Anda di halaman 1dari 16

BAHAN SGD LBM 3 BLOK 17

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penampilan fisik termasuk gigi merupakan aspek yang sangat penting untuk menumbuhkan
kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan senyum yang menawan akan
memberikan efek yang positif pada tiap tingkat sosial, sedangkan gigi yang tidak teratur dan protrusi
akan memberikan efek negatif. Banyak masyarakat melakukan perawatan ortodonti untuk
memperbaiki penampilan, dan tentu saja keinginan yang terbesar biasanya berhubungan dengan
estetik serta untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Maloklusi adalah kelainan susunan gigi atau kelainan hubungan antara rahang atas dan
rahang bawah. Kata maloklusi secara literatur memiliki arti sebagai gigitan yang buruk. Kondisi ini
dapat berupa gigitan yang tidak teratur, crossbite, atau overbite. Maloklusi juga dapat berupa gigi
yang miring, protrusi, atau crowded. Hal ini dapat mengganggu penampilan, fonetik, ataupun
pengunyahan.
Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau faktor umum dan faktor
dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk faktor luar yaitu herediter, kelainan kongenital,
perkembangan atau pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan posnatal, malnutrisi, kebiasaan
jelek, sikap tubuh, trauma, dan penyakit-penyakit dan keadaan metabolik yang menyebabkan adanya
predisposisi ke arah maloklusi seperti ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolis,
penyakit-penyakit infeksi. Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti
adanya gigi berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis), anomali ukuran
gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui, persistensi
gigi desidui, jalan erupsi abnormal, ankylosis dan karies gigi.
Kelainan dentofasial atau kelainan pertumbuhan wajah dapat mempengaruhi fungsi dalam
rongga mulut sedikitnya dapat membuat seseorang sulit untuk bernafas, menggigit, mengunyah,
menelan dan berbicara.
Menurut Dunn dkk (1973) menemukan bahwa adanya penyumbatan pada hidung (sinusitis)
menyebabkan subjek bernafas melalui mulut yang berhubungan dengan lebar nasopharynx seperti
penyempitan nasopharynx, dan pembesaran dari adenoid. Perubahan postur diperkirakan
berpengaruh terhadap hubungan antara gigi dan juga arah pertumbuhan rahang, yang mungkin dapat
mengakibatkan rahang menjadi sangat mundur.
Pola pernafasan pada manusia dapat mempengaruhi pembentukan rahang dan lidah.
Bernafas melalui mulut dapat mengubah postur kepala, rahang dan lidah. Keadaan ini dapat
mengubah keseimbangan tekanan pada rahang dan gigi sehingga mempengaruhi pertumbuhan
rahang dan posisi gigi. Pada pasien yang bernafas melalui mulut, posisi lidah rendah dan ke belakang
jika perubahan postural ini berlangsung terus menerus akan mengakibatkan tinggi wajah bertambah,
mandibula berotasi ke bawah dan ke belakang, tekanan otot buksinator meningkat sehingga
menyebabkan lengkung maksila menjadi sempit.
Untuk menangani adanya maloklusi, malrelasi dan malposisi serta kebiasaan (bad habbit)
yang biasa dimiliki seseorang perlu dilakukan suatu perawatan khusus yakni perawatan orthodontik.
Perawatan orthodontik bertujuan 1). untuk memperbaiki malrelasi, maloklusi dan malposisi
2).memperbaiki sistem pengunyahan, sistem bicara dan estetiknya 3).mengembalikan kepercayaan
diri pasien 4).Untuk memperbaiki kelainan dentofacial kecuali M3 karena pertumbuhan M3 terjadi
belakangan 5).Untuk memperbaiki lengkung gigi yg ideal, oklusi ideal, fungsional normal 6).Untuk
memperbaiki gigi atau gusi (OH). Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan diagnosis serta
rencana perawatan yang tepat
II. PEMBAHASAN
A. BAD HABBIT
Kebiasaan buruk dapat terjadi pada anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Kebiasaan buruk tersebut antara lain menghisap jari, bernafas melalui mulut, menghisap dan
menggigit bibir, memajukan rahang ke depan, mendorong lidah, atau menggigit kuku. Kebiasaan
tersebut lebih dikenal sebagai oral habit. Oral habit merupakan perilaku normal pada bayi. Biasanya
bersifat sementara dan hilang dengan sendirinya pada usia sekitar 3-4 tahun. Oral habit tidak akan
menyebabkan masalah yang berarti pada rongga mulut pada saat itu, karena pada dasarnya tubuh
dapat memberikan respon terhadap rangsangan rangsangan dari luar semenjak dalam kandungan.
Respon tersebut merupakan pertanda bahwa perkembangan psikologis anak sudah dimulai, yang
terlihat dari tingkah laku spontan atau reaksi berulang Permasalahan akan muncul ketika oral habit
tersebut terus berlanjut hingga anak mulai memasuki usia sekolah dimana kebiasaan ini terus
dilakukan karena orang tua yang kurang memperhatikan anaknya.
1. Kebiasaan Buruk (Bad Habit) Penyebab Maloklusi :
Kebiasaan jelek mempunyai pengaruh yang besar pada maloklusi, khususnya pada masa
periode gigi bercampur. Salah satunya adalah kebiasaan menghisap jari, kebiasaan ini menyebabkan
protrusi insisivus permanen atas juga merintangi perkembangan lengkung mandibula. Kebiasaan
buruk atau Bad Habit yang sering dilakukan secara berulangulang oleh anak-anak dapat berakibat
pada gigi dan jaringan pendukungnya, yaitu antara lain:
a. Menghisap jari
Mengisap ibu jari bukanlah suatu penyebab atau gejala dari masalah fisik atau
psikologis (Dionne, 2001). Beberapa kasus menunjukkan kebiasaan mengisap ibu jari dapat
menjadi masalah karena ada kemungkinan terjadinya misalignment gigi permanen jika
seorang anak yang berusia lima atau enam tahun masih melakukan kebiasaan mengisap ibu
jari. Oral habit ini dapat menyebabkan perubahan bidang incisal gigi seri, yaitu retroklinasi
pada gigi incisivus rahang bawah dan proklinasi pada gigi incisivus rahang sehingga
meningkatkan overjet dan menciptakan crossbite bukal unilateral yang berhubungan dengan
pergeseran mandibula. Hal tersebut juga dapat mengubah rasio antara bagian atas dan bawah
ketinggian wajah anterior. Akibatnya posisi gigi depan jauh lebih maju dari gigi bawah, dan
terjadi open bite (Millett and Welbury, 2005; Dionne, 2001). Kebiasaan mengisap jari timbul
pada anak-anak pada usia 1-2 tahun. Dan jika dibiarkan terus menerus sampai usia 5 tahun
atau lebih dapat berakibat kelainan pada posisi gigi. Kebiasaan menghisap jari dapat
menyebabkan abnormalitas cavum oris dan struktur sekelilingnya, secara anatomis dapat
menyebabkan anterior open bite yaitu suatu bentuk kelainan gigi anterior atas dan bawah
terdapat overlapping saat oklusi, sehingga terbentuk celah terbuka pada saat oklusi. Pada
saat menghisap jari terjadi perubahan tekanan dalam cavum oris. Hal ini karena saat
mengisap, lidah terdorong kebawah oleh jari sehingga terpisah dari palatum. Kemudian
kontraksi otot orbicularis dan buccinators secara terus-menerus terpisah menyebabkan arks
maksillaris kolaps sehingga terjadi crossbite, yaitu suatu kelainan dimana gigi superior pada
sis bucal masuk lebih kedalam dibanding gigi inferior.
b. Bernapas lewat mulut
Jika anak mengalami gangguan pada rongga hidung, maka dia akan bernapas
melalui rongga mulut. Kebiasaan napas dari mulut dapat menyebabkan maloklusi dengan
gigi anterior atas retrusi, atau berjejal atau protrusi. Jalan nafas mempunyai dua jalur yaitu
rongga hidung dan rongga mulut, seseorang individu mempunyai variasi tersendiri dalam
bernafas, salah satunya adalah dengan sering menggunakan rongga mulut daripada hidung.
Bernafas dengan cara ini dapat mengubah postur tulang rahang , kepala dan lidah, dan hal ini
dapat mengubah tekanan keseimbangan dari tulang rahang dan posisi gigi. Bernafas pada
mulut dapat menurunkan posisi mandibula dan lidah, serta memperpanjang kepala, tinggi
wajah akan meningkat dan gigi posterior akan mengalami super-eruption (erupsi yang
berlebihan) sedikit terjadi pertumbuhan vertikal pada ramus mandibula, menyebabkan open
bite anterior, overjet serta meningkatkan tekanan bidang otot dari bukal yang disebabkan
oleh penyempitan pada lengkung maksila. Pernafasan dari hidung juga mempunyai resiko
namun lebih bersifat infeksi kronik yang diakibatkan terlalu lamanya inflamasi dari nasal
mukosa yang diakibatkan oleh bahan alergen.

B. SINUSITIS
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lender sinus
paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan
tulang di bawahnya. Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-tulang
di wajah. Terdiri dari sinus fronta (di dahi), sinus etmoid (pangkal hidung), sinus maksila
(pipi kanan dan kiri), sinus sphenoid (di belakang sinus etmoid).
Penyebab sinusitis ada 2 yaitu:
a. Rhinogenik
Semua kelainan pada hidung yang dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan; antara lain infeksi, alergi, kelainan anatomi, tumor, benda asing, iritasi
polutan, dan gangguan pada mukosilia (rambut halus pada selaput lendir).
Gejala yang dialami:
Minor: sakit kepala, demam dan disertai dengan nafas yang bau
Mayor: adanya nyeri di seluruh wajah dan obstruksi hidung
Tidak dapat mengeluarkan mukus secara langsung dari hidung
Selalu mengeluh pusing dig labella
Mukus yang dihasilkan bau sehingga pasien merasa kalau hidungnya bau
Mukus bening dan cair
b. Dentogenik
Adanya infeksi yang berasal dari gigi, biasanya pada gigi P1 dan P2 lalu
disusul oleh M1 dan M2. Gigi yang paling jarang terjadi itu gigi C.
Gejala yang dialami:
Biasanya hanya terjadi pada satu sisi
Selalu ada kelainan periapikal dan periodontal
Rasa sakit lebih hebat dari pada rhinogenik
Penjalaran lebih lambat dari pada rhinogenik
Timbul pertanyaan sesuai dengan skenario yakni :
1. Pengaruh riwayat sinusitis terhadap keadaan gigi yg tonggos yg tidak beraturan
Sinusitis mengkondisikan bernafas lewat mulut. Akan tetapi walaupun sinusitis
sudah hilang pasien biasanya masih mempunyai kebiasaan bernafas lewat mulut. Kebiasaan
bernafas lewat mulut mengakibatkan posisi lidah dan mandibula menganga sehingga
mandibula mengalami pertumbuhan dimensi vertikal menjadi bertambah panjang (sindrom
wajah panjang). Palatum tinggi dan sempit yang diakibatkan bernafas melalui mulut
diakibatkan karena posisi gigi yang menekan ke arah lateral.
2. Hubungan antara mendengkur dengan sinusitis
Karena biasanya orang yang mempunyai riwayat sinusitis saat bernafas tidak
melalui hidung tetapi melalui mulut. Sehingga mengakibatkan kebiasaan mendengkut saat
beristirahat (tidur) dan untuk mengatasi kebiasaan bernafas lewat mulut menggunakan alat
oral screen
3. Patofisiologi timbulnya kebiasaan mendengkur saat tidur
Awalnya dari ada kebiasaan bernafas lewat mulut dan adanya sinusitis , terjadi juga
pada saat dia sedang tidur. Suara mendengkur timbul akibat turbulensi (gerak bergolak tidak
teratur yg merupakan ciri gerak zat alir) aliran udara pada saluran nafas bagian atas
tersumbat. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum. Sumbatan
terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas pada
waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan palatum jatuh ke belakang
sehingga terjadi obstruksi.
4. Untuk menghilangkan kebiasaan tidur dengan mendengkur ada beberapa solusi
diantaranya :
- Lihat dari etiologi sinusitis (bisa disebabkan septum deviasi)
- Dilihat dari perkembangan anak yg bernafas lewat mulut, antisipasinya menggunakan oral
screen
- Kalau sinusitis sudah sembuh biasanya saat tidur posisi tidur miring
5. Dampaknya pengaruh riwayat sinusitis terhadap gigi yang di cabut
Gigi premolar berdekatan dengan sinus jika pencabutan tidak benar (seperti tekhnik
operator) berpengaruh pada mukosa atau ruang pada sinus sehingga mengakibatkan radang
sinus(sinusitis). Untuk meringankan sinusitis dengan cara mendrainase sinusitisnya. Kalau
Sinusitis masih terjadi peradangan sinusitis bisa di drainase. Tetapi jika sinusitis sudah
menjadi riwayat penyakit, sinusitis bisa hilang atau sembuh dengan sendirinya.

C. PERAWATAN ORTHODONTIK
Perawatan orthodontik mencakup memperbaiki anomali dari oklusi dan posisi gigi-
gigi sejauh dibutuhkan dan sebisa mungkin. Sampai saat ini, rencana perawatan yang cermat
berperan penting seperti halnya perawatan itu sendiri, karena bila tidak direncanakan dengan
kaurat, perawatan tidak akan bsa berhasil.
Sebelum perawatan di rencanakan, harus dilakukan penilaian yang memadai dan
situasi yang ada, dan tahap-tahap penilaian serta perencanaan yang bisa dikelompokkan
sebagai berikut :
Informasi latar belakang. Di dalam perawatan orthodontik tidak bisa dianggap sebagai suatu
bagian tersendiri, tetapi harus dipertimbangkan sebagai bagian dari program perawatan gigi
secara keseluruhan. Diperlukan informasi mengenai usia pasien dan tingkat kesadarannya
mengenai masalah yang dialaminya, setiap perawatan gigi yang sudah pernah dijalaninya,
dan sikap pasien terhadap perawatan, selain riwayat medis dan kondisi kesehatan. Rincian
dari kondisi kesehatan rongga mulut, diet, dan kebiasaan pasien dalam membersihkan
mulutnya juga berperan penting. Jika pasien masih anak-anak, perlu juga untuk memeriksa
tingkat kesadaran orangtua dan sikapnya terhadap perawatan.
Penilaian variasi oklusal. Sumber variasi yang utama terdapat pada hubungan lengkung gigi
antero-posterior dan lateral, pada hubungan incicivus vertikal, kondisi gigi-gigi
yangcrowded atau diastema, dan pada semua posisi gigi individual.
Penilaian menganai faktor-faktor rtiologi, dan yang membatasi perawatan. Faktor faktor
etiologi utama yang berperan sampai batas tertentu dalam sebagian besar maloklusi, adalah
hubungan skeletal, fungsi otot-otot mulut, dan ukuran gigi geligi dalam hubungannya
dengan ukuran tulang rahang.
Tujuan perawatan orthodontik diantanya adalah 1). Memperbaiki malrelasi, maloklusi dan
malposisi 2).Memperbaiki sistem pengunyahan, sistem bicara dan estetiknya
3).Mengembalikan kepercayaan diri pasien 4).Untuk memperbaiki kelainan dentofacial
kecuali M3 karena pertumbuhan M3 terjadi belakangan 5).Untuk memperbaiki lengkung
gigi yg ideal, oklusi ideal, fungsional normal 6).Untuk memperbaiki gigi atau gusi (OH)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan perawatan orthodontik :


a. Pencetakan Gigi Saat Melakukan Perawatan Orthodontik,Fungsi Dari Pencetakan Gigi
Diantaranya Adalah :
- Untuk mengetahui analisis model study yg bertujuan untuk mengetahui lebar mesial distal dari masing
masing gigi, bentuk dan ukuran rahang, dan juga untuk mengetahui relasi Molar
- Untuk mengetahui apakah lebar lengkung basal dan lengkung gigi untuk perawatan ortho selanjutnya
- Untuk mengetahui dan mengkoreksi maloklusi, malrelasi, dan malposisi
- Sebagai alat peraga tiga dimensi. Bisa merupakan suatu media atau sarana untuk menjelaskan kepada
pasiennya.
- Untuk penjelsan kepada ortu pasien, lebih bisa memahami dgn adanya gambaran tsb
- Untuk menganalisis kebutuhan ruang (metode pont,howes)
b. Analisis Foto rontgen
Analisis Foto Rontgen diperlukan apabila dibutuhkan diagnosis tentang keadaan jaringan dentoskeletal
pasien yang tidak dapat diamati langsung secara klinis, seperti:
Foto periapikal : Untuk menentukan gigi yang tida ada, apakah karena telah dicabut, impaksi atau
agenese. Untuk menentukan posisi gigi yang belum erupsi terhadap permukaan rongga mulut
berguna untuk menetapkan waktu erupsi, untuk membandingkan ruang yang ada dengan lebar
mesiodistal gigi permanen yang belum erupsi.
Panoramik : Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam
satu Ro foto, untuk menentukan urutan erupsi gigi, dan lain-lain.
Bite wing : Untuk menentukan posisi gigi dari proyeksi oklusal.

Foto rontgen yang sering digunakan dalam orthodontic yaitu panoramic dan sefalometri
Panoramik : Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam
satu Ro foto, Untuk menentukan urutan erupsi gigi, dll.
Sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan keadaan
dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti tentang:
Pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasial
Tipe muka / fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunak
Posisi gigi-gigi terhadap rahang
Hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis cranium
Keuntungannya dapat diperoleh informasi mengenai morfologi dentoalveolar, skeletal dan jarinagn
lunak pada 3 bidang, yaitu sagital, transversal, dan vertical
Tujuan dilakukan foto rontgen adalah :
- Untuk menentukan tahap pengobatan selanjutnya,
- jika terjadi sinusitis, foto rontgen bertujuan untuk mengetahui penebalan pada dinding
sinus
- untuk mengetahui posisi akar , dan apakah ada kelainan maloklusi tipe dental dan
skeletal dan tidak bisa diamatai secara klinis
- untuk mengetahui gigi yg sudah erupsi atau blm erupsi atau akan erupsi
- foto rontgen panoramik untuk melihat adanya gigi ektopik atau impaksi, untuk
mengetahui ada atau tidaknya gigi supernumerary, evaluasi trauma
- foto rontgen sefalometri dibagi menjadi 2 cara yakni ada dari lateral (untuk mengetahui
dimensi vertikal antero-post, apakah dia ortonaktik,retroknatik, proknatik) dan dari
frontal (bisa untuk menganalisis dari wajah si pasien)
- untuk mempermudah mendiagnosis suatu kasus.
- Untuk mengetahui jaringan periodontal
- Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangand dari skeletal
c. SEFALOMETRI
Radiografi Sefalometri
Radiografi sefalometri adalah metode standar untuk mendapatkan gambaran radiografi tulang
tengkorak yang bermanfaat untuk membuat rencana perawatan dan memeriksa perkembangan dari pasien
yang sedang menjalani perawatan ortodonti.2
Kegunaan radiografi sefalometri
Sefalometri merupakan salah satu pilar dalam diagnosis ortodontik dan dalam penentuan rencana
perawatan. Adapun kegunaan sefalometri dalam bidang ortodonti yaitu:
a. Studi pertumbuhan kraniofasial. Sefalogram telah membantu menyediakan informasi tentang
beragam pola pertumbuhan, gambaran struktur kraniofasial yang baik, memprediksi pertumbuhan,
dan memprediksi kemungkinan dampak dari rencana perawatan ortodontik.
b. Diagnosis kelainan kraniofasial. Sefalogram digunakan dalam mengidentifikasi, menentukan
gambaran dan melihat kelainan dentokraniofasial. Permasalahan utama dalam hal ini adalah
perbedaan antara malrelasi skeletal dan dental.
c. Rencana Perawatan. Sefalogram digunakan untuk mendiagnosis dan memprediksi morfologi
kraniofasial serta kemungkinan pertumbuhan di masa yang akan datang. Hal tersebut dilakukan
dengan menyusun rencana perawatan yang baik dan benar.
d. Evaluasi Pasca Perawatan. Sefalogram yang diperoleh dari awal hingga akhir perawatan dapat
digunakan dokter gigi spesialis ortodonti untuk mengevaluasi dan menilai perkembangan perawatan
yang dilakukan serta dapat digunakan sebagai pedoman perubahan perawatan yang ingin dilakukan.
e. Studi kemungkinan relaps. Sefalometri membantu untuk mengidentifikasi penyebab relapse nya
perawatan ortodonti dan stabilitas dari maloklusi yang telah dirawat.
Tipe sefalogram
Ada 2 jenis sefalogram yang dapat diperoleh yaitu:
a. Sefalogram Frontal
Gambar 1A menunjukkan gambaran tulang tengkorak kepala dari depan.
b. Sefalogram Lateral
Gambar 1B menunjukkan gambaran tulang tengkorak kepala dari samping (lateral). Sefalogram
lateral ini diambil dengan posisi kepala berada pada jarak tertentu dari sumber sinar X.
PEMERIKSAAN UNTUK MENEGAKAN DIAGNOSIS ORTODONTIK
Menurut Salzmann (1950) ; diagnosis dibedakan atas :
1. Diagnosis Medis (Medical diagnosis)
yaitu suatu diagnosis yang menetapkan penyimpangan dari keadaan normal yang disebabkan oleh suatu
penyakit yang membutuhkan tindakan medis atau pengobatan.
2. Diagnosis Ortodontik (Orthodontic diagnosis)
Yaitu diagnosis yang menetapkan suatu kelainan atau anomali oklusi gigi-gigi (bukan penyakit) yang
membutuhkan tindakan rehabilitasi.
Menurut Schwarz diagnosis ortodontik dibagi menjadi :
1. Diagnosis Biogenetik (Biogenetic diagnosis)
Yaitu diagnosis terhadap kelainan oklusi gigi-geligi (maloklusi) berdasarkan atas faktor-faktor genetik
atau sifat-sifat yang diturunkan (herediter) dari orang tua terhadap anak-anaknya.
Misalnya : Orang tua yang mempunyai dagu maju atau prognatik dengan maloklusi Klas III Angle tipe
skeletal (oleh karena faktor keturunan) cenderung akan mempunyai anak-anak prognatik dengan ciri-ciri
yang khas atau dengan kemiripan yang sangat tinggi dengan keadaan orang tuanya.
2. Diagnosis Sefalometrik (Cephalometric diagnosis)
Yaitu diagnosis mengenai oklusi gigi-geligi yang ditetapkan berdasarkan atas data-data pemeriksaan dan
pengukuran pada sefalogram (Rontgen kepala), misalnya : maloklusi klas II Angle tipe skeletal ditandai
oleh relasi gigi molar pertama atas dan bawah klas II (distoklusi) yang disebabkan oleh karena posisi
rahang atas lebih ke anterior atau rahang bawah lebih ke posterior dalam hubungannya terhadap basis
kranium. Pada sefalogram dengan analisis sefalometrik Steiner (1953) hasil pengukuran sudut ANB > 2
(standar normal 2)
Titik A. : titik sub spinale yaitu titik terdepan basis alveolaris maksila
Titik N/Na. : titik Nasion yaitu titik terdepan sutura frontonasalis
Titik B : titik supra mentale yaitu titik terdepan basis alveolaris mandibularis
3. Diagnosis Gigi geligi (Dental diagnosis ):
Diagnosis yang ditetapkan berdasarkan atas hubungan gigi-geligi hasil pemeriksaan secara klinis atau
intra oral atau pemeriksaan pada model studi.
Dengan mengamati posisi gigi terhadap masing-masing rahangnya kita akan dapat menetapkan malposisi
gigi yang ada yaitu setiap gigi yang menyimpang atau keluar dari lengkung normalnya.
Misalnya : - Mesioversi 3 ! - Supraversi 4 !
- Palatoversi ! 5 - Torsiversi 1 ! 1
- Mesioaksiversi 6 ! - Dan lain-lain.
Dengan mengamati hubungan gigi-gigi rahang atas terhadap gigi-gigi rahang bawah kita akan dapat
menetapkan malrelasi dari gigi-gigi tersebut.
Misalnya :
Relasi gigi molar pertama : Klas I, II, III Angle (kanan / kiri)
a. PENYAJIAN
DASAR PENETAPAN DIAGNOSIS :
Dignosis ditetapkan berdasarkan atas pertimbangan data hasil pemeriksaan secara sistematis, Data
diagnostik yang paling utama harus dipunyai untuk dapat menetapkan diagnosis adalah data pemeriksaan
klinis meliputi pemeriksaan subyektif dan obyektif serta data pemeriksaan dan pengukuran pada model studi,
sedangkan Graber (1972) mengelompokkan menjadi :
1. Kriteria Dignostik Esensial (Essential Diagnostic Criteria)
a. Anamnesis dan Riwayat kasus (case history)
b. Pemeriksaan atau Analisis klinis :
Umum atau general : Jasmani, Mental
Khusus atau lokal : Intra oral, Extra oral
c. Analisis model studi : Pemeriksaan dan pengukuran pada model studi:
Lebar mesiodistal gigi-gigi
Lebar lengkung gigi
Panjang atau Tinggi lengkung gigi
Panjang perimeter lengkung gigi
d. Analisis Fotometri (Photometric Analysis):
Pemeriksaan dan pengukuran pada foto profil dan foto fasial pasien, meliputi:
Tipe profil
Bentuk muka
Bentuk kepala
e. Analisis Foto Rontgen (Radiographic Analysis):
Foto periapikal
Panoramik
Bite wing
Dan lain-lain
Bila dianggap perlu bisa dilengkapi dengan data hasil pemeriksaan tambahan yang disebut sebagai :

2. Kriteria Diganostik Tambahan (Supplement Diagnostic Criteria)


a. Analisis Sefalometrik (Cephalometric Analysis):
Foto lateral (Lateral projection) untuk anlisis profil
Foto frontal (Antero-posierior projection) untuk anlisis fasial
Dan lain-lain
b. Analisis Elektromyografi (EMG) : Untuk mengetahui abnormalitas tonus dan aktivitas otot-otot muka
dan mastikasi.
c. Radiografi pergelangan tangan (Hand-wrist Radiografi): Untuk menetapkan indeks karpal yaitu untuk
menentukan umur penulangan.
d. Pemeriksaan Laboratorium : Untuk menetapkan basal metabolic rate (BMR), Tes indokrinologi, dan
lain-lain.

DIAGNOSIS SEFALOMETRIK (CEPHALOMETRIC DIAGNOSIS)


Sefalometrik adalah ilmu yang mempelajari pengukuran-pengukuran yang bersifat kuantitatif terhadap
bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial. Alat ini digunakan
untuk mempelajari pertumbuhan maksilofasial serta perubahan bentuk wajah. Alat ini selain membantu
dalam bidang orthodontik juga membantu dalam bidang bedah mulut. 1,2 Manfaat sefalometri radiografik
adalah:1
1. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Dengan membandingkan sefalogram-
sefalogram yang diambil dalam interval waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan
dan perkembangan kraniofasial.
2. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi
(seperti ketidakseimbangan struktur tulang muka).
3. Mempelajari tipe fasial. Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial. Ada
2 hal penting yaitu : (1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan (2) relasi
mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus atau
cekung.
4. Merencanakan perawatan ortodontik. Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-
perhitungan sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.
5. Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat. Dengan membandingkan sefalogram yang diambil
sebelum, sewaktu dan sesudah perawatan ortodontik.
6. Analisis fungsional. Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi
kondilus pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi istirahat.
7. Penelitian
Diagnosis Sefalometrik (cephalometric diagnosis) adalah diagnosis mengenai oklusi gigi-geligi yang
ditetapkan berdasarkan atas data-data pemeriksaan dan pengukuran pada sefalogram (Rontgen kepala). 3
ANALISIS SEFALOMETRI

Analisis sefalometri diperlukan oleh klinisi untuk memperhitungkan hubungan fasial dan dental dari
pasien dan membandingkannya dengan morfologi fasial dan dental yang normal. Analisis ini akan membantu
klinisi dalam perawatan ortodontik ketika membuat diagnosis dan rencana perawatan, serta melihat
perubahan-perubahan selama perawatan dan setelah perawatan ortodontik selesai. 2

Pada saat ini, analisis sefalometri dari pasien yang dirawat ortodontik merupakan suatu kebutuhan.
Metode analisis sefalometri radiografik antara lain dikemukakan oleh : Downs, Steiner, Rickett, Tweed,
Schwarz, McNamara dan lain-lain. Berdasarkan metode-metode tersebut dapat diperoleh informasi mengenai
morfologi dentoalveolar, skeletal dan jaringan lunak pada tiga bidang yaitu sagital, transversal dan vertikal. 1
Analisis sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan keadaan
dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti tentang:
Pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasial
Tipe muka / fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunak
Posisi gigi-gigi terhadap rahang
Hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium
Diagnosis yang ditetapkan pada setiap tahap pemeriksaan disebut diagnosis sementara (Tentative
diagnosis), setelah semua data pemeriksaan lengkap dikumpulkan kemudian dapat ditetapkan diagnosis
finalnya (Final diagnosis) yang biasa disebut sebagai diagnosis dari pasien yang dihadapi. Kadang-kadang
jika kita masih ragu-ragu menetapkan suatu diagnosis secara pasti atas dasar data-data pemeriksaan yang
ada. Bisa pula diagnosis pasien ditetapkan dengan disertai diagnosis alternatifnya yang disebut sebagai
diferensial diagnosis.3
1. Analisis Simon : dengan menarik garis tegak lurus FHP melalui titik orbital (Or) sampai memotong
permukaan labial gigi kaninus atas pada sefalogram lateral (dalil Simon), kemudian posisi maksila
dan madibula dapat ditentukan seperti tersebut di atas.
2. Analisis kecembungan profil Subtelny :
Profill skeletal (sudut N-A-Pog) : Klas I : 174, Klas II 178 , Klas III : 181
Profil Jar Lunak (sudut N-Sn-pog) : Klas I : 159 , Klas II 163 , Klas III : 168
Profil total jar lunak (sudut N-No-pog) : Klas I : 133 , Klas II 133 , Klas III : 139 (N/n=
Nasion, A= Subspinale, Sn = subnasale, No = puncak hidung, Pog = Pogonion)
3. Analisis Steiner dengan mengukur besar :
Sudut SNA (normal 82) , >82 maksila protrusif , < 820 maksila retrusif.
Sudut SNB (normal 80) , > 80mandibula protrusif, < 800 mandibula retrusif.
Sudut ANB, bila titik A di depan titik B (normal rata-rata 20)
klas I skeletal/ortognatik, bila titik A jauh didepan titik B (>>20/ positif).
klas II skeletal/ retrognatik, bila titik A jauh di belakang titik B (<<2 0/negatif )
klas III skeletal/prognatik

TITIK-TITIK/ GARIS PENTING DALAM ANALISIS SEFALOMETRI ( TITIK TRACING


SEFALOMETRI)
1. Titik jaringan keras
a. Sella (S): terletak di tengah dari outline fossa pituitary (sella turcica)
b. Nasion (N): terletak di bagian paling inferior dan paing anterior dari tulang frontal, berdekatan
dengan sutura frontonasalis.
c. Orbitale (Or): terletak pada titik paling inferior dari outline tulang orbital. Sering pada gambaran
radiografi terlihat outline tulang orbital kanan dan kiri. Untuk itu maka titik orbitale dibuat di
pertengahan dari titik orbitale kanan dan kiri.
d. Titik A (A): terletak pada bagian paling posterior dari bagian depan tulang maksila. Biasanya
dekat dengan apeks akar gigi insisif sentral atas.
e. Titik B (B): terletak pada titik paling posterior dari batas anterior mandibula, biasanya dekat
dengan apeks akar gigi insisif sentral bawah.
f. Pogonion (Pog): terletak pada bagian paling anterior dari dagu.
g. Gnathion (Gn): terletak pada outline dagu di pertengahan antara titik pogonion dan menton.
h. Menton (Me): terletak bagian paling inferior dari dagu.
i. Articulare (Ar): terletak pada pertemuan batas inferior dari basis kranii dan permukaan posterior
dari kondilus mandibula.
j. Gonion (Go): terletak pada pertengahan dari sudut mandibula.
k. Porion (Po): terletak pada bagian paling superior dari ear rod (pada batas superior dari meatus
auditory external).
2. Titik jaringan lunak
a. Soft tissue glabella (G): titik paling anterior dari bidang midsagital dari dahi.
b. Pronasale (Pr): titik paling depan dari ujung hidung.
c. Labrale superius (Ls): titik tengah di pinggir superior dari bibir atas.
d. Labrale inferius (Li): titik tengah di pinggir inferior dari bibir bawah.
e. Soft tissue pogonion (Pog): titik paling anterior dari kontur jaringan lunak dagu.

3. Bidang-bidang sefalometrik
a. Frankfort horizontal: Po-Or
b. Sella-nasion: S-N
c. Facial: N-Pog
d. Mandibular: Go-Me
e. Ramus: diperoleh dari permukaan rata-rata dari permukaan inferior posterior ramus mandibula,
melalui titik articulare (Ar)
4. Sudut-sudut yang menggambarkan hubungan skeletal
a. SN-Pog: hubungan posisi anteroposterior dari dagu terhadap garis yang melalui basis kranii
anterior.
b. SNA: hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal maksila terhadap garis yang melalui
basis kranii anterior.
c. SNB: hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal mandibula terhadap garis yang melalui
basis kranii anterior.
d. ANB: hubungan posisi anteroposterior dari maksila terhadap posisi anteroposterior dari
mandibula. Maloklusi kelas II yang parah sering dihubungkan dengan nilai ANB yang besar.
e. Sudut facial (N-Pog-FH): hubungan posisi anteroposterior dagu terhadap bidang Frankfort
horizontal.
f. FMA atau MP-FH: kemiringan sudut bidang mandibula terhadap bidang Frankfort horizontal.
g. MP-SN: kemiringan sudut bidang mandibula terhadap bidang Frankfort horizontal.

d. Pencabutan gigi
Pencabutan gigi sangat penting dilakukan di dalam melakukan perawatan ortho. Adapun faktor- faktor yang
harus diperhatikan dalam pencabutan gigi di pewatan orthodontik :
o Posisi gigi yg berjejal
o Kondisi gigi (karies,fraktur)
o Posisi gigi-gigi geligi secara keseluruhan (malposisi, sulit untuk diperbaiki susunanannya, apeks gigi
yg sulit dirawat)
o Kekurangan ruangnya banyak atau sedikit ( < 6 mm tidak ekstraksi, kalau > 6 mm di ekstraksi)
Kontra Indikasi pencabutan gigi di dalam melakukan perawatan orthodontik adalah Jika lengkung basal di
ekspandaer berarti tidak indikasi pencabutan.

D. PROSEDUR PERAWATAN ORTHODONTIK :


1. Rencana perawatan :
Menyatakan tentang tahap-tahap yang akan dilakukan dalam proses perawatan, disusun
sesuai urutan kronologi tahap perawatan sesuai dengan masing-masing kasus yang dihadapi,
misalnya:
o Bisa menghilangkan focal infeksinya : Rujuk ke THT terlebih dahulu,
Menghilangkan lendir terlebih dahulu,Mengobati infeksi di sinusnya
o Menghilangkan bad habbit (bernafas lewat mulut)
o Tahap- tahap rencana perawatan orthodontik :
Dilihat dari tipe dan jumlah pergerakan gigi yang akan mempengaruhi
jumlah pergerakan tekanan dan pesawat yg dibutuhkan dan tipe
perawatan yang akan digunakan (dilihat ada gerakan
typingnya/bodyling apa tidak)
Ruang yang dibutuhkan
Melakukan pencabutan giginya, pencabutan gigi seringnya pada gigi P1
karena letak di tengah kuadran lengkung dan biasanya memberikan
ruang pada posisi yang menguntungkan. Di indikasikan pada gigi P2
karena giginya yang benar - benar crowded sehingga bisa dilakukan
pencabutan pada gigi P2.
Menentukan pesawatnya serta membuat retensi
2. Pemeriksaan orthodontik selain di skenario :
o Keadaan OH (kebersihan mulut, keadaan gingiva,kondisi gigi geligi)
o Dilihat hubungan skeletal (simetri atau tidak)
o Keadaan lidah (makroglosia atau tidak)
o Ada tidaknya bad habbit yg lain
o Keadaan bibir (untuk mengetahui pada saat waktu istirahat)
o Foto facial bagaiman profil wajahnya , untuk mnegetahui bagaimana
penutupan kontruksi bibirnya. Untuk mengetahui bibir tersebut masih kompeten
atau tidak. Untuk mengetahui pada saat tertawa giginya sampai P atau M
o Posisi dan oklusi gigi geliginya (gigi erupsi atau belum erupsi)
o Inkinasi incicivus overjet atau overbite
o Ukuran gigi geligi dengan hubungan ukuran rahang untuk mengetahui
potensi crowded
o Analisis oklusal untuk mengetahui crossbite atau openbite

E. PENENTUAN DIAGNOSA
Dalam diagnose ini menyatakan tentang:
Kalsifikasi maloklusi berdasarkan hubungan gigi M1 atas dan bawah pasien sesuai
dengan kalsifikasi Angle: kelas I, II, atau III, bila diperlukan dilengkapi dengan
keterangan divisi dan subdivisinya
Tipe maloklusinya dan komponen dentofasial yang dilibatkan: skeletal, dental, atau
dentoskeletal
Malrelasi gigi lainnya
Malposisi gigi individual yang ada
Kelainan-kelainan lain yang melibatkan maloklusi pasien: misalnya impaksi, agenese,
dll
Bad habit (jika ada)
Menurut skenario diagnosa dari kasus adalah Protusif anterior maloklusi tipe dentoskeletal. Karena
terlihat gigi pasien secara klinis terlihat klasifikasi Angle kelas II yakni tonggos, maxilla lebih
condong ke depan daripada mandibula serta mengapa maloklusi tipe dentoskeletal dikarenakan
pasien mempunyai kebiasaan buruk (bad habbit) menghisap ibu jari saat pasien kelas 4 SD
mengakibatkan palatum menjadi tinggi dan sempit serta pasien juga mempunyai riwayat sinusitis.

F. PROGNOSIS
Prognosis yaitu perkiraan tentang kemungkinan keberhasilan perawatan yang akan dilakukan untuk
menghasilkan sebuah kesimpulan yang baik, buruk, atau meragukan.
Disini seorang dokter gigi menginginkan prognosis dari hasil perawatan orthodontik yang sesuai
dengan kasus diatas baik dan mampu mengembalikan lengkung gigi yang ideal, oklusi ideal serta
fungsional yang normal pada kelainan yang dialami oleh pasien.

III. DAFTAR PUSTAKA


1. Foster, T.D, Buku Ajar Orthodonsi Edisi III ; alih bahasa, Lilian Yuwono, Jakarta, 1997
2. Graber,T.M. and Swain,B.F.,Orthodontics, Principles and Technique, The C.V. Mosby
Co.,St.Louis,Toronto, Princeton,1985
3. Dewanto, H., 2004. Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi, Yogjakarta: Gajahmada University
Press.
4. Profit, WR, 2001. Contemporary Ortodontic. 2nd ed. Toronto: Mosby year Book.
5. Jurnal Hubungan Antara Maloklusi Dengan Hambatan Saluran Pernafasan, Dewi Suminy dan
Yuniar Zen, 2007
6. Materi kuliah orthodonsia II Diagnosis Orthodontik, drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K)
7. Materi kuliah orthodonsia I Prosedur Pemeriksaan Orthodontik, drg. Wayan Ardhana, MS, Sp
Ort (K)
8. Foster TD. Buku ajar ortodonsi. Alih bahasa Lilian Y. Ed 3. Jakarta: EGC, 1997: 76-91.
9. Bishara SE. Textbook of orthodontics. Pennsylvania: W.B. Saunders Comp, 2001: 113-21.
10. Arwelli D, Hardjono S. pengukuran sudut bidang mandibula pada analisis sefalometri. Maj ked
gi 2008; 15(1): 55-60.

Anda mungkin juga menyukai