Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD)


adalah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen pada katupkatup jantung
yang biasanya berupa penyempitan atau kebocoran terutama di katup mitral yang
disebabkan oleh demam rematik. Katup jantung tersebut rusak karena proses
perjalanan penyakit yang dimulai dari infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus beta hemoliticus tipe A dengan salah satu atau lebih gejala
mayor, yaitu polyarthritis migrans, karditis, chorea Sydenham, dan erythema
marginatum.1 Penyakit jantung rematik menyebabkan 200.000250.000 kematian
dini pada anakanak setiap tahunnya, dan merupakan penyebab kematian
kardiovaskuler nomor satu pada anakanak.2
Katup yang terserang penyakit dapat mengalami dua jenis gangguan
fungsional: (1) insufisiensidaun katup tidak dapat menutup rapat sehingga darah
dapat mengalir balik; (2) stenosis katuplubang katup mengalami penyempitan
sehingga aliran darah mengalami hambatan. Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi
bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai lesi campuran atau terjadi sendiri
yang disebut sebagai lesi murni.10,11
Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup
memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk menggantikan jumlah
darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik sehingga meningkatkan
volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung meningkatkan tekanannya
agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang meningkat, karena itu akan
meningkatkan tekanan kerja miokardium. Respon miokardium yang khas terhadap
peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi
otot. Dilatasi ruang dan hipertrofi merupakan mekanisme kompensasi yang
bertujuan meningkatkan kemampuan pemompaan jantung.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. MITRAL STENOSIS
a. Definisi
Mitral stenosis adalah gangguan katup mitral yang menyebabkan
penyempitan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan mitral stenosis khas
memiliki daun katup mitral yang menebal, komisura yang menyatu, dan
korda tendineae yang menebal dan memendek. Mitral stenosis merupakan
suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui
katup mitral oleh karena obstruksi pada katup mitral. Kelainan struktur
mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri saat diastol.5,6,7

b. Patofisologi
Penyakit jantung rematik merupakan hasil dari respon humoral dan
seluler setelah terpajan Streptococcus pyogenes, biasanya setelah
mengalami infeksi tenggorokan. S. pyogenes memiliki protein membran M,
T, dan R, yang semuanya berhubungan dengan kemampuannya melakukan
perlekatan pada mukosa epitel tenggorokan.5,12
Kontributor utama terjadinya reaksi autoimun pada penyakit
jantung rematik adalah MHC class II (DR dan DQ), yang berlokasi pada
kromosom 6. HLA class II mempresentasikan antigen pada T cell receptor
(TCR) yang menimbulkan mekanisme respon imun adaptif. Mannan-
binding lectin (MBL) adala protein inflamatorik akut yang berfungsi
sebagai reseptor antigen patogen yang terlarut. MBL melekat pada gula di
permukaan patogen dan memainkan peran imunitas adaptif dengan
opsonisasi patogen, meningkatkan fagositosis dan mengaktifkan kaskade
komplemen melalui jalur lectin. 2,8
Reaksi autoimun pada demam rematik akut terjadi ketika antibodi
terhadap Streptococcus bereaksi terhadap jantung. Setelah berikatan dengan
peptida antigen, HLA kompleks menginisiasi aktivasi sel T. Mimikri
molekuler terjadi antara protein M streptococcus dengan protein jantung
(myosin, tropomyosin, keratin, laminin, dan vimentin) sehingga terjadi
reaksi silang terhadap sel T antigenik. Akibat adanya reaksi silang tersebut
sel T yang seharusnya menyerang bakteri patogen, system imun tubuh turut
pula menyerang sel-sel jantung terutama katup jatung.1,9
Pada fase akut, respon inflamasi menyebabkan perubahan
permeabilitas vaskuler dan peningkatan aktivitas PMN dan makrofag.
Invasi sel pro inflamasi pada vaskuler menyebabkan arteritis yang
bermanifestasi klinis sebagai Chorea Sydenham. Inflamasi juga terjadi pada
sendi sendi sehingga terjadi polyarthritis migrans. Serta erythema
marginatum dan nodul subkutan terjadi akibat destruksi pada jaringan
subkutan. Dan yang utama adalah reaksi inflamasi pada jantung
menimbilkan pankarditis. Kelima tanda tersebut merupakan tanda mayor
terjadinya penyakit jantung rematik.5,6
Pada fase kronis pankarditis menyebabkan endocarditis dan
pembentukan jaringan fibrotik dan neovaskularisasi pada jantung. Jaringan
fibrotik juga terbentuk pada jaringan pengikat katub jantung sehingga
menyebabkan terjadinya stenosis.
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura
katup mitral pada waktu fase penyembuhan demam rematik. Terbentuk
sekat jaringan ikat dengan pengapuran yang mengakibatkan lubang katup
mitral pada waktu diastole akan lebih kecil Pada orang dewasa normal
orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Dengan adanya obstruksi
signifikan, misalnya orifisium kurang dari 2cm2, darah dapat mengalir dari
atrium kiri ke ventrikel kiri hanya jika didorong oleh gradient tekanan
atrioventrikuler kiri yang meningkat secara abnormal, merupakan tanda
hemodinamik stenosis mitral. Jika lubang katup mitral kurang dari 1cm 2
tekanan atrium kiri kurang lebih 25mmHg diperlukan untuk
mempertahankan curah jantung (cardiac output) yang normal.8,13,14
Stenosis mitral menyebabkan peningkatan tekanan dalam atrium
kiri. Peninggian tekanan atrium kiri akan diteruskan ke vena pulmonalis
sehingga tekanan pada vena pulmonalis akan ikut meninggi. Jika
peninggian tekanan vena pulmonalis melebihi tekanan onkotik plasma,
maka akan timbul transudasi cairan ke dalam alveoli dan jaringan
interstitial, yang disebut sebagai oedem paru. Karena peninggian tekanan
tekanan ini lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya penebalan lapisan
intima dan media dari arteiol. Hal ini dapat berakibat peninggian tahanan
paru yang menyebabkan beban pernapasan bertambah. Peninggian tekanan
pada vena pulmonalis dan kapiler secara pasif diteruskan ke system arteri
pulmonal yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi
ventrikel kanan, dilatasi ventrikel kanan dan insufisiensi katup tricuspid.
Pada akhirnya vena sistemik akan mengalami bendungan pula seperti hati,
ekstremitas dan lain-lain. 5,10
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
degan takikardi. Tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah
jantung karena pada tingkat tertentu akan mengurang masa pengisian
diastolic. Regangan otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris
sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian
ventrikel dan atrium dan memudahkan terjadinya thrombus di atrium kiri.6,7

c. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis stenosis mitral ditentukan oleh tekanan atrium
kiri, curah jantung, dan resistensi vaskular paru. Dengan peningkatan
tekanan atrium kiri, komplians paru berkurang sehingga pasien menjadi
lebih sesak. Awalnya, sesak napas hanya terjadi bila denyut jantung
meningkat. Bila derajat keparahan lesi meningkat pasien menjadi Ortopnu.
Sebelum onset dipsnu paroksismal, batuk nocturnal mungkin merupakan
satu-satunya gejala peningkatan tekanan atrium kiri. 2,3 Tekanan arteri
pulmonalis meningkat paraler dengan peningkatan atrium kiroi, pada
sebagian besar pasien menjadi lebih tinggi 10-12 mmHg dari tekanan
atrium kiri. Pada beberapa pasien, terutama dengan pasien stenosis mitral
berat, tekanan artei pulmonalis meningkat secara tidak porposional, yang
disebut sebagai hipertensi paru reaktif.6,7,8

d. Diagnosis
Diagnosis stenosis mitral ditegakkan dari riwayat penyakit pasien,
pemerikasan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,
elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiogrfi.6,7,12 Riwayat penyakit yang
biasanya didapat dari pasien adalah:
a Dyspneu deffort/dyspneu saat beraktivitas
b Hemoptisis: batuk darah yang dibatukkan berasal dari saluran
pernapasan bawah
c Nyeri dada
d Riwayat demam rematik sebelumnya
e Paroksimal noktural dispnea
f Palpitasi
Dari pemeriksaan fisik pada pasien diperoleh:
a Inspeksi:11,13,14
1 Nampak pulsasi ictus cordis
2 Malar flush perubahan warna kebiruan pada atas pipi karena
saturasi oksigen berkurang
3 Sianosis perifer
4 Distensi vena jugularis, menonjol karena hipertensi pulmonal dan
stenosis tricuspid
5 Digital clubbing
6 Respiratory distress
7 Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali
dan oedem perifer
b Palpasi:11,13,14
1 Diastolic thrill terhadap getaran pada puncak jantung (ictus cordis
teraba), terutama dengan pasien dalam posisi kearah lateral kiri
2 Atrial fibrilasi, pulse tidak teratur dan terjadinya pulse deficit
antara heart rate dengan nadi lebih dari 60x/menit
c Auskultasi:4,11
Suara jantung I terdengar jelas namun dapat berkurang seiring
menebalnya katup. Suara jantung 2 dapat terdengar splitting bila
terjadi hipertensi pulmonal. Dapat pula terdengar opening snap pada
katup mitral dan murmur diastolik di apeks. Murmur diastole yang
ditandai dengan M1 yang berbunyi lebih keras disebabkan oleh
peningkatan usaha katub mitral untuk menutup.
Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis mitral stenosis:13,14
a Foto Thorax
1 Pembesaran atrium, terlihat kontur ganda atrium pada batas jantung
kanan
2 Pelebaran arteri pulmonal
3 Dilatasi ventrikel kanan, tampak dari batas kanan bergeser ke kanan
4 Aorta yang relative kecil
5 Perkapuran di daerah katup mitral atau pericardium
6 Pada paru terlihat tanda bendungan vena
7 Edema intersisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien
dengan tekanan atrium kiri kurang dari 20 mmHg dan 70% pada
tekanan atrium lebih dari 20 mmHg
b EKG
1 Pembesaran atrium kiri (amplitude P>2mm)
2 Fibrilasi atrium
3 Hipertrofi ventrikel kanan
4 Right Axis Deviation
5 R>S pada V1
6 Depresi gelombang ST dan gelombang T inverse pada V1-V3
c Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dengan perekaman M-mode dan 2D-
Doppler dapat digunakan untuk:
1 Menentukan derajat stenosis
2 Dimensi ruang untuk jantung
3 Ada tidaknya kelainan penyerta
4 Ada tidaknya thrombus pada atrium kiri
Pada pemeriksaan ekokardiografi M-mode dapat dilihat hal-hal
berikut:
1 E-F slope mengecil dan gelombang a menghilang
2 Pembukaan katup mitral berkurang
3 Pergerakan katub posterior berubah
4 Penebalan katub akibat fibrosis
5 Pelebaran atrium kiri
d Kateterisasi jantung
Berfungsi untuk menentukan luas dan jenis penyumbatan serta
melihat perbedaan pressure gradient antara atrium kiri dan ventrikel
kiri. Walaupun demikian pada keadaan tertentu masih dikerjakan
setelah suatu prosedur ekokardiografi yang lengap. Saat ini
kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur
pengobatan intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan balon.
e Ekokardiografi
Gambaran ekokardiografi menunjukkan pelebaran atrium kiri
kadang-kadang terlihat hipertrofi ventrikel kanan, berkurangnya
permukaan katup mitral, berubahnya pergerakan katup posterior dan
penebalan katup akibat fibrosis. Rekaman ekokardiografi dapat juga
digunakan sebagai petunjuk operasi. Adanya katup yang masih dapat
bergerak, kecenderungan operasi cukup dengan komsurotomi, sedang
katup yang kaku dan sudah mengalami kalsifikasi cenderung untuk
dilakukan mitral valve replacement.5,6

e. Tatalaksana
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-
obatan hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan
fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi. Penicillin V peroral
masih menjadi pilihan pertama dalam mengeliminasi patogen. Apabila
penicillin peroral tidak tersedia, dapat diberikan benzathine penicillin G
atau procain penicillin single dose secara intramuskular. Apabila pasien
alergi terhadap penicillin dapat diganti dengan erythromycin atau
sefalosporin generasi pertama. Pilihan antibiotik lain dapat berupa
pemberian clarythromycin selama 10 hari, azithromycin selama 5 hari,
atau sefalosporin generasi pertama selama 10 hari. 4
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral
dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan
pembentukan thrombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, diterima sebagai prosedur
klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan
perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup
memuaskan dengan prosedur satu balon.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama
kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada
tahun 1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka
karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas
antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan
kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan
tindakan yang akan diambil apakah reparasi atau penggantian katup mitral
dengan protesa.
Indikasi dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
1 Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm)
dan keluhan
2 Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal
3 Stenosis mitral dengan resiko tinggi timbulnya emboli, seperti:
a Usia tua dengan atrium fibrilasi
b Pernah mengalami emboli sistemik
c Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri
f. Komplikasi
1. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium ditemukan antara 40-50% pada stenosis mitral
yang simtomatis, walaupun hanya sedikit hubungannya antara fibrilasi
atrium dengan beratnya stenosis. Mekanisme timbulnya fibrilasi atrium
belum diketahui secara jelas. Adanya peningkatan tekanan pada atrium
kiri yang lama cenderung menimbulkan hipertrofi dan dilatasi atrium
kiri, dan perubahan struktur ini diduga dapat merubah keadaan
elektrofisiologi atrium kiri, yang merupakan faktor predeposisi untuk
menimbulkan aritmia atrium.Pada fibrilasi atrium kronik biasanya
ditemukan fibrosis internodal tract dan perubahan struktur SA node,
tetapi perubahan ini juga ditemukan pada semua keadaan yang
memperlihatkan fibrilasi atrium disamping karena penyakit jantung
reumatik. Fibrilasi atrium biasanya ditemukan pada pasien dengan usia
diatas 40 tahun.
2. Emboli sistemik
Emboli sistemik merupakan komplikasi yang serius pada stenosis
mitral. Lebih 90% emboli sistemik berat berasal dari jantung dan
penyakit jantung reumatik. Pasien penyakit jantung reumatik yang
mengalami embolisasi terutama terjadi pada pasien dengan kerusakan
katup mitral, dan stenosis mitral. Diduga antara 9-20% pasien penyakit
jantung reumatik yang menyerang katup mitral mengalami embolisasi.
Sekitar dua pertiga pasien mengalami stenosis mitral dengan konplikasi
emboli ditemukan fibrilasi atrium; semakin tua usia, walau tanpa fibrilasi
atrium semakin cenderung timbul komplikasi emboli. Mortalitas akibat
emboli serebri sekitar 50%, sedangkan mortalitas keseluruhan diduga
sekitar 15%.
3. Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung
Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung merupakan
keadaan lanjut akibat perubahan hemodinamik yang timbul karena
stenosis mitral, dimana mekanisme adaptasi fisiologis sudah dilampaui.
4. Endokarditis
Pada pasien dengan katup jantung normal, sel dalam tubuh akan
mengahancurkan baktri-bakteri penyebab endokarditis. Tetapi pada katup
jantung yang rusak dapat menyebabkan bakteri tersebut tersangkut pada
katup tersebut.
5. Prolaps Katup Mitral (MVP)
Selama ventrikel berkontraksi daun katub menonjol ke dalam
atrium kiri kadang-kadang memungkinkan terjadinya kebocoran
(regurgitasi) sejumlah kecil darah ke dalam atrium. Penyakit ini ditandai
dengan penimbunan substansi dasar longgar di dalam daun dan korda
katub mitral, yang menyebabkan katub menjadi floopy dan inkompeten
saat sistol. MVP jarang menyebabkan masalah jantung yang serius
namun bisa menjadi penyulit sindrom marfan atau penyakit jaringan ikat
serupa dan pernah dilaporkan sebagai penyakit dominan autosomal yang
berkaitan dengan kromosom 16p. Sebagian besar timbul sebagai kasus
yang sporadik.

g. Prognosis
Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka
harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46%
angka harapan hidup 10 tahun). Hal ini disebabkan oleh angka risiko
terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi.
B. MITRAL REGURGITASI
a. Definisi
Mitral regurgitasi (mitral insufisiensi) adalah keadaan dimana
terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saaat sistolik,
akibat katup mitral tidak menutup dengan sempurna.6,8,12

b. Patofisiologi
Katup mitral yang tidak dapat menutup kembali secara sempurna
pada saat sistolik pada insufisiensi mitral dapat diakibatkan oleh karena
kalsifikasi, penebalan dan distorsi daun katup. Selama fase sistolik terjadi
aliran balik ke atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang. Walaupun
demikian output ventrikel kiri ke aorta harus dipertahankan secara optimal
dengan mekanisme kompensasi, ventrikel kiri berkontraksi lebih kuat,
sampai timbul dekompensasi. Akhirnya ventrikel kiri akan berdilatasi juga
sebagai akibat volume darah yang banyak masuk dari atrium kiri pada saat
sistolik. Akibat dari dilatasi ventrikel, chorda tendinea bergeser ke lateral.
Hal tersebut mengakibatkan cuspis pada katup mitral tidak dapat menutup
secara sempurna saat fase sistolik. Pada saat sistolik darah mengalir dari
atrium kiri ke ventrikel kiri. Darah atrium kiri tersebut berasal dari paru-
paru melalui vena pulmonalis dan juga darah dari insufisiensi yang berasal
dari ventrikel kiri pada waktu sistolik sebelumnya. Selanjutnya akan timbul
dilatasi dari atrium kiri dimana dilatasi ini akan menyebabkan insufisiensi
semakin banyak, timbul hipertensi pulmonal seperti yang terjadi pada
stenosis mitral, walau terjadinya jarang dan secara klinis lebih ringan
dibanding dengan stenosis mitral.4,12,13
Hipertensi pulmonal akan menimbulkan hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan pada beberapa kasus. Edema pulmoner akut jarang timbul
pada insufisiensi mitral. Fibrilasi atrium dapat terjadi pada insufisiensi yang
sudah lama dan biasanya secara klinis ringan.3,12

c. Manifestasi klinis
Pasien MR berat akut hampir semuanya simptomatik. Pada beberapa
kasus dapat diperberat oleh adanya ruptur chordae, umumnya ditandai oleh
sesak nafas dan rasa lemas yang berlebihan, yang timbul secara tiba-
tiba.Kadang ruptur korda ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea,
paroxysmal nocturnal dispnea dan rasa capai kadang ditemukan pada MR
akut.5,6
Pasien dengan MR ringan biasanya asimptomatik. MR berat dapat
asimptomatik atau gejala minimal untuk bertahun-tahun. Rasa cepat capai
karena cardiac output yang rendah dan sesak nafas ringan pada saat
beraktivitas, biasanya segera hilang apabila aktivitas segera dihentikan. 5,15
Sesak nafas berat saat beraktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea
atau edema paru bahkan hemoptisis dapat juga terjadi. Gejala-gejala berat
tersebut dapat dipicu oleh fibrilasi atrial yang baru timbul atau karena
peningkatan derajat regurgitasi, atau ruptur korda atau menurunnya
performance ventrikel kiri. 5,15
Sedangkan periode transisi dari akut menjadi kronik MR, dapat juga
terjadi misalnya dari gejala akut seperti edema paru dan gagal jantung
dapat mereda secara progresif akibat perbaikan performance ventrikel kiri
atau akibat pemberian diuretika.5,15

d. Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan tekanan darah normal.
Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya terdorong ke lateral/kiri sesuai
dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda terdapatnya
MR berat. Juga bisa terdapat right ventricular heaving, bisa juga
didapatkan pembesaran ventrikel kanan.5,15
Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur.
Umumnya normal, namun dapat mengeras pada MR karena penyakit
jantung rematik.Bunyi jantung kedua biasanya normal. Bunyi jantung
ketiga terdengar terutama pada MR akibat kelainan organik, di mana
terjadi peningkatan volume dan dilatasi ventrikel kiri. Murmur diastolik
yang bersifat rumbling pada awal diastolik bisa juga terdengar akibat
adanya peningkatan aliran darah pada fase diastol, walau tidak disertai
oleh adanya stenosis mitral. Namun perlu diingat bahwa bunyi jantung
ketiga dan murmur diastolik ini biasanya bunyinya bersifat low pitch,
sulit dideteksi, perlu auskultasi yang hati-hati, lebih jelas terdengar pada
posisi dekubitus lateral kiri, dan pada saat ekspirasi.5,15
Gallop atrial biasanya terdengar pada MR dengan awitan yang
masih baru dan pada MR fungsional atau iskemia serta pada irama yang
masih sinus. Pada MR karena MVP dapat terdengar mid systolic click
yang merupakan petanda MVP, bersamaan dengan murmur sistolik. Hal
ini terjadi sebagai akibat peregangan yang tiba-tiba dari chordae
tendinea.15
Petanda utama dari MR adalah murmur sistolik, minimal derajat
sedang, berupa murmur holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama
sampai bunyi jantung kedua. Murmur biasanya bersifat blowing, tetapi
bisa juga bersifat kasar (harsh) terutama pada MVP.5,15
2. Elektrokardiografi
Gambaran EKG pada MR tidak ada yang spesifik, namun fibrilasi
atrial sering ditemukan pada MR karena kelainan organik. MR karena
iskemia, Q patologis dan LBBB bisa terlihat sedangkan pada MVP bisa
terlihat perubahan segmen ST-T yang tidak spesifik. Pada keadaan
dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi atrium kiri (LAH) dan dilatasi
atrium kanan (RAH) bisa ditemukan apabila sudah ada hipertensi
pulmonal yang berat. Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri (LVH) bisa
juga ditemukan pada MR kronik.5,15
3. Rontgen thotaks
Pada gambaran foto thoraks bisa memperlihatkan tanda-tanda
pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri.Juga tanda-tanda hipertensi
pulmonal atau edema paru bisa ditemukan pada MR kronik.Sedangkan
pada MR akut, biasanya pembesaran jantung belum jelas, walaupun
sudah ada tanda-tanda gagal jantung kiri.5
4. Echocardiography
Ekokardiografi dapat ditemukan atrium kiri dan ventrikel kiri
biasanya membesar dan atau memperlihatkan pulsasi yang meningkat,
adanya rupture chordae, gerakan kasar dan tak teratur dari daun yang
telibat, vegetasi kalsifikasi annulus atrium juga terlihat.3,4,13

e. Tatalaksana
Terapi MR akut adalah secepatnya menurunkan volume regurgitan,
yang seterusnya akan mengurangi hipertensi pulmonal dan tekanan atrial
dan meningkatkan strok volume. Vasodilator atrial seperti sodium
nitroprusid merupakan terapi utama untuk tujuan ini. Vasodilator arterial
dapat mengurangi resistensi valvuler, meningkatkan aliran pengeluaran dan
bersamaan dengan ini akan terjadi juga pengurangan dari aliran regurgitasi.
Pada saat bersamaan dengan berkurangya volume ventrikel kiri dapat
membantu perbaikan kompetensi katup mitral.
Prevensi terhadap endokarditis infektif pada MR sangat penting.
Pasien usia muda dengan MR karena penyakit jantung rematik harus
mendapat profilaksis terhadap demam rematik. Untuk pasien dengan AF
perlu diberikan digoksin dan atau beta blocker untuk kontrol frekuensi
detak jantung (rate control).
Tindakan bedah operatif terdapat dua pilihan yaitu rekonstruksi dari
katup mitral dan penggantian katup mitral. Ada beberapa pendekatan
dengan rekonstruksi valvular ini, tergantung dari morfologi lesi dan etiologi
MR, dapat berupa valvular repair misalnya pada MVP, annuloplasty,
memperpendek korda dan sebagainya.

f. Komplikasi
1. Gagal jantung
Gagal jantungterjadi ketika jantung tidak dapat memompa cukup
darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Regurgitasi katup mitral yang
parah menempatkan beban tambahan pada jantung, karena dengan
memompa darah ke belakang, hanya ada sediki tdarahyang mengalir
setiap denyutnya. Ventrikel kiri akan lebih besar dan jika tidak ditangani,
venterikel tersebut menjadi melemah. Hal tersebut dapat menyebabkan
gagal jantung.
2. Fibrilasi atrium
Peregangan dan pembesaran atrium kiri jantung dapat
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung dimana ruang atas jantung
berdetak kacau dan cepat. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan pembekuan
darah yang dapat melepaskan diri dari jantung dan bergerak ke bagian lain
dari tubuh sehingga menyebabkan masalah serius, seperti stroke.
3. Hipertensi pulmonal
Jika regurgitasi katup mitral tidak diobati atau tidak diobati dengan
benar, Anda dapat mengembangkan jenis tekanan darah tinggi yang
mempengaruhi arteri di paru-paru (hipertensi pulmonal). Katup mitral
yang bocor dapat meningkatkan tekanan di atrium kiri yang dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal yang dapat menyebabkan gagal jantung
di sisi kanan jantung.
4. Prolaps katup mitral (MVP)
Selama ventrikel berkontraksi daun katup menonjol ke dalam
atrium kiri kadang-kadang memungkinkan terjadinya kebocoran
(regurgitasi) sejumlah kecil darah ke dalam atrium. Penyakit ini ditandai
dengan penimbunan substansi dasar longgar di dalam daun dan korda
katub mitral, yang menyebabkan katup menjadi floopy dan inkompeten
saat sistol.
C. TRIKUSPIDALIS REGURGITASI
a. Definisi
Regurgitasi katup trikuspidalis (inkompetensia trikuspidalis/
insufisiensi trikuspidalis) adalah kebocoran pada katup trikuspidalis yang
terjadi setiap kali ventrikel kanan berkontraksi. Pada regurgitasi katup
trikuspidalis, ketika ventrikel kanan berkontraksi, yang terjadi bukan hanya
pemompaan darah ke paru-paru, tetapi juga pengaliran kembali sejumlah
darah ke atrium kanan. Kebocoran ini akan menyebabkan meningkatnya
tekanan di dalam atrium kanan dan menyebabkan pembesaran atrium
kanan. Tekanan yang tinggi ini diteruskan ke dalam vena yang memasuki
atrium sehingga menimbulkan tahanan terhadap aliran darah dari tubuh
yang masuk ke jantung.

b. Patofisiologi
Regurgitasi katup trikuspidalis terjadi ketika tertahannya aliran darah
dari ventrikel kanan akibat penyakit paru-paru berat menahun atau
penyempitan pada katup pulmoner (stenosis katup pulmoner). Sebagai
akibatnya, agar bisa memompa lebih kuat dan agar lubang katup meregang,
ventrikel kanan menjadi membesar.
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi, yaitu infeksi katup
jantung, paling sering terjadi akibat pemakaian obat-obat terlarang yang
disuntikkan ke dalam pembuluh darah, kelainan katup bawaan, cedera pada
katup misalnya akibat terapi radiasi, demam rematik, dan sindroma marfan.

c. Manifestasi Klinis
Gejala yang samar, berupa kelemahan dan kelelahan karena
rendahnya curah jantung. Gejala lainnya biasanya adalah rasa tidak enak di
perut kanan bagian atas karena pembesaran hati dan pulsasi (denyutan nadi)
di leher. Gejala-gejala tersebut merupakan akibat dari aliran balik darah ke
dalam vena. Pembesaran atrium kanan dapat menyebabkan fibrilasi atrium
(denyut jantung yang cepat dan tidak teratur). Pada akhirnya akan terjadi
gagal jantung dan penahanan cairan oleh tubuh, terutama di tungkai.

d. Diagnosis
1. Keluhan Utama
1) Tanpa hipertensi pulmonal, keluhan tidak jelas
2) Sesak napas pada latihan berat
3) Mudah lelah
4) Anoreksi
5) Berat badan menurun
6) Dispneu nocturnal dan paroksismal
7) Hemoptisis
8) Tidak enak pada perut kanan atas
2. Tanda Penting
1) Edema tungkai
2) Perut membesar
3) Kakeksi
4) Asites
5) Hepatomegali
6) Ikterus
7) Pulsasi pada leher
8) Pelebaran vena jugularis
9) Pada saat sistolik dapat teraba implus atrium kanan pada garis
sternal kiri bawah
10) Bunyi S3 dari ventrikal terdengar lebih keras saat inspirasi
11) Bila disertai hipertensi pulmonal, P2 akan terdengar lebih keras
12) Bising pansistolik terdengar paling keras pada selaiga 4 garis
parasternalis kiri sampai subsifoid
13) Derajat bising pada regurgitasi trikuspid meningkat pada inspirasi
(Rivero-Carvellos sign)
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologis: kardiomegali, terutama ventrikal kanan.
2) EKG: tidak spesifik
Blok cabang bundel kanan
Pembesaran atrium dan ventrikel kanan
Fibrilasi atrium.
3) Ekokardiografi: dapat menentukan regurgitasi tricuspid.
4) Kateterisasi: dapat mengetahui regurgitasi.

e. Tatalaksana
Biasanya, regurgitasi katup trikuspidalis tidak memerlukan pengobatan atau
hanya memerlukan sedikit pengobatan, tetapi penyakit paru-paru atau
kelainan katup pulmoner yang mendasarinya, mungkin membutuhkan
pengobatan. Irama jantung yang tidak teratur dan gagal jantung biasanya
diobati tanpa pembedahan pada katup trikuspidalis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Marijan E, Mirabel M, Celermajer DS, Jouven X. Rheumatic


Heart Disease. The Lancet vol 379, 2012: 953 964.
2. Guilherme L, Kalil J. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart
Disease: Celullar Mechanisms Leading Autoimmune Reactivity and
Disease. J Clin Immunol vol 30, 2009: 17 23.
3. Okello E, Wanzhu Z, Musoke C, Twalib A, Kakande B, Lwabi P,
et al. Cardiovascular Complications in Newly Diagnosed Rheumatic
Heart Disease. Cardiovasc J Afr vol 24 (3), 2013: 80 85.
4. Chin TK, Patnana SR. Pediatric Rheumatic Heart Disease.
Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview?
src=refgatesrc1. 2014
5. Manurung D. Ilmu Penyakit Katup Mitral. Dalam: Noer S,
Waspadji S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi III.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 1996 : 1035-1044.
6. Sudoyo A.W. Setyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Interna publishing. 2009.
7. Otto CM. Evaluation and Management of Chronic Mitral
Regurgitation. The New England Journal of Medicine, 2001 : 1-10
8. ACCF/AHA Guidline for Mitral regurgitation : a Report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on practice Guidlines. 2013
9. Fuster, V., et al. Hurst's The Heart. 12th edition. 2008. New York:
McGraw-Hill Medical.
10. Price, S.A., Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, EGC, Jakarta. 2005.
11. Yusak M. Stenosis Mitral dan Insufisiensi Mitral. Dalam Rilantono
L, Baraas F dkk. Buku Ajar Kardiologi edisi II. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI. 1998 : 135-144.
12. Braunwald E. Valvuler Heart Disease. Dalam Fauci A, Isselbacher
K, Wilson J et al. Harrisons. Principles of Internal Medicine edisi ke-14.
New York: Mc Braw Hill. 1998 : 1311-1324.
13. Crawford F. Valvuler Heart Disease. The New England Journal of
Medicine. 1997 : 32-41.
14. Come P, Lee RT, Braunwald E. Echocardiography. Dalam Fauci A,
Isselbacher K, Wilson J et al. Harrisons. Principles of Internal Medicine
edisi ke-14. New York: Mc Braw Hill. 1998 : 1093-1098.
15. Raphael MJ, valvuler Heart Disease. Dalam: GraingerRG, Allison
DJ. Diagnostic Radiology an Angle Amerian Textbook og Imaging edisi
II. London: Churchil Livingstone. 1992 : 627-649.

Anda mungkin juga menyukai