- Prinsip:
manipulasi untuk memperbaiki posisi dari fragmen diikuti pembidaian untuk
memfiksasi bersama sampai fragmen tersebut menyatu, sementara itu tetap
memelihara pergerakan dan fungsi persendian (Reduce–Hold–Exercise).
3 R, yaitu:
1. Reduce = reduction = reposisi
2. Retain = hold reduction = immobilisasi
3. Rehabilitasi = exercise
-Tscherne (1984) membuat klasifikasi untuk luka tertutup:
Grade 0 = Fraktur sederhana dengan sedikit atau tanpa kerusakan jaringan lunak
Grade 1 = Fraktur dengan abrasi superfisial/memar di kulit dan jaringan subkutaneus
Grade 2 = Fraktur lebih berat dengan kontusio jaringan lunak lebih dalam dan edema
Grade 3 = Luka berat dengan ditandai kerusakan jaringan lunak dan ancaman
kompartmen sindrom
1. REDUCE (REPOSISI)
Dilakukan segera, oleh karena dalam 12 jam pertama sudah ada pembengkakan
jaringan lunak sehingga akan menyulitkan reposisi
Reposisi tidak perlu pada:
1. Sedikit atau tidak ada displacement
2. Displacement bukan suatu masalah (misal fraktur clavicula)
3. Ketika merasakan reposisi sulit atau sepertinya tidak akan sukses (misal fraktur
vertebrae)
- Aligment lebih penting daripada apposition, kecuali pada fraktur intraarticular, harus
reposisi seanatomis mungkin (jika tidak, akan terjadi degeneratif arthritis)
- Ada 2 metode reposisi:
a. Reposisi tertutup
- Di bawah pengaruh anestesi dan muscle relaxant yang tepat
- Indikasi:
1) Displacement minimal
2) Pada anak
3) Fraktur yang relatif stabil setelah reposisi
- Fraktur direposisi dengan manuver:
1) Bagian distal dari ekstremitas ditarik sesuai sumbu panjang tulang
2) Saat fragmen berjauhan, reposisi dengan arah berlawanan dengan MOI
3) Alignment diatur dalam masing-masing bidang
- Jika otot terlalu kuat pakai traksi
b. Reposisi terbuka:
- Merupakan langkah awal dari fiksasi interna
- Indikasinya:
1) Ketika reposisi tertutup gagal, bisa oleh karena sulitnya mengontrol
fragmen tulang atau karena ada jaringan lunak yang terselip di antaranya
2) Ketika ada sambungan fragmen (artikulasi) yang lebar yang membutuhkan
posisi reposisi akurat (seanatomis mungkin)
3) Untuk memasang traksi pada fraktur (memegang fragmen tulang)
KOMPLIKASI
Komplikasi dari fraktur femur cukup beragam tergantung lokasi dan
tingkat keparahan fraktur. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara
lain:
1. Infeksi
Pada kasus fraktur terbuka, dimana tulang merobek jaringan kulit, ada
kemungkinan resiko infeksi. Resiko infeksi ini dapat berkurang dengan
pemberian antibiotik.
2. Permasalahan dalam penyembuhan tulang
Jika pada proses penyembuhan angulasi tulang tidak baik serta timbul
iritasi pada bagian tulang yang patah akibat terjadinya infeksi, proses
penyembuhan tulang dapat terhambat bahkan membutuhkan terapi operatif
lebih lanjut.
3. Kerusakan saraf
Kerusakan saraf paska fraktur femur terbilang jarang, namun kerusakan
saraf pada fraktur femur dapat menyebabkan mati rasa serta kelemahan
yang persisten.
4. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen jarang terjadi pada fraktur femur, namun ini
dapat terjadi sehingga resiko terjadinya sindrom kompartemen harus selalu
diantisipasi. Sindrom kompartemen teradi akibat kompresi nervus,
pembuluh darah, dan otot di dalam spatium tertutup atau kompartemen di
dalam tubuh. Sindrom kompartemen terjadi pada tungkai yang mengalami
inflamasi dan perdarahan selama trauma yang sering diasosiasikan dengan
fraktur. Jika sindrom kompartemen terjadi, maka dibutuhkan tindakan
bedah segera.
Berikut adalah hal yang perlu diperhatikan untuk identifikasi dini
terjadinya sindrom kompartemen:
a. Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat berat
b. Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk dan
tanpa cedera luar atau fraktur yang jelas
c. Reevaluasi yang sering sangat penting
d. Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan resiko
terjadinya kejadian sindrom kompartemen
e. Nyeri merupakan tanda awal dimulainya iskemia kompartemen,
terutama nyeri pada tarikan otot pasif
f. Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut,
setelah kerusakan yang menetap terjadi
5. Komplikasi operatif
Komplikasi operatif biasanya terjadi karena kegagalan plate atau piranti
keras untuk menstabilisasi tulang, atau bagian piranti keras yang menonjol
mengakibatkan iritasi dan nyeri.
PROGNOSIS
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.
Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila
lingkungan untuk penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis
yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam
penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat
esensial dalam penyembuhan fraktur.
Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke 7. Jakar
ta, 1995. Widya Medika.
John P, Ign. Riwanto. In: Sjamsuhidajat R, Jong W.D, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah.
3rd ed. EGC. Jakarta: 2011.
Nayagam S. 2010. Principle of fractures. Dalam Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures. Ed 9. London.