1. PENDAHULUAN
B. SINUSITIS
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lender sinus
paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan
tulang di bawahnya. Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-tulang
di wajah. Terdiri dari sinus fronta (di dahi), sinus etmoid (pangkal hidung), sinus maksila
(pipi kanan dan kiri), sinus sphenoid (di belakang sinus etmoid).
Penyebab sinusitis ada 2 yaitu:
a. Rhinogenik
Semua kelainan pada hidung yang dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan; antara lain infeksi, alergi, kelainan anatomi, tumor, benda asing, iritasi
polutan, dan gangguan pada mukosilia (rambut halus pada selaput lendir).
Gejala yang dialami:
Minor: sakit kepala, demam dan disertai dengan nafas yang bau
Mayor: adanya nyeri di seluruh wajah dan obstruksi hidung
Tidak dapat mengeluarkan mukus secara langsung dari hidung
Selalu mengeluh pusing dig labella
Mukus yang dihasilkan bau sehingga pasien merasa kalau hidungnya bau
Mukus bening dan cair
b. Dentogenik
Adanya infeksi yang berasal dari gigi, biasanya pada gigi P1 dan P2 lalu
disusul oleh M1 dan M2. Gigi yang paling jarang terjadi itu gigi C.
Gejala yang dialami:
Biasanya hanya terjadi pada satu sisi
Selalu ada kelainan periapikal dan periodontal
Rasa sakit lebih hebat dari pada rhinogenik
Penjalaran lebih lambat dari pada rhinogenik
Timbul pertanyaan sesuai dengan skenario yakni :
1. Pengaruh riwayat sinusitis terhadap keadaan gigi yg tonggos yg tidak beraturan
Sinusitis mengkondisikan bernafas lewat mulut. Akan tetapi walaupun sinusitis
sudah hilang pasien biasanya masih mempunyai kebiasaan bernafas lewat mulut. Kebiasaan
bernafas lewat mulut mengakibatkan posisi lidah dan mandibula menganga sehingga
mandibula mengalami pertumbuhan dimensi vertikal menjadi bertambah panjang (sindrom
wajah panjang). Palatum tinggi dan sempit yang diakibatkan bernafas melalui mulut
diakibatkan karena posisi gigi yang menekan ke arah lateral.
2. Hubungan antara mendengkur dengan sinusitis
Karena biasanya orang yang mempunyai riwayat sinusitis saat bernafas tidak
melalui hidung tetapi melalui mulut. Sehingga mengakibatkan kebiasaan mendengkut saat
beristirahat (tidur) dan untuk mengatasi kebiasaan bernafas lewat mulut menggunakan alat
oral screen
3. Patofisiologi timbulnya kebiasaan mendengkur saat tidur
Awalnya dari ada kebiasaan bernafas lewat mulut dan adanya sinusitis , terjadi juga
pada saat dia sedang tidur. Suara mendengkur timbul akibat turbulensi (gerak bergolak tidak
teratur yg merupakan ciri gerak zat alir) aliran udara pada saluran nafas bagian atas
tersumbat. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum. Sumbatan
terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas pada
waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan palatum jatuh ke belakang
sehingga terjadi obstruksi.
4. Untuk menghilangkan kebiasaan tidur dengan mendengkur ada beberapa solusi
diantaranya :
- Lihat dari etiologi sinusitis (bisa disebabkan septum deviasi)
- Dilihat dari perkembangan anak yg bernafas lewat mulut, antisipasinya menggunakan oral
screen
- Kalau sinusitis sudah sembuh biasanya saat tidur posisi tidur miring
5. Dampaknya pengaruh riwayat sinusitis terhadap gigi yang di cabut
Gigi premolar berdekatan dengan sinus jika pencabutan tidak benar (seperti tekhnik
operator) berpengaruh pada mukosa atau ruang pada sinus sehingga mengakibatkan radang
sinus(sinusitis). Untuk meringankan sinusitis dengan cara mendrainase sinusitisnya. Kalau
Sinusitis masih terjadi peradangan sinusitis bisa di drainase. Tetapi jika sinusitis sudah
menjadi riwayat penyakit, sinusitis bisa hilang atau sembuh dengan sendirinya.
C. PERAWATAN ORTHODONTIK
Perawatan orthodontik mencakup memperbaiki anomali dari oklusi dan posisi gigi-
gigi sejauh dibutuhkan dan sebisa mungkin. Sampai saat ini, rencana perawatan yang cermat
berperan penting seperti halnya perawatan itu sendiri, karena bila tidak direncanakan dengan
kaurat, perawatan tidak akan bsa berhasil.
Sebelum perawatan di rencanakan, harus dilakukan penilaian yang memadai dan
situasi yang ada, dan tahap-tahap penilaian serta perencanaan yang bisa dikelompokkan
sebagai berikut :
Informasi latar belakang. Di dalam perawatan orthodontik tidak bisa dianggap sebagai suatu
bagian tersendiri, tetapi harus dipertimbangkan sebagai bagian dari program perawatan gigi
secara keseluruhan. Diperlukan informasi mengenai usia pasien dan tingkat kesadarannya
mengenai masalah yang dialaminya, setiap perawatan gigi yang sudah pernah dijalaninya,
dan sikap pasien terhadap perawatan, selain riwayat medis dan kondisi kesehatan. Rincian
dari kondisi kesehatan rongga mulut, diet, dan kebiasaan pasien dalam membersihkan
mulutnya juga berperan penting. Jika pasien masih anak-anak, perlu juga untuk memeriksa
tingkat kesadaran orangtua dan sikapnya terhadap perawatan.
Penilaian variasi oklusal. Sumber variasi yang utama terdapat pada hubungan lengkung gigi
antero-posterior dan lateral, pada hubungan incicivus vertikal, kondisi gigi-gigi
yangcrowded atau diastema, dan pada semua posisi gigi individual.
Penilaian menganai faktor-faktor rtiologi, dan yang membatasi perawatan. Faktor faktor
etiologi utama yang berperan sampai batas tertentu dalam sebagian besar maloklusi, adalah
hubungan skeletal, fungsi otot-otot mulut, dan ukuran gigi geligi dalam hubungannya
dengan ukuran tulang rahang.
Tujuan perawatan orthodontik diantanya adalah 1). Memperbaiki malrelasi, maloklusi dan
malposisi 2).Memperbaiki sistem pengunyahan, sistem bicara dan estetiknya
3).Mengembalikan kepercayaan diri pasien 4).Untuk memperbaiki kelainan dentofacial
kecuali M3 karena pertumbuhan M3 terjadi belakangan 5).Untuk memperbaiki lengkung
gigi yg ideal, oklusi ideal, fungsional normal 6).Untuk memperbaiki gigi atau gusi (OH)
Foto rontgen yang sering digunakan dalam orthodontic yaitu panoramic dan sefalometri
Panoramik : Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam
satu Ro foto, Untuk menentukan urutan erupsi gigi, dll.
Sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan keadaan
dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti tentang:
Pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasial
Tipe muka / fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunak
Posisi gigi-gigi terhadap rahang
Hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis cranium
Keuntungannya dapat diperoleh informasi mengenai morfologi dentoalveolar, skeletal dan jarinagn
lunak pada 3 bidang, yaitu sagital, transversal, dan vertical
Tujuan dilakukan foto rontgen adalah :
- Untuk menentukan tahap pengobatan selanjutnya,
- jika terjadi sinusitis, foto rontgen bertujuan untuk mengetahui penebalan pada dinding
sinus
- untuk mengetahui posisi akar , dan apakah ada kelainan maloklusi tipe dental dan
skeletal dan tidak bisa diamatai secara klinis
- untuk mengetahui gigi yg sudah erupsi atau blm erupsi atau akan erupsi
- foto rontgen panoramik untuk melihat adanya gigi ektopik atau impaksi, untuk
mengetahui ada atau tidaknya gigi supernumerary, evaluasi trauma
- foto rontgen sefalometri dibagi menjadi 2 cara yakni ada dari lateral (untuk mengetahui
dimensi vertikal antero-post, apakah dia ortonaktik,retroknatik, proknatik) dan dari
frontal (bisa untuk menganalisis dari wajah si pasien)
- untuk mempermudah mendiagnosis suatu kasus.
- Untuk mengetahui jaringan periodontal
- Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangand dari skeletal
c. SEFALOMETRI
Radiografi Sefalometri
Radiografi sefalometri adalah metode standar untuk mendapatkan gambaran radiografi tulang
tengkorak yang bermanfaat untuk membuat rencana perawatan dan memeriksa perkembangan dari pasien
yang sedang menjalani perawatan ortodonti.2
Kegunaan radiografi sefalometri
Sefalometri merupakan salah satu pilar dalam diagnosis ortodontik dan dalam penentuan rencana
perawatan. Adapun kegunaan sefalometri dalam bidang ortodonti yaitu:
a. Studi pertumbuhan kraniofasial. Sefalogram telah membantu menyediakan informasi tentang
beragam pola pertumbuhan, gambaran struktur kraniofasial yang baik, memprediksi pertumbuhan,
dan memprediksi kemungkinan dampak dari rencana perawatan ortodontik.
b. Diagnosis kelainan kraniofasial. Sefalogram digunakan dalam mengidentifikasi, menentukan
gambaran dan melihat kelainan dentokraniofasial. Permasalahan utama dalam hal ini adalah
perbedaan antara malrelasi skeletal dan dental.
c. Rencana Perawatan. Sefalogram digunakan untuk mendiagnosis dan memprediksi morfologi
kraniofasial serta kemungkinan pertumbuhan di masa yang akan datang. Hal tersebut dilakukan
dengan menyusun rencana perawatan yang baik dan benar.
d. Evaluasi Pasca Perawatan. Sefalogram yang diperoleh dari awal hingga akhir perawatan dapat
digunakan dokter gigi spesialis ortodonti untuk mengevaluasi dan menilai perkembangan perawatan
yang dilakukan serta dapat digunakan sebagai pedoman perubahan perawatan yang ingin dilakukan.
e. Studi kemungkinan relaps. Sefalometri membantu untuk mengidentifikasi penyebab relapse nya
perawatan ortodonti dan stabilitas dari maloklusi yang telah dirawat.
Tipe sefalogram
Ada 2 jenis sefalogram yang dapat diperoleh yaitu:
a. Sefalogram Frontal
Gambar 1A menunjukkan gambaran tulang tengkorak kepala dari depan.
b. Sefalogram Lateral
Gambar 1B menunjukkan gambaran tulang tengkorak kepala dari samping (lateral). Sefalogram
lateral ini diambil dengan posisi kepala berada pada jarak tertentu dari sumber sinar X.
PEMERIKSAAN UNTUK MENEGAKAN DIAGNOSIS ORTODONTIK
Menurut Salzmann (1950) ; diagnosis dibedakan atas :
1. Diagnosis Medis (Medical diagnosis)
yaitu suatu diagnosis yang menetapkan penyimpangan dari keadaan normal yang disebabkan oleh suatu
penyakit yang membutuhkan tindakan medis atau pengobatan.
2. Diagnosis Ortodontik (Orthodontic diagnosis)
Yaitu diagnosis yang menetapkan suatu kelainan atau anomali oklusi gigi-gigi (bukan penyakit) yang
membutuhkan tindakan rehabilitasi.
Menurut Schwarz diagnosis ortodontik dibagi menjadi :
1. Diagnosis Biogenetik (Biogenetic diagnosis)
Yaitu diagnosis terhadap kelainan oklusi gigi-geligi (maloklusi) berdasarkan atas faktor-faktor genetik
atau sifat-sifat yang diturunkan (herediter) dari orang tua terhadap anak-anaknya.
Misalnya : Orang tua yang mempunyai dagu maju atau prognatik dengan maloklusi Klas III Angle tipe
skeletal (oleh karena faktor keturunan) cenderung akan mempunyai anak-anak prognatik dengan ciri-ciri
yang khas atau dengan kemiripan yang sangat tinggi dengan keadaan orang tuanya.
2. Diagnosis Sefalometrik (Cephalometric diagnosis)
Yaitu diagnosis mengenai oklusi gigi-geligi yang ditetapkan berdasarkan atas data-data pemeriksaan dan
pengukuran pada sefalogram (Rontgen kepala), misalnya : maloklusi klas II Angle tipe skeletal ditandai
oleh relasi gigi molar pertama atas dan bawah klas II (distoklusi) yang disebabkan oleh karena posisi
rahang atas lebih ke anterior atau rahang bawah lebih ke posterior dalam hubungannya terhadap basis
kranium. Pada sefalogram dengan analisis sefalometrik Steiner (1953) hasil pengukuran sudut ANB > 2
(standar normal 2)
Titik A. : titik sub spinale yaitu titik terdepan basis alveolaris maksila
Titik N/Na. : titik Nasion yaitu titik terdepan sutura frontonasalis
Titik B : titik supra mentale yaitu titik terdepan basis alveolaris mandibularis
3. Diagnosis Gigi geligi (Dental diagnosis ):
Diagnosis yang ditetapkan berdasarkan atas hubungan gigi-geligi hasil pemeriksaan secara klinis atau
intra oral atau pemeriksaan pada model studi.
Dengan mengamati posisi gigi terhadap masing-masing rahangnya kita akan dapat menetapkan malposisi
gigi yang ada yaitu setiap gigi yang menyimpang atau keluar dari lengkung normalnya.
Misalnya : - Mesioversi 3 ! - Supraversi 4 !
- Palatoversi ! 5 - Torsiversi 1 ! 1
- Mesioaksiversi 6 ! - Dan lain-lain.
Dengan mengamati hubungan gigi-gigi rahang atas terhadap gigi-gigi rahang bawah kita akan dapat
menetapkan malrelasi dari gigi-gigi tersebut.
Misalnya :
Relasi gigi molar pertama : Klas I, II, III Angle (kanan / kiri)
a. PENYAJIAN
DASAR PENETAPAN DIAGNOSIS :
Dignosis ditetapkan berdasarkan atas pertimbangan data hasil pemeriksaan secara sistematis, Data
diagnostik yang paling utama harus dipunyai untuk dapat menetapkan diagnosis adalah data pemeriksaan
klinis meliputi pemeriksaan subyektif dan obyektif serta data pemeriksaan dan pengukuran pada model studi,
sedangkan Graber (1972) mengelompokkan menjadi :
1. Kriteria Dignostik Esensial (Essential Diagnostic Criteria)
a. Anamnesis dan Riwayat kasus (case history)
b. Pemeriksaan atau Analisis klinis :
Umum atau general : Jasmani, Mental
Khusus atau lokal : Intra oral, Extra oral
c. Analisis model studi : Pemeriksaan dan pengukuran pada model studi:
Lebar mesiodistal gigi-gigi
Lebar lengkung gigi
Panjang atau Tinggi lengkung gigi
Panjang perimeter lengkung gigi
d. Analisis Fotometri (Photometric Analysis):
Pemeriksaan dan pengukuran pada foto profil dan foto fasial pasien, meliputi:
Tipe profil
Bentuk muka
Bentuk kepala
e. Analisis Foto Rontgen (Radiographic Analysis):
Foto periapikal
Panoramik
Bite wing
Dan lain-lain
Bila dianggap perlu bisa dilengkapi dengan data hasil pemeriksaan tambahan yang disebut sebagai :
Analisis sefalometri diperlukan oleh klinisi untuk memperhitungkan hubungan fasial dan dental dari
pasien dan membandingkannya dengan morfologi fasial dan dental yang normal. Analisis ini akan membantu
klinisi dalam perawatan ortodontik ketika membuat diagnosis dan rencana perawatan, serta melihat
perubahan-perubahan selama perawatan dan setelah perawatan ortodontik selesai. 2
Pada saat ini, analisis sefalometri dari pasien yang dirawat ortodontik merupakan suatu kebutuhan.
Metode analisis sefalometri radiografik antara lain dikemukakan oleh : Downs, Steiner, Rickett, Tweed,
Schwarz, McNamara dan lain-lain. Berdasarkan metode-metode tersebut dapat diperoleh informasi mengenai
morfologi dentoalveolar, skeletal dan jaringan lunak pada tiga bidang yaitu sagital, transversal dan vertikal. 1
Analisis sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan keadaan
dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti tentang:
Pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasial
Tipe muka / fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunak
Posisi gigi-gigi terhadap rahang
Hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium
Diagnosis yang ditetapkan pada setiap tahap pemeriksaan disebut diagnosis sementara (Tentative
diagnosis), setelah semua data pemeriksaan lengkap dikumpulkan kemudian dapat ditetapkan diagnosis
finalnya (Final diagnosis) yang biasa disebut sebagai diagnosis dari pasien yang dihadapi. Kadang-kadang
jika kita masih ragu-ragu menetapkan suatu diagnosis secara pasti atas dasar data-data pemeriksaan yang
ada. Bisa pula diagnosis pasien ditetapkan dengan disertai diagnosis alternatifnya yang disebut sebagai
diferensial diagnosis.3
1. Analisis Simon : dengan menarik garis tegak lurus FHP melalui titik orbital (Or) sampai memotong
permukaan labial gigi kaninus atas pada sefalogram lateral (dalil Simon), kemudian posisi maksila
dan madibula dapat ditentukan seperti tersebut di atas.
2. Analisis kecembungan profil Subtelny :
Profill skeletal (sudut N-A-Pog) : Klas I : 174, Klas II 178 , Klas III : 181
Profil Jar Lunak (sudut N-Sn-pog) : Klas I : 159 , Klas II 163 , Klas III : 168
Profil total jar lunak (sudut N-No-pog) : Klas I : 133 , Klas II 133 , Klas III : 139 (N/n=
Nasion, A= Subspinale, Sn = subnasale, No = puncak hidung, Pog = Pogonion)
3. Analisis Steiner dengan mengukur besar :
Sudut SNA (normal 82) , >82 maksila protrusif , < 820 maksila retrusif.
Sudut SNB (normal 80) , > 80mandibula protrusif, < 800 mandibula retrusif.
Sudut ANB, bila titik A di depan titik B (normal rata-rata 20)
klas I skeletal/ortognatik, bila titik A jauh didepan titik B (>>20/ positif).
klas II skeletal/ retrognatik, bila titik A jauh di belakang titik B (<<2 0/negatif )
klas III skeletal/prognatik
3. Bidang-bidang sefalometrik
a. Frankfort horizontal: Po-Or
b. Sella-nasion: S-N
c. Facial: N-Pog
d. Mandibular: Go-Me
e. Ramus: diperoleh dari permukaan rata-rata dari permukaan inferior posterior ramus mandibula,
melalui titik articulare (Ar)
4. Sudut-sudut yang menggambarkan hubungan skeletal
a. SN-Pog: hubungan posisi anteroposterior dari dagu terhadap garis yang melalui basis kranii
anterior.
b. SNA: hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal maksila terhadap garis yang melalui
basis kranii anterior.
c. SNB: hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal mandibula terhadap garis yang melalui
basis kranii anterior.
d. ANB: hubungan posisi anteroposterior dari maksila terhadap posisi anteroposterior dari
mandibula. Maloklusi kelas II yang parah sering dihubungkan dengan nilai ANB yang besar.
e. Sudut facial (N-Pog-FH): hubungan posisi anteroposterior dagu terhadap bidang Frankfort
horizontal.
f. FMA atau MP-FH: kemiringan sudut bidang mandibula terhadap bidang Frankfort horizontal.
g. MP-SN: kemiringan sudut bidang mandibula terhadap bidang Frankfort horizontal.
d. Pencabutan gigi
Pencabutan gigi sangat penting dilakukan di dalam melakukan perawatan ortho. Adapun faktor- faktor yang
harus diperhatikan dalam pencabutan gigi di pewatan orthodontik :
o Posisi gigi yg berjejal
o Kondisi gigi (karies,fraktur)
o Posisi gigi-gigi geligi secara keseluruhan (malposisi, sulit untuk diperbaiki susunanannya, apeks gigi
yg sulit dirawat)
o Kekurangan ruangnya banyak atau sedikit ( < 6 mm tidak ekstraksi, kalau > 6 mm di ekstraksi)
Kontra Indikasi pencabutan gigi di dalam melakukan perawatan orthodontik adalah Jika lengkung basal di
ekspandaer berarti tidak indikasi pencabutan.
E. PENENTUAN DIAGNOSA
Dalam diagnose ini menyatakan tentang:
Kalsifikasi maloklusi berdasarkan hubungan gigi M1 atas dan bawah pasien sesuai
dengan kalsifikasi Angle: kelas I, II, atau III, bila diperlukan dilengkapi dengan
keterangan divisi dan subdivisinya
Tipe maloklusinya dan komponen dentofasial yang dilibatkan: skeletal, dental, atau
dentoskeletal
Malrelasi gigi lainnya
Malposisi gigi individual yang ada
Kelainan-kelainan lain yang melibatkan maloklusi pasien: misalnya impaksi, agenese,
dll
Bad habit (jika ada)
Menurut skenario diagnosa dari kasus adalah Protusif anterior maloklusi tipe dentoskeletal. Karena
terlihat gigi pasien secara klinis terlihat klasifikasi Angle kelas II yakni tonggos, maxilla lebih
condong ke depan daripada mandibula serta mengapa maloklusi tipe dentoskeletal dikarenakan
pasien mempunyai kebiasaan buruk (bad habbit) menghisap ibu jari saat pasien kelas 4 SD
mengakibatkan palatum menjadi tinggi dan sempit serta pasien juga mempunyai riwayat sinusitis.
F. PROGNOSIS
Prognosis yaitu perkiraan tentang kemungkinan keberhasilan perawatan yang akan dilakukan untuk
menghasilkan sebuah kesimpulan yang baik, buruk, atau meragukan.
Disini seorang dokter gigi menginginkan prognosis dari hasil perawatan orthodontik yang sesuai
dengan kasus diatas baik dan mampu mengembalikan lengkung gigi yang ideal, oklusi ideal serta
fungsional yang normal pada kelainan yang dialami oleh pasien.