Kerajaan Bali adalah sebuah kerajaan yang terletak di sebuah pulau berukuran kecil yang tak
jauh dari Pulau Jawa dan berada di sebelah timur. Kerajaan ini berada di sebuah pulau kecil yang
dahulu masih dinamakan dengan Pulau Jawa sehingga bisa dikatakan pulau ini masih dianggap
sebagai bagian dari Pulau Jawa.
Kerajaan ini pada umumnya menganut kepercayaan berupa agama Hindu walau pada
perkembangannya nanti ternyata tidak hanya agama Hindu yang dominan, tapi juga
kepercayaan-kepercayaan seperti animisme dan dinamisme. Ini bisa terjadi karena kentalnya
budaya nenek moyang pada saat itu walau kerajaan ini sudah berdiri. Di kerajaan ini pun
berkembang agama Buddha dengan cukup baik dan cukup banyak penganutnya.
Bukti adanya kerajaan di pulau kecil yang dahulu juga dinamai Pulau Dewata ini bisa didapatkan
dari bukti-bukti sejarah yang ditemukan di pulau ini. Salah satunya adalah sebuah prasasti yang
ditemukan di sebuah desa bernama Desa Blanjong Sanur. Prasasti itu menuliskan tahun 836 saka
dengan nama-nama rajanya pada saat itu.
Pusat Kerajaan Bali kali pertama ada di Singhamandawa dengan raja pertama kerajaan ini
bernama Sri Ugranesa. Menariknya, jika mengacu pada bukti sejarah prasasti, kerajaan ini
pernah dikuasai oleh Kerajaan Singasari pada abad ke-10 dan Kerajaan Majapahit pada abad ke14.
Walau Pulau Bali terpisah secara geografis dengan Pulau Jawa, hubungan di antara keduanya
sangatlah baik, termasuk ketika kerajaan ini berkuasa di Pulau Bali. Hubungan yang dibangun
pun sangat baik. Hal ini terbukti ketika pada saat kerajaan ini ditaklukkan oleh Kerajaan
Majapahit sehingga sebagian besar masyarakat Kerajaan Bali melarikan diri ke Pulau Jawa,
sedangkan sisanya memilih untuk tetap tinggal di Bali.
Kejayaan Kerajaan Bali
Memang sudah menjadi hukum alam bahwa suatu peradaban yang muncul pasti akan mengalami
masa kejayaan, masa kemunduran, dan pada akhirnya keruntuhan. Hal ini bisa kita lihat dengan
silih bergantinya kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia lewat berbagai macam sumber sejarah.
Sama halnya dengan kerajaan ini. Kerajaan Bali pun mengalami masa kejayaan dan masa
kemunduran.
Masa kejayaan Kerajaan Bali terjadi pada saat Dharmodayana naik tahta. Pada masa
Dharmodaya, kerajaan ini mengalami kejayaan dengan sistem pemerintahan yang semakin jelas
daripada sebelumnya. Di sisi lain, kita mengetahui bagaimana akrabnya hubungan Bali dengan
Pulau Jawa.
Pada masa Dharmodayana ini, pihak kerajaan memperkuat hubungan tersebut dengan
mengawinkan Dharma Udayana dengan Mahendradata, putri dari raja Makutawangsawardhana
dari Jawa Timur. Hal ini akhirnya semakin memperkokoh kedudukan kerajaan di antara Pulau
Jawa dan Bali.
Kehidupan Masyarakatnya
a.
Kehidupan Politik
Stuktur birokasi kerajaan Bali berdasarkan pada prasati yang dikeluarkan oleh raja Udayana
adalah sebagai berikut.
1)
Raja berperan sebagai kepala pemerintahan, jabatan Raja diwariskan secara turun temurun.
2)
Badan penasihat Raja disebut pekirakiran i jro makabehan yang bertugas memberi nasehat
dan pertimbangan kepada Raja dalam pengambilan keputusan penting. Badan ini terdiri dari
beberapa senapati dan beberapa pendeta agama Hindu ( dang acarya ) dan Buddha ( dan
upadhyaga )
3)
Pegawai Kerajaan membantu raja dalam bidang pemerintahan, penarikan pajak dan
administrasi.
b.
Kehidupan Sosial
Pada masa Kerajaan Bali Kuno, struktur masyarakatnya didasarkan pada sistem kasta, sistem hak
waris, sistem kesenian, serta agama dan kepercayaan. Ada hal yang menarik dalam sistem
keluarga Bali yang berkaitan dengan pemberian nama anak, misalnya Wayan, Made, Nyoman,
dan Ketut. Pada golongan Brahmana dan Ksatria untuk anak pertama disebut Putu. Pemberian
nama tersebut diperkirakan dimulai pada zaman Raja Anak Wungsu dan berkaitan dengan upaya
pengendalian jumlah penduduk.
c.
Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Kerajaan Bali adalah bercocok tanam. Hal tersebut dapat di
ketahui dari beberapa prasasti Bali yang menyebutkan sawah, parlak ( sawah kering ), gaja
(ladang), kebwan (kebun), dan kasuwakan (pengairan sawah).
d b. Kehidupan Budaya
Pada prasasti-prasasti sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu, telah disebut beberapa jenis
seni yang ada pada waktu itu. Namun baru pada zaman Raja Anak Wungsu dapat membedakan
jenis seni ke dalam dua kelompok besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat yang biasanya
berkeliling menghibur rakyat. Berikut jenis-jenis seni yang berkembang pada masa itu :
a)
Patapukan (atapuk/topeng)
b)
Pamukul (amukul/penabuh gamelan)
c)
Abanwal (permainan badut)
d)
Abonjing (bujing musik Angklung)
e)
Bhangin (peniup suling)
f)
Perbwayang (permainan wayang)
Kemunduran Kerajaan Bali
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa adalah sifat alamiah suatu peradaban
mengalami pasang surut. Ketika peradaban itu muncul, ia akan mengalami masa kejayaan
kemudian mengalami masa kemunduran dan pada akhirnya akan berakhir pada masa
kehancurannya.
Pernah pada suatu masa, pihak kerajaan memiliki seorang patih yang kekuatannya sangat luar
biasa. Patih itu bernama Kebo Iwa, kekuatannya yang sangat terkenal di seantero Pulau Jawa dan
Bali membuat kedudukan kerajaan semakin kuat dan sulit untuk ditaklukkan. Patih Kebo Iwa
hidup bersamaan tepat pada masa Kerajaan Majapahit yang kemudian mulai berpikir untuk
menaklukkan Bali.
Suatu ketika, Patih Kebo Iwa berhasil dibujuk untuk pergi ke Majapahit sebagai sebuah
penghargaan terhadap dirinya oleh Patih Gajah Mada. Hal ini dilakukan karena Patih Gajah
Mada dari Kerajaan Majapahit yang pada saat itu pergi ke Bali untuk menaklukkannya ternyata
tidak bisa karena ketangguhan pasukan di bawah pimpinan Patih Kebo Iwa.
Ketika sampai di Pulau Jawa, Patih Kebo Iwa diminta untuk membuat sebuah sumur. Dengan
kekuatannya, hal itu tentu menjadi hal yang mudah bagi dirinya. Tetapi, kemudian muslihat pun
dilaksanakan. Ketika Patih Kebo Iwa sedang menggali sumur, sumur itu pun ditutup dengan
tanah dan batu-batu oleh para tentara Kerajaan Majapahit.
Mereka berniat untuk mengubur hidup-hidup Patih Kebo Iwa di dalam sumur itu. Namun, hal ini
ternyata tidak berhasil karena saking kuatnya Patih Kebo Iwa, pasir dan batu-batu yang
ditimpakan di atas Patih Kebo Iwa tadi berhasil dilontarkan ke atas. Itu membuktikan betapa
kuatnya Patih Kebo Iwa dan tidak dapat dibunuh dengan cara seperti itu.
Pada akhirnya, Patih Kebo Iwa menyerahkan dirinya sendiri kepada Kerajaan Majapahit dan
merelakan dirinya untuk dibunuh. Mengetahui hal ini, tentu pihak Kerajaan sangat marah.
Kemudian, Patih Gajah Mada mengambil inisiatif berupa sebuah strategi perang untuk pergi ke
Bali dengan berpura-pura menyerah dan minta diadakan perundingan di Bali.
Patih Gajah Mada berniat untuk menangkap Raja Bali pada saat itu, yakni Gajah Waktra dengan
dalih menyerah dan ingin mengadakan perundingan di Bali. Ia pun berhasil hingga pada saat
itulah kerajaan ini resmi runtuh dan berada dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Setelah ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit, para penduduk Kerajaan Bali pun melarikan diri
ke daerah pegunungan, masyarakat Bali Kuno ini sering disebut Bali Aga. Kini, mereka bisa kita
temui di daerah Pulau Bali seperti di Desa Tenganan atau mungkin di daerah Tengangan
Pengringsingan. Mereka memiliki adat dan pakaian adat sendiri yang khas dan sedikit berbeda
dengan pakaian adat Bali pada umumnya.
Beberapa Peninggalan Kerajaan Bali
Sudah menjadi sifat alamiah jika suatu peradaban meninggalkan berbagai macam benda
bersejarah. Demikian juga dengan Kerajaan ini. Banyak sekali peninggalan benda bersejarah
yang ditinggalkan oleh kerajaan ini, seperti benda-benda berikut ini.
Komplek Candi Gunung Kawi, terletak di Tampaksiring
Prasasti Blanjong, dikeluarkan oleh Sri Kesari
Prasasti-prasasti Raja Jayapangus, Udayana, Jayasakti, dan Anak Wungsu
Seni keraton
Seni rakyat
Memang banyak sekali peninggalan dari kerajaan ini. Tidak bisa dimungkiri, untuk mendapatkan
dan mengidentifikasinya cukup sulit mengingat bukti sejarah yang kurang dan sebagian sudah