Pedoman Identifikasi Dan Karakteristik DAS PDF
Pedoman Identifikasi Dan Karakteristik DAS PDF
NOMOR : P. 3/V-SET/2013
TENTANG
PEDOMAN IDENTIFIKASI
KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI
DIREKTUR JENDERAL
BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL,
5. Undang-Udang ..................
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 Tentang
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 201, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4947;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292;
9. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 141);
10. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P
Tahun 2011;
11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92
Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 142;
12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-
II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 405) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 33 Tahun 2012
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
779.
MEMUTUSKAN :
Kesatu..................
KESATU : Menetapkan Pedoman Identifikasi Karakteristik DAS
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini;
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal 26 Juli 2013
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
Ir. Murdoko, MM
NIP. 19580820 198603 1 003
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
NOMOR : P. 3/V-SET/2013
TENTANG : 26 JULI 2013
PEDOMAN IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pasal 22 Ayat (a) mengamanatkan
untuk melakukan Inventarisasi Karakteristik DAS sebagai dasar penyusunan
Rencana Pengelolaan DAS seperti yang diamanatkan pada Pasal 21. Untuk
selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan Sistem Informasi Pengelolaan
DAS yang berisi data pokok DAS, baik spasial maupun non spasial dan sistem
pendukung pengambilan keputusan dalam pengelolaan DAS, seperti yang
diamanatkan pada Pasal 61 Ayat (a) dan (b). Pada perumusan Lokakarya
Pengelolaan DAS yang diadakan di Yogyakarta pada bulan Oktober 1985 telah
disepakati bahwa Pengelolaan DAS dilakukan sesuai dengan azas One
Watershed One Management Plan. Dari pernyataan azas tersebut mempunyai
pengertian bahwa satuan DAS telah ditetapkan sebagai satuan (unit)
pengelolaan dan penanganan yang berbeda antara satuan DAS satu dengan
satuan DAS yang lain sesuai dengan karakteristik DAS.
1
karakteristik diambil dari bahasa Inggris yakni characteristic, yang artinya
mengandung sifat khas. Ia mengungkapkan sifat-sifat yang khas dari sesuatu.
Jadi yang dimaksud dengan karakteristik DAS adalah suatu sifat yang khas,
yang melekat pada DAS tersebut. Karakteristik DAS terbagi dalam dua bagian,
yaitu karakteristik statis dan karakteristik dinamis. Karakteristik statis
merupakan variabel dasar yang tidak mudah berubah dan akan sangat
menentukan proses hidrologi yang terjadi pada DAS tersebut. Dalam hal ini
karakteristik DAS meliputi variabel morfologi dan morfometri DAS. Selain itu
terdapat pula karakteristik DAS yang bersifat dinamik, yaitu variabel yang akan
mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi di dalam DAS. Variabel
yang termasuk dalam karakteristik dinamis DAS adalah meterologi/klimatologi,
penutup/penggunaan lahan, kondisi sosekbud masyarakat di dalam DAS, dan
kondisi kelembagaan pengelola DAS.
C. Sasaran Wilayah
Sasaran wilayah penyusunan inventarisasi dan identifikasi karakteristik
DAS adalah dengan memandang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satu
kesatuan ekosistem yang utuh dari hulu sampai hilir, seperti yang diamanatkan
dalam PP Pengelolaan DAS Nomor 37 Tahun 2012 pada Pasal 10 Ayat (1).
Sasaran wilayah penyusunan inventarisasi dan identifikasi karakteristik DAS
dengan memandang DAS secara utuh meliputi DAS lintas negara, DAS lintas
provinsi, dan DAS lintas kabupaten/kota, seperti yang diamanatkan dalam Pasal
10 Ayat (2).
D. Batasan Pengertian
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ini
yang dimaksud dengan:
1. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah sungai yang dipisahkan dari
wilayah lain oleh pemisah topografi yang berupa punggung bukit, dimana air
2
hujan yang jatuh dalam wilayah tersebut mengalir dan meresap menuju ke
suatu sungai dan bermuara di laut.
2. Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan
mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi
habis di dalam Sub-sub DAS.
3. Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan
oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah,
geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia.
4. Pola Rehabilitasi Lahandan Konservasi Tanah (Pola RLKT) adalah Rencana
Umum Jangka Panjang yang memuat tentang arahan pengaturan
pemanfaatan lahan atau fungsi kawasan, arahan Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah serta urutan tingkat kekritisan Sub Daerah Aliran Sungai
5. Rencana Teknis Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RTL-
RLKT) adalah Rencana Jangka Menengah bersifat operasional, yang memuat
tentang Rencana Teknik Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
berdasarkan kemampuan lahan pada Sub Daerah Aliran Sungai.
6. Degradasi DAS adalah hilangnya nilai dengan waktu, termasuk menurunnya
potensi produksi lahan dan air yang diikuti tanda-tanda perubahan watak
hidrologi system sungai (kualitas, kuantitas, waktu aliran) yang akhirnya
membawa percepatan degradasi ekologi, penurunan peluang ekonomi dan
peningkatan masalaha sosial.
7. Lahan adalah daerah permukaan bumi yang sifat-sifatnya ditentukan oleh
seluruh lingkungan alami dan cultural serta produk dari padanya.
8. Lahan Kritis adalah lahan yang keadaaan fisik, kimia dan biologinya
sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik
sesuai dengan peruntukannya baik sebagai factor produksi maupun sebagai
media pengaturan tata air.
9. Tata air DAS adalah hubungan kesatuan sifat individual unsur hidrologi yang
meliputi hujan, aliran sungai, evaporasi dan unsur lainnya yang
mempengaruhi neraca air suatu DAS.
10. Kemampuan Lahan adalah sifat dakhil (inherent) lahan yang
menyatakan kesanggupannya untuk memberikan hasil pertanian pada
tingkat produksi tertentu.
11. Daya dukung lahan adalah keadaan tingkat kecocokan lahan untuk
penggunaan dan teknik perlakuan tertentu, sehingga produktivitasnya
meningkat.
12. Banjir adalah suatu aliran berlebih atau penggenangan yang datang dari
sungai atau badan air lainnya dan menyebabkan atau mengancam
kerusakan. Perbedaan antara debit normal dan aliran sungai yang melampaui
kapasitas tampung tebing/tanggul sungai sehingga menggenangi daerah
sekitarnya.
3
13. Kekeringan adalah suatu periode dimana kekurangan air yang menurunkan
atau menjadikan kegagalan pertumbuhan dan hasil akhir dari tanaman
utama suatu wilayah.
14. Degradasi Lahan adalah penurunan atau kehilangan seluruh kapasitas alami
untuk menghasilkan tanaman yang sehat dan bergizi sebagai akibat erosi,
pembentukan lapisan padas (hardplan), dan akumulasi bahan kimia beracun
(toxic) di samping penurunan fungsi sebagai media tata air.
15. Rehabilitasi Lahan adalah upaya untuk memulihkan tanah-tanah rusak
akibat terjadinya erosi baik pada waktu yang lalu maupun yang masih
berlangsung.
16. Konservasi Tanah adalah upaya untuk mempertahankan atau memperbaiki
daya guna lahan termasuk kesuburan tanah dengan cara pembuatan
bangunan teknik sipil disamping tanam menanam (vegetatif).
4
BAB II
METODE PELAKSANAAN
1. Metode interpretasi dilakukan pada citra penginderaan jauh dan pada peta-
peta tematik, citra penginderaan jauh yang digunakan meliputi citra berskala
kecil (citra Landsat, MODIS, NOAA), citra berskala sedang (citra SPOT, ALOS,
ASTER, SRTM-90), dan citra berskala besar (citra IKONOS, QUICKBIRD,
WORLDVIEW), sedang peta-peta yang digunakan meliputi peta dasar Rupa
Bumi Indonesia (RBI), dan peta-peta tematik. Beberapa citra penginderaan
jauh satelit masih harus dilakukan koreksi geometrik dan radiomentrik
sebagai dasar untuk menyesuaikan format dan proyeksinya, dan untuk
memudahkan dalam intergrasi dengan hasil analisis peta-peta tematik
dengan bantuan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG/GIS).
2. Melakukan integrasi data geofisik DAS yang diperoleh hasil interpretasi citra
penginderaan jauh dan peta dasar serta peta-peta tematik dengan data sosial
ekonomi budaya dan kelembagaan DAS hasil pengumpulan data sekunder
dari instansional.
5
a. suatu wilayah bentanglahan dengan batas topografi;
b. suatu wilayah kesatuan hidrologi; dan
c. suatu wilayah kesatuan ekosistem.
Dari ketiga konsep wilayah tersebut maka definisi DAS adalah: suatu
wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan
berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen,
polutan, dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet
tunggal.
2. Karakteristik DAS
Karakteristik DAS pada dasarnya meliputi 2 (dua) bagian, yaitu
karakteristik biogeofisik dan karakteristik sosial ekonomi budaya dan
kelembagaan, yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Karakteristik biogeofisik meliputi: (a) karakteristik meteorologi DAS, (b)
karakteristik morfologi DAS, (c) karakteristik morfometri DAS, (d)
karakteristik hidrologi DAS, dan (e) karakteristik kemampuan DAS.
b. Karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan meliputi: (a)
karakteristik sosial kependudukan DAS, (b) karakteristik sosial budaya
DAS, (c) karakteristik sosial ekonomi DAS, dan (d) karakteristik
kelembagaan DAS.
7
Tabel 1. Curah Hujan
N0. Curah Hujan Kategori Nilai
(mm/tahun)
1 < 1500 Sangat rendah
2 1500 < 2000 Rendah
3 2000 <2500 Sedang
4 2500 < 3000 Tinggi
5 >= 3000 Sangat Tinggi
b. Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka
waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan
kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir,
longsor dan efek negatif terhadap tanaman. Intensitas hujan harian selama 1
tahun adalah rata-rata intensitas hujan setiap harinya selama 1 tahun,
sedangkan intensitas hujan tahunan, total dari seluruh intensitas hujan
sepanjang tahun.
Jenis batuan yang bersifat kedap (tersusun dari material : lava, andesit,
granit) akan menghasilkan aliran dengan puncak lebih tajam dan waktu
8
naik (rising limb) lebih pendek dari pada jenis batuan yang bersifat tidak
kedap air (permeable) seperti batu kapur (limestone) dan batu pasir
(sandstone). Hal ini disebabkan oleh batuan yang bersifat kedap air akan
sedikit meloloskan air, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh di
atasnya akan dialirkan sebagai limpasan permukaan yang langsung
masuk ke dalam sungai. Untuk batuan yang bersifat tidak kedap air akan
banyak meloloskan air, sehingga sebagian kecil dari air hujan yang akan
mengalir sebagai limpasan permukaan.
Untuk memperoleh informasi variabel geologi ini maka sumber data utama
yang dapat diacu adalah Peta Geologi Bersistem yang diterbitkan oleh
Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Namun apabila peta tersebut tidak
tersedia, dapat digunakan informasi yang terdapat dalam REPPPROT
ataupun melakukan interpretasi pada citra penginderaan jauh.
b. Geomorfologi
Bentuk lahan terbentuk dari proses struktural (lipatan, patahan dan
pengangkatan), proses pelapukan batuan induk (geologi), erosi,
pengendapan dan vulkanisme yang menghasilkan konfigurasi ragam
bentuk muka bumi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran.
Karakteristik geomorfologi akan mempengaruhi besarnya potensi limpasan
permukaan, erosi, banjir dan tanah longsor yang terjadi di wilayah DAS.
9
c. Topografi
Variabel topografi dalam karakteristik DAS ini dibagi ke dalam 4
variabel, yaitu ketinggian DAS, orientasi DAS, kemiringan lereng DAS dan
bentuk lereng DAS. Keempat variabel topografi tersebut mempunyai
peranan yang erat dengan proses terjadinya infiltrasi, limpasan
permukaan dan erosi yang terjadi akibat air hujan yang turun.
10
seperti arah utara, timur laut, timur dan sebagainya. Tanda arah anak
panah yang menunjukkan arah DAS dapat dipakai sebagai muka DAS
(faces). Arah aliran sungai utama dapat juga dipakai sebagai petunjuk
umum orientasi DAS. LEE (1963) menyatakan bahwa arah DAS dapat
dinyatakan sebagai azimuth dari garis utara searah jarum jam seperti
terlihat pada Gambar 4.
(2.1)
Jika suatu daerah mempunyai lereng yang seragam, maka lereng rata
rata dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
.(2.2)
Atau
11
(2.3)
dimana : c = perbedaan elevasi antara titik tertinggi dan terendah pada
DAS (m)
d = Jarak horizontal antara elevasi titik tertinggi dan titik
terendah tersebut ( m )
1 0<8 Datar/Landai
2 8 < 15 Agak Miring
3 15 < 25 Miring
4 25 < 45 Curam
5 45 ke atas Terjal
d. Tanah
Tipe dan distribusi tanah dalam suatu daerah aliran sungai sangat
berpengaruh dalam mengontrol aliran bawah permukaan (Subsurface flow)
melalui infiltrasi. Variasi dalam tipe tanah dengan kedalaman dan luas
tertentu akan mempengaruhi karakteristik infiltrasi dan timbunan
12
kelembaban tanah (soil moisture storage). Pemilihan variabel tanah juga
merupakan fungsi dari tujuan studi, misalnya untuk mempelajari overland
flow dalam single watershed, maka watershed tersebut dibagi dalam zona
zona menurut tipe tanah, tetapi jika untuk mempelajari yang lebih detail
lagi, maka perlu klasifikasi tipe tanah yang detail juga, yang didasarkan
pada pembatas permukaan geologi DAS yang bersangkutan yaitu :
persentase batuan permeabel, persentase batuan kurang permeabel.
Variabel lain yang perlu diperhatikan adalah kedalaman lapisan kedap dan
permeabilitas rata rata dari horizon A.
e. Pewilayahan DAS
Secara umum suatu DAS dibagi dalam tiga wilayah, yaitu wilayah
hulu, wilayah tengah dan wilayah hilir. Ketiga wilayah tersebut memiliki
karakteristik dan fungsi yang berbeda, yaitu :
1) DAS Bagian Hulu didefinisikan sebagai daerah aliran yang terbatas
pada bagian Hulu dimana > 70% dari permukaan lahan DAS tersebut
umumnya mempunyai kemiringan lahan > 8%. Disini, aspek prioritas
pemanfaatan lahan adalah konservasi tanah dan pengendalian erosi.
Secara hidrologis, DAS Bagian Hulu biasanya membentuk daerah
utama pengisian kembali curah hujan untuk air permukaan dan air
tanah dari DAS. (Screening Study Brantas Watersheed).
3) DAS Bagian Hilir didefinisikan sebagai daerah aliran yang terbatas pada
bagian Hilir, dimana kurang lebih 70% permukaan lahannya
mempunyai kemiringan < 8%. Disini, pengendalian banjir dan drainage
biasanya merupakan factor-faktor yang terabaikan dalam
pengembangan tata guna lahan. (Screening Study Brantas Watershed).
13
3. Karakteristik Morfometri DAS
a. Luas DAS
DAS dibatasi oleh igir pegunungan yang berfungsi sebagai batas (river
divide) dan akhirnya mengalirkan air hujan yang bertemu pada satu outlet.
Akibatnya, semakin luas suatu DAS, hasil akhir (water yield) yang
diperoleh akan semakin besar, karena hujan yang ditangkap juga semakin
banyak.
Cara menghitung luas DAS:
1) Menghitung luas DAS dengan cara menampilkan pada kertas millimeter
grafis (grid berukuran 1 cm x 1 cm). Luas DAS adalah jumlah kotak
tercakup, dikalikan unit kotak, kemudian dikalikan skala peta.
2) Menggunakan Planimeter
3) Menggunakan Sistem Informasi Geografis
b. Bentuk DAS
Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran sungai dan
ketajaman puncak discharge banjir. Bentuk daerah aliran sungai ini sulit
untuk dinyatakan secara kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi
basin, dapat dibuat suatu indeks yang didasarkan pada derajat kekasaran
atau circularity dari DAS.
14
MILLER (1953) menggunakan circularity ratio dengan menggunakan
rumus :
(2.4)
dimana : Rc = circularity ratio
A = Luas DAS (km2)
p = perimeter (keliling DAS = km)
Bila besarnya nilai Rc adalah 1 berarti bentuk DAS tersebut adalah
lingkaran.
(2.5)
Nilai lemniscate ratio = 1 berarti DAS berbentuk buah pir. Perimeter
lemniscate (K) atau lemniscate constant diperoleh dengan rumus :
..(2.6)
c. Jaringan Sungai
Pola aliran atau susunan sungai pada suatu DAS merupakan
karakteristik fisik setiap drainase basin yang penting karena pola aliran
sungai mempengaruhi efisiensi sistem drainase serta karakteristik
hidrografis dan pola aliran menentukan bagi pengelola DAS untuk
mengetahui kondisi tanah dan permukaan DAS khususnya tenaga erosi.
15
Gambar 6. Orde Sungai Menurut Stra hler
d. Pola Aliran
Bentuk pola aliran (drainage pattern) ada bermacam macam yang
masing masing dicirikan oleh kondisi yang dilewati oleh sungai tersebut.
Bentuk pola aliran yang biasa dijumpai ada tujuh jenis yaitu :
1) Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan
arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen
dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan
perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang
homogen.
2) Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara
pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara
ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan
monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang
pendek) atau dekat pantai.
3) Radial: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik. Berkembang
pada vulkan atau dome.
4) Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus,
sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan
sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling
antara yang lunak dan resisten.
5) Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk
sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang
berseling antara lunak dan keras.
6) Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah.
Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.
7) Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama,
melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi
karst.
16
Pola aliran yang digunakan bisa dibedakan dengan membedakan
garis yang dijadikan tanda pola aliran tersebut. Pola aliran yang
diinterpretasi mempunyai kegunaan untuk melihat dan mengetahui jenis-
jenis kandungan mineral, batuan dan ataupun kemungkinan terdapatnya
bahan tambang. Salah satu contohnya adalah pada pola aliran trelis untuk
aliran sungai cenderung mempunyai batuan lunak, karena tereduksi lebih
banyak.Pola aliran pada citra penginderaan jauh bisa diidentifikasi dengan
melihat morfologi dri permukaan bumi tersebut. Citra penginderaan jauh
menampilkan semua kenampakan yang ada pada permukaan bumi dengan
bentuk dua dimensi. Apabila menginginkan bentuk yang lebih detail dapat
dilihat dengan menggunakan stereoskop.
Selain itu dari hasil interpreatasi dan deleniasi pola aliran air di
daerah Gunung Api didapatkan bahwa pola aliran air yang terdapat disana
ialah pola dendritic, radial dan paralel. Pada pola aliran dendritic
bentuknya ialah seperti percabangan pohon dengan arah dan sudut yang
beragam yang berkembang pada batuan sedimen dengn perlapisan
horisontal atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.
Sedangkan untuk pola aliran radial berbentuk seperti lingkaran,
percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus dan
berkembang di batuan sedimen terlipat dengan litologi yang berselang
seling antara lunak dan resistan. Serta pada pola lairan paralel berbentuk
anak sungai utama hampir sejajar atau sejajar bermuara pada sungai-
sungai utama atau langsung ke laut dan berkembang di lereng yang
terkontrol oleh struktur atau dekat pantai.
Hasil akhir dari intrepretasi ini ialah peta bentuk pola aliran yang
terdapat dalam kertas kalkir yang membedakan antara berbagai bentuk
pola aliran yang terdapat dalam citra atau foto udara yang di amati.Untuk
lebih jelasnya masing masing bentuk pola aliran tersebut dapat dilihat
pada Gambar 7. Hubungan antara pola dan kerapatan aliran dengan
penampang lapisan batuan disajikan dalam lampiran
17
e. Kerapatan Aliran
Adalah panjang aliran sungai per kilometer persegi luas DAS.
Semakin besar nilai Dd semakin baik sistem pengaliran (drainase) di
daerah tersebut. Artinya, semakin besar jumlah air larian total (semakin
kecil infiltrasi) dan semakin kecil air tanah yang tersimpan di daerah
tersebut.
Ln
Dd =
A ..........................................................(2.7)
18
1) Penentuan Sungai Utama
Cara menentukan sungai utama menurut Horton adalah dengan
memperhatikan pertemuan antara 2 (dua) sungai, selanjutnya :
a. Apabila sudut sama (1=2), maka pilihlah sungai yang lebih panjang
b. Apabila sudut tidak sama, maka pilihlah sudut yang kecil (misal 4>3,
pilih sungai pada sudut 3)
19
Gambar 10. Perhitungan Tinggi Rata rata DAS
20
Jarak OZ = Lb adalah panjang sungai utama.
OB = (0,1)Lb dan OA (0,85)Lb
Gradien Sungai (Su) = (H85-H10)/ (0,75)Lb.
21
Parameter-parameter morfometri dan morfologi yang menjadi
karakteristik DAS yang dipertimbangkan untuk memprediksi besarnya nilai
atau angka koefisien limpasan permukaan ada 4 (empat) faktor, antara lain
(1) kondisi topografi yang menggambarkan kondisi fisiografi ataupun relief
permukaan yang dapat diwakili sebagai ukuran kemiringan lereng
permukaan lahan, menjadi faktor dominan dalam menentukan besar
kecilnya curah hujan yang jatuh kemudian menjadi limpasan permukaan
setelah dipertimbangkan besarnya kapasitas infiltrasi, (2) kondisi tanah
dan batuan yang menentukan besarnya bagian curah hujan yang
mengalami peresapan ke dalam lapisan tanah dan batuan yang dikenal
dengan infiltrasi tanah, (3) kondisi tutupan vegetasi dan jenis tanaman
semusim yang berfungsi untuk menerima atau menangkap dan menyimpan
air hujan yang jatuh di permukaan lahan tersebut tergantung pada jenis
dan kerapatan penutupan vegetasi dan tanaman semusim lainnya, (4)
kondisi timbunan permukaan lahan (surface storage, surface detention)
yang mampu menangkap air hujan yang jatuh sehingga berfungsi untuk
menghalangi laju aliran limpasan permukaan, yang berarti pula bahwa
permukaan lahan tersebut menjadi tergenang ataupun mengalami
pengatusan cepat.
Gunawan (1991) membuat modifikasi dalam melakukan interpretasi
kondisi timbunan permukaan lahan yang merupakan ledok-ledok ataupun
cekungan-cekungan permukaan lahan yang berfungsi menghalangi laju
aliran limpasan permukaan tersebut menjadi faktor kerapatan aliran
(drainage density) yang dihitung berdasarkan panjang jaring-jaring pola
aliran dibandingkan dengan luas lahan diatasnya. Semakin tinggi nilai dan
atau kondisi kerapatan alirannya semakin tinggi nilai pengatusannya,
untuk menyatakan besaran nilai atau angka kerapatan aliran Gunawan
(1991) memodifikasi kriteria yang dikembangkan oleh Linsley (1958, 1975)
dari 3 (tiga) kelas menjadi 4 (empat) kelas disesuaikan dengan klasifikasi
yang dikembangkan oleh Cook (1942 dalam Chow, 1964). Secara teknis
interpretasi parameter-parameter morfometri dan morfologi yang menjadi
karakteristik DAS yang dipertimbangkan dalam memprediksi besarnya nilai
atau angka koefisien limpasan permukaan per satuan lahan pada DAS
ataupun Sub DAS dapat diacu dalam Sistem Standar Operasional Prosedur
(SSOP) Pengendalian Banjir dan Tanah Longsor yang dikeluarkan oleh
Direktorat PEPDAS Dirjen BPDASPS Departemen Kehutanan Republik
Indonesia (2007).
22
b. Debit Maksimum (Q maks)
Perhitungan debit maksimum (banjir puncak, Qmaks) dilakukan
pada mulut sungai dari DAS ataupun Sub DAS diestimasi berdasarkan
pada nilai koefisien limpasan permukaan (C), intensitas hujan (I) yang
lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc), dan luas DAS (A). Total nilai
atau angka koefisien limpasan permukaan per satuan lahan adalah nilai
koefisien limpasan permukaan total DAS atau Sub-DAS. Intensitas hujan
dihitung sama dengan lamanya waktu konsentrasi (Tc) yang dihitung
berdasarkan panjang DAS dan parameter morfometri DAS lainnya.
Perhitungan debit maksimum (Qmaks) dapat dihitung dengan
menggunakan Rumus Rasional sebagai berikut.
Qmaks = C. I. A.
................................... (2.8)
Qmaks= Debit maksimum (banjir puncak)
(m3/detik),
C = Koefisien limpasan permukaan, besarnya
0,278 untuk luas DAS/Sub-DAS (km2),
dan 0,00278 untuk luas DAS/Sub-DAS (ha),
I = Intensitas hujan yang lamanya sama
dengan waktu konsentrasi (Tc) (mm/hari),
A = Luas DAS (km2 atau ha tergantung
koefisien C).
23
melihat tanda-tanda pada saat terjadi
banjir maksimum (%),
A = Luas penampang sungai (m2),
N = Koefisien kekasaran dasar sungai rata-rata
dengan pembobotan,
Keterangan:
R = A/p (p: perimeter basah penampang
sungai).
Keterangan:
seyogyanya setiap pengukuran parameter sungai dilakukan minimal 3 kali
perlakuan. Pengukuran debit banjir maksimum (Qmaks) dapat dilakukan
pada saat musim kemarau dengan melihat tanda-tanda banjir puncak pada
tepi penampang sungai atau menanyakan kepada penduduk setempat
(lokal). Demikian juga pengukuran debit minimum dipilih dalam kondisi
debit sungai paling kecil pada saat musim kemarau. Pada dasarnya debit
minimum suatu sungai tidak pernah sama dengan nol (Qmin tidak 0)
karena sebelum air sungai itu mengalir hingga mulut sungai biasanya di
bagian hulu DAS air sungai telah dimanfaatkan oleh penduduk petani
untuk irigasi tradisional. Oleh karena itu perlu dilakukan penelusuran di
lapangan (river routing) guna mengetahui adanya pengambilan air sungai di
bagian hulu oleh penduduk petani. Berapa besar debit irigasi dilakukan
dengan menggunakan metode pengukuran debit minimum atau
menggunakan Metode Larutan Garam (Solution method).
Debit jenis atau spesifik (Qsp) dari suatu sungai merupakan besaran
hidrologi yang penting sebagai indikator bahwa setiap satuan luas DAS
(km2 atau hektar) sehingga satuan debit jenis atau spesifik dalam km2
atau hektar (m3/detik/km2 atau hektar) sebagai indikator kemampuan
satuan luas DAS dalam menyimpan dan mengalirkan air hujan yang
tersimpan dalam DAS sebagai prosesor yang baik, sehingga hal ini juga
menunjukkan karakteristik DAS atau kesehatan DAS terjaga atau tidak.
25
5. Karakteristik Kemampuan DAS
a. Erosi dan Sedimentasi
Pendugaan kehilangan Lapisan Tanah Atas sebagai Erosi Permukaan
(Surface Erosion) dan sedimentasi dapat dilakukan melalui berbagai cara,
baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif berdasarkan konsep
satuan lahan dalam satuan Daerah Aliran Sungai (DAS) atau sub-DAS.
Secara konseptual dan praktis cara-cara pemantauan erosi permukaan dan
sedminetasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
b. Secara Kualitatif
26
Kriteria besarnya erosi permukaan menurut Departemen Kehutanan
(1986) adalah sebagai berikut.
GE = A + (25% x A)
............................................... (2.12)
GE = Erosi total sungai (Gross Erosion)
(ton/ha/th) atau (mm/tahun)
A = Erosi permukaan (Metode USLE)
(ton/ha/th).
27
Besarnya rasio pelepasan sedimen (SDR) dapat diperhitungkan
berdasarkan perbandingan antara besarnya erosi permukaan (A)
dengan erosi total sungai (GE). Besarnya rasio pelepasan sedimen
berbanding terbalik dengan luas DAS yang digambarkan dalam bentuk
grafik hubungan antara luas DAS dan nilai SDR, semakin besar luas
DAS semakin kecil besarnya nilai SDR. Besarnya nilai SDR dapat
dihitung berdasarkan sifat fisik tanah dan berat jenis (BD) setiap jenis
tanah.
Data penutup lahan (land cover), penggunaan lahan (land use), dan
pemanfaatan lahan (land utilization type) merupakan tingkatan atau strata
data yang disesuaikan dengan kebutuhan dan skala penyajian yang
diinginkan untuk tujuan pengelolaan DAS. Secara deskriptif uraian
tingkatan data dapat disusun menurut skala perencanaan DAS, sumber
data, klasifikasi data sebagai berikut:
28
capacity). Agar dalam pemanfaatan ruang DAS sesuai dengan kapasitas
lingkungan dan sumber daya maka alokasi pemanfaatan ruang/lahan
harus mengindahkan kemampuan lahan (land capability). Kapasitas
sumberdaya alam DAS tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan
kebutuhan akan lahan, air, dan vegetasi karena akan menentukan dalam
penataan ruang dan pemanfaatan sumberdaya alam tersebut.
Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan, air, dan
vegetasi di suatu wilayah DAS menentukan keadaan surplus dan defisit
dari lahan, air, dan vegetasi untuk mendukung kegiatan pemanfaatan
ruang dalam DAS
Salah satu cara untuk menentukan daya dukung lahan dalam lingkungan
DAS adalah melalui alokasi pemanfaatan ruang yang tepat berdasarkan
kemampuan lahan yang dikategorikan ke dalam tingkat kelas, sub kelas,
dan unit pengelolaan/manajemen lahan disesuaikan dengan tingkatan
perencanaan pengelolaan DAS. Kemampuan lahan merupakan
karakteristik lahan DAS yang mencakup sifat tanah (fisik dan kimia),
topografi, drainase, dan kondisi lingkungan DAS yang lain. Berdasarkan
karakteristik lahan tersebut suatu wilayah DAS dapat dilakukan
klasifikasi kemampuan lahan ke dalam tingkat kelas, sub kelas, dan
hingga unit pengelolaan/manajemen lahan. Kemampuan lahan berkaitan
dengan tingkat bahaya kerusakan dan hambatan dalam pengelolaan
lahan DAS, apabila tingkat bahaya atau resiko kerusakan dan hambatan
penggunaan ruang meningkat maka spektrum penggunaan ruang dalam
DAS akan menurun. Klasifikasi kemampuan lahan dibagi ke dalam 8
kelas, kelas I hingga IV mempunyai kemampuan untuk bidang pertanian,
sedang kelas V hingga VIII mempunyai kemampuan untuk bidang non
pertanian. Khususnya untuk kelas VII dan VIII merupakan lahan yang
harus dilindungi atau untuk fungsi konservasi. Secara rinci klasifikasi
kamampuan lahan dalam tingkat kelas dan penggunaan ruang/lahan
dapat dilihat pada tabel berikut.
29
Kelas kemampuan yang telah dirinci ke dalam sub kelas selanjutnya
masih dapat dirinci menurut unit pengelolaan/ manajemen lahan yang
dikategorikan berdasarkan pada intensitas faktor penghambat dalam
kategori sub kelas. Dengan demikian dalam kategori unit pengelolaan/
manajemen lahan telah diindikasikan kesamaan potensi dan
hambatan/resiko sehingga dapat digunakan untuk menentukan tipe
pengelolaan atau teknik konservasi yang dibutuhkan. Kemampuan lahan
pada tingkat unit pengelolaan/ manajemen lahan memberikan faktor
kelerengan yang lebih spesifik dan detil dari lahan tingkat sub kelas.
Tingkat unit pengelolaan/manajemen lahan diberi simbol dengan
menambahkan angka (1, 2, 3, dan seterusnya) di belakang simbol sub
kelas, angka-angka tersebut menunjukkan besarnya tingkat faktor
penghambat yang ditunjukkan dalam sub kelas, sebagai contoh, sub kelas
IIIt (faktor penghambat kelerengan) dengan intensitas 1 (satu) maka dapat
ditulis dalam unit pengelolaan/manajemen lahan tingkat IIIt 1, IIIt2 dan
seterusnya.
30
Khusus untuk wilayah yang kepadatan penduduk geografisnya tinggi
perlu mendapat perhatian karena suatu wilayah yang mempunyai kepadatan
penduduk geografis yang tinggi cenderung akan lebih mempunyai resiko
terjadinya kerusakan lingkungan. Hal tersebut disebabkan intensitas
pemanfaatan lahan dan air akan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah
yang mempunyai kepadatan penduduk geografis yang lebih rendah.
31
c. Persentase Rumah Tangga Petani
Sektor pertanian di beberapa DAS di Indonesia masih merupakan
sektor yang dominan, namun demikian di beberapa DAS yang lain, sektor
pertanian ini tidak lagi menjadi sektor yang dominan. Hal itu ditunjukkan
dengan rasio rumah tangga tani terhadap jumlah rumah tangga yang
menunjukkan angka yang sangat bervariasi. Bervariasinya kegiatan ekonomi
penduduk di wilayah ini mencerminkan adanya dinamika wilayah. Dinamika
wilayah tersebut perlu diarahkan agar nantinya tidak menjadikan potensi
kerusakan lingkungan. Untuk DAS yang mempunyai proporsi rumah tangga
tani tergolong besar mempunyai resiko kerusakan lingkungan yang lebih
tinggi dari pada DAS yang mempunyai proporsi rumah tangga tani lebih kecil.
Dalam Potensi Desa dengan unit analisis desa/kelurahan terdapat data
persentase rumah tangga tani ini.
32
Dengan kekuatan hukum ini maka peraturan-peraturan tersebut telah
mempunyai kemampuan untuk mengikat hukum kepada seluruh warga
masyarakat di desa tersebut. Peraturan Desa yang berkaitan dengan
pengelolaan DAS sebagai contoh telah terdapat di Desa Gemawang
Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah. Peraturan
tersebut ditaati oleh semua warga masyarakat di desa tersebut. Peraturan
Desa sejenis juga terdapat di Desa Sembukan Kecamatan Sidoharjo
Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah yang telah disyahkan pada tanggal
15 Desember 2009. Desa lain yang memiliki Peraturan Desa untuk
pengelolaan lingkungan adalah Desa Tempursari Kabupaten Wonogiri
Provinsi Jawa Tengah yang telah disyahkan pada Bulan Februari 2010
(Giyarsih, 2010).
33
Keberadaan kawasan industri tersebut di satu sisi memang
menguntungkan masyarakat sekitar karena dapat menyerap tenaga kerja
lokal untuk bekerja di pabrik khususnya untuk bagian produksi. Namun
demikian di sisi lain menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
apabila limbah tidak dikelola dengan baik oleh pabrik.
b. Tingkat Pendapatan
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan penduduk adalah kesejahteraan keluarga. Dari data Podes
dapat digunakan data mengenai jumlah rumah tangga Pra Sejahtera dan
Sejahtera I menurut klasifikasi dari BKKBN. Untuk menilai tingkat
kesejahteraan penduduk di suatu DAS digunakan data mengenai proporsi
rumah tangga Pra Sejahtera dan Sejahtera I. Semakin rendah proporsi rumah
tangga Pra Sejahtera dan Sejahtera I menunjukkan tingkat kesejahteraan
yang semakin baik. Sebaliknya, semakin tinggi proporsi rumah tangga Pra
Sejahtera dan Sejahtera I menggambarkan tingkat kesejahteraan yang
semakin rendah.
34
9. Karakteristik Kelembagaan DAS
a. Peran Lembaga Pemerintah Dalam Konservasi DAS
35
b. Peran Lembaga Adat Masyarakat Dalam Konservasi DAS
36
Lebih lanjut Yunus (2005) menyebutkan bahwa pada sinergisme spasial
kelembagaan melibatkan berbagai ruang yang berbeda-beda, sedangkan
dalam sinergisme fungsional kelembagaan dapat melibatkan berbagai ruang
yang berbeda maupun ruang yang sama namun berbagai fungsi/kegiatan
yang bervariasi. Sinergisme fungsional kelembagaan dalam ruang yang sama
harus diusahakan dalam rangka optimasi hasil pembangunan. Upaya untuk
menghindarkan adanya konflik kepentingan overlapping kegiatan maupun
antar institusi yang menangani program pembangunan yang sama atau yang
berkaitan harus bekerjasama sehingga kedua hal tersebut dapat dihindarkan.
37
BAB III
PELAKSANAAN
A. Tahap Persiapan
Sebelum pelaksanaan penyusunan Karakteristik DAS, terlebih dahulu
perlu dilakukan persiapan yang meliputi penyiapan bahan-peralatan,
sumberdaya manusia serta pembentukan Tim Penyusun Karakteristik DAS.
B. Tahap Kegiatan
1. Pengadaan Bahan
a. Alat tulis dan alat gambar
b. peralatan survey sampel air, bor tanah, kompas, termometer, pengukur
debit, dll
c. Peta meliputi: :
Peta topografi atau Peta Rupabumi Indonesia
Peta tanah
Peta geologi
Peta iklim
Peta penggunaan lahan
Peta penutupan lahan
Peta lereng
Peta tingkat bahaya erosi
Peta pola aliran DAS/sub DAS
38
2 Pembuatan Borang/Blangko Isian
a. Morfometri DAS
b. Morfologi
c. Penutupan lahan DAS
d. Penggunaan lahan
e. Debit sungai
f. Data erosi DAS
g. Iklim dari stasiun meteorologidalam DAS
h. Data penduduk
i. Data sarana/prasaran dan social ekonomi penduduk
C. Tahap Pelaksanaan
Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dilakukan dengan:
39
Tabel Skala Pemetaan untuk Karakteristik DAS
No Luas DAS (Ha) Klasifikasi Keterangan Skala Peta
DAS
1 1.500.000 ke DAS Sangat Lintas Provinsi 1 : 250.000
atas Besar Lintas Kabupaten 1 : 250.000
Dalam 1 : 50.000
Kabupaten
2 500.000 - < DAS Besar Lintas Provinsi 1 : 250.000
1.500.000 Lintas Kabupaten 1 : 250.000
Dalam 1 : 50.000
Kabupaten
3 100.000 - < DAS Sedang Lintas Provinsi 1 : 100.000
500.000 Lintas Kabupaten 1 : 100.000
Dalam 1 : 50.000
Kabupaten
Dalam Kota 1 : 25.000
4 10.000 - < DAS Kecil Lintas Provinsi 1 : 50.000
100.000 Lintas Kabupaten 1 : 50.000
Dalam 1 : 25.000
Kabupaten
Dalam Kota 1 : 10.000
5 Kurang dari DAS Sangat Lintas Provinsi 1 : 10.000
10.000 Kecil Lintas Kabupaten 1 : 10.000
Dalam 1 : 10.000
Kabupaten
Dalam Kota 1 : 10.000
Sumber :Ditjen BPDASPS dan PP 15/2010
40
Fluktuasi debit sungai dan curah hujan
Tingkat erosi sedimentasi
Penggunaan lahan dalam DAS
Tingkat sosial ekonomi penduduk
Tingkat kelembagaan DAS
3. Laporan Akhir
Laporan Akhir Kajian Karakteristik DAS dipresentasikan oleh Tim
Penyusun di depan forum yang diikuti oleh dinas/instansi yang berada dalam
lingkup Kementerian Kehutanan di daerah, dinas/instansi terkait di daerah,
dan Direktorat Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS. Pembahasan
pada Laporan Akhir ini dititikberatkan pada hasil analisis terhadap pemetaan
41
karakteristik DAS dan hasil survei lapangan yang telah disusun oleh Tim
Penyusun.
42
BAB IV
HASIL IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAS
KAJIAN KARAKTERISTIK
Sub DAS / DAS / Wilayah DAS : ............
BUKU I
(BUKU UTAMA)
............................
B. Penyajian
Disajikan dalam tiga (3) Buku yang terpisah, yang terdiri dari :
(a) Buku I : Buku Utama
Buku ini memuat uraian kegiatan penyusunan Karakteristik DAS
dalam suatu wilayah DAS. Disamping itu buku ini supaya dilengkapi
Peta Situasi sebagai petunjuk lokasi.
(b) Buku II : Lampiran Data
Buku ini memuat rumus-rumus/ pendekatan yang digunakan dengan
data pendukungnya yang mendasari dalam penyusunan Karakteristik
DAS.
(c) Buku III : Lampiran Peta
Buku ini memuat peta-peta yang dipergunakan/menjadi dasar untuk
menyusun Karakteristik DAS.
43
2. Sampul buku berupa kertas manila berwarna kuning dengan huruf
dicetak.
3. Isi buku I diketik/dicetak dengan baik dengan persyaratan sebagai berikut:
- Kertas HVS ukuran kuarto
- Jarak ketik 2 spasi
- Setiap Bab diketik pada halaman baru
- Jarak ketikan dari ujung kertas :
+ sebelah kiri : 5 Cm
+ sebelah atas : 4 Cm
+ sebelah kanan : 2 Cm
+ sebelah bawah : 2,5 Cm
4. Buku I dan buku II mempunyai daftar isi masing-masing
5. Naskah rencana ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Kalimat supaya tidak terlalu panjang, jelas dan mudah
dimengerti, dan bilamana perlu dilengkapi dengan tabel, histogram dan
sebagainya.
6. Penyajian data/peta supaya mencantumkan sumbernya dan tahunnya
secara jelas sesuai aturan yang berlaku.
C. Jenis-jenis peta yang harus dihimpun dalam buku III adalah sebagai
berikut:
Peta Curah Hujan
Peta Intensitas Hujan
Peta Geologi
Peta Geomorfologi
Peta Erositivitas Hujan (R)
Peta Erodibilitas Tanah (K) (mencakup jeluk tanah)
Peta Kelas Kemiringan
Peta Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Peta Penggunaan Lahan (mencakup nilai CP)
Peta Unit Lahan
Peta Bahaya Erosi (BE)
Peta Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Peta Arahan Penggunaan Lahan
Peta Kemampuan Lahan
Peta Sosial Ekonomi
Peta Administrasi
Peta Arahan Penggunaan Lahan
Peta kawasan hutan
Peta lain yang dianggap perlu
44
Format 1. Klasifikasi Bentuk Lahan (Kucera, 1998)
Sistem Subsistem Facet Singkatan
Alluvial (A) Alluvio-marine Swamp A.1.w
(A.1) Marsh A.1.m
Lowland plain A.1.p
Delia complex A.1.d
Sand bars A.1.s
Narrow A.4.d
depressions
Broad basia A.4.b
Swamp or marsh A.4.w
Lacustrine plain A.4.l
(recent)
Lacustrine plain A.4.p
(ancient)
Beaches (B.1) Sand beach B.1.s
Mud beach B.1.m
Shingle beach B.1.h
Cove B.1.c
Mud flat B.1.f
45
Sistem Subsistem Facet Singkatan
Hills (H) Hill pattern (H Isolated hillock H.1.i
.1) Undulating H.1.u
hillock H.1.r
Rolling hillock H.1.f
Foothills and
spurs H.1.p
Interhill plan H.1.r
Rounded hill or
knob H.1.h
Hill
Volcanic (V)
Crater (V.1) Recent lava flow
Volcano upper Ancient lava flow V.4.r
(V.2) V.4.a
Volcano lower
(V.3)
Lava flows
(V.4)
Limestone
Lahar flows
(V.5)
Voleanic
plains (V.6)
Limestone
plains (L.1)
Limestone
plateau (L.2)
Limestone
hills (L.3)
Limestone
mountains
(L.4)
46
Format 2. Klasifikasi Tanah
No Jenis Tanah Karakteristik
1 Tanah Organosol Tanah ini terjadi akibat pelapukan
bahan-bahan organik. Tanah ini
biasanya bersifat subur.
(a)Tanah Gambut merupakan tanah hasil pembusukan yag
tidak sempurna dari di daerah yang
kadang-kadang tergenang oleh air
(rawa).
(b) Tanah Humus merupakan tanah hasil pembusukan
bahan-bahan organik yang mempunyai
sifat sangat subur.
2 Tanah Vulkanik Tanah ini terjadi akibat pelapukan abu
vulkanik dari gunung berapi.
(a) Regosol merupakan tanah dengan ciri ciri :
berbutir kasar, berwarna kelabu sampai
kuning dan sedikit berbahan organik.
(b) Latosol merupakan tanah dengan ciri-ciri
mempunyai warna merah hingga kuning.
Kandungan bahan organiknya sedang.
3 Tanah Aluvium merupakan tanah yang diendapkan dari
hasil erosi di dataran rendah. Jenis
tanah ini mempunyai ciri-ciri berwarna
kelabu dan subur.
4 Tanah Podzol Tanah ini terbentuk akibat curah hujan
yang tinggi dan suhunya yang rendah.
Tanah ini mempunyai ciri-ciri yaitu
miskin akan unsur hara, tidak subur
dan berwarna merah sampai kuning.
5 Tanah Laterit merupakan tanah hasil cucian, kurang
subur karena kehilangan unsur hara
dan tandus. Awalnya tanah ini subur,
namun karena unsur haranya
dilarutkan oleh air maka menjadi tidak
subur. Warna tanah ini kekuningan
sampai merah.
6 Tanah Litosol adalah hasil pelapukan batuan beku dan
batuan sedimen yang baru terbentuk
sehingga mempunyai butiran yang
besar. Ciri-ciri tanah jenis ini adalah
miskin akan unsur hara dan mineralnya
masih terikat pada butiran yang besar-
besar. Tanah litosol kurang subur.
7 Tanah Kapur merupakan jenis tanah akbiat dari
pelapukan batuan kapur.
(a) Renzina merupakan tanah hasli pelapukan
batuan kapur di daerah dengan curah
hujan tinggi. Tanah ini mempunyai ciri-
ciri berwarna hitam dan miskin akan
unsur hara.
(b) Mediteran merupakan tanah dari hasil pelapukan
batuan kapur keras dan bauan sedimen.
Warna tanah ini kemerahan hingga
coklat.
47
8 Tanah pasir merupakan tanah yang bersifat kurang
baik bagi pertanian yang terbentuk dari
batuan beku dan batuan sedimen
dengan butiran sangat kasar dan
berkerikil. Jenis tanah ini banyak di
jumpai dimana-mana.
48
Tabel Data Bentuk Lereng
Bentuk Luas (Ha) Persentasi Luas
Lereng (%)
49
Tabel Data Limpasan Permukaan
DAS/Sub-DAS Kelas Limpasan Luas (Ha) Persentasi Luas
Permukaan (%)
Kecamatan :.
Kabupaten/Kota :.
No Variabel Ukuran Besaran Kategori Skor
1 Kepadatan ..Jiwa/Km2 < 250 Jiwa/Km2 Rendah 1
penduduk 250 400 Sedang 3
geografis Jiwa/Km2 Tinggi 5
> 400 Jiwa/Km2
2 Kepadatan Jiwa/Km2
penduduk
agraris
3 Persentase .% < 10 % Rendah 1
rumah tangga 10% 20 % Sedang 3
tani > 20 % Tinggi 5
50
Format 5. Tingkat Kerentanan DAS Berdasarkan Karakteristik Sosial Budaya
DAS
Kecamatan :.
51
Format 7. Tingkat Kerentanan DAS Berdasarkan Karakteristik Kelembagaan
DAS
Kecamatan :.
Kabupaten/Kota :.
No Variabel Ukuran Besaran Kategori Skor
1. Lembaga 1. Ada dan Rendah 1
adat dalam dilaksanakan
konservasi dengan baik
2. Ada tapi belum Sedang 3
dilaksanakan
dengan baik
3. Tidak ada Tinggi 5
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
Ir. Murdoko, MM
NIP 19580820 198603 1 003
52