa nyeri yang dapat dilakukan dengan cara merawat luka
dan memperbaiki asupan makanan yang tinggi protein dan
vitamin C. protein dan vitamin C dapat membantu
pembentukan kolagen, dan mempertahankan integritas
dinding kapiler.
b. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan cara
latihan napas, yakni tarik napas yang dalam dengan mulut
terbuka, tahan selama 3 detik, kemudian hembuskan. Atau,
dapat pula dilakukan dengan cara menarik napas melalui
hidung dengan menggunakan diafragma, kemudian
keluarkan napas perlahan-lahan melalui mulut yang
dikuncupkan.
c. Mempertahankan sirkulasi, dengan cara
menggunakanstocking pada pasien yang berisiko
tromboplebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu
lama dan harus meninggikan kaki pada tempat duduk guna
memperlancar vena balik.
d. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan cara memberikan cairan sesuai dengan kebutuhan
pasien dan monitor asupan dan output serta
mempertahankan nutrisi yang cukup.

16
e. Mempertahankan eliminasi dengan cara mempertahankan
asupan dan out put serta mencegah tejadnya retensi urine .
f. Mempertahankan aktivitas dengan cara latihan memperkuat
otot sebelum ambulatory.
g. Mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi
secara terapeutik.
2. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah pascabedah secara umum
dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan
status kesehatan, seperti adanya peningkatan proses
penyembuhan luka, sistem respirasi yang sempurna, sistem
sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, sistem eliminasi,
aktivitas, serta tidak ditemukan tanda kecemasan lanjutan.

2.10 Penanganan Pasca Operasi


Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia
sadar harus dijaga supaya jalan pernapasan tetap bebas. Pada umunya,
setelah dioperasi, penderita ditempatkan dalam ruang pulih(recovery
room) dengan penjagaan terus-menerus sampai ia sadar. Selama beberapa
hari sampai dianggap tiidak perlu lagi, suhu, nadi, tensi, dan dieresis harus
diawasi terus-menerus. Sesudah penderita sadar, biasanya ia mengeluh
kesakitan.
Rasa sakit ini dalam beberapa hari berangsur kurang. Pada hari
opersai dan esok harinya ia biasnya memerlukan obat tahan nyeri, seperti
petidin; kemudian, biasanya dapat diberikan analgetikum yang lebih
ringan. Penderita yang mengalami operasi kecuali operasi kecil keluar
dari kamar operasi dengan infuse intravena yang terdiri atas larutan NaCl
0,9%, atau glukosa 5%, yang diberikan berganti – ganti menurut rencana
tertentu. Di kamar operasi(atausesudah keluar dari situ)ia, jika perlu, diberi
transfuse darah.
Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga
ia meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Maka, khususnya

17
apabila pada pascaoperasi minum air perlu dibatasi, perlulah diawasi benar
keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan cairan yang
keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya juga
jangan juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru – paru.
Untuk diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dalam 24 jam, air
kencing dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan
evaporasi dari kulit dan pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24
jam sedikit-dikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti yang
keluar.
Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan
pemulihan kondisi pasien. pasca operasi, perlu kita perhatikan tips di
bawah ini :
1. Makan makanan bergizi, misalnya: nasi, lauk pauk, sayur, susu,
buah.
2. Konsumsi makanan (lauk-pauk) berprotein tinggi, seperti: daging,
ayam, ikan, telor dan sejenisnya.
3. Minum sedikitnya 8-10 gelas per hari.
4. Usahakan cukup istirahat.
5. Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa. Makin
cepat
6. makin bagus.
7. Mandi seperti biasa, yakni 2 kali dalam sehari.
8. Kontrol secara teratur untuk evaluasi luka operasi dan pemeriksaan
kondisi tubuh.
9. Minum obat sesuai anjuran dokter.

2.11 Intervensi Nutrisi


Para ahli bedah dan ahli diet terdaftar akan merekomendasikan
perkembangan untuk pemberian makan pasca operasi secara individual.
Disarankan, meskipun, bahwa pasien harus berkembang (NPO) ke
makanan padat secepat mungkin. Dalam uji coba secara acak dari 96
pasien yang menjalani operasi perut besar, pasien mentoleransi kemajuan

18
ke makanan padat setelah percobaan awal 500 ml cairan jernih "Penelitian
dan meta-analisis terbaru mendukung kemajuan pada makanan padat
setelah operasi tanpa transisi tradisional dari cairan jernih hingga
penambahan makanan padat yang lambat.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dilihat dari paparan / penjelasan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan. Diet tindakan bedah itu terdiri dari 2 yaitu diet tindakan pra
bedah dan diet tindakan pasca bedah . Tujuan diet pra bedah adalah untuk
mengusahakan agar status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat
pembedahan,sehinggan tersedia cadangan untuk mengatasi stress dan
penyembuhan luka. Sedangkan tujuan dari diet pasca bedah ialah untuk
mengupayakan agar status gizi pasien segera kembali normal untuk
mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh
pasien dengan cara memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein),
menggantikan kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan gizi lain, dan
memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
Pembedahan terdiri dari 2 macam yaitu bedah minor dan bedah
mayor. Dan operasi terdiri dari 2 sifat yaitu bersifat segera dalam keadaan
darurat atau cito dan bersifat berencana atau elektif. Macam-macam
penyakit yang membutuhkan pembedahan yaitu antara lain penyakit yang
paling utama membutuhkan pembedahan adalah penyakit saluran cerna,
jantung, ginjal, saluran pernapasan dan tulang serta penyakit penyerta yang
dialami, misalnya penyakit diabetes melitus, jantung, dan hipertensi.
Indikasi Diet Pasca Bedah ini terbagi atas 4 yaitu Diet Pasca
Bedah I ( DPB ), Diet Pasca Bedah II ( DPB II), Diet Pasca Bedah III
(DPB III), dan Diet Pasca Bedah IV (DPB IV). Diet Pasca Bedah Lewat
Pipa Lambung adalah pemberian makanan bagi pasien dalam keadaan
khusus seperti koma, terbakar, gangguan psikis. Makanan harus diberikan
lewat pipa lambung (enteral) atau Naso Gastrik Tube (NGT). Sedangkan
Diet Pasca Bedah Lewat Pipa Jejenum ialah dengan cara makanan diberikan
sebagai makanan cair yang tidak memerlukan pencernaan lambung dan
tidak merangsang jejenum secara mekanis maupun osmotis. Cairan
diberikan tetes demi tetes secara perlahan ,aga tidak terjadi diare atau

20
kejang. Diet ini juga diberikan pada waktu yang singkat karena kurang
energi, protein, vitamin, dan zat besi lainnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita (Ed).2006. Penuntun Diet Edisi Baru . Jakarta : PT Gramedia


Pustaka Utama.

Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process.


Yogjakarta : Graha Ilmu.

Anonim. Jenis Makanan Untuk Diet. http://www.smallcrab.com/makanan-dan-


gizi/617-jenis-makanan-untuk-diet. Diakses 3 April 2018

Anonim.2010. Makan Sebelum Operasi Dapat Mempercepat Masa Pemulihan.


http://www.detikhealth.com/read/2010/10/02/110327/1453718/763/makan-
sebelum-operasi-dapat-mempercepat-masa-pemulihan. Diakses 3 April
2018

C. Rothrock, Jane. 1999, Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif (Hal:


543), Jakarta: EGC

Cakmoki. 2007. Makan Bergizi Pasca Operasi.


http://cakmoki86.wordpress.com/2007/08/11/makan-bergizi-pasca-operasi/
Diakses 3 April 2018

Cameron, John L. 1997, Terapi Bedah Mutakhir (Hal: 576), Jakarta: Binarupa
Aksara

G-Mundy, Chrissie. 2005, Pemulihan Pascaoperasi Caesar (Hal: 32), Jakarta :


Erlangga

22
Gutawa, Miranti, dkk. 2011. Pengembangan Konsep Nutrition Care Process
(NCP) Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta ; Persagi-ASDI,
Abadi Publishing & Printing.

Hartono, Andry. 2009. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit, Diagnosis Konseling dan
Preskripsi. Jakarta : EGC Kedokteran.

Mahaji Putri, Rona Sari. Tanpa tahun. Gizi dan Terapi Diet. Malang.

Nuy. 2008. Diet Pasca Operasi. http://nuy2008.blogspot.com/2008/12/diet-pasca-


operasi_19.html. Diakses 3 April 2018

Perkeni, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan


dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.

SK Kemenkes No:129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal


Rumah Sakit,

Uliyah musrifatul. 2008, Ketrampilan Dasar Praktek Klinik untuk


kebidanan.Jakarta: salemba medika

Yuniastiqa, Ria. 2013. Diet Pra dan Pasca Bedah.


http://riayuniastiqaa.blogspot.co.id/2013/12/diet-pra-dan-pasca-bedah.html
Diakses 3 April 2018

23
LAMPIRAN

KASUS

Tn. I, usia 60 tahun, status menikah, dirawat di RS dengan diagnosis medis


Ileus Obstruksi Parsial ec. Recti 1/3 distal. Pasien dan istrinya bekerja sebagai
petani dengan penghasilan tidak tetap tergantung hasil panen. Pasien mempunyai
2 orang anak yang sudah tidak tinggal dengan pasien. Sejak 3 bulan SMRS pasien
mengeluh BAB bercampur darah, dan sempat dirawat kelas III RS Jampang
Kulon Sukabumi selama 4 hari dan dibiopsi. Dari hasil biopsy pasien didiagnosis
Ca recti dan harus menjalani operasi. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluh
msulit BAB tetapi masih bisa buang angin, setiap BAB bercampur darah, dan
keras seperti kotoran kambing. Keluhan disertai nyeri perut hilang. BB pasien
sekarang 48 Kg, dan TB 163 cm.
Hasil pemeriksaan biokimia : Hb :9,1 g/dl (N = 13,5 – 17,5 g/dl),
Hematokrit 27 % (N = 40-52 %), Eritrosit 3,32 jl/UL (4,5-6,5 jt/UL), Leukosit
8200 /mm3 (N = 3800 – 10600/mm3), trombosit 342.000/mm3 (N = 150.000-
450.000/mm3), albumin 2,5 g/dl (N = 3,5-5 g/dl), dan protein total 4,8 g/dl (N =
6,3-8,2 g/dl). Data klinis pasien adalah TD 110/70 mmHg, nadi 88x/menit, RR :
20x/menit, suhu afebris. Secara fisik pasien tampak kurus, lemah, pucat, bising
usus (+), dan hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Sebelum sakit, pasien biasa makan nasi 2-3 x/hari, dengan lauk yang
sering dikonsumsi telur, ikan asin, tahu dan tempe. Pasien jarang mengkonsumsi
buah dan sayuran, hanya 1-2 kali/minggu, meskipun istrinya sudah memasakkan
sayur. Setelah sakit, pasien makan lebih sedikit dari biasanya. Hasil recall 24 jam
saat di RS didapatkan energi : 690 kal, Protein : 34 gram, lemak 20 gram, dan KH
67 gram. Standart makanan RS : Energi 1700 kalori, protein 68 gram, lemak 54
gram, dan karbohidrat 52 gram.

24
PENYELESAIAN KASUS
A. Gambaran Umum Pasien
Nama : Tn. I
Usia : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Petani
Ruang/Kelas : Dahlia/III
Hari Perawatan : 5 (hari kelima)
Diagnosis Medis : Ileus Obstruksi Parsial ec. Recti 1/3 distal.

B. Proses Asuhan Gizi Terstandar


1. Pengkajian Gizi
Riwayat Gizi/Makanan
Riwayat Nutrisi Dahulu :
Sebelum sakit, pasien biasa makan nasi 2-3 kali/hari, dengan lauk
yang sering dikonsumsi telur, ikan asin, tahu dan tempe. Pasien jarang
mengkonsumsi buah dan sayuran, hanya 1-2 kali/minggu.
Riwayat Nutrisi Sekarang :
Pada saat sakit, pasien makan lebih sedikit dari biasanya, karena
nafsu makan kurang. Motivasi untuk menghabiskan makanan sangat
kurang karena alasan diet/makanan RS terasa hambar dan membosankan.
Hasil recall konsumsi makan 24 jam terakhir saat di RS didapatkan
Energi 1090 kal, Protein : 34 gram, lemak : 20,3 gram, dan KH 166,5
gram.
Tabel 1. Tingkat Konsumsi Makan Pasien 24 Jam Terakhir
Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)
Asupan Makan 1090 34 20,3 166,5
Standar Makanan RS 1700 68 54 320
% Tingkat Konsumsi 64,1 50 37,6 52
Kategori Tingkat Konsumsi Kurang Kurang Kurang Kurang

25
Penilaian :
Nafsu makan kurang, dan motivasi untuk menghabiskan makanan
sangat kurang, karena alasan diet/makanan RS terasa hambar dan
membosankan.
Asupan makan dibandingkan dengan standart makanan RS : Energi
: 64,1%, Protein : 50 %, Lemak 37,6% dan KH : 52%. Nafsu makan (-),
sehingga asupan makan : Kurang, berdasarkan SK Kemenkes
No:129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit, (point 11, Sub Gizi dengan indikator sisa makanan yang tidak
termakan oleh pasien menggunakan nilai standar <20%, artinya bahwa
pasien dinilai memiliki asupan yang normal apabila mampu
menghabiskan makanan sebesar ≥ 80% dari standar makanan RS, dan
jika mengkonsumsi makanan < 80% dari standar makanan RS, pasien
dinilai memiliki asupan makan yang kurang).

Biokimia
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Biokimia Pasien
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan
Hb 9,1 g/dl 13,5-17,5 g/dl ↓ Anemia
Haematokrit 27% 40-52% ↓
Eritrosit 3,32 jt/UL 4,5 – 6,5 jt/UL ↓ Anemia
Albumin 2,5 g/dl 3,5-5 g/dl ↓ Hipoalbuminemia
Protein Total 4,8 g/dl 6,3 -8,2 g/dl ↓

Penilaian :
Pasien mengalami anemia, hipoalbuminemia.

Antropometri
BB : 48 kg, TB 163 cm, BBI = (TB-100) – 10% = 56,7 Kg
Perhitungan IMT : BB/(TB)2 = 48/(1,63)2 = 18.07 kg/m2
Penilaian :
Berdasarkan IMT, pasien memiliki status gizi BB Kurang (18,07
kg/m2), karena batasan BB Kurang yaitu <18,5 kg/m2, menggunakan

26
WHO WPR/IASO/IOTF dalam the Asia Pacific Perspective : Redefining
Obesity and its Treatment, dengan kategori :
<18,5 kg/m2 : BB kurang
18,5-22,9 kg/m2 : normal,
≥ 23 : BB lebih
23-24,9 kg/m2 : at risk (dengan resiko)
25-29,9 kg/m2 : obese I,
≥30 kg/m2 : obese II

Fisik Klinis
Fisik : Pasien sadar, secara fisik pasien tampak kurus, lemah, pucat, BU
(+).
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Klinik
Jenis
Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Pemeriksaan
1. Tekanan darah2. 110/70 mmHg84 120/80 mmHg80- HipotensiNormal
Nadi x/menit 100x/menit Normal
3. Suhu 370C 36-37,2 0C Normal
4. Respirasi 28 x/menit 19-36 x/menit
Penilaian :
Tekanan darah rendah, secara fisik terdapat tanda-tanda malnutrisi
(pasien tampak kurus, dan lemah).

Riwayat Personal
Sosial Ekonomi :
Pasien dan istrinya bekerja sebagai petani dengan penghasilan tidak
tetap tergantung hasil panen. Pasien mempunyai 2 orang anak yang sudah
tidak tinggal dengan pasien.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Saat ini menjalani perawatan di RS dengan diagnosis medis Ileus
Obstruksi Parsial ec. Recti 1/3 distal.
Riwayat Penyakit Dahulu :

27
Sejak 3 bulan SMRS pasien mengeluh BAB bercampur darah, dan
sempat dirawat di RS Jampang Kulon Sukabumi selama 4 hari dan
dibiopsi. Dari hasil biopsi pasien didiagnosis Ca recti dan harus
menjalani operasi. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluh sulit BAB
tetapi masih bisa buang angin, setiap BAB bercampur darah dank eras
seperti kotoran kambing. Keluhan disertai nyeri perut hilang timbul.
Penilaian :
Pasien memiliki status ekonomi yang rendah, saat ini
pasiendidiagnosis Ileus Obstruksi Parsial ec. Ca Recti 1/3 distal, dan
mengalami gangguan fungsi gastrointestinal.

2. DIAGNOSIS GIZI
NI.2.1 → Makanan dan minuman oral tidak adekuat (P) berkaitan dengan
nafsu makan kurang (E) ditandai dengan hasil recall Energi : 64,1%,
Protein 50 %, Lemak 37,6%, dan KH 52%, (rata-rata tingkat konsumsi
makan : 51%, termasuk kategori kurang) (S/S).
NI.5.1 → Peningkatan kebutuhan protein (P) berkaitan dengan penyakit
pasien (E) ditandai dengan asupan protein kurang (50%),
hipoalbuminemia, anemia (S/S).
NC.1.4 → Gangguan fungsi GI (P) berkaitan dengan penyakit Ileus
Obstruktif (E) ditandai dengan rasa nyeri di perut (S/S).
NC.3.1 → BB kurang (P) berkaitan dengan riwayat penyakit pasien (Ca
recti) dan malnutrisi (E) ditandai dengan BBA (48 kg) <BBI (56,7
kg), IMT pasien 18,07 kg/m2 (S/S).
NB.1.3 → Tidak siap untuk berdiet (P) berkaitan dengan motivasi pasien
yang kurang (E) ditandai dengan pasien tidak mau menerima diet
yang diberikan oleh RS, asupan makan rata-rata hanya 51% (S/S).

28
3. INTERVENSI GIZI
Tujuan :
 Meningkatkan asupan makanan sesuai dengan kebutuhan
 Memberikan dukungan nutrisi enteral tinggi protein sehingga
meningkatkan asupan asupan protein, kadar hipoalbunemia, dan
kadar Hb.
 Memberikan makanan yang tidak memperberat fungsi
gastrointestinal, sehingga keluhan nyeri perut berkurang
 Memperbaiki status gizi dan mempertahankan BB agar tidak jatuh
pada kondisi penurunan BB yang drastis.
 Memberikan edukasi pemahaman pentingnya diet pasien untuk
penyembuhan.

Prinsip Diet : Energi Tinggi, Protein Tinggi (ETPT)

Macam Diet : Diet ETPT.

Bentuk Makanan :
Makanan lunak (bubur), karena pasien memiliki keluhan nyeri perut,
sering timbul.

Syarat :
 Energi dihitung berdasarkan rumusan Harris Benedict, dengan
memperhitungkan basal, aktifitas dan faktor stres, Energi diberikan
tinggi untuk memenuhi kebutuhan basal metabolisme, aktifitas pada
saat sakit, mengatasi infeksi pada ileus, dsb.
Contoh Sumber Bahan Makanan : bubur, kentang, roti.
 Protein tinggi, diberikan sebesar 2 g/kgBB/hari (21,7%) untuk
membantu meningkatkan kadar albumin, membantu dalam proses
penyembuhan luka.
Contoh Sumber Bahan Makanan: ayam, daging, ikan.

29
 Lemak cukup diberikan 20% dari kebutuhan energi total sebagai
penghasil energi dan cadangan energi tubuh terbesar.
Contoh Sumber Bahan Makanan : minyak, mentega.
 Karbohidrat diberikan sebesar 58,3 % sebagai penghasil energi bagi
pasien yang sedang menjalani perawatan.
Contoh Sumber Bahan Makanan : bubur, kentang, roti.
 Vitamin A diberikan sebesar,….. mg untuk meningkatkan imunitas
tubuh.
Contoh Sumber Bahan Makanan : wortel, labu kuning, pepaya
 Vitamin C diberikan sebesar….. untuk meningkatkan imunitas
tubuh.
Contoh Sumber Bahan Makanan : jeruk
 Makanan diberikan dengan porsi kecil tapi sering, dengan frekuensi
makan : 3 x makan utama, 2X selingan, dan 3 kali enteral.

Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat-zat Gizi


Perhitungan Kebutuhan Menurut Harris Benedict :
BEE = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)
= 66 + (13,7 x 48 Kg) + (5 x 163) – (6,8 x 60)
= 66 + 657,6 + 815 – 408 kal
= 1130,6 kal
TEE = 1130,6 kal x AF x IF
= 1130,6 kal x 1,2 x 1.3
= 1763,7 kal
Keterangan :
BEE (Basal Energy Expenditure)
TEE (Total Energy Expenditure)
AF (Activity Factor), 1,2 Bedrest
IF (Injury Factor), 1,3 Ileus Obstruksi

30
P = 2 g/Kg BB
= 2 g x 48 kg
= 96 gram
% Protein = 96 gram x 4 kal/g x 100%
1763,7 kal
= 21,7%

L = 20% x TEE
= 20% x 1763,7 kalori
= 352,74 kalori
= 352,74 kal : 9kal/gram = 39 gram
% KH = 100 % – (% protein + % lemak)
= 100 % – (21,7% + 20%)
= 100% – 41,7%
= 58,3 %
KH = 58,3% x TEE
= 58,3 % x 1763,7 kalori
= 1028,24 kalori
= 1028,24 kalori : 4 kal/gram = 257,1 gram

Kebutuhan Vitamin dan Mineral : (AKG, 2004)


Vitamin A : 600 RE Vitamin D : 15 µg
Vitamin E : 15 mg Vitamin K : 65 µg
Tiamin : 1 mg Riboflavin : 1,3 mg
Niasin : 16 mg Asam Folat : 400 µg
Piridoksin 1,7 mg Vitamin B12 : 2,4 µg
Vitamin C : 90 mg Kalsium : 800 mg
Fosfor : 600 mg Magnesium : 300 mg
Besi : 13 mg Yodium : 150 µg
Seng : 13,4 gr Selenium : 30 µg
Mangan : 2,3 gr Fluor : 3 mg

31
4. RENCANA MONITORING DAN EVALUASI
Parameter Target Pelaksanaan
Asupan Asupan makan mencapai 100% dari Setiap hari
Makan kebutuhan
Antropometri BB naik dan status gizi normal Akhir Perawatan
Biokimia Hb, albumin, Protein Total Hari kedua
pengamatan
kasus
Fisik Klinis Pucat dan lemah berkurang, TD, nadi, Setiap hari
respirasi, suhu normal
Keluhan Nyeri perut berkurang/hilang Setiap hari
Sikap dan Mengubah perilaku terhadap diet RS (mau Setiap hari
Perilaku menerima diet RS)

32

Anda mungkin juga menyukai