Sanitasi Ekonomi
Sanitasi Ekonomi
Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah
barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi
biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.
Keterangan :
- Fixed cost : biaya tetap yang nilainya cenderung stabil tanpa dipengaruhi unit yang
diproduksi.
- Variable cost : biaya variabel yang besar nilainya tergantung pada benyak sedikit jumlah
barang yng diproduksi.
Contoh :
Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki adalah
Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tatap sebesar Rp.
10.000.000
Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan kondisi seimbang antara
biaya dengan keuntungan alias profit nol.
Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak
mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya)
BEP amatlah penting kalau kita membuat usaha agar kita tidak mengalami kerugian, apa itu
usaha jasa atau manufaktur, diantara manfaat BEP adalah
4 Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti
Setelah kita mengetahui betapa manfaatnya BEP dalam usaha yang kita rintis, kompenen
yang berperan disini yaitu biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan
biaya tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkannya atau menentukan suatu biaya itu
biaya variabel atau tetap bukanlah pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang
harus dikeluarkan oleh kita untuk produksi ataupun tidak, sedangkan biaya variabel adalah
biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi jadi kalau tidak produksi
maka tidak ada biaya ini
Salah satu kelemahan dari BEP yang lain adalah Bahwa hanya ada satu macam barang yang
diproduksi atau dijual. Jika lebih dari satu macam maka kombinasi atau komposisi
penjualannya (sales mix) akan tetap konstan. Jika dilihat di jaman sekarang ini bahwa
perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya mereka menciptakan banyak produk jadi
sangat sulit dan ada satu asumsi lagi
yaitu Harga jual persatuan barang tidak akan berubah berapa pun jumlah satuan barang yang
dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum. Hal ini demikian pun sulit ditemukan
dalam kenyataan dan prakteknya.
Break Even Point yang biasa disingkat dengan BEP, yang di Indonesia kita
kenal dengan TITIK IMPAS, termasuk alat analisa paling classic yang dipakai
untuk menganalisa hubungan antara: Revenue/Sales, Cost, Volume & Profit.
Dalam artikel ini kita akan coba explore sejauh yang kita bisa dan
mengaplikasikannya kedalam suatu kasus bisnis. Saya pribadi tidak memiliki
pengetahuan yang mendalam mengenai Break Even Point. Terus terang, waktu
masih jamannya kuliah, subject ini sangat membosankan buat saya. Tetapi
sekarang saya merasa ini adalah salah satu minning knowledge (tambang
pengetahuan) yang menantang untuk di explorize. Jadi sesungguhnya artikel ini
lebih merupakan suatu pembelajaran sekaligus experiment bagi saya pribadi.
Saya ingin mengetahui:
(-). Sejauh mana alat analisis ini bisa diterapkan dalam menjawab persoalan
bisnis?
(-). Atau justru alat analysis ini bisa diaplikasikan untuk keperluan lain, tidak
hanya sekedar untuk mengetahui break even point (misalnya: untuk membidik
tingkat profit tertentu?).
(-). Apa bedanya BEP dengan ROC (Return of capital)? Apakah berhubungan?
Saya sangat berharap dengan research, explorasi dan experiment kecil-kecilan
ini bisa memperoleh jawaban, sekaligus bisa berbagi dengan pengunjung blog
ini, agar tidak perlu membuang waktu untuk ber-experiment sendiri, cukup
hanya membaca hasil laporan saya ini :-) Sukur-sukur jika bisa diaplikasikan pada
usaha kecil yang baru anda rintis, misalnya: pizza kaki lima?, atau distro?, atau
mini market di komplek perumahaan dimana anda tinggal? Atau bagi yang suka
hal-hal berbau analytical works mungkin ingin mengembangkannya lebih jauh
lagi. Silahkan.
Bagi yang tertarik dengan topic ini silahkan ikuti terus sampai selesai, sedikit
agak panjang (memang tidak bisa dibuat singkat), bagi yang tidak silahkan baca
artikel lainnya di blog ini. Bagi saya pribadi ini adalah tantangan yang meng-
asyik-kan
Setuju?.
Berikut ini adalah pengertian Break even point yang saya temukan di
www.organisasi.org:
Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan
mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada
harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan
keuntungan / profit.
Dan rumusnya :
Total Revenue adalah pendapatan total kita.Total Fixed Cost adalah total semua
biaya tetap kita. Yaitu biaya yang "mau ga mau, produksi atau ga produksi"
harus tetap dibayar.
Total Variabel Cost adalah total semua biaya variable. Yaitu biaya yang kita
keluarkan untuk memproduksi satu unit produk. Singkatnya, BEP terjadi bila
total seluruh pendapatan kita sama dengan total semua biaya yang kita
keluarkan.
Kalau kamu mau tahu rumus BEP untuk satuan unit:
Total Fixed Cost/(Price-Variabel Cost)
Price adalah harga jual barang.
Break Even Point adalah titik dimana Revenue sama dengan Cost.
Pertanyaan saya: apakah itu saja sudah applicable?, apakah sudah bisa
dijadikan tool untuk menjawab masalah suatu bisnis?.
Saya melanjutkan research kecil-kecilan saya, nah berikut ini adalah contoh
kasus yang diungkapkan di www.organisasi.org:
"Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos
kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki
dan biaya tetap sebesar Rp. 10.000.000
2). Bagimana jika pertanyaannya saya ubah: jika berproduksi 1000 pairs, pada
harga berapa seharunya kaos kaki tersebut dijual agar perusahaan mencapai
break even point?
3). Jika berproduksi 1000 pairs dengan harga Rp 10,000/pair, berapa fixed cost
yang bisa dialokasikan agar perusahaan mencapai break even?
4). Jika berproduksi 5000 pairs, harga kaos kaki Rp 15,000/pair berapa lama
perusahaan akan mencapai BEP?
5). Fixed Cost yang dimaksudkan pada contoh diatas meliputi apa saja?
(walaupun sudah diungkapkan di yahoo answer di atas bahwa fixed cost yang
dimaksudkan disini adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak dipengaruhi oleh
aktivitas produksi) akan tetapi rasanya tidak cukup specific.
6). Yang dimaksudkan variable cost dari proses produksi kaos kaki disini apa
saja?.
7). Bagaimana jika ada mixed cost (cost yang sebagian tergolong fixed cost,
sisanya tergolong variable cost). Misal: Perusahaan menyewa genset untuk satu
bulan Rp 10,000,000,- untuk penggunaan 8 jam saja, sedangkan kelebihan jam
penggunaan akan dihitung Rp 25,000/jam. Perusahaan juga membayar gaji
seorang salesman dengan Gaji Pokok Rp 2,000,000,- dan komisi 2% untuk setiap
penjualan yang dihasilkan. Bagaimana menentukan BEP-nya?.
8). Bagaimana jika perusahaan tidak hanya menjual kaos kaki, perusahaan juga
menjual kaos dalam dan celana dalam, bagaimana menghitung BEP-nya?
Sampai pada tahap ini, saya masih harus mencari jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan di atas. Apakah saya akan menemukan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut?, bagimana caranya memberdayakan
alat ini (Break Even Point Analysis) agar bisa kita terapkan?, bagaimana
penerapannya?.
Di posting saya yang berikutnya: Break Even Point (BEP) Analysis Part 2,
akan saya explore dengan formulasi yang lebih berkembang dan contoh
kasus yang lebih complex. Silahkan ikuti terus. Sampai ketemu di Break
Even Point (BEP) Analysis Part 2.
A. Pendahuluan
Kesehatan adalah salah satu hal yang paling berharga dalam kehidupan. Ketika
sakit, tak jarang seseorang harus mengeluarkan sejumlah uang dalam jumlah
yang cukup besar. Pemerintah sendiri baru-baru ini mengeluarkan kebijakan
Jamkesmas sebagai bentuk upaya pembiayaan kesehatan. Kita berharap agar
kebijakan ini dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang adil, berkualitas dan
dapat diakses oleh masyarakat luas.
Rasio = benefit/cost
Dari perhitungan diatas, keduanya memberikan rasio benefit:cost > 1 dan net
benefit yang positif. Namun Obat B memberikan keuntungan lebih dibandingkan
Obat A.
2) Analisis pemberian vaksinasi influenza secara cuma-cuma pada seluruh
orang dewasa.
Pemerintah ingin mengetahui: perlukah flu vaksin diberikan secara cuma-cuma
kepada setiap orang? Analisis Cost benefit membandingkan total biaya yang
dibutuhkan untuk mengimplementasikan program vaksin flu dengan keuntungan
yang didapat, misal: menurunnya kasus influenza. Namun demikian ada
kekurangan dari CBA, yaitu dalam contoh vaksin flu, keuntungan dari pemberian
vaksin flu sulit untuk diterjemahkan dalam bentuk uang.
Keuntungan tersebut berupa:
- Efek vaksin terhadap berkurangnya hari kerja karena gejala flu
- Efek vaksin terhadap berkurangnya efektifitas/ kinerja seseorang karena
gejala flu
- Efek vaksin terhadap jumlah kunjungan ke praktisi kesehatan
Dari hasil penelitian, didapatkan hasil:
Biaya untuk vaksin flu& administrasinya: $43.07. Benefit/keuntungan yg
didapat: meningkatkan hari aktif kerja sebanyak 18%, meningkatkan efektifitas
kerja sebanyak 18% mengurangi hari kunjungan ke praktisi kesehatan sebanyak
13%.
Dapat disimpulkan, melalui cost benefit analisis, vaksin flu memberikan
keuntungan.
Kelemahan dari analisis ini: Menurunnya prokduktifitas kerja, atau meliburkan
diri karena harus beristirahat berbeda antara satu dengan yg lain. Dampak flu
terhadap orang dewasa, orang tua, anak-anak akan sangat berbeda. Dengan
demikian, CBA penggunaannya luas dengan syarat benefit dapat dihitung
dengan uang.
E. Kesimpulan
Analisis cost benefit merupakan bagian dari berbagai analisis dalam
farmakoekonomi yang membandingkan antara cost/biaya dan keuntungan. Cost
benefit memiliki keunggulan dimana cost dan benefit dihitung dalam satuan
moneter sehingga dapat mudah dibandingkan, namun kelemahan dari analisis
ini adalah tidak semua keuntungan dapat diterjemahkan dalam nilai uang.
Analisis cost benefit dapat diterapkan secara luas, semakin tinggi rasio benefit to
cost dan net benefit, semakin menguntungkan intervensi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA