Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SOSIOLOGI MASALAH

SOSIAL DI SEPUTAR KITA masalah sosialsosiologi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Dalam konteks ini, tolok-ukur suatu masalah layak disebut sebagai masalah sosial atau tidak,
akan sangat ditentukan oleh nilai-nilai dan/atau norma-noma sosial yang berlaku dalam
komunitas itu sendiri. Oleh karena itu, pernyataan sesuai atau tidaknya suatu masalah itu
dengan nilai-nilai dan/atau norma-norma sosial harus dikemukakan oleh sebagian besar
(mayoritas) dari anggota komunitas. Berbagai masalah sosial di Indonesia akan tetap ada,
tumbuh dan/atau berkembang sesuai dengan dinamika komunitas itu sendiri.

1.2. Identifikasi Masalah


1) Narkoba
2) Korupsi
3) Disorganisasi keluarga

1.3. Tujuan Pembuatan Makalah


1) Sebagai tugas dari guru bidang studi sosiologi
2) Sebagai bahan referensi pengetahuan tentang masalah sosial,
3) Sebagai pengenalan terhadap pola hidup sosial,
4) Sebagai antisifasi terhadap masalah sosial itu sendiri,
5) Untuk menindaklanjuti masalah sosial yang terjadi di seputar kita,

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain narkoba, istilah
lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah
Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah ini, baik narkoba atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya
mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba
sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak
dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan
akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis.

Penyebaran
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh
penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah
sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini
bisa membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang
begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih
sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa,
bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini
upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu
dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya
untuk selalu menjauhi Narkoba.

Efek

Halusinogen, efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian
dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi ber-halusinasi dengan melihat
suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada /tidak nyata contohnya kokain & LSD

Stimulan, efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti
jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan
seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu , dan cenderung membuat seorang
pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara

Depresan, efek dari narkoba yang bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi
aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat
pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw

Adiktif, Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin
lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat
pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam
otak,contohnya ganja, heroin, putaw

Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam
tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis
dan akhirnya kematian

Jenis
Heroin atau diamorfin (INN) adalah sejenis opioid alkaloid.
Heroin adalah derivatif 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah namanya adalah diasetilmorfin)
dan disintesiskan darinya melalui asetilasi. Bentuk kristal putihnya umumnya adalah garam
hidroklorida, diamorfin hidroklorida. Heroin dapat menyebabkan kecanduan.
Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya penghasil serat,
namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC,
tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang
yang berkepanjangan tanpa sebab).
Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini
biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium
juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan
negara kapitalis terhadap negara berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah
dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual penyembahan
dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan dengan meminum Bhang.
Kontroversi
Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak terbukti bahwa
pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan terlarang yang berdasarkan
bahan kimiawi dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya bagi umat
manusia. Diantara pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euphoria (rasa
gembira) yang berlebihan, serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir diantara para pengguna
tertentu.
Efek negatif secara umum adalah bila sudah menghisap maka pengguna akan menjadi malas
dan otak akan lamban dalam berpikir. Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak
sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana
dan marijuana pada umumnya. Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan pengobatan
untuk penyakit tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak yang menyatakan adanya
lonjakan kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya (terutama pada para seniman dan
musisi.
Berdasarkan penelitian terakhir, hal ini (lonjakan kreatifitas), juga di pengaruhi oleh jenis
ganja yang digunakan. Salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreatifitas adalah
hasil silangan modern Cannabis indica yang berasal dari India dengan Cannabis sativa
dari Barat, dimana jenis Marijuana silangan inilah yang merupakan tipe yang tumbuh di
Indonesia.
Efek yang dihasilkan juga beragam terhadap setiap individu, dimana dalam golongan tertentu
ada yang merasakan efek yang membuat mereka menjadi malas, sementara ada kelompok
yang menjadi aktif, terutama dalam berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang
dihasilkan Methamphetamin). Marijuana, hingga detik ini, tidak pernah terbukti sebagai
penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di masa lalu dianggap sebagai tanaman luar
biasa, dimana hampir semua unsur yang ada padanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Hal ini sangat bertolak belakang dan berbeda dengan efek yang dihasilkan oleh
obat-obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya menjadi kecanduan
hingga tersiksa secara fisik, dan bahkan berbuat kekerasan maupun penipuan (aksi kriminal)
untuk mendapatkan obat-obatan kimia buatan manusia itu.

Pemanfaatan
Tumbuhan ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan pembuat
kantung karena serat yang dihasilkannya kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai sumber
minyak.
Namun demikian, karena ganja juga dikenal sebagai sumber narkotika dan kegunaan ini lebih
bernilai ekonomi, orang lebih banyak menanam untuk hal ini dan di banyak tempat
disalahgunakan.
Di sejumlah negara penanaman ganja sepenuhnya dilarang. Di beberapa negara lain,
penanaman ganja diperbolehkan untuk kepentingan pemanfaatan seratnya. Syaratnya adalah
varietas yang ditanam harus mengandung bahan narkotika yang sangat rendah atau tidak ada
sama sekali.
Sebelum ada larangan ketat terhadap penanaman ganja, di Aceh daun ganja menjadi
komponen sayur dan umum disajikan.
Bagi penggunanya, daun ganja kering dibakar dan dihisap seperti rokok, dan bisa juga
dihisap dengan alat khusus bertabung yang disebut bong.

Budidaya
Tanaman ini ditemukan hampir disetiap negara tropis. Bahkan beberapa negara beriklim
dingin pun sudah mulai membudidayakannya dalam rumah kaca.
Morfin
adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan
pada opium. Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit.
Efek samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan
penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan
konstipasi. Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya. Pasien
morfin juga dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk. Kata morfin berasal dari
Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi Yunani.

Kokain
Kokain adalah senyawa sintetis yg memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat. Kokain
merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman Erythroxylon coca, yang berasal dari
Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman ini biasanya dikunyah oleh penduduk setempat
untuk mendapatkan efek stimulan.
Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata,
hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksif-nya juga membantu. Kokain
diklasifikasikan sebagai suatu narkotika, bersama dengan morfin dan heroin karena efek
adiktif.

2.2. Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat
publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat
namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi :
Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung
kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
politik yang normal.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan teman lama.
Lemahnya ketertiban hukum.
Lemahnya profesi hukum.
Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian
yang cukup ke pemilihan umum.
Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau sumbangan
kampanye.

2.3. Disorganisasi Keluarga


Keluarga adalah sejumlah orang yang bertempat tinggal dalam satu atap rumah dan diikat
oleh tali pernikahan yang satu dengan lainnya memiliki saling ketergantungan. Keluarga
merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh yang sangat besar bagi
tumbuh kembangnya remaja. Dengan kata lain, secara ideal perkembangan remaja akan
optimal apabila mereka bersama keluarganya.
Secara umum keluarga memiliki fungsi (a) Reproduksi, (b) Sosialisasi, (c) Edukasi, (d)
Rekreasi, (e) Afeksi, dan (f) Proteksi. Sehingga pengaruh keluarga sangat besar terhadap
pembentukan pola kepribadian anak. Keberfungsian sosial keluarga mengandung pengertian
pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi antara keluarga dengan anggotanya, dengan
lingkungannya, dan dengan tetangganya, dan lain-lain.
Kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga yang ideal salah
satunya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya
terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya. Namu, jika keberfungsian sosial
keluarga itu tidak berjalan dengan baik akan mengakibatkan terjadinya disorganisasi keluarga
yaitu adanya perpecahan dalam keluarga. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan pola
perilaku anak, biasanya sering mengarah ke dalam hal-hal yang negatif seperti kenakalan
remaja.
Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran ideal sebuah keluarga
yang baik. Perubahan sosial, ekonomi, dan budaya dewasa ini telah banyak memberikan hasil
yang menggembirakan dan berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun
demikian pada waktu bersamaan, perubahan-perubahan tersebut membawa dampak yang
tidak menguntungkan bagi keluarga. Misalnya adanya gejala perubahan cara hidup dan pola
hubungan dalam keluarga karena berpisahnya suami/ ibu dengan anak dalam waktu yang
lama setiap harinya. Kondisi yang demikian ini menyebabkan komunikasi dan interaksi
antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens. Hubungan kekeluargaan yang semula
kuat dan erat, cenderung longgar dan rapuh. Ambisi karier dan materi yang tidak terkendali,
telah mengganggu hubungan interpersonal dalam keluarga.
Dalam kaitannya dengan permasalahan remaja, rintangan perkembangan remaja menuju
kedewasaan itu ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi anak di waktu kecil di
lingkungan rumah tangga dan lingkungan masyarakat, di mana anak itu hidup dan
berkembang. Jika seorang individu dimasa kanak-kanak mengalami rintangan hidup dan
kegagalan, maka frustasi dan konflik yang pernah dialaminya dulu itu merupakan penyebab
utama timbulnya kelainan-kelainan tingkah laku seperti kenakalan remaja, kegagalan
penyesuaian diri dan kelakuan kejahatan. Ekspresi meningkatnya emosi ini dapat berupa
sikap bingung, agresivitas yang meningkat dan rasa superior yang terkadang
dikompensasikan dalam bentuk tindakan yang negatif seperti pasif terhadap segala hal,
apatis, agresif secara fisik dan verbal, menarik diri dan melarikan diri dari realita ke minuman
alkohol, ganja atau narkoba, dan lain-lain.
Dewasa ini permasalahan remaja masih cukup menonjol, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Tidak kurang Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono, mengkhawatirkan kondisi remaja
pada saat ini. Dikemukakan bahwa berbagai fenomena kegagalan sekarang ini antara lain
disebabkan pembinaan keluarga yang gagal. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus
narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja (Media
Indonesia , 30 Juni : 16). Selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak
juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah postitusi anak yang
berusia 15-20 tahun sebanyak 60 % dari 71.281 orang. UNICEF Indonesia menyebut angka
30 % dari 40-150.000; dan Irwanto menyebutkan angka 87.000 pelacur anak atau 50 % dari
total penjaja seks (Sri Wahyuningsih, 2006).
Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang Kenakalan remaja Sebagai Perilaku
Menyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian keluarga yang ditulis oleh Masngundi
HMS bahwa ternyata terdapat hubungan negatif antara kenakalan remaja dengan
keberfungsian keluarga. Yang artinya semakin meningkatnya keberfungsian keluarga dalam
melaksanakan tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya maka akan semakin rendah tingkat
kenakalan anak-anaknya atau kualitas kenakalannya semakin rendah.
Kebiasaan anggota keluarga yang lebih tua, terutama orang tua, sangat berpengaruh terhadap
nilai-nilai yang dimiliki anak. Pertama-tama anak akan melakukan penipuan atau imitasi
terhadap perilaku orang lain, terutama orang terdekatnya. Bila dalam komunikasi keluarga
banyak nilai-nilai kekerasan dan diskriminasi, maka anak akan menirunya. Misalnya terjadi
kekerasan kepada isteri, maka anak-anak akan meniru pola ini hingga dewasa, sampai ada
penyadaran yang kuat baik diri sendiri maupun lingkungan yang mendukung untuk
menghentikan kekerasan itu.
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan
dalam pemikiran Emile Durkheim (Soerjono, Soekanto, 1985 : 73). Bahwa perilaku
menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang
normal dalam bukunya Rules of Sociological Methode dalam batas-batas tertentu
kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan
demikian perilaku dikatakan normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas,
dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan
keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat
pada sesuatu perbuatan yang tidak sengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap
normal yaitu perilaku nakal/ jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan
pada masyarakat.
Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang Potret Kehidupan Remaja Pengguna Narkoba di
PPI Surabaya Utara yang mana menyebutkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan
narkoba pertama disebabkan oleh pola pengasuhan, pengawasan serta perhatian orang tua
terhadap anaknya kurang. (Sukartini, 2006 : 5)
Akhir-akhir ini banyak kita jumpai permasalahan mengenai disorganisasi keluarga,
diantaranya adalah perceraian. Kasus perceraian pasangan suami isteri sudah mencapai angka
yang sangat menghawatirkan, jadi bisa dibayangkan betapa sebenarnya banyak keluarga di
sekitar kita mengalami satu fase kehidupan yang sungguh tidak diharapkan. Perceraian
senantiasa membawa dampak yang mendalam bagi anggota keluarga meskipun tidak semua
perceraian membawa dampak yang negatif.
Fenomena kekerasan ini dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya terjadi pada sektor
domestik atau urusan rumah tangga (Domestic violence), tetapi juga terjadi pada sektor
publik atau lingkungan kerja (Public violoence). Sebutlah kekerasan fisik sampai pada sangsi
sosial atau psikologis.
Hal ini senada dengan data yang dihimpun oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK.
Dalam laporannya, selama 4 bulan awal 2007, LBH APIK menerima lapioran sebanyak 140
kasus. Dari total laporan kasus tersebut, 83 diantaranya adalah kasus Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT), 26 kasus perceraian dan hak setelah bercerai, 10 kasus ingkar janji,
6 kasus ketenagakerjaan, serta 2 kasus nikah di bawah tangan. Sementara itu, kasus
pemalsuan surat nikah, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan terjaring operasi yustisi masing-
masing tercatat 1 laporan. Sedeangkan 9 laporan sisanya dalam kategori kekerasan lain-lain.
Dari jumlah laporan tersebut, jenis kekerasan psikis dan ekonomi menempati posisi teratas,
sebanyak 28 kasus. Kemudian diikuti oleh kekerasan fisik-psikis 21 kasus, serta kekerasan
fisik-psikis-ekonomi 17 kasus. Sisanya masuk kategori kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan
seksual yang berdiri sendiri. Sementara itu, tingkat penyelesaian seluruh laporan bervariasi.
Dari data tersebut, 30 laporan sedang menjalani proses Perdata, 9 laporan menjalani proses
Pidana, 6 laporan dalam tahap Mediasi, dan 38 sisanya masih dalam konsultasi.
Berawal dari hal tersebut, maka perlu dicari usaha-usaha untuk menanggulangi perceraian.
Agar apa yang diusahakan dapat berhasil dengan baik maka penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui faktor determinan penyebab masalah perceraian tersebut. Perceraian
adalah berakhirnya jalinan seorang suami atau isteri dalam sebuah keluarga untuk melakukan
tugas-tugasnya karena suatu sebab.
Menyadari bahwa di satu sisi keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan utama bagi
tumbuh kembangnya remaja, pada sisi lain remaja merupakan potensi dan sumber daya
manusia pembangunan di masa depan, maka diperlukan program yang terencana. Program
terencana dimaksud akan dapat dicapai, apabila tersedia data dan informasi yang obyektif dan
aktual tentang permasalahan keluarga maupun remaja. Dalam kerangka itu diperlukan
penelitian ini.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setiap orang memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku menyimpang dari jalur yang
telah ditentukan berdasarkan norma hukum yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai
tujuannya. Penyimpangan perilaku ini, semata-mata didorong oleh nilai-nilai sosial budaya
yang dianggap berfungsi sebagai pedoman berperikelakuan setiap manusia didalam hidupnya.
Jadi kelakuan yang menyimpang itu akan terjadi apabila manusia memiliki kecenderungan
untuk lebih mementingkan suatu nilai sosial budaya dari pada kaidah-kaidah yang ada untuk
mencapai cita-citanya. Berpudarnya pegangan orang pada kaidah-kaidah , menimbulkan
keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa kaidah-kaidah. Hal ini berhubungan erat dengan
teori anomie Durkheim, dimana menimbulkan mentalitas menerabas yang pada hakekatnya
menimbulkan sikap untuk mencapai tujuan secepatnya tanpa banyak berusaha dan berkorban
dalam arti mengikuti langkah-langkah atau kaidah kaidah yang ditentukan. Berkaitan dengan
teori diatas, setiap orang yang berperilaku di luar kaidah-kaidah yang telah disepakati
bersama, dianggap sebagai melawan kaidah tersebut atau tindakkan menerabas, yaitu
melakukan jalan pintas di luar kaidah yang ada untuk mencapai tujuan dengan cepat.
Munculnya perilaku menyimpang ini disebabkan oleh kaidah kaidah yang ada tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga mendorong orang untuk mengembangkan konsepsi-konsepsi
abstrak yang ada dalam pikirannya untuk mencapai tujuannya atau mencari identitas diri
tanpa memperhitungkan dampak negatifnya.

3.2. Saran
3.2.1. Masyarakat
Agar lebih meningkatkan pendidikan moral dan pendidikan formal, sehingga memiliki
keseimbangan selaras dalam mengatasi persoalan yang dihadapi yang semakin komplek dan
dapat mengatasi masalah sosial secara sikap yang terdidik dan berpegang teguh kepada aturan
norma, agama, dan hokum yang berlaku.
3.2.2. Sekolah
Lebih bersikap peduli untuk mengawasi siswa dan siswi di sekolah serta mampu
memberrikan arahan yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga perilaku siswa dan siswi
terhindar dari perilaku menyimpang.
3.2.3. Siswa-siswi
Dapat berpikir rasional dalam menghadapi masalah yang dihadapi baik itu masalah yang
menyangkut emosion feeling, harga diri, ekonomi, atau masalah lainnya.
Dapat memilih dan memilih sikap dan tingkah laku yang positip dan tidak mudah terbawa
arus budaya yang tidak jelas yang berefek samping pada penjerumusan.

Anda mungkin juga menyukai