Anda di halaman 1dari 56

Menanggulangi Kemiskinan

Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal


Beberapa Pelajaran Dari Nusa Tenggara

Oleh
Dr. Astia Dendi, Heinz-Josef Heile, Mahman, Rukyatil Hilaliyah, Rifai Saleh Haryono

Editor: Dr. Birgit M. Kerstan

Departemen Dalam Negeri Deutsche Gesellschaft fr


Direktorat Jenderal Technische Zusammernabeit (GTZ) GmBH
Bina Pembangunan Daerah
Menanggulangi Kemiskinan
Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran Dari Nusa Tenggara

Oleh
Dr. Astia Dendi
H. J. Heile
Mahman
Rukyatil Hilaliyah
Rifai Saleh Haryono

Editor: Dr. Birgit M. Kerstan

Desember 2004

PROMIS-NT Kantor PROMIS-NT Mataram


Jl. Pendidikan No. 43, Mataram
Penanggulangan Kemiskinan dan Nusa Tenggara Barat
Dukungan Pemerintahan Daerah Telp. +62(0) 370 621 389 / 641 749
di NTB dan NTT Fax. +62(0) 370 623 293
Email : promis-mtr@gtzpromis.or.id
Website : www.gtzpromis.or.id

PN. 2002.2133.3
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Kata Pengantar

Kebijakan otonomi daerah dimaksudkan antara lain untuk dapat lebih mendorong
prakarsa masyarakat dalam menggali dan mengembangkan potensi lokal di masing-
masing daerah. Partisipasi masyarakat merupakan kunci utama dalam mendukung
pelaksanaan otonomi daerah, terutama terkait dengan pendekatan penanggulangan
kemiskinan yang efektif di daerah.

Pengembangan kebijakan publik yang berbasis pada perubahan pola pikir


hendaknya menjadi fokus perhatian dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui sinergitas antara pemerintah dan masyarakat.

Untuk mendorong masyarakat dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, peran


pemerintah dan swasta yang sinergis sangat dibutuhkan, agar pelaksanaan program
sesuai dengan karakteristik kondisi potensi dan menjawab permasalahan masing-
masing daerah.

Pengalaman panjang tentang upaya peningkatan pendapatan masyarakat yang


dituangkan dalam buku ini, menggambarkan dinamika proses dan pemanfaatan
hasil-hasil dari kegiatan penanggulangan kemiskinan di Propinsi NTT dan NTB.
Program ini dilaksanakan melalui kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan
Jerman melalui dua komponen yaitu Proda (Dukungan Pemerintahan Daerah) dan
PNT (Penanggulangan Kemiskinan).

Akhirnya diucapkan terima kasih atas dukungan semua pihak yang telah
berkontribusi dan semoga pelajaran berharga ini dapat dijadikan sebagai referensi
untuk dimanfaatkan dan sejauh mungkin direplikasikan di daerah lain di Indonesia.

Jakarta, Desember 2004

DIREKTUR JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH

SEMAN WIDJOJO

i
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

BUPATI DOMPU

Kata Sambutan

Assalamualaikum Waramattullahi Wabarakatuh!

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala karena kita diberi
kekuatan untuk tetap bekerja sepenuh hati untuk membantu masyarakat kita yang
berada di bawah garis kemiskinan.

Upaya mengurangi penduduk miskin merupakan prioritas pembangunan daerah


yang dilaksanakan secara bersungguh-sungguh oleh segenap komponen penggerak
dan pelaku pembangunan di daerah. Sebagian besar potensi dana yang bersumber
dari Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, maupun dari bantuan asing diarahkan
untuk pengembangan sektor-sektor yang diharapkan secara signifikan dapat
meningkatkan pendapatan kaum miskin, seperti pengembangan sektor pertanian,
perkebunan, perikanan, maupun di sektor peternakan. Namun harus diakui bahwa
apa yang dilakukan selama ini belum cukup memberi hasil seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Dompu bertekad untuk membuka diri untuk
terus melakukan inovasi terhadap strategi-strategi pembangunan demi tercapainya
kehidupan masyarakat Dompu yang aman sejahtera.

Buku yang berjudul Menanggulangi Kemiskinan melalui Pengembangan Ekonomi


Lokal, Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara yang berisi tentang strategi
pengembangan ekonomi lokal yang merupakan bagian dari Kerjasama Teknis
Pemerintah Republik Indonesia dan Republik Jerman ini, ditulis berdasarkan petikan
pengalaman-pengalaman pengembangan ekonomi lokal yang ada di daerah-daerah

ii
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Nusa Tenggara dalam mengevaluasi dan menyusun kembali strategi-strategi yang


lebih komprehensif dalam pengembangan ekonomi lokal yang pada akhirnya akan
mendukung upaya perluasan lapangan pekerjaan dan upaya pengurangan angka
kemiskinan.

Kepada penulis yang telah bekerja keras dalam menyelesaikan buku ini, saya atas
nama masyarakat Dompu mengucapkan terima kasih. Semoga karya-karya seperti
ini dapat terus disarikan sehingga dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukannya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dompu, 27 Desember 2004

Bupati Dompu,

H. ABUBAKAR AHMAD, SH

iii
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

BUPATI BIMA

Kata Sambutan

Assalamualaikum Waramattullahi Wabarakatuh!

Alhamdullilah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa, yang senantiasa mencurahkan rahmat, kasih sayang, dan bimbingannya
kepada kita semua, sehingga penyusunan Buku yang berjudul: Menanggulangi
Kemiskinan melalui Pengembangan Ekonomi Lokal ini dapat diselesaikan.

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang terkait erat dengan kebijakan
pembangunan ekonomi. Di sisi lain, kita menyadari bahwa pembangunan ekonomi
saat ini dan di masa depan, selain dihadapkan pada sejumlah persoalan dan
tantangan yang terkait dengan persaingan global yang terkait dengan
perkembangan lingkungan strategis lokal dan regional, juga sangat dipengaruhi oleh
dinamika persaingan global yang kompetitif. Dalam konteks itulah perlu dirumuskan
dan dikembangkan kebijakan pembangunan ekonomi yang serasi dengan
mengedepankan pemanfaatan potensi ekonomi lokal, tanpa mengabaikan potensi
global dan sumber daya luar sebagai pendukung. Pengembangan ekonomi lokal
adalah salah satu pendekatan pembangunan ekonomi yang mementingkan
pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal dengan tetap berpijak pada 3 (tiga)
pilar yaitu daya tarik, daya tahan, dan daya saing.

iv
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Pemerintah daerah telah berupaya maksimal memfasilitasi terciptanya suasana yang


kondusif bagi terwujudnya persaingan yang sehat diiringi dengan upaya membangun
inisiatif, prakarsa, dan inovasi masyarakat untuk tumbuh dan berkembang,
memanfaatkan secara optimal dan proporsional seluruh potensi sumber daya alam
yang dimiliki bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah.

Penerbitan buku ini merupakan salah satu bentuk kerjasama Indonesia Jerman,
sebagai wujud kepedulian GTZ PROMIS-NT terhadap kemajuan daerah di Kawasan
Nusa Tenggara, termasuk di Kabupaten Bima, yang di dalamnya membahas tentang
strategi pengembangan ekonomi lokal berdasarkan kondisi riil daerah, pengalaman-
pengalaman empirik implementasi program pengembangan ekonomi lokal di daerah.
Oleh karena itu, atas nama Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat Kabupaten
Bima, saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada GTZ PROMIS-NT dan tim penulis atas sumbangan pemikirannya.

Kiranya buku ini dapat dijadikan salah satu referensi oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah dalam menjabarkan prinsip-prinsip Pengembangan Ekonomi Lokal dalam
upaya memanfaatkan potensi yang dimiliki.

Akhirnya, semoga buku ini dapat bermanfaat utamanya dalam mewujudkan


kemajuan yang lebih besar di Kawasan Nusa Tenggara umumnya dan Kabupaten
Bima khususnya, Amin.

Wabillahitaufiqwalhidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Raba-Bima, Desember 2004

Bupati Bima,

Drs. H. ZAINUL ARIFIN

v
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Daftar Isi

Kata Pengantar i

Kata Sambutan Bupati Dompu ii

Kata Sambutan Bupati Bima iv

Daftar Isi vi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Selayang Pandang Pemeran Ekonomi Lokal dan Kelembagaan 2
1.3 Tujuan dan Fokus 3

BAB 2 TANTANGAN STRATEGIS DAN PERSPEKTIF UMUM PEMBANGUNAN


EKONOMI DAERAH DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 4

2.1 Tantangan Strategis 4


2.2 Perspektif Umum 8

BAB 3 STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL 14

3.1 Definisi Kerja Pendekatan Ekonomi Lokal 14


3.2 Kerangka Umum Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal 15
3.3 Komponen-komponen Pokok Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal 20

BAB 4 PENGALAMAN PROMIS-NT DAN REKOMENDASI 39

4.1 Pengalaman Penting 39


4.2 Beberapa Rekomendasi untuk Langkah ke Depan 41

Daftar Pustaka 43

vi
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan munculnya kesadaran global untuk menurunkan jumlah orang miskin di
dunia ini sebelum tahun 2015, pemerintah dari berbagai negara di dunia bersama
dengan lembaga-lembaga internasional dan nasional giat mengembangkan strategi
dan pendekatan yang akan diimplementasikan untuk mencapai tujuan tersebut.
Salah satu lembaga internasional yang memberikan perhatian dalam upaya
penurunan kemiskinan ini adalah GTZ-yakni lembaga Jerman untuk kerjasama
teknis internasional. Di Nusa Tenggara, GTZ melalui program yang disebut PROMIS-
NT berupaya untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta lembaga non-pemerintah lainnya untuk
memenuhi tugas di bidang penanggulangan kemiskinan secara otonom dan efektif.
PROMIS-NT juga memfasilitasi kerjasama antar sektor publik dan swasta dalam
rangka pengembangan ekonomi lokal.

PROMIS-NT diimplementasikan pada dua propinsi di Indonesia, yaitu Propinsi Nusa


Tenggara Barat (NTB) dan Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kedua wilayah
tersebut termasuk kategori wilayah tertinggal dan termiskin diantara propinsi-propinsi
di Indonesia, dimana hampir 30 % dari sekitar 7,5 juta penduduk Nusa Tenggara
hidup di bawah garis kemiskinan (Susenas, 2000). Kebanyakan penduduk miskin
tersebut bergantung hidup dari sektor pertanian dan perikanan. Namun, kegiatan
pertanian maupun perikanan tersebut pada umumnya dilaksanakan dalam skala
kecil dan secara tradisional.

Kemiskinan tersebut merupakan dilema dengan beragam penyebab dan


konsekuensi. Kondisi sumber daya alam seperti rendahnya kesuburan tanah,
kekurangan air akibat rendahnya curah hujan dengan pola distribusi curah hujan
yang tidak menentu, terbatasnya akses terhadap lahan beririgasi dan gangguan
hama penyakit tanaman merupakan kendala serius yang dihadapi penduduk di
wilayah NTB maupun NTT. Disamping faktor-faktor alam tersebut, kelangkaan modal
yang mudah untuk diakses bagi penduduk miskin maupun pengusaha mikro dan
kecil-menengah (UMKM) serta terbatasnya akses terhadap lahan yang produktif,
kurangnya infrastruktur fisik dan sosial, kurangnya akses terhadap pelayanan dan

1
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

informasi serta beberapa faktor sosial budaya masyarakat adalah faktor-faktor


penting yang membatasi masyarakat miskin maupun masyarakat lainnya yang
bergerak dalam sektor usaha mikro dan kecil menengah (UMKM) untuk melepaskan
diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan sosial.

Sementara itu, meskipun otonomi daerah yang diimplementasikan semenjak awal


2001 di Indonesia telah memperluas ruang partisipasi politik kepada rakyat dalam
perumusan kebijakan dan program pembangunan, ketimpangan ekonomi dan sosial
masih merupakan realita yang belum terpecahkan sampai sekarang. Otonomi
daerah memang merupakan prasyarat penting menuju perbaikan dan pemerataan
kesejahteraan rakyat, tetapi itu saja tidak cukup. Untuk sampai kepada tujuan-tujuan
tersebut, diperlukan politik ekonomi yang secara konsisten memihak kepada sektor
ekonomi rakyat disertai strategi yang kompak (koheren) untuk menunjang integrasi
masyarakat miskin ke dalam usaha produktif dan pasar.

1.2 Selayang Pandang Pemeran Ekonomi Lokal dan


Kelembagaan
Program Penanggulangan Kemiskinan dan Dukungan untuk Pemerintahan Daerah,
yang sebut PROMIS-NT, menggabungkan penanggulangan kemiskinan secara
langsung dengan dialog-dialog kebijakan dan kepemerintahan yang baik. Program
tersebut adalah hasil penggabungan dua proyek terdahulu yaitu Penanggulangan
Kemiskinan Berorientasi Kelompok Swadaya dan Dukungan Pemerintah Daerah.
PROMIS-NT diimplementasikan oleh Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia
dan German Technical Cooperation (GTZ) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah,
para pemeran lokal serta sektor swasta.

Pengembangan Ekonomi Lokal telah menjadi isu lintas-bidang dalam aktifitas


kelompok-kelompok swadaya serta dalam diskusi-diskusi para pihak (stakeholders)
di tingkat kabupaten. Oleh sebab itu, fokus program diletakkan pada pengolahan dan
pemasaran hasil-hasil pertanian bagi kelompok-kelompok swadaya yang dibiayai
melalui program khusus pemerintah Jerman 2015. Semenjak tahun 2002 sejumlah
kegiatan pilot untuk mengidentifikasi potensi ekonomi lokal dan fasilitasi dialog-dialog
antara sektor publik, sektor swasta dan sektor ekonomi rakyat telah dilaksanakan di
daerah pilot, yakni kabupaten Bima dan kabupaten Dompu.

2
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Para pemeran utama pengembangan ekonomi lokal adalah lembaga-lembaga


pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah propinsi dan pemerintah pusat,
pengusaha lokal yang umumnya terdiri dari kelompok minoritas China dan Arab,
Kamar Dagang dan Industri, serta produsen lokal meliputi petani dan nelayan serta
pengrajin industri kecil yang pada umumnya adalah penduduk pribumi. Ciri-ciri umum
lainnya dari lingkungan ekonomi lokal di NTB dan NTT antara lain adalah: (i)
dominasi pengembangan ekonomi lokal oleh sektor pemerintah (sektor publik); (ii)
banyaknya tumpang-tindih bidang tanggungjawab dalam sektor publik; (iii) fungsi
pengawasan dan penyeimbang parlemen daerah (DPRD) yang kurang terpercaya;
(iv) lemahnya posisi asosiasi-asosiasi bisnis; (v) orientasi organisasi-organisasi
nirlaba non-pemerintah yang masih terlalu condong kepada pemerintah dan
kepentingan mereka sendiri; dan (vi) rendahnya kinerja asosiasi-asosiasi produsen
dan koperasi-koperasi di pedesaan.

1.3 Tujuan dan Fokus


Makalah ini disusun sebagai referensi pelengkap bagi pengambil kebijakan dan
lembaga-lembaga pelayanan pengembangan ekonomi di daerah tertinggal, terutama
sekali kawasan timur Indonesia. Makalah ini memuat gambaran ringkas tentang
kondisi dan perubahan lingkungan strategik pada tataran regional-global yang dapat
mempengaruhi serta mengilhami pengembangan kebijakan dan strategi
1
pengembangan ekonomi yang pro-penduduk miskin di daerah. Dalam konteks yang
demikian, makalah ini menawarkan beberapa elemen pokok strategi pengembangan
ekonomi lokal yang dapat dijabarkan secara fleksibel oleh masing-masing daerah
tertinggal di kawasan timur Indonesia dalam bentuk program aksi yang berkelanjutan.

Selain dari rekomendasi perubahan beberapa paradigma pembangunan daerah,


makalah ini merangkaikan tiga batu tungku pengembangan ekonomi lokal yaitu: (i)
peningkatan daya tarik; (ii) peningkatan daya tahan (resilience); dan (iii) peningkatan
daya saing.

1
Lihat Topik 3.2 dalam Bab III

3
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

BAB 2
TANTANGAN STRATEGIS DAN PERSPEKTIF UMUM
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Indonesia telah dan sedang mengalami suatu transformasi politik dan ekonomi yang
dinamis, dimana terjadi proses desentralisasi yang cepat yang membawa kepada
devolusi kekuasaan administrasi dan tanggungjawab kepada sekitar 400 kabupaten
semenjak Januari 2001. Sejalan dengan ini, telah diperkenalkan pula suatu sistem
fiskal baru antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Meskipun
penerapan otonomi daerah telah mulai memperluas ruang partisipasi publik di
daerah dalam perumusan kebijakan, perencanaan pembangunan dan pengawasan
anggaran, pemerintah daerah, sektor swasta dan masyarakat sipil masih
berhadapan dengan berbagai tantangan dan kendala dalam membangun kehidupan
yang lebih baik dan berkelanjutan. Beberapa tantangan dan kendala tersebut
dibahas dalam Topik 2.1. Pada Topik 2.2 dikemukakan beberapa perspektif pokok
sebagai bagian dari kerangka normatif pengembangan ekonomi lokal.

2.1 Tantangan Strategis

2.1.1 Kemiskinan dan Pengangguran


Kebijakan dan strategi pembangunan yang pro-poor yang telah dimulai semenjak
awal kemerdekaan Indonesia yang kemudian dilanjutkan dan diintensifkan oleh
pemerintah orde baru, telah memberikan hasil yang mengesankan sampai dengan
sebelum terjadinya krisis keuangan yang melanda sebagian Asia dan Indonesia
pada pertengahan tahun 1997. Laporan resmi di Indonesia menyajikan bahwa
selama periode 1976-1996 jumlah penduduk miskin di Indonesia turun secara drastis.
Pada tahun 1976 terdapat sekitar 54,2 juta jiwa (40,1% dari total penduduk)
penduduk miskin di Indonesia. Pada tahun 1981 dilaporkan bahwa jumlah penduduk
miskin berkurang menjadi 40,6 juta jiwa (26,9% dari total penduduk). Pada tahun
1990 jumlah penduduk miskin berkurang menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (15,1%),
sementara pada tahun 1996 menurun lebih jauh lagi menjadi 22,5 juta jiwa atau

4
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

tinggal sekitar 11,3% dari total penduduk Indonesia (Sumodiningrat, 2004)2. Menurut
statistik resmi pemerintah (Sumodiningrat, 2004), sekitar 76% dari rumah tangga
miskin hidup di pedesaan terutama pada sektor pertanian, sementara sisanya hidup
di perkotaan dengan usaha pokok di luar sektor pertanian. Hanya sekitar 25% dari
rumah tangga miskin di perkotaan yang hidup dari sektor pertanian.

Krisis keuangan tersebut yang kemudian meluas menjadi krisis ekonomi dan multi
dimensi, krisis kepercayaan, politik dan sosial, tentunya beserta faktor-faktor akar
penyebabnya pada akhirnya merusak kecenderungan keberhasilan prestasi
penanggulangan kemiskinan di Indonesia sejak pertengahan abad 20. Seorang
ekonom dari Universitas Indonesia, M.Chatib Basri, memperkirakan bahwa sekitar
sepertiga atau bahkan setengah dari penduduk Indonesia masih rentan terhadap
masalah kemiskinan3. Buruknya akses pendidikan, kesehatan dan lingkungan dapat
membuat mereka kembali masuk kedalam kategori penduduk miskin. Kehidupan
mereka hanya sedikit diatas garis kemiskinan, karena itu sangat rentan terhadap
perubahan harga.

Kini sekitar 16 juta jiwa atau sekitar 7,5 persen4 penduduk Indonesia hidup dibawah
garis kemiskinan menurut standar Bank Dunia, yakni hidup dengan daya beli kurang
dari 1 dolar Amerika Serikat per hari. Tetapi jumlah penduduk Indonesia yang rentan
menjadi miskin, artinya mereka yang hidup dengan kurang dari 2 dolar Amerika
Serikat per hari, dilaporkan jauh lebih dari jumlah tersebut, yaitu lebih dari 110 juta
jiwa atau sekitar 53 persen (Soedjito, 2004) 5 . Laporan Pembangunan Manusia
Indonesia tahun 2004 mengungkapkan bahwa IPM (HDI-Human Development Index)
Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 177 negara6. Ini menunjukkan bahwa hasil
pembangunan yang dicapai Indonesia dalam peningkatan taraf kehidupan
masyarakatnya relatif tertinggal dibanding negara-negara lain. Lebih jauh lagi,
ketimpangan antar daerah dibidang pembangunan manusia juga menonjol. Indeks

2
Gunawan Sumodiningrat. 2004. Perkembangan strategi penanggulangan kemisikinan. Makalah
disampaikan pada Lokakarya Tukar Pengalaman Daerah Dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan,
diselenggararakan di Sanur Paradise Plaza Hotel Denpasar, Bali 2-4 Juli 2004. Kerjasama Bappenas,
The World Bank, GTZ dan DFID.
3
Sumber: Kompas, 26 Juli 2004, halaman 1.
4
Sumber: Kompas, 1 November 2004, halaman 15.
5
Soedjito, B. Bintoro (2004). Decentralization and poverty reduction: from lessons learnt to policy
action-the case of Indonesia. A paper presented at a workshop jointly organized by the OECD
Development Center and the Development Cooperation Directorate, OECD Headquarters, Paris,
September 29-30, 2004.
6
http://hdr.undp.org/statistics/data/country_fact_sheets/cty_fs_IDN.html).

5
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

pembangunan manusia tersebut bervariasi antara 76 di Jakarta Timur sampai 47 di


Kabupaten Jayawijaya. Indikator lain yang juga terkait dengan sumber daya manusia
adalah Indeks Pembangunan Gender (Gender Related Development Index)7, yang
mana laporan UNDP mengungkapkan bahwa GDI Indonesia berada pada urutan ke
90 dari 144 negara. Bahkan ranking GDI Indonesia berada jauh dibawah negara-
negara tetangga, dimana Malaysia berada pada rangking 52, sementara Thailand,
Filipina dan Vietnam masing-masing berada pada rangking ke-61, ke-66 dan ke-87.
Isu Gender merupakan isu lintas sektoral dan sensitif, yang bilamana gagal
mengelolanya dapat mengganggu dinamisme sosial dan minat investor untuk
menginvestasikan modalnya.

Kemiskinan dan pengangguran merupakan sepasang persoalan bagaikan dua sisi


mata uang. Setidak-tidaknya 10 juta orang dilaporkan tidak memiliki pekerjaan, dan
bahkan mencapai sekitar 40 juta orang 8 bila dimasukkan orang yang setengah
menganggur. Penciptaan lapangan kerja sungguh merupakan tantangan besar bagi
Indonesia dalam kondisi yang belum sepenuhnya pulih dari krisis multi dimensi.
Dengan elastisitas penciptaan lapangan kerja seperti beberapa tahun belakangan ini,
dimana setiap pertumbuhan ekonomi satu persen hanya dapat menciptakan
kesempatan kerja untuk 400.000 orang9, maka untuk mengatasi pengangguran yang
demikian besar diperlukan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5% per tahun selama
lima tahun ke depan yang tentunya akan memerlukan investasi yang sangat besar
melampaui kemampuan fiskal negara sekarang ini.

2.1.2 Degradasi Sumber Daya Alam


Laju kehilangan hutan di Indonesia diperkirakan setidaknya sekitar 1,5 sampai 2 juta
hektar per tahun akibat pembukaan hutan oleh perusahaan yang mendapatkan izin
pengelolaan hutan serta akibat penebangan liar (illegal logging) dan perladangan
berpindah-pindah (shifting cultivation). Program penghijauan atau rehabilitasi hutan
yang dilakukan selama ini, serta upaya penegakan hukum ternyata tidak dapat
mengimbangi laju kehilangan hutan (deforestation) yang begitu cepat. Disamping
berbagai kelemahan disain pendekatan dan implementasi program, ada banyak

7
GDI diukur berdasarkan angka harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah,
dan GDP riil per kapita antara laki-laki dan perempuan (baca
http://hdr.undp.org/statistics/data/country_fact_sheets/cty_fs_IDN.html).
8
Nitisastro, Widjojo (Kompas, 4 Agustus 2004, halaman 13).
9
Nitisastro, Widjojo, Ibid.

6
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

persoalan mendasar, antara lain persepsi masyarakat yang menganggap struktur


penguasaan sumber daya alam yang tidak berkeadilan akibat kebijakan yang terlalu
memihak kepada pengusaha besar, kebijakan yang cenderung tidak menghargai
hak-hak ulayat masyarakat adat (communal property rights), kelangkaan lahan untuk
kepentingan budidaya pertanian, sikap setengah hati para penguasa untuk
menegakkan hukum dan keadilan di tengah-tengah masyarakat, serta masih
tingginya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pengelolaan sumber daya hutan dan
sebagainya. Persoalannya bertambah rumit manakala deforestasi diikuti oleh
degradasi lahan yang pada gilirannya juga menghasilkan efek eksternalitas yang
merusak ekosistem hilir (downstream ecosystems) di daratan rendah maupun
kawasan pesisir pantai.

2.1.3 Persaingan Regional-Global


Kini liberalisasi ekonomi dan perdagangan adalah sebuah kenyataan, meskipun
masih ada beberapa prasyarat dan aturan main yang masih diperdebatkan oleh
wakil-wakil negara industri (negara maju) dengan wakil-wakil negara berkembang,
termasuk soal subsidi domestik dan ekspor yang diberikan negara-negara industri
maju kepada petani dan eksportir produk-produk pertanian mereka. Kebijakan
subsidi yang diterapkan negara-negara maju tersebut dipandang sebagai ancaman
serius bagi daya saing produk-produk pertanian Indonesia dan negara-negara
berkembang lainnya. Meskipun debat akademik tentang ideologi politik ekonomi
moderen masih terus berlangsung dan gerakan anti-globalisasi semakin gencar
dipelopori oleh para cendekiawan ekonomi tertentu serta politikus maupun elit
masyarakat sipil, persepsi publik bahwa globalisasi dan liberalisasi ekonomi
merupakan peluang baru bagi pengembangan ekonomi dan pemberantasan
kemiskinan juga semakin populer di Indonesia dan negara-negara berkembang
lainnya. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa globalisasi dan liberalisasi akan
menciptakan laman ekonomi (economic playing fields) yang kompleks dan penuh
resiko, karenanya kebijakan desentralisasi dan deregulasi juga dibarengi dengan
upaya-upaya menyinergikan upaya perlindungan dan pemberdayaan masyarakat
miskin dan pelaku usaha mikro dan kecil-menengah (sektor UMKM).

Tetapi, Indonesia masih relatif lebih rendah daya tarik investasinya dan lebih rentan
terhadap resiko globalisasi dan liberalisasi ekonomi dibanding dengan negara-
negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Australia. World

7
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Investment Report 200410 mengungkapkan bahwa Indonesia berada pada posisi ke-
139 dari 144 negara yang menjadi tujuan investasi dunia. Sebagai perbandingan,
Brunei Darussalam berada pada urutan ke-2 setelah Belgia dan Luksemburg yang
menduduki urutan pertama. Negara Asia Tenggara lainnya, yakni Singapura, berada
pada urutan ke-6, sedangkan Malaysia berada pada urutan ke-75, Myanmar urutan
ke-85 dan Thailand di urutan ke-87. Disamping kondisi dalam negeri yang berkaitan
dengan faktor ekonomi, faktor yang paling dikhawatirkan para investor adalah kondisi
keamanan serta citra tingginya korupsi di Indonesia. Meskipun upaya
pemberantasan korupsi dan penegakan hukum mulai dilaksanakan secara lebih
serius di Indonesia, persepsi ekonomi biaya tinggi di Indonesia kelihatannya masih
sulit untuk dihapus dalam waktu singkat. Disamping realita korupsi yang belum dapat
diberantas sepenuhnya sampai kini, besarnya jumlah pegawai negeri merupakan
salah satu penyebab ketidakefisienan dan ekonomi biaya tinggi di Indonesia.
Laporan Bank Dunia11 mengungkapkan bahwa biaya untuk memulai berinvestasi
Indonesia tergolong paling tinggi diantara negara-negara ASEAN, yakni sekitar 1.163
dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp. 10.000.000. Disamping biaya, waktu yang
diperlukan untuk mengurus sampai keluarnya izin bisnis di Indonesia juga terlama
diantara negara-negara Asean, yakni sekitar 150 hari. Sebagai perbandingan, biaya
untuk memulai berinvestasi di Malaysia adalah sekitar 966 dolar AS dan izin bisnis
keluar dalam tempo 30 hari, sementara di Thailand lebih murah dan lebih cepat
dimana biayanya sebesar 160 dolar AS dan izin bisnis diperoleh dalam tempo sekitar
33 hari.

2.2 Perspektif Umum

2.2.1 Visi Politik Ekonomi Indonesia


Realita yang terjadi pada masa krisis keuangan dan ekonomi memberikan
pengalaman bahwa sektor ekonomi rakyat tidak saja memiliki daya tahan atau daya
lenting (resilience) yang mengagumkan melampaui taksiran elit cendekiawan
ekonomi tetapi juga telah menjadi faktor penyelamat ekonomi nasional dari
keruntuhan. Belajar dari pengalaman tersebut sudah sepantasnya para pembuat
kebijakan baik di pusat maupun di daerah dan cendekiawan menjadikan sektor

10
Lihat selengkapnya pada Harian Kompas 8 September, 2004: halaman 13.
11
Sumber: Kompas, 2 Agustus 2004, halaman 35.

8
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

ekonomi rakyat sebagai tulang punggung ekonomi nasional dan kesanalah kebijakan
dan dukungan difokuskan. Perspektif ini sejalan dengan amanat konstitusi, Undang-
Undang Dasar 1945 sebagaimana tertulis dalam pasal 33.

Meletakkan fokus pada sektor ekonomi rakyat, yang notabene adalah sektor usaha
mikro dan kecil-menengah (UMKM) bukan berarti mengabaikan sektor swasta skala
besar. Malah sebaliknya kebijakan dan pelayanan publik semestinya menjadi insentif
untuk memperluas peluang bagi terwujudnya kemitraan yang saling menguntungkan
antara perusahaan besar dengan perusahaan mikro dan kecil-menengah. Salah satu
contoh peluang kemitraan yang belum termanfaatkan secara signifikan adalah
peluang koperasi untuk memiliki sebagian saham perusahaan publik (Badan Usaha
Milik Negara) atau saham perusahaan swasta, meskipun telah ada kerangka legal
formal yang menunjangnya. Sekiranya pemerintah dapat memfasilitasi koperasi
untuk memperoleh sebagian saham BUMN maupun perusahaan swasta melalui
kebijakan penguatan modal koperasi, misalnya dengan mengurangi subsidi bahan
bakar minyak serta subsidi pupuk dan mengalihkan dananya untuk bantuan
modal koperasi disamping untuk biasanya dana kesehatan dan pendidikan, maka
masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro dan kecil menengah (sektor UMKM)
yang menjadi anggota koperasi akan memperoleh keuntungan yang semakin besar
dari rantai produktif dan pemasaran produk maupun jasa. Pada gilirannya akan ada
dampak ekonomi, sosial dan lingkungan hidupnya. Hal ini didiskusikan lebih jauh
pada Topik 3.3 dalam Bab III.

Terlepas dari debat akademik antara growth-first strategy dengan development-


first strategy kami percaya bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, paling tidak
untuk jangka menengah lima tahun ke depan sangat diperlukan di Indonesia guna
mengurangi kemiskinan serta penciptaan lapangan kerja baru.

Dengan perspektif sebagaimana diuraikan di atas, misi ekonomi kerakyatan


semestinya difokuskan kepada membangun industrialisasi pedesaan yang berbasis
Pertanian (agricultural-based rural industry). Bagi daerah-daerah di Nusa Tenggara,
industrialisasi pedesaan berbasis pertanian ini adalah sangat relevan dan suatu
keniscayaan. Potensi kawasan pesisir dimana masyarakat nelayan menggantungkan
kehidupannya dari sektor perikanan tangkap, rumput laut, dan tambak udang masih
belum dimanfaatkan secara optimal. Begitu juga dengan potensi pertanian di dataran

9
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

rendah maupun dataran tinggi di sekitar kawasan hutan. Untuk mewujudkan


industrialisasi pedesaan yang pro-masyarakat miskin, maka perluasan akses
masyarakat miskin kepada sumber daya ekonomi melalui pengembangan
infrastruktur fisik (transportasi, energi dan telekomunikasi) dan penyediaan insentif-
insentif (atau subsidi) yang terarah untuk kegiatan produktif serta pengembangan
infrastruktur kelembagaan ekonomi masyarakat di tingkat lokal adalah sangat
mendesak, terutama bagi daerah-daerah di Nusa Tenggara. Mengenai akses
sumber daya ekonomi dan pengembangan infrastruktur ini dibahas lebih rinci pada
Bab III.

Tetapi target pertumbuhan ekonomi tinggi dan industrialisasi pedesaan tersebut


hendaknya jangan sampai melahirkan kebijakan yang terlalu berorientasi ekspor saja
dan mengabaikan potensi pasar domestik. Sekitar 200 juta lebih penduduk Indonesia
adalah pasar yang sangat besar dengan beraneka ragam permintaan. Kerjasama
antar-daerah dalam semangat nasionalisme maupun kemitraan regional dengan
negara-negara tetangga yang telah dijalin selama ini perlu terus digiatkan dalam
menciptakan peluang usaha baru dalam menghadapi persaingan global. Untuk yang
terakhir itu Pemerintah Daerah maupun pengusaha daerah perlu dilibatkan secara
lebih intensif. Sebaliknya pemerintah daerah maupun pengusaha di daerah perlu
lebih giat memberikan informasi dan masukan kepada pemerintah pusat yang
memfasilitasi kemitraan regional dengan negara tetangga. Konsep kemitraan ini kami
uraikan lebih luas pada Bab III didalam Topik Kemitraan Regional.

Deregulasi dan debirokratisasi baik di pusat maupun di daerah, yang


diimplementasikan melalui pemangkasan regulasi yang mendistorsi pasar maupun
perampingan birokrasi (baik struktur maupun personilnya) adalah suatu keniscayaan
untuk menciptakan peluang usaha baru yang akan memberikan nilai tambah bagi
masyarakat dan daerah12. Lebih jauh lagi, diperlukan payung nasional (kerangka
legal, Visi, Misi) mengenai pembangunan ekonomi yang dapat menjadi acuan
daerah-daerah untuk menciptakan sinergi pembangunan nasional.

12
Perspektif yang serupa juga pernah disampaikan Dr. Birgit Kerstan (Bali Post 5 Agustus 2004,
halaman 10).

10
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

2.2.2 Daerah Membangun, Bukan Pembangunan di Daerah


Dalam konteks sebagaimana dikemukan pada Topik 2.1, relevansi ungkapan think
globally and act locally semakin meningkat. Gambar 1 berikut ini mengilustrasikan
perspektif lokal dalam konteks regional-global, yang difokuskan pada dimensi
ekonomi-bisnis, yakni daya tarik, daya tahan (resilience) dan daya saing. Kebijakan
desentralisasi berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 memberikan
landasan legal bagi strategi pengembangan ekonomi lokal.

KONTEKS REGIONAL-GLOBAL
SOSIAL EKONOMI/ PASAR

DAYA SAING

KEBIJAKAN MINAT/
SEKTOR PRILAKU
PUBLIK SWASTA

DAYA TARIK DAYA TAHAN

SOSIAL POLITIK

Gambar 1: Konteks dan fokus pengembangan ekonomi lokal

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 207 juta jiwa, yang terdiri dari lebih dari
300 kelompok etnis dan 700 bahasa dan dialek serta beragam agama merupakan
realita yang kompleks dan rawan konflik. Dari perspektif ekonomi, implementasi
otonomi daerah diharapkan menghasilkan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi
bagi masyarakat daerah melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam pasar.
Pemerintah daerah, sektor swasta dan masyarakat daerah tentunya lebih mengenal
dan memahami potensi daerahnya. Tetapi, penataan birokrasi yang dilakukan
pemerintah daerah dalam kerangka desentralisasi tersebut ternyata belum efektif
dan efisien untuk mendukung pengembangan ekonomi daerah.

11
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Birokrasi yang diciptakan terlalu gemuk dan kemampuan sumber daya manusianya
masih belum optimal. Disamping itu pemerintah daerah pada umumnya sangat
mementingkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) daripada peningkatan
Produk sebagai upaya meningkatkan pemasukan/kemampuan keuangan daerah.
Kebijakan yang berfokus pada PAD tersebut diimplementasikan melalui
pemberlakuan berbagai macam pungutan, baik berupa retribusi, pajak maupun
pembayaran-pembayaran lainnya (fees). Pungutan-pungutan tersebut menambah
mengganggu minat investor domestik maupun luar negeri, dan menghambat orang
miskin maupun pengusaha untuk memulai maupun mengembangkan bisnis.

Jika konsisten dengan prinsip pembangunan ekonomi yang pro-masyarakat miskin,


seyogyanya pemerintah daerah tidak hanya memikirkan peningkatan PAD tetapi
lebih kepada bagaimana memperluas kapasitas fiskal daerah dan memperluas basis
produktif sektor ekonomi rakyat. Dengan kata lain, strategi peningkatan Produk
Domestik Regional Bruto lebih relevan daripada sekedar peningkatan PAD. Sejalan
dengan itu, perluasan basis fiskal pemerintah daerah serta peningkatan kapasitas
para perencana di daerah dalam memformulasikan kebijakan ekonomi dipandang
sangat penting untuk mendukung daerah membangun. Sinkronisasi kebijakan dan
perencanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah mesti ditingkatkan,
sehingga program-program pemerintah pusat di daerah yang dibiayai dengan dana
dekonsentrasi bisa terlaksana secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu, diperlukan
payung nasional (Blue Print) pembangunan ekonomi yang dapat menjadi acuan
daerah-daerah untuk menciptakan sinergi pembangunan nasional.

Dengan perspektif daerah membangun, peningkatan akses dan partisipasi


masyarakat luas (civil society) dalam perumusan politik ekonomi, kebijakan
pembangunan dan pengawasan anggaran menjadi sesuatu yang penting. Untuk
tujuan ini diperlukan regulasi yang fleksibel yang menumbuhkan dan menggiatkan
dialog stakeholders (forum stakeholders) mulai dari tingkat desa sampai ke tingkat
nasional. Sekarang ini forum-forum stakeholders memang telah mulai banyak
bermunculan di tingkat pusat, namun hampir semuanya sangat tinggi
ketergantungan finansialnya kepada donor dari luar negeri.

Sejalan dengan pemikiran di atas, potensi kerjasama regional yang ditujukan untuk
mengurangi biaya-biaya transaksi serta perolehan nilai tambah ekonomi bagi

12
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

masyarakat dan pemerintah daerah perlu dimanfaatkan secara efektif. Dari


perspektif ekonomi, otonomi daerah diharapkan menyuntikkan semangat kompetisi
antar daerah dalam membangun, bukan daerahisme pembangunan. Pengembangan
wadah kerjasama perencanaan dan pembangunan ekonomi antar daerah perlu
dipikirkan. Topik ini kami bahas secara lebih rinci pada Bab III.

13
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

BAB 3
STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

3.1 Definisi Kerja Pendekatan Ekonomi Lokal


Pada Topik 2.2 telah dikemukakan argumen utama mengenai relevansi
desentralisasi, deregulasi ekonomi dan pendekatan lokal dalam pembangunan
ekonomi. Dalam bab ini akan dijelaskan tentang cakupan dan fokus pendekatan
pengembangan ekonomi lokal pada Topik 3.1, kemudian diikuti berturut-turut
mengenai kerangka umum strategi pengembangan ekonomi lokal beserta prinsip-
prinsip pokoknya (Topik 3.2), diikuti dengan penjelasan mengenai elemen pokok dari
strategi pengembangan ekonomi lokal (Topik 3.3).

Meskipun pendekatan lokal dalam pengembangan ekonomi semakin menarik


perhatian negara-negara sedang berkembang, sampai kini belum ada suatu definisi
yang disepakati secara luas. Tetapi inisiatif pengembangan ekonomi lokal tidak perlu
menunggu adanya suatu definisi yang disepakati secara luas tersebut, karena
mungkin tidak akan pernah ada. Yang lebih penting adalah sebuah definisi kerja
yang dapat dipegang sebagai acuan arah dan garis-garis besar cakupan programnya.
Pengembangan ekonomi lokal seyogyanya tidak dipandang sebagai sesuatu yang
ekslusif, tetapi sebagai bagian integral dari pembangunan daerah. Berikut ini
dikemukakan arah tujuan dan cakupan inisiatif pengembangan ekonomi lokal
menurut perspektif GTZ13:
1. Mendorong ekonomi lokal untuk tumbuh dan menciptakan tambahan lapangan
kerja
2. Mendayagunakan sumber daya lokal yang tersedia secara lebih baik
3. Menciptakan ruang dan peluang untuk penyelarasan suplai dan permintaan
4. Serta mengembangkan peluang-peluang baru bagi bisnis.

Sebagai perbandingan berikut ini dikutip definisi pengembangan ekonomi lokal


menurut Bank Dunia14, yakni: suatu proses dimana sektor publik, bisnis dan non-

13
Lihat GTZ Local Economic Development position paper (draft 2004): What makes LED LED?
14
Ibid

14
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

pemerintah bekerjasama menciptakan kondisi-kondisi yang lebih baik untuk


pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Dapat disimpulkan bahwa pengembangan ekonomi lokal adalah sebuah proses yang
membentuk kemitraan pemeran (stakeholders) ekonomi, yakni pemerintah daerah,
kelompok-kelompok berbasis masyarakat dan sektor swasta dalam mengelola
sumber daya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan menggiatkan
(stimulasi) ekonomi daerah. Pendekatan tersebut menekankan kewenangan lokal
(local control), menggunakan potensi sumber daya manusia, sumber daya fisik dan
kelembagaan. Dengan demikian, kemitraan pengembangan ekonomi lokal
mengintegrasikan upaya mobilisasi para aktor, organisasi dan sumber daya, serta
pengembangan kelembagaan baru melalui dialog dan kegiatan-kegiatan strategik15.

3.2 Kerangka Umum Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal


Gambar 2 menguraikan fokus, elemen-elemen serta prinsip-prinsip utama strategi
pengembangan ekonomi lokal, sejalan dengan Gambar 1 pada Bab 2.
Pengembangan ekonomi lokal diarahkan untuk mencapai tiga tujuan yang saling
berkaitan, yaitu: (i) penciptaan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja; (ii)
berkurangnya jumlah penduduk miskin, dan pada gilirannya (iii) terwujudnya
kehidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihood). Untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut fokus strategi diletakkan pada 3 dimensi strategi yaitu daya tarik, daya tahan
dan daya saing ekonomi lokal. Ketiga dimensi tersebut tidaklah terisolir satu sama
lainnya, tetapi merupakan rantai yang saling bergantung. Dengan demikian, semua
faktor yang membentuk daya tarik serta daya tahan adalah fundamen penting bagi
penciptaan daya saing.

15
Para pembaca yang ingin memperoleh keterangan lebih lengkap mengenai definisi, cakupan dan
kategorisasi pengembangan ekonomi lokal dianjurkan untuk melihat makalah A.H.J. Helmsing (2001).
Local economic development: new generations of actors, policies and instruments. Draft paper for the
2001 Cape Town Symposium. Dokumen ini di-download pada Juni 2004.

15
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

TUJUAN
PERTUMBUHAN BERKURANGNYA KEHIDUPAN
EKONOMI LOKAl & PENDUDUK BERKELANJUTAN
LAPANGAN KERJA MISIKIN
FOKUS STRATEGI
Desentralisasi dan Deregulasi

DAYA TARIK DAYA TAHAN DAYA SAING

Good Governance dan GCG


EKONOMI LOKAL EKONOMI LOKAL EKONOMI LOKAL

Penyehatan Iklim Diversifikasi Produk/ Peningkatan Produktifitas


Investasi & Dinamisme Transformasi dan Efisiensi Usaha
Ekonomi
KOMPONEN STRATEGI

Sumberdaya Manusia Pengembangan Inovasi Produk


(human capital) yang Kewirausahaan Berkelanjutan
Kompetitif

Menemukan dan Optimalisasi Akses SDE-S Pengembangan Jaringan


menciptakan citra (modal, lahan, saprodi, Pasar dan Kemitraan
Komoditi/ Produk Lokal social capital) & pelayanan (strategic alliances)

KESETARAAN GENDER PRO-ORANG MISKIN KELESTARIAN SDA

Gambar 2 : Kerangka umum strategi pengembangan ekonomi lokal

Keterangan: *SDA= Sumber Daya Alam; SDE-S= Sumber daya Ekonomi


dan Modal Sosial
*** GCG =Good Corporate Governance.

3.2.1 Prasyarat dan Prinsip-prinsip Utama yang Mendasari Strategi


Pengembangan Ekonomi Lokal

Desentralisasi dan Deregulasi yang Kohesif dan Konsisten yang Mendukung


Pasar/liberalisasi Perdagangan.
Otonomi daerah akan mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat dengan
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur kegiatan
ekonominya dengan mengacu pada potensi daerah sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki. Desentralisasi pemerintahan merupakan alat, bukan tujuan dari
pembangunan daerah. Namun, hanya bila otonomi daerah dibarengi dengan
komitmen dan kebijakan deregulasi yang sehat, partisipasi masyarakat dalam pasar
yang sesungguhnya akan meningkat dan menghasilkan nilai tambah yang
bermanfaat bagi perbaikan kehidupan masyarakat maupun ekonomi daerah. Untuk
menciptakan kebijakan deregulasi yang sehat, pemerintah daerah dan sektor swasta,

16
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

masyarakat sipil (termasuk para pakar) perlu mengintensifkan dialog, dan lebih
intensif memberikan masukan kepada pemerintah pusat melalui jalur birokrasi
maupun melalui platform formal partisipasi publik yang ada (Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah, DPR RI) maupun melalui media massa
dan dialog-dialog informal stakeholder.

Good Governance/Good Corporate Governance


Implementasi prinsip-prinsip good governance (kepemerintahan yang baik) secara
konsisten pada seluruh tingkatan administrasi dapat menghasilkan pelayanan publik
yang efektif dan efisien, sehingga terhindar dari perangkap ekonomi biaya tinggi.
Persepsi tersebut penting diciptakan untuk menarik minat investor. Setidaknya ada
sepuluh prinsip-prinsip good governance yang yang penting diterapkan secara
konsisten dan berkelanjutan dalam pemerintahan daerah, yakni (1) partisipasi warga
negara dalam proses penyusunan kebijakan; (2) penegakan hukum; (3) transparansi;
(4) pemerataan; (5) ketanggapan; (6) visi yang strategis; (7) akuntabilitas terhadap
publik; (8) profesionalisme; (9) efisiensi dan efektivitas, artinya penggunaan
sumberdaya secara optimal untuk pelayanan publik; dan (10) supervisi, yakni
penerapan pengawasan yang lebih ketat terhadap administrasi publik dan
pelaksanaan kegiatan pembangunan dengan melibatkan para stakeholders.

Pro-Masyarakat Miskin

Rancangan strategi dan implementasi program pengembangan ekonomi lokal


seyogyanya mengutamakan partisipasi masyarakat miskin dalam kegiatan-kegiatan
dalam rantai produksi dan pemasaran, bukan sekedar efek menetes-ke-bawah
(trickle-down effects), sehingga kesejahteraan mereka meningkat. Oleh sebab itu titik
mulai dukungan kepada orang miskin adalah pada apa yang ada (opportunities),
bukan pada kendala (barriers) mereka. Dimensi potensi tersebut termasuk yang
aktual serta yang dapat diakses. Basis potensi serta akses16 masyarakat miskin

16
Perspektif ini juga pernah dikemukakan M.Chatib Basri (Kompas, 26 Juli 2004 hal. 1). Pemenang
Nobel ekonomi tahun 1998, Amartya Sen, sebagaimana dikutip oleh Basri (Kompas, 26 Juli 2004 hal.
1) berpendapat bahwa akses sangat penting untuk meningkatkan kapabilitas orang. Lebih jauh Sen
berpendapat bahwa orang menjadi miskin karena ruang kapabilitas mereka kecil (tidak dapat
melakukan sesuatu), bukan karena mereka tidak memiliki sesuatu. Artinya, kesejahteraan tercipta
bukan karena barang yang kita miliki tetapi karena akses yang memungkinkan kita memiliki barang
tersebut. Sehubungan dengan konsep akses ini Basri berpendapat bahwa perluasan akses keluarga
miskin terhadap sumber daya ekonomi melalui sisi penawaran seperti pembangunan infrastruktur fisik,

17
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

kepada sumber daya dan pelayanan menjadi faktor penting dalam mencapai tujuan-
tujuan pengembangan ekonomi lokal sebagaimana tercantum pada Gambar 2.

Sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai definisi dari strategi yang pro-
penduduk miskin (pro-poor) tersebut. Namun, dalam makalah ini, konsep pro-
masyarakat miskin mementingkan beberapa prinsip pokok, yakni: (i) investasi pada
peningkatan sumber daya manusia dan modal sosial penduduk miskin; (ii) kebijakan
dan pelayanan yang menghasilkan tersedianya secara luas dan berkelanjutan
kebutuhan dasar masyarakat (akses pangan, air bersih, perumahan, kesehatan dan
pendidikan); (iii) kebijakan dan pelayanan yang mengurangi biaya-biaya transaksi
sehingga membuka peluang bagi masyarakat miskin untuk memperoleh pekerjaan
dan/atau nilai tambah dari usaha sendiri; (iv) peningkatan akses masyarakat miskin
kepada sumber daya ekonomi (modal, lahan/ ruang, sarana produksi, informasi
pasar, dan lain-lain); dan (v) pembangunan yang ramah lingkungan, yang
memelihara atau bahkan memperbaiki fungsi ekologi dan kapasitas sumber daya
alam untuk berproduksi.

Kesetaraan Gender
Prinsip kesetaraan gender telah terintegrasi ke dalam kerangka pembangunan
berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kerenanya gender telah menjadi
isu lintas sektor. Salah satu fokus isu gender adalah pada kesetaraan akses dan
kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya ekonomi dan pasar tenaga
kerja. Apapun inisiatif pengembangan ekonomi lokal, mesti ditelaah terlebih dahulu
manfaat atau kerugiannya baik bagi laki-laki maupun perempuan. Revolusi hijau
yang pada satu sisi telah berjasa besar dalam melipatgandakan produksi pangan
melalui sistem pertanian intensif serta mekanisasi, ternyata disisi lain merugikan
kaum perempuan, karena mekanisasi tersebut menyebabkan banyak buruh
perempuan di pedesaan kehilangan lapangan pekerjaan. Kejadian seperti itu dapat
dicegah dengan merancang teknologi yang netral gender atau menciptakan
lapangan kerja baru bagi mereka yang terpinggirkan. Lebih jauh lagi, implikasi dari
pengakuan prinsip kesetaraan gender adalah penghormatan terhadap fungsi
reproduksi perempuan, sehingga perempuan pekerja tetap menerima hak-hak
mereka sebagai pekerja selama cuti hamil dan melahirkan.

maupun akses terhadap subsidi terarah untuk kegiatan ekonomi dan beasiswa pendidikan jadi
penting.

18
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Pembangunan Berkelanjutan
Prinsip pembangunan ekonomi berkelanjutan telah menjadi bagian integral dari
kerangka pembangunan berkelanjutan PBB. Pembangunan berkelanjutan
menekankan kemanunggalan (inclusiveness) pembangunan ekonomi dengan
pembangunan sosial dan kelestarian lingkungan hidup. Jadi, prinsip pembangunan
berkelanjutan mengintegrasikan mekanisme pasar dengan kelembagaan
(hukum/perundang-undangan, norma sosial, hadiah dan sanksi) untuk membentuk
perilaku dan tindakan sektor publik, swasta dan non-pemerintah dalam mengelola
pembangunan. Lebih jauh lagi, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan
yang padat ilmu (knowledge-intensive), yang mensubstitusi modal dengan ilmu.
Penggunaan agen hayati (musuh alami) untuk pengendalian hama tanaman
tertentu, yang menggantikan penggunaan pestisida, merupakan contoh kongkrit
bagaimana ilmu menggantikan modal. Contoh lain di bidang pertanian adalah
penerapan pola usahatani yang mengintegrasikan kacang-kacangan yang mampu
menjalin kemitraan (bersimbiose) dengan bakteri rhizobium pada sistem
perakarannya dalam mengolah nitrogen dari udara menjadi senyawa nitrogen yang
dapat diserap tanaman, sehingga keseluruhan atau setidaknya sebagian kebutuhan
pupuk urea disuplai oleh kemitraan bakteri dengan kacang-kacangan tersebut.
Pembangunan berkelanjutan sangat menekankan pentingnya pembangunan hemat
sumber daya dan energi, sehingga penggunaan energi yang dapat diperbaharui
(renewable energy) dan konservasi sumber daya alam perlu diintensifkan.

19
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

3.3 Komponen-komponen Pokok Strategi Pembangunan


Ekonomi Lokal

3.3.1 Membangun Daya Tarik


Disamping pemenuhan prinsip-prinsip dasar PEL sebagaimana telah disampaikan
pada Topik 3.3.1, membangun daya tarik investasi dan bisnis di daerah masih ada
setidaknya 3 komponen strategis yang mesti diperhatikan, yakni penyehatan iklim
investasi dan dinamisme ekonomi daerah, keberadaan dan citra komoditi/produk
unggulan, serta ketersediaan tenaga kerja yang kompetitif (sumber daya manusia).
Pada bagian selanjutnya dari topik ini masing-masing komponen tersebut dijelaskan
secara ringkas.

Penyehatan Iklim Investasi dan Dinamisme Ekonomi Daerah


Penyehatan iklim investasi dan bisnis yaitu upaya untuk menciptakan kondisi yang
kondusif untuk menarik investasi baik investasi domestik maupun investasi asing
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat daerah.
Oleh sebab itu dalam rangka pengembangan ekonomi lokal, para pembuat kebijakan
dan masyarakat setempat perlu memahami faktor-faktor penting yang menentukan
sehat atau tidaknya iklim bisnis menurut kacamata investor atau pengusaha, agar
kebijakan maupun pelayanan dapat diarahkan untuk menciptakan kondisi-kondisi
tersebut.

Ada beberapa faktor yang menjadi perhatian utama yaitu:


Faktor biaya. Kebijakan dan kondisi-kondisi yang berakibat pada ekonomi biaya
tinggi akan mengganggu minat investor untuk memulai atau melakukan ekspansi
bisnis, serta juga membatasi partisipasi penduduk miskin dalam pasar. Ada
beberapa kondisi yang dapat menunjang minat investor untuk melakukan investasi,
semakin banyak kondisi tersebut terdapat di daerah semakin besar peluang investasi
masuk ke daerah tersebut, yakni (i) sistem perizinan dan perpajakan yang
transparan dan efisien; (ii) tersedianya infrastruktur (transportasi, telekomunikasi,
energi dan air) yang efisien dan cukup; (iii) tenaga kerja lokal yang kompetitif; dan
(iv) citra dan persepsi budaya good governance.

20
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Faktor dinamisme ekonomi. Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa


kebijakan desentralisasi yang diiringi dengan deregulasi yang kohesif mendukung
mekanisme pasar adalah faktor yang menentukan daya tarik daya tahan maupun
daya saing ekonomi daerah. Sejalan dengan ini investor akan melihat faktor
penunjang keberhasilan bisnis mereka, yakni faktor dinamisme ekonomi daerah.
Dinamisme ekonomi daerah dapat dibaca dari kriteria (i) potensi ekonomi dan (ii)
struktur ekonominya. Kriteria yang pertama biasanya menggunakan indikator produk
domestik regional bruto (PDRB) per kapita karena indikator tersebut mencerminkan
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kriteria kedua, yakni
struktur ekonomi, menggunakan indikator nilai tambah bruto seluruh sektor kegiatan
ekonomi (nilai tambah sektoral) yang terdapat di daerah. Dari informasi tersebut,
investor akan dapat melihat potensi unggulan (basis ekonomi), sekaligus
pengalaman daerah, apakah pada sektor primer, sektor sekunder (industri) atau
pada sektor jasa.

Faktor resiko. Faktor ini termasuk (1) stabilitas makro ekonomi dan dinamika sosial
politik yang kondusif; (2) transparansi, stabilitas dan prediktibilitas kebijakan serta (3)
institusi yang efektif memberikan kepastian hak kepemilikan (property rights) dan
kontrak.

Perbaikan iklim bisnis atau iklim investasi di daerah memerlukan sinkronisasi


kebijakan dan strategi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Namun
demikian, cukup banyak dari faktor-faktor yang diuraikan di atas yang dapat
dilakukan sendiri maupun difasilitasi oleh pemerintah daerah.

Peningkatan Sumber Daya Manusia


Ketersediaan tenaga kerja yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan pasar (dunia
usaha) adalah salah satu faktor penting daya tarik investasi di daerah. Tetapi
kualifikasi saja tidak cukup, karena pasar lapangan kerja adalah laman kompetisi.
Persaingan mengutamakan produktifitas dan efisiensi. Konsekuensinya, tingkat
upah/kebijakan upah juga menjadi penentu daya tarik investasi.

Peningkatan sumber daya manusia dapat ditempuh baik melalui jalur pendidikan
formal (sekolah negeri maupun sekolah swasta), jalur pendidikan informal/ pelatihan
kejuruan (vocational training). Karena permintaan pasar tenaga kerja sangat

21
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

beragam, tidak mungkin pemerintah menyediakan kurikulum yang dapat merespon


ke semua kebutuhan tersebut. Oleh sebab itu partisipasi swasta atau kemitraan
publik, swasta dan masyarakat dalam pengembangan sumber daya manusia perlu
ditingkatkan.

Kita kembali kepada persoalan dilema upah tenaga kerja. Penciptaan daya tarik
investasi dengan mengandalkan keunggulan komparatif melalui pelaksanaan
kebijakan upah rendah menguntungkan pengusaha tetapi tidak sepenuhnya pro-poor.
Sebaliknya bila Pemerintah yang membuat regulasi upah tinggi (kebijakan upah
minimum yang tinggi), bisa menghambat investasi dan/atau menciptakan pasar
gelap tenaga kerja yang dapat menyebabkan tersingkirnya kaum miskin maupun
pencari kerja yang berkeahlian rendah dari pasar tenaga kerja, sehingga juga tidak
bisa disebut pro-poor. Oleh sebab itu, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
perlu secara bertahap melakukan deregulasi upah tenaga kerja, sejalan dengan
upaya mendukung atau memfasilitasi langkah-langkah berikut ini, yakni:
Pengembangan sumber daya manusia dengan menyediakan pendidikan yang
terjangkau bagi masyarakat luas, termasuk masyarakat miskin. Pemerintah perlu
mendukung inisiatif-inisiatif lokal dan nasional untuk menggalang dana (fund
rising) memenuhi hak-hak dasar semua warga negara dalam memperoleh
pendidikan. Langkah-langkah inovatif yang tidak menimbulkan ekonomi biaya
tinggi perlu digelorakan, misalnya pemberian keringanan pajak kepada Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan-perusahaan swasta besar dan Badan
Usaha Milik Daerah yang bersedia menyumbangkan sebagian keuntungannya
untuk dana pendidikan rakyat.
Mengoptimalkan fungsi lembaga pelatihan milik Pemerintah untuk menyediakan
pelayanan pelatihan calon tenaga kerja.
Pemberian kupon (voucher) kepada keluarga miskin, pencari kerja maupun
pelaku sektor UMKM untuk mengikuti pelatihan yang sesuai kebutuhan atau
permintaan pasar tenaga kerja, pada lembaga-lembaga pelatihan milik
pemerintah maupun swasta, atau lembaga nirlaba non-pemerintah.

Menemukan dan Mempromosikan Citra Komoditi dan Produk Unggulan Daerah


Hampir seluruh daerah di Indonesia mempunyai produk-produk unggulan yang terus
dipacu pertumbuhannya agar bisa menjadi trade mark bagi daerah yang pada
akhirnya dapat memberikan nilai tambah (PDRB dan PAD) bagi masyarakat daerah.

22
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Dalam kaitannya dengan penciptaan daya tarik (investasi) di daerah, penting


diperhatikan tidak saja komoditi/ produk dan jasa apa yang dapat menjadi unggulan
daerah tetapi juga ciri khas apa yang bisa dijadikan citra (distinctive competitiveness)
dari komoditi/ produk maupun jasa tersebut.

[Selipan 1: Menemukan dan membangun citra baru panili asal kabupaten


Alor

Pemerintah daerah kabupaten Alor di Nusa Tenggara Timur dengan dukungan


GTZ PROMIS-NT, sekarang ini sedang giat meneliti dan membangun citra salah
satu komoditi unggulannya, yaitu panili. Namun, meskipun harga panili di
pasaran dunia cukup tinggi, petani panili Alor belum menerima harga yang
pantas untuk produknya, karena pasar dunia memiliki persepsi bahwa panili asal
Indonesia berkualitas rendah. Untuk membangun citra baru tersebut pemerintah
daerah telah menemukan ciri khas panili Alor sebagai trade mark, yaitu panili
sebagai produk yang diproduksi secara alami sejalan dengan konsep pertanian
organik dan bebas pestisida. Meskipun selama ini petani Alor hampir tidak
pernah menggunakan pestisida, ancaman hama penyakit panili mulai
berkembang seiring dengan meningkatnya lalu lintas manusia maupun tanaman
antar pulau. Oleh sebab itu, pemerintah daerah Alor dengan dukungan GTZ
PROMIS-NT juga menjalin kerjasama penelitian dengan Universitas Udayana
Bali untuk menyediakan bibit panili bebas penyakit dan/atau tahan penyakit
melalui teknik kultur jaringan (tissue culture). Sejalan dengan upaya tersebut,
juga dibangun laman informasi maya (website) untuk mempromosikan produk
ungulan daerah Alor, termasuk panili dan tenunan. Respon pasar cukup cepat,
dimana pedagang besar dari dalam maupun luar negeri meminta contoh produk.
Pemerintah Daerah Alor juga mengambil inisiatif untuk mengembangkan citra
produk panili dengan menyediakan anggaran untuk analisis kimia kandungan
vanilin bekerja sama dengan Universitas Udayana Bali. Hasil analisis
membuktikan bahwa kadar vanilin dari panili Alor memang berada di atas rata-
rata standard panili Indonesia untuk seluruh kategori mutu. Perkembangan
selanjutnya masih harus didokumentasikan dan dievaluasi]

Dalam kaitannya dengan prinsip pengembangan ekonomi lokal yang pro-poor,


pemilihan produk unggulan menggunakan potensi nilai tambah langsung suatu
komoditi/produk bagi keluarga miskin sebagai kriteria penting, disamping kriteria-
kriteria kelayakan teknis, permintaan pasar, serta efek multiplier suatu
komoditi/produk sektoral terhadap sektor usaha lainnya. Namun demikian, tidak
berarti bahwa hanya komoditi atau produk yang telah ada sekarang ini yang dapat
dijadikan unggulan daerah. Komoditi baru yang potensial diadopsi, serta berpotensi
menciptakan nilai tambah bagi perekonomian daerah maupun masyarakat miskin
dan lingkungan, dapat dikembangkan sebagai unggulan daerah.

3.3.2 Membangun Daya Tahan


Konsep daya tahan (resilience) sebenarnya diadopsi dari pemikiran yang dipelopori
oleh para ahli ekologi yang melihat ekonomi sebagai satu ekosistem (ecological
nation) yang berusaha memaksimalkan nilai jangka panjang dari sumber daya lahan

23
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

yang terbatas dengan mengembangkan sistem-sistem berbasis hayati yang saling


bergantung (interdependence). Dengan kata lain, keanekaragaman dan
kesalingtergantungan spesies dan lingkungan merupakan faktor penting untuk
membangun produktivitas dan daya tahan sistem dalam jangka panjang. Namun,
daya tahan (resilience) merupakan konsep yang dinamis. Namun secara sederhana
dapat dijelaskan bahwa bahwa daya tahan ekonomi merupakan daya menyesuaikan
diri serta memulihkan diri sektor ekonomi dari tekanan-tekanan faktor ekonomi
maupun non-ekonomi. Dalam lingkungan yang senantiasa berubah dimana peluang
dan resiko dapat muncul setiap saat, setiap unit ekonomi baik rumah tangga,
perusahaan maupun daerah, perlu mempersiapkan diri. Di bawah ini dikemukakan
tiga jalur strategi membangun daya tahan dan peran sektor publik yang diharapkan.

Diversifikasi Usaha dan Transformasi Produk


Diversifikasi dapat mencakup penganekaragaman jenis komoditi maupun
penganekaragaman bidang usaha (entreprise) jenis usaha, sedangkan transformasi
produk dalam artian sempit merupakan perubahan bentuk atau struktur produk
(pengupasan mete gelondongan menjadi kacang mete atau mengolah daging buah
jambu mete menjadi sirup adalah merupakan proses transformasi). Diversifikasi
maupun transformasi produk dimaksudkan: (i) agar pengusaha mikro dan kecil-
menengah (UMKM) maupun sektor swasta di daerah mampu meminimalkan resiko
kegagalan secara umum; (ii) mempertahankan diri dari ancaman produk luar
maupun produk substitusi yang masuk pasar; dan (ii) menciptakan lapangan kerja
dan nilai tambah bagi masyarakat lokal khususnya dan perekonomian daerah
umumnya.

Pilihan diversifikasi atau transformasi produk atau bahkan kombinasi keduanya


seyogyanya mempergunakan kriteria teknis dan non-teknis, antara lain: (i) faktor-
faktor kesesuaian dan resiko alami yang sulit dikontrol petani/pengusaha (iklim,
hama penyakit); (ii) keseimbangan permintaan dan penawaran, termasuk kaitannya
dengan skala ekonomi; (iii) kapasitas dan prioritas rumah tangga tani (pengusaha);
(iv) kebudayaan setempat (misalnya kesukaan pangan atau food habits). Kriteria
yang kedua perlu penjelasan tambahan. Diversifikasi yang berlebihan tanpa satupun
komoditi andalan (leading comodity) biasanya akan berhadapan dengan kesulitan
pemasaran karena tidak memenuhi skala ekonomi. Oleh sebab itu, penciptaan skala
ekonomi baik pada tingkat unit produksi, yakni rumah tangga atau perusahaan,

24
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

maupun pada tingkat lokal merupakan faktor penting yang memerlukan perencanaan
dan koordinasi lintas lokal dan lintas sektor.

Penciptaan iklim usaha kondusif adalah prasyarat penting bagi keberhasilan strategi
diversifikasi/transformasi produk, tetapi tidak cukup. Sebagai penunjang, pemerintah
daerah perlu memfasilitasi:
Memutakhirkan atau merevisi rencana tata ruang wilayah dengan memperhatikan
keberadaan dan kebutuhan masyarakat miskin dan mensosialisasikannya secara
efektif.
Transformasi struktur pemasaran untuk menghapuskan distorsi harga akibat
rantai pemasaran yang terlalu panjang dan dominasi para tengkulak, melalui
pembentukan dan pemberdayaan lembaga-lembaga ekonomi produsen
(koperasi, asosiasi pemasaran, dan sebagainya).
Peningkatan akses masyarakat kepada informasi dan teknologi melalui
revitalisasi pelayanan penyuluhan maupun menjalin kemitraan dengan lembaga-
lembaga jasa pengembangan bisnis (business development service providers).
Pemerintah daerah menyediakan insentif finansial dan insentif peningkatan
kapasitas bagi keluarga miskin, misalnya:
o Subsidi pengadaan peralatan untuk pengolahan produk (contohnya alat
pengupas jambu mete, lantai permanen untuk penjemuran rumput laut. dan
lain-lain).
o Pemberian voucher kepada keluarga miskin, pencari kerja maupun pelaku
sektor UMKM untuk mengikuti pelatihan-pelatihan teknis maupun manajemen
sesuai kebutuhan mereka pada lembaga pelatihan publik, lembaga-lembaga
pelatihan nirlaba non-pemerintah maupun lembaga jasa pelatihan swasta
dengan dana dari pemerintah daerah. Model pelatihan seperti ini diharapkan
mendorong persaingan dan efisiensi dalam menyediakan pelatihan
berkualitas baik sesuai kebutuhan pasar.
Menyediakan kredit (maupun grant untuk revolving fund) bagi keluarga miskin
maupun organisasi mereka (koperasi, asosiasi) untuk menunjang pengolahan
dan pemasaran produk-produk lokal. Hal ini disajikan lebih jauh lagi pada bagian
selanjutnya dalam Bab ini.

25
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Pengembangan Kewirausahaan
Berbicara kewirausahaan (entrepreneurship) adalah berbicara mengenai perubahan
dan membuat sesuatu yang berbeda. Secara sempit kewirausahaan adalah
bagaimana mengeksploitasi inovasi untuk menciptakan nilai yang tidak bisa selalu
diukur dengan ukuran-ukuran keuangan saja (Wickham, 2001). Wirausahawan
sangat peduli dengan potensi untuk berubah. Potensi untuk berubah tersebut berada
pada tiga dimensi (Wickham, 2001) yakni (i) dimensi keuangan (potensi menciptakan
nilai baru); (ii) dimensi personal (potensi mencapai tujuan-tujuan personal, tidak
hanya uang semata); dan (iii) dimensi sosial (potensi melakukan perubahan
struktural).

Sejalan dengan pemikiran di atas, upaya-upaya berikut ini seyogyanya menjadi


bagian integral dari strategi pengembangan ekonomi lokal, yaitu:

(i) Membangun budaya demokrasi untuk meningkatkan efektifitas partisipasi dan


daya tawar perorangan maupun kolektif (collective bargaining power) dalam
segala bidang, meliputi ekonomi, sosial budaya dan politik. Demokrasi yang
sehat itu penting untuk pengembangan ekonomi dan begitu juga sebaliknya
demokrasi tidak mungkin subur tanpa ekonomi yang sehat. Masyarakat
wirausahawan, maupun produsen miskin dan konsumen mesti mendapat
kemampuan dan kesempatan untuk mempengaruhi dan/atau menentukan sendiri
keputusan-keputusan penting yang akan mempengaruhi kesinambungan usaha
dan kehidupan mereka.

(ii) Pemerintah mengembangkan struktur dan fasilitas untuk meningkatkan akses


masyarakat kepada informasi dan kemampuan menganalisa informasi ekonomi
dan bisnis, sehingga sumber daya yang terbatas dapat dipergunakan secara
tepat dan efisien. Dengan kemampuan seperti itu produsen bisa lebih produktif,
kreatif dan realistis untuk mengelola bisnis dalam jangka panjang, tidak hanya
mengikuti teman atau merespon sinyal pasar (harga) sesaat.

(iii) Mendukung perubahan struktur pemasaran untuk menciptakan rantai suplai


yang lebih kompetitif dan efisien. Salah satu peluang penting dalam hal ini adalah
membentuk organisasi-organisasi produsen, misalnya asosiasi, koperasi atau
model-model lain yang sesuai dengan kerangka legal formal yang berlaku.

26
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Namun, karena kebanyakan produsen UMKM maupun masyarakat miskin telah


terlibat dalam pola hubungan yang eksploitatif dengan pedagang dan/atau
rentenir, pengorganisasian produsen tersebut tidak mesti membunuh atau
memutus total hubungan yang telah ada tersebut. Yang diperlukan adalah pilihan
yang saling menguntungkan (win-win options) dimana seyogyanya petani dan
pedagang lokal membangun hubungan baru untuk berbagi nilai tambah secara
lebih adil dalam suatu wadah baru yang sesuai, seperti Koperasi Usaha Bersama
(KUB) maupun Asosiasi.

Optimalisasi Akses Kepada Sumber Daya Ekonomi dan Pengembangan Modal


Sosial

Akses Kepada Lahan dan Ruang


Luas kepemilikan lahan yang relatif kecil, yakni dibawah 0,25 hektar rata-rata,
menjadi salah satu faktor pembatas utama penciptaan skala ekonomi dan nilai
tambah di pedesaan. Sama halnya dengan daerah-daerah lain di Indonesia, sekitar
60-70 persen dari luas daratan yang ada di wilayah Nusa Tenggara berada dalam
domain kehutanan (forestry regulatory framework), bukan domain pertanian (agrarian
regulatory framework). Karena keterbatasan lahan untuk berusahatani, maka
sebagian dari masyarakat pedesaan terus menerus melakukan Perladangan Liar
maupun penebangan kayu secara liar (illegal logging) yang menyebabkan semakin
luasnya hutan gundul dan lahan kritis. Pengawasan maupun tindakan hukum yang
ditempuh pemerintah selama ini ternyata tidak cukup efektif, karena akar
persoalannya masih tetap ada.

Oleh sebab itu, diperlukan suatu strategi yang lebih kontekstual dan pro-masyarakat
miskin, antara lain:

(i) Menerapkan konsep hutan kemasyarakatan (social forestry) yang


dikembangkan Departemen Kehutanan, yang memungkinkan masyarakat
untuk mengakses lahan hutan, melakukan investasi dan memetik hasil-hasil
untuk keperluan subsisten maupun komersial.

(ii) Memberikan kepada masyarakat, terutama keluarga miskin, hak untuk


mengakses/memakai lahan hutan bekas perladangan maupun lahan bekas

27
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

HPH swasta yang telah habis izinnya. Dengan kata lain, sebagian lahan yang
berada dalam domain kehutanan dialihkan statusnya menjadi domain pertanian
dimana rakyat memegang hak akses (hak pakai), bukan hak milik. Untuk
mendapatkan hak akses yang demikian masyarakat sipil dan pemerintah
daerah perlu proaktif memberikan masukan kepada pemerintah pusat melalui
mekanisme yang ada.

(iii) Kedua strategi yang diusulkan tersebut perlu dituangkan dalam suatu kerangka
legal, yakni tata ruang wilayah. Meskipun barangkali setiap Kabupaten dan
Kota di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur telah memiliki rencana
tata ruang wilayah yang definitif, keberpihakannya kepada masyarakat miskin
serta fleksibilitas jangka panjangnya masih belum jelas. Disamping itu, juga
masih ada ruang yang perlu diteliti kembali, yakni sejauhmana rencana tata
ruang wilayah tersebut sinkron dengan rencana strategi pembangunan daerah.

Peningkatan Ketersediaan Modal yang Terjangkau


Berbeda halnya dengan pengusaha besar swasta di perkotaan, pelaku sektor UMKM
di pedesaan seringkali menghadapi kesulitan untuk mendapatkan pinjaman dari
Bank. Akibatnya, mereka terpaksa meminjam kepada sumber-sumber keuangan
informal dengan volume kredit yang tidak memenuhi skala ekonomi. Kondisi yang
lebih sulit daripada itu dialami masyarakat miskin, dimana seringkali mereka hanya
bisa memperoleh pinjaman dari para pedagang maupun rentenir yang sangat
mencekik dengan bunga tinggi. Untuk meningkatkan akses pelaku UMKM maupun
masyarakat miskin kepada modal, dapat diadaptasi dan diterapkan beberapa strategi
yang telah teruji di daerah lain, antara lain:

Modal dana bergulir (revolving fund). Berbagai organisasi baik pemerintah


maupun non-pemerintah di Indonesia telah menerapkan konsep revolving fund
dengan tingkat keberhasilan yang sangat beragam. Dana bergulir tersebut
diserahkan kepada kelompok-kelompok masyarakat miskin atau kelompok
usaha mikro untuk memulai maupun mengembangkan usaha produktif, namun
mereka tidak dapat memenuhi syarat-syarat teknis Bank. Salah satu isu kritis
yang mengancam keberlanjutan dana bergulir adalah kejelasan kepemilikan
dana. Meskipun dana bergulir yang disediakan proyek-proyek sektoral selama
ini selalu dikatakan sebagai dana milik masyarakat, konsep mengenai

28
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

kepemilikan dan perguliran dana tersebut pasca proyek (dalam jangka panjang)
tidak jelas. Biasanya, dana bergulir dikontrol oleh komite adhoc, dan kelompok
penerima dana mencicil pengembalian dana melalui rekening komite tersebut,
yang selanjutnya secara konseptual akan digulirkan kepada kelompok lain
dalam desa yang sama. Agar perguliran dana tersebut benar-benar berjalan
secara efektif dan efisien, perlu dirumuskan konsep kepemilikan yang jelas,
serta diciptakan struktur kelembagaan yang akan mengelola perguliran dana
tersebut. Beberapa model kelembagaan yang dapat dipertimbangkan antara
lain: Asosiasi kelompok-kelompok masyarakat (asosiasi pokmas), Badan
Usaha Milik Desa atau organisasi klaster industri.

Menjembatani hubungan kelompok dengan Bank. Strategi ini dapat


direalisasikan melalui pengembangan dan pemberdayaan lembaga-lembaga
keuangan perantara (intermediary institution). Model kelembagaan yang sesuai
dengan kerangka legal formal yang ada sekarang ini di Indonesia adalah
Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Serba Usaha yang memiliki unit usaha
simpan pinjam. Lembaga-lembaga seperti itu dapat memperoleh kredit dari
sektor perbankan dan kemudian menyalurkannya kepada anggota-anggotanya
dan/atau para nasabahnya dengan bunga komersial, tetapi dengan persyaratan
yang lebih fleksibel.

Namun koperasi biasanya tidak tumbuh sendirinya, dan tidak semua koperasi
yang dapat memenuhi persyaratan perbankan, terutama koperasi-koperasi
yang baru tumbuh. Disinilah diperlukan peran pemerintah daerah, khususnya
(Dinas Koperasi), untuk membangun kesadaran masyarakat berkoperasi serta
memfasilitasi pembentukan koperasi. Sejalan dengan itu, pemerintah daerah
perlu mendukung penguatan sumber daya koperasi baik kelembagaan maupun
modalnya. Salah satu inovasi yang berpeluang dilaksanakan guna penguatan
modal koperasi adalah penghapusan subsidi bahan bakar minyak (subsidi BBM)
serta subsidi pupuk, dan memberikan dana tersebut kepada koperasi untuk
dijadikan modal koperasi.

Beberapa daerah di Indonesia mulai mengujicoba pendekatan-pendekatan


baru untuk meningkatkan ketersediaan modal yang terjangkau oleh masyarakat

29
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

miskin dan pelaku sektor UMKM. Misalnya yang terjadi di Kabupaten Tanah
Datar dimana Pemda melakukan penyertaan modal pada Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) yang diambilkan dari APBD 2002 dan 2004. Di Kabupaten
Dompu, pada tahun 2003 Pemda meyediakan dana 2,5 Miliar Rupiah melalui
PERPADI (Persatuan Pedagang Beras Indonesia) untuk membeli padi petani,
tetapi sayangnya gagal antara lain karena struktur kelembagaan,
profesionalisme, dan masalah internal organisasi. Selain itu, di Kabupaten Alor
diadaptasi konsep yang diperkenalkan Bank Indonesia, yakni pengembangan
hubungan bank dengan kelompok melalui mobilisasi tabungan kelompok.
Dengan difasilitasi oleh motivator desa, kelompok membuka rekening tabungan
di Bank dan menabung secara reguler pada Bank Daerah NTT. Motivator desa
dan Bank memberikan pembinaan tentang administrasi keuangan dan
penyusunan rencana usaha (business plan). Bila anggota kelompok
memerlukan kredit, dana tabungan kelompok yang ada di Bank dapat diajukan
sebagai jaminan bagi anggota yang ingin meminjam di Bank, dimana Bank
dapat memberikan kredit atas nama kelompok sebesar 5 kali lipat jumlah
tabungannya.

[Selipan 2: Dana Investasi


Penyediaan kredit, dana bergulir (revolving fund) maupun bentuk dana lainnya
(misalnya dana talangan) dengan persyaratan yang terjangkau oleh penduduk
miskin, jadwal pemberian dan jadwal pengembalian yang tepat mengacu kepada
kalender musim penduduk miskin dapat menunjang (menjadi insentif)
pengembangan pengolahan dan pemasaran hasil-hasil pertanian. Pengadaan
kredit yang sesuai untuk petani mete, misalnya, adalah pada saat panen
komoditas tersebut. Kredit tersebut akan dapat menalangi kebutuhan hidup
keluarga miskin sehingga mereka bisa menyimpan mete yang baru dipanen
sampai masa dimana anggota keluarga petani mete memiliki waktu (ketika tidak
ada pekerjaan lain) untuk mengupas mete bersama-sama, dan menjualnya
ketika harga lebih baik. Dengan nilai tambah yang diperoleh melalui transformasi
produk dari mete gelondongan menjadi kacang mete, petani akan bisa
membayar kredit tersebut beserta bunganya.

Sistem kredit seperti tersebut di atas sedang diujicoba PROMIS-NT, dimana


kelompok bisa menggunakan dan mengelola dana yang disebut dana investasi
(investment fund) yang diberikan kepada beberapa kelompok terpilih. Dana
investasi dikelola oleh panitia (komite) yang terdiri dari Badan Pemberdayaan
Masyarakat (BPM), Bank, Motivator Desa dan wakil anggota Kelompok
Masyarakat (POKMAS). Kelompok atau individu bisa memperoleh dana investasi
berdasarkan rencana usaha (business plan) yang membuktikan kelayakan usaha
yang akan dikembangkan. Kehadiran Bank dalam panitia membuka kesempatan
untuk memperoleh kredit Bank selanjutnya kalau usaha berhasil dan
berkembang. Keterlibatan Bank sebagai penilai mutu kelompok dan rencana
usaha juga membuka kemungkinan untuk menghubungkan kelompok dengan
Bank dengan menggunakan pola yang dirintis Bank Indonesia yang dikenal
dengan PHBK. (Pengembangan Hubungan Bank dengan Kelompok).]

30
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

[Selipan 3 : Model Dana NTAADP Bank Dunia di Kabupaten Bima

Nusa Tenggara Agricultural Area Development Project (NTAADP) dengan


Program Inisiatif Masyarakat Setempat (IMS) dananya bersumber dari pinjaman
lunak Bank Dunia kepada Pemerintah Indonesia yang dipercayakan
pengelolaannya kepada lembaga yang dikenal dengan nama Unit Pengelola
Keuangan Desa (UPKD). Desa-desa yang memenuhi kriteria sebagai desa
miskin tetapi memiliki potensi lahan pertanian untuk dikembangkan dapat
membentuk UPKD, dimana pengurus UPKD dipilih dan ditetapkan oleh
masyarakat desa sendiri. Saat ini di kabupaten Bima telah terbentuk 57 UPKD
yang tersebar di 57 desa pada 7 kecamatan. Kepada masing-masing UPKD
diberikan dana bantuan antara Rp 50 Juta-Rp. 100 Juta setiap periode
pencairan. Dana tersebut adalah dana abadi yang menjadi milik kolektif
masyarakat desa lokasi UPKD selama dikelola secara baik sesuai mekanisme
yang telah ditetapkan.

UPKD memberikan pinjaman kepada kelompok, bukan perorangan. Meskipun


secara konseptual dana tersebut milik kolektif masyarakat, prioritas pinjaman
diberikan kepada kelompok yang memenuhi kriteria sebagai berikut: (1)
kelompok petani atau kelompok masyarakat miskin yang ingin memulai maupun
mengembangkan usaha produktif yang dinilai layak; (2) kelompok wanita dan
pemuda yang tidak memiliki pekerjaan tetap; (3) tidak sedang menjadi
peserta/penerima bantuan dari program lain yang sedang berjalan; dan (4) satu
kepala keluarga hanya dibenarkan ikut satu paket kegiatan produktif pada satu
tahun anggaran. Karakteristik penting lainnya dari program NTAADP:

- Usulan (proposal) jenis kegiatan ditentukan sendiri oleh masyarakat yang


difasilitasi oleh fasilitator dari LSM.
- Jumlah dana yang akan diterima oleh kelompok berdasarkan proposal yang
telah diverifikasi oleh tim tingkat desa dan Kabupaten, dengan kriteria utama
adalah kelayakan teknis rencana bisnis yang diajukan.
- Dana IMS disalurkan secara langsung ke tingkat desa melalui transfer ke
rekening UPKD yang selanjutnya disalurkan kepada anggota pokmas.
- Pengelolaan kredit yang profesional dan administrasi sederhana dengan
tingkat bunga terjangkau yakni sekitar 1,5%-2% perbulan.

Kabupaten Bima sebagai salah satu daerah penerima dana NTAADP, dimana
sejak tahun 1999-2002 telah menerima dana tersebut sekitar Rp. 7 Milyar. Data
bulan Agustus 2003 bahwa jumlah kelompok 892 pokmas inti dengan anggota
13.557 orang dengan rincian laki-laki 9.717 orang dan perempuan 3.840 orang.
Pokmas pengembangan 541 kelompok dengan jumlah anggota 7.422 orang
(laki-laki 4.545 orang dan wanita 2.809 orang). Hasil studi terakhir (LP3M, 2003)
mengungkapkan bahwa dana yang semula berjumlah Rp. 7 milyar telah
mengalami perkembangan yang berarti menjadi sekitar Rp. 10 milyar.
Peningkatan tersebut berasal dari jasa bunga pinjaman serta tabungan
masyarakat. Lebih jauh studi oleh LP3M (2003) mengungkapkan bahwa
pendapatan kelompok sasaran dana NTAADP meningkat secara signifikan,
bervariasi dari 12%-70% tergantung jenis usaha yang mereka jalankan.

Kunci keberhasilannya terletak pada adanya visi bersama anggota, yang disertai
dengan struktur dan aturan organisasi yang jelas, kepastian kepemilikan dana
oleh masyarakat, manajemen yang partisipatif, transparan dan professionalisme
dari pengurus. Namun, beberapa UPKD mengalami kegagalan dalam mengelola
dana tersebut karena ketiadaan faktor-faktor tersebut di atas, ditambah dengan
sulitnya transportasi ke beberapa lokasi, sehingga menghambat pembinaan.

Sumber: LP3M dan Bappeda Bima, 2004]

31
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Pengembangan Modal Sosial


Meskipun para ekonom aliran klasik tidak sepenuhnya menerima konsep modal
sosial, sekarang ini istilah modal sosial semakin populer. Bahkan lembaga-lembaga
internasional, misalnya Bank Dunia, juga telah mengakui pentingnya modal sosial
dalam upaya global menuju pembangunan berkelanjutan. Modal sosial adalah
konsep yang dinamik dan belum memiliki definisi yang diterima luas. Tetapi
beberapa dimensi penting dari modal sosial sangat relevan dikemukakan dalam
konteks pengembangan ekonomi lokal, antara lain: (i) norma-norma sosial dan
agama yang secara turun-temurun telah membentuk pandangan, prilaku (moral) dan
tindakan masyarakat; (ii) jaringan kerja (networks) yang dibentuk dan dipelihara oleh
masyarakat untuk mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi dengan
prinsip tolong menolong, dan saling menghargai; (iii) kesalingpercayaan (trust)
anggota masyarakat yang terbentuk dalam proses interaksi sosial.

Dimensi-dimensi modal sosial tersebut bersifat dinamis, ada yang telah luntur akibat
pengaruh modernisasi ataupun mengalami evolusi sesuai perkembangan kondisi
masyarakat; jadi, dapat berubah dari waktu ke waktu. Lebih jauh lagi, belum tentu
semua norma atau nilai-nilai yang dianut masyarakat menunjang atau koheren
dengan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Pemerintah daerah tentunya lebih
memahami tantangan dan peluang membangun dinamisme modal sosial ke arah
yang koheren dengan tujuan pembangunan ekonomi yang lebih merata dan
berketahanan. Pemerintah daerah perlu mendukung inisiatif-inisiatif lokal untuk
reinventing dan pengayaan modal sosial melalui:

1. Mengintensifkan dukungan untuk penelitian dan berbagi pengalaman tentang


organisasi sosial yang mendorong swadaya masyarakat;
2. Menstimulasi dan memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat untuk mengem-
bangkan wadah atau platform untuk berbagi pengalaman dan berbagi
tanggungjawab dalam pembangunan.
3. Menunjang inisiatif (program) pendidikan informal di pedesaan.

32
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

3.3.3 Membangun Daya Saing

Pertanyaan pokok yang hendak dijawab dalam topik ini adalah peran apa yang perlu
dilaksanakan sektor publik untuk menunjang daya saing sektor bisnis dalam kancah
persaingan regional-global? Sebagaimana dikemukakan pada Topik 3.2,
sesungguhnya membangun daya saing bukanlah strategi yang terisolir dari strategi
membangun daya tarik dan daya tahan. Dengan kata lain keberhasilan strategi
membangun daya tarik dan daya tahan bisnis dan ekonomi adalah prasyarat bagi
keberhasilan strategi membangun daya saing yang akan diuraikan dalam topik
Membangun Daya Saing ini. Definisi pendekatan pengembangan ekonomi lokal
(Topik 3.1) menekankan bahwa peranan sektor publik yang paling utama adalah
menciptakan iklim yang kondusif untuk memulai maupun melakukan ekspansi bisnis.
Berikut ini dipaparkan beberapa elemen penting dari strategi membangun daya saing
untuk melengkapi apa yang telah didiskusikan pada Topik 3.3.1 dan Topik 3.3.2
sebelumnya.

Mendukung Peningkatan Produktifitas, Efisiensi dan Keberlanjutan


Dalam kancah persaingan bisnis, pemenangnya adalah siapa yang paling produktif,
efisien, dan inovatif. Disamping faktor sumber daya manusia dan faktor-faktor iklim
bisnis, faktor utama lainnya yang menentukan produktifitas dan efisiensi sektor bisnis
adalah kualitas sumber daya alam (misalnya tanah dan sumber daya genetik), faktor
teknologi, dan skala ekonomi usaha. Meskipun pengusaha sangat peduli dengan
produktifitas dan efisiensi untuk memaksimalkan keuntungan, tidak semuanya
mereka memiliki orientasi jangka panjang (visi pembangunan berkelanjutan). Prilaku
yang hanya mementingkan keuntungan jangka pendek akan berakibat pada
eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Akses kepada teknologi modern
yang efisien energi memang penting, tetapi dibutuhkan campur tangan pemerintah
dan insentif untuk meningkatkan produktifitas dan keberlanjutan, antara lain:

Produsen skala mikro dan kecil-menengah perlu didukung dalam


mengidentifikasi potensi dan peluang baru untuk meningkatan produktifitas
mereka (Selipan 4 memberikan contoh di bidang pertanian pada lahan tadah
hujan).

33
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Menyediakan secara efektif dan efisien infrastruktur energi dan telekomunikasi di


pedesaan.

Menyediakan kerangka legal (regulatory framework) yang menunjang sinergi


mekanisme pasar dan modal sosial (norma, nilai-nilai moral, semangat tolong-
menolong) dalam mendorong penggunaan sumber daya alam secara efisien dan
berkelanjutan. Pembahasan Undang-Undang Pengelolaan Sumber daya Alam
(PSDA), yang sekarang dipolemikkan, perlu dilanjutkan dengan memperhatikan
secara proporsional dimensi ekonomi, dimensi sosial dan dimensi ekologi dari
sumber daya alam.

Salah satu dimensi penting dari kerangka legal yang disebut di atas adalah
kejelasan dan keterjaminan keamanan hak-hak properti (secure property right),
termasuk juga keamanan kontrak, yang merupakan prasyarat penting untuk
mendorong investasi.

Untuk memfasilitasi terciptanya skala ekonomi dan keadilan akses terhadap


sumber daya alam, pemerintah daerah perlu mengembangkan rencana tata
ruang jangka menengah dan jangka panjang, mengacu kepada kerangka legal
yang disebutkan di atas.

Mengintensifkan pengawasan penggunaan sumber daya alam dan penegakan


hukum secara konsisten, dengan melibatkan stakeholders lokal (forum
masyarakat sipil).

[Selipan 4: Peningkatan produktifitas sumber daya si miskin menuju pasar

Melalui pendekatan pangan untuk kerja, atau di Indonesia lebih dikenal


dengan padat karya, yang dikombinasikan dengan pengembangan kelembagaan,
petani miskin di pedesaan Sumba Timur, yang berada dalam zona iklim kering di
Indonesia, mulai masuk pasar.

Di kabupaten sumba timur, komponen proyek Nusa Tenggara (PNT) dari GTZ
PROMIS-NT mendukung beberapa kelompok yang terdiri dari petani miskin
untuk menggali sumur sebagai sumber air irigasi pada lahan tadah hujan mereka.
Proyek menerapkan pendekatan padat karya yang mengintegrasikan konsep
food-for-work dan aktifitas simpan pinjam kelompok. Para petani yang ikut
menggali sumur memperoleh dari proyek 3,5 kilogram beras. Dari jumlah
tersebut, hanya 2,5 kilogram yang diserahkan langsung ke tangan masing-
masing petani, sedangkan sisanya tinggal pada kelompok sebagai tabungan
anggota pada kelompok. Dari tabungan tersebut, petani dapat membeli satu unit
mesin pompa, guna memompa air ke permukaan dan menampungnya pada bak
penampungan, dan dari bak tersebut air siap untuk didistribusikan ke masing-

34
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

masing petak lahan petani anggota kelompok. Dengan pengairan tersebut,


produksi jagung dan sayuran meningkat dan petani sekarang mulai dapat
menjual surplusnya ke pasar. Meskipun skala kegiatan ini relatif kecil dari segi
luas lahan yang dapat diairi dan jumlah keluarga tani yang menikmatinya,
pelajaran dari pendekatan tersebut dan penerapannya di tempat lain yang
serupa dapat diperluas setiap saat dalam skema program pembangunan yang
pro-poor]

Meskipun globalisasi dapat menimbulkan berbagai dampak ekonomi dan sosial yang
tidak diharapkan, terbukanya pasar regional dan global adalah sebuah peluang
besar bagi bisnis untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf
hidup masyarakat. Namun, kemampuan untuk menciptakan perubahan atau inovasi
adalah salah satu faktor penentu keberhasilan bisnis. Pengusaha swasta besar yang
telah mapan di perkotaan mungkin tidak mengalami banyak kesulitan dalam
melakukan inovasi. Namun pengusaha UMKM di pedesaan maupun di perkotaan
Nusa Tenggara masih memerlukan dukungan dan pelayanan sektor publik untuk
meraih peluang pasar yang ada di luar daerah maupun luar negeri. Pengusaha di
daerah tidak dapat bergantung sepenuhnya kepada tetesan informasi pasar yang
datang dari pengusaha besar ataupun asosiasi-asosiasi ekspor-impor yang ada di
kota metropolitan. Berikut ini didiskusikan beberapa fasilitasi atau pelayanan yang
penting dilakukan pemerintah daerah untuk mendukung inovasi.

Mendukung Keberlanjutan Inovasi Produk Unggulan


Pemerintah daerah perlu menjembatani keterkaitan rantai suplai (supply chain
linkages), atau disebut juga hubungan konsumen dengan produsen, melalui antara
lain:

(i) Menyediakan secara luas kepada produsen hasil-hasil studi pasar domestik
maupun pasar luar negeri;

(ii) Mendukung promosi dan/atau atau integrasi produk baru ke pasar, baik pasar
lokal-regional maupun pasar luar negeri, dengan cara:
Mendukung pembangunan infrastruktur dan kelembagaan promosi yang
berkelanjutan, serta penyediaan dukungan dana operasional. Pendekatan
yang ditempuh pemerintah China (lihat Selipan 5) barangkali dapat dijadikan
contoh untuk diterapkan untuk promosi tingkat regional maupun
internasional. Manajemen lembaga promosi tersebut seyogyanya diserahkan

35
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

kepada swasta atau lembaga non-pemerintah, tetapi pemerintah (pemerintah


daerah) mendukung pembayaran gaji mereka, paling tidak pada tahap awal.
Memfasilitasi pengusaha UMKM untuk mendapatkan sertifikasi produk.

[Selipan 5: China Pesaing Terberat Indonesia di Pasar Ekspor


China muncul sebagai pesaing terberat bagi produsen komponen makanan
olahan, tekstil dan produk tekstil, kerajinan, perabot, maupun produk elektronik di
berbagai pasar tujuan ekspor di dunia, termasuk di wilayah Timur Tengah.
Produsen China tidak hanya mendapatkan fasilitas yang banyak dari
pemerintahnya, mereka juga mampu menciptakan strategi promosi dan
penguasaan pasar yang efektif sehingga bisa menyuplai barang di pasar dengan
harga yang kompetitif. Terlepas dari kualitas dan layanan purna jual produk-
produk Indonesia yang kompetitif atau bahkan mengungguli produk-produk
China, minat orang terhadap produk China memang sangat luar biasa seiring
dengan persepsi bahwa produk Indonesia lebih mahal dari produk China.
Memang harus diakui, China adalah pesaing terkuat. Daya saing produk-produk
China yang sudah demikian tinggi masih didukung pula dengan berbagai fasilitas,
seperti subsidi sejak produksi sampai promosi. Bahkan untuk lebih
mengintensifkan produk China masuk ke pasar Uni Emirat Arab (UEA),
pemerintahnya membangun gedung khusus untuk pameran secara permanen.

Sumber: Diolah dari Kompas, 15 September 2004: halaman 15)]

Kemitraan Regional
Konsep regional management mengintegrasikan wilayah administrasi menjadi
wilayah ekonomi dalam suatu wadah kerjasama stakeholders antar daerah
dibidang kebijakan ekonomi, komunikasi informasi, serta kerjasama pemasaran
(regional marketing).

Berlakunya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah yang
mana pemerintah daerah diberikan wewenang yang luas untuk mengatur kegiatan
pembangunan ekonominya. Hal ini telah memberikan peluang bagi pemerintah
daerah untuk melakukan transformasi perencanaan pembangunan dari sentralistik
menuju desentralistik. Akan tetapi otonomi daerah justru cenderung semakin
menambah berat beban sektor swasta dan masyarakat miskin pembangunan daerah
itu sendiri, karena munculnya hegemoni lokal disamping egoisme sektoral yang
masih sulit dihapuskan. Sayang sekali, selama ini belum terlihat adanya upaya yang
berarti, baik dari pemerintah pusat maupun yang berasal dari inisiatif pemerintah
daerah sendiri, untuk mendorong proses regionalisasi. Meskipun Undang Undang
Nomor 32 tahun 2004 pasal 195 dapat dijadikan landasan hukum bagi regionalisasi,
pengaruh kebiasaan menggunakan pola sentralistik dalam membuat kebijakan serta
kelemahan para perencana dalam merumuskan strategi pengembangan ekonomi

36
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

kelihatannya masih merupakan tantangan dalam menjalin kerjasama antar daerah


atau kerjasama regional yang saling menguntungkan.

Melihat berbagai kendala dan permasalahan dalam implementasi pembangunan


daerah, maka konsep regional management akan sangat dibutuhkan untuk
menggalang kekuatan pembangunan di Daerah dengan mencerminkan semangat,
situasi dan kondisi riil di masyarakat. Mengenai hal ini, GTZ juga memfasilitasi
kerjasama antar daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta melalui proyek Urban
Quality Management dan di Jawa Tengah melalui proyek Regional Economic
Development. Pengalaman dari daerah Jawa tersebut hendaknya dapat dipelajari
oleh para pihak terkait di Pulau Sumbawa maupun daerah-daerah lain kawasan
Timur Indonesia. Dalam rangka proyek Urban Quality Management kerjasama lebih
difokuskan pada pengembangan infrastruktur seperti jalan, sistem transportasi,
pendataan air minum, serta pengelolaan sampah dan limbah. Sedangkan proyek
Regional Economic Development menitikberatkan kerjasama dibidang ekonomi
dengan memperhatikan faktor-faktor pendukung setempat, atau yang disebut
sebagai locational factors seperti peraturan-peraturan yang mempengaruhi iklim dan
ruang gerak usaha, sarana dan prasarana serta pelayanan pengembangan bisnis
(Business Development Services).

FORUM REGIONAL mBOJO /TAMBORA

BUPATI BIMA WALIKOTA BIMA BUPATI DOMPU

GUBERNUR
NTB
Fasilitasi dan
Koordinasi
DEWAN EKSKUTIF Anggota

FORUM
KOMUNIKASI
REGIONAL SK Bersama untuk sekretariat bersama yang
Terdiri dari: Advisor
didalamnya terdiri : ADVOKATOR
-Tim Prospek Bima Perwakilan masing masing kabupaten / Technical Assisten
.-Tim Prospek kota yang dikukuhkan dengan SK penunjukan GTZ-PROMIS
Dompu. oleh Bupati / Walikota.
Advisor Perguruan Tinggi
-Forum Perwakilan Propinsi yang ditunjuk oleh
Pengembangan
Konsultan
Gubernur NTB.
Ekonomi Kota Bima. Profesional
(Dgn Asumsi team Dll
KONTRAKTUAL
prospek telah
mewakili representasi
stakeholders.) Regional Manager Profesional dgn tugas;
- Menyusun program kerja.
- Melaksanakan program kerja.
- Mengaktifkan kerjasama.
- Melakukan promosi dan pemasaran wilayah.
- Memperoleh kesepakatan investasi.

Advisor

Gambar 3: Struktur organisasi manajemen dan pemasaran regional

37
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Tetapi model kelembagaan yang tepat masih sedang dieksplorasi melalui dialog-
dialog stakeholders di daerah yang difasilitasi oleh forum kemitraan pengembangan
ekonomi lokal (Tim PROSPEK) di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu. Sebagai
salah satu model kelembagaan yang dapat dipertimbangkan dapat dilihat pada
Gambar 3, sementara Selipan 6 di bawah ini menggambarkan secara ringkas
beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam rangka pengembangan
kemitraan regional dimaksud.

[Selipan 6: Bagaimana Mengelola Proses Pembentukan Kemitraan?

Tugas dan Fungsi Organisasi Kemitraan


1. Organisasi kemitraan didirikan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus/isu
strategis.
2. Melaksanakan program yang dilakukan berdasarkan kerjasama dengan
institusi/lembaga lain untuk memperoleh manfaat jangka panjang bagi
semua yang terlibat.
3. Menjaga perhatian dan konsistensi para stakeholder terhadap tugas-tugas
yang telah disepakati.
4. Organisasi kemitraan bertugas melayani proses, bukan sebagai pengendali.

Untuk mewujudkan Organisasi Kemitraan, yang harus dilakukan adalah:


1. Menemukenali manajemen yang dibutuhkan.
2. Memahami peran perantara.
3. Memilih perantara yang tepat.
4. Mengelola pembentukannya secara sistematis.
5. Memonitor para perantara.
6. Mengupayakan kemampuan berkelanjutan.

Kaidah Penting untuk Mengelola Organisasi Kemitraan


1. Menggalang sumber daya bukan dana, guna membantu jalannya program
dan organisasi kemitraan.
2. Tetap berpegang pada tujuan dan orientasi pada pencapaian hasil,
meskipun pembentukan kemitraan itu berjalan lambat.
3. Pastikan agar organisasi Kemitraan juga memperjuangkan perubahan sosial.
4. Tantanglah sikap-sikap prasangka dengan program pembelajaran yang
efektif.
5. Pilih para pemimpin yang mengedepankan hasil dan perantara untuk
menyetir prosesnya.
6. Kenali dan hadapi kendala secara langsung, jujur, dan terbuka.
7. Gunakan riset yang dihasilkan para stakeholder sebagai umpan balik agar
tetap pada jalur yang benar.

Sumber: Rifai Saleh H. (2004).]

38
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

BAB 4
PENGALAMAN PROMIS-NT DAN REKOMENDASI

4.1 Pengalaman Penting


GTZ PROMIS-NT dengan dua komponennya yaitu PRODA (Dukungan
Pemerintahan Daerah) dan PNT (Penanggulangan Kemiskinan) memfokuskan pada
dua pintu masuk yaitu Pemerintah daerah dan Masyarakatnya sendiri. Bekerjasama
dalam mengurangi kemiskinan, pemerintah Indonesia bertekad menyediakan
pelayanan yang berorientasi pada potensi ekonomi lokal. Tetapi pilot proyek untuk
mengembangkan strategi pengembangan ekonomi lokal difokuskan pada dua
kabupaten, yaitu kabupaten Bima dan kabupaten Dompu dalam wilayah propinsi
Nusa Tenggara Barat.

PROMIS-NT mengambil inisiatif dan mendukung proses terbentuknya Forum


Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal, yang dikenal dengan PROSPEK, yang
bertujuan mengkoordinasikan upaya-upaya menuju perumusan strategi serta
promosi pengembangan ekonomi lokal. Anggota Forum tersebut terdiri dari
pemerintah daerah, sektor swasta, organisasi-organisasi nirlaba non-pemerintah
serta wakil-wakil dari pelaksana program regional maupun nasional yang sedang
berjalan di daerah.

Monitoring dampak jangka pendek mengungkapkan bahwa prakarsa (program)


pengembangan ekonomi lokal telah menghasilkan setidaknya tiga dampak positif
yang utama, yakni: (i) semenjak terbentuknya Forum Kemitraan Pengembangan
Ekonomi Lokal masing-masing di kabupaten Bima dan kabupaten Dompu, sektor
swasta (pengusaha lokal) di kedua daerah tersebut telah memperlihatkan minat yang
semakin tinggi untuk bekerjasama, serta partisipasi yang lebih tinggi dalam
menelaah (assessment), merencanakan dan melaksanakan strategi pengembangan
ekonomi lokal. Tim PROSPEK dari masing-masing kabupaten Bima dan kabupaten
Dompu telah mulai mengambil inisiastif dan tanggungjawab, tanpa menunggu GTZ
PROMIS-NT, dalam memfasilitasi proses pemberdayaan produsen lokal dan
membangun kolaborasi antara produsen lokal dengan pedagang, terutama untuk
komoditi-komoditi unggulan berdasarkan hasil pencermatan partisipatif keunggulan
komperatif komoditi atau klaster industri lokal, yang lebih populer dengan PACA

39
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

(Participatory Appraisal of Competitive Advantages) yaitu berturut-turut rumput laut,


kacang tanah, garam dan tenun tradisional di kabupaten Bima, serta mente,
perikanan laut dan peternakan sapi di kabupaten Dompu; (ii) begitu pula dengan
produsen lokal, yang sekarang semakin termotivasi dan memiliki minat tinggi untuk
membentuk organisasi dan secara bersama-sama menelaah, merencanakan dan
melaksanakan upaya-upaya pengembangan ekonomi. Lebih jauh lagi, beberapa
organisasi produsen yang terbentuk, yaitu koperasi, telah mampu membuat
perencanaan bisnis dan mendapatkan hibah modal (grant) dari Departemen
Koperasi Kabupaten; (iii) dengan adanya Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi
Lokal, Pemerintah Daerah maupun Parlemen Daerah (DPRD) memiliki informasi
yang lebih baik tentang situasi riil ekonomi lokal, serta pemahaman yang lebih baik
mengenai tantangan dan peluang-peluang ekonomi. Konsekuensi positifnya,
rekomendasi-rekomendasi yang timbul dari pelaksanaan PACA telah diintegrasikan
oleh pemerintah daerah ke dalam program pengembangan ekonomi tahun depan,
bahkan ada yang akan segera diimplementasikan tahun ini dengan anggaran
pemerintah daerah (APBD) serta dana dekonsentrasi dari pemerintah pusat,
contohnya program pemberdayaan masyarakat pesisir di kabupaten Dompu; (iv)
lebih jauh lagi, keberadaan Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal telah
menstimulasi kesadaran sektor publik maupun sektor swasta akan perlunya
penyusunan rencana strategik pembangunan ekonomi daerah yang lebih
komprehensif yang pro-masyarakat miskin dan pembangunan berkelanjutan.

Dengan memperbandingkan kinerja Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi


Lokal dari dua kabupaten pilot, yaitu kabupaten Bima dan Dompu, beberapa
pelajaran sementara dapat dikemukakan disini. Dinamisme dan kinerja forum sangat
tergantung kepada beberapa faktor, yaitu: (i) kesamaan visi para pihak yang
tergabung dalam forum; (ii) insentif institusional, yakni pengakuan (legitimasi)
keberadaan forum oleh pemerintah daerah; (iii) dinamisme sosial-politik di daerah,
yang ditandai antara lain oleh berkembangnya sikap kritis, keterbukaan dari
pemimpin maupun masyarakat; dan (iv) dorongan atau tantangan untuk
meningkatkan kapasitas/profesionalisme.

40
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

4.2 Beberapa Rekomendasi untuk Langkah ke Depan


Disain strategi pengembangan ekonomi lokal sebagaimana dibahas dalam makalah
ini merupakan perpaduan dari gagasan yang belum diterapkan dengan pengalaman-
pengalaman implementasi inisiatif-inisiatif pengembangan ekonomi lokal dalam
kerangka kerjasama teknis Indonesia-Jerman di Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur. Oleh sebab itu, pemerintah daerah sebagai mitra kerja perlu terus
didukung dalam ujicoba penerapan dan verifikasi konsep secara komprehensif di
lapangan. Beberapa langkah strategik ke arah penerapan dan verifikasi konsep yang
perlu dilaksanakan, antara lain:

1. Pemerintah daerah perlu membuka dialog untuk melihat kembali sejauhmana


rencana tata ruang wilayah yang ada sekarang konsisten dengan prinsip-prinsip
pro-masyarakat miskin dan pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini peranan
forum kemitraan pengembangan ekonomi lokal dipandang sangat penting. Hasil-
hasil dialog tersebut seyogyanya menjadi masukan dalam
memutakhirkan/merevisi rencana tata ruang wilayah.

2. Pemerintah daerah dengan didukung oleh lembaga forum kemitraan


pengembangan ekonomi lokal menjabarkan (elaborate) rencana strategik
pengembangan ekonomi kabupaten/kota untuk periode 2005-2009, termasuk
didalamnya rencana tata ruang wilayah.

3. Memilih beberapa lokasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai


pusat-pusat pertumbuhan baru dimana strategi atau komponen strategi
pengembangan ekonomi lokal yang relevan diujicoba.

4. Mengembangkan konsep dana bagi hasil antara pemerintah kabupaten dengan


pemerintah desa yang berdasarkan kriteria-kriteria kebutuhan pembangunan,
termasuk keberadaan masyarakat miskin, serta kinerja pemerintahan desa, untuk
menggantikan pendekatan bagi rata ke seluruh desa oleh pemerintah
kabupaten. Pendekatan yang baru diharapkan memperluas ruang bagi
masyarakat di tingkat desa untuk merencanakan dan melaksanakan sendiri
program-program untuk keluar dari kemiskinan. Konsep ini menjadi semakin
penting dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Pasal

41
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

212 tentang keuangan desa, ayat 3) yang menjelaskan dan menjamin hak-hak
desa atas perolehan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah
yang diterima kabupaten.

5. Mengembangkan sistem monitoring yang fleksibel dan akurat untuk menilai


kinerja inisiatif-inisiatif pengembangan ekonomi lokal, sejalan dengan intensifikasi
tukar-menukar pengalaman mengenai keberhasilan maupun kegagalan inisiatif-
inisiatif pengembangan ekonomi lokal melalui seminar, lokakarya dan
sebagainya.

6. Mengembangkan struktur kelembagaan yang fleksibel dan efektif untuk


menunjang kemitraan regional (kerjasama antar daerah) dalam pengembangan
ekonomi dan sosial. Kerjasama antar daerah tersebut dapat didorong melalui
fasilitasi oleh pemerintah daerah propinsi.

Dalam mengimplementasikan strategi yang diusulkan, diperlukan kerjasama yang


sinergis antara pemerintah pusat dengan pemerintah propinsi dan pemerintah
kabupaten/kota, serta kemitraan sektor publik dan sektor swasta. Untuk itu,
pemerintah daerah perlu lebih transparan dan menyediakan informasi yang mudah
dijangkau dan terpercaya mengenai iklim bisnis dan peluang-peluang bisnis (peluang
investasi) di daerah, termasuk data yang realistis mengenai tingkat kemiskinan
kepada sektor swasta dan pemerintah pusat.

42
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Daftar Pustaka

Bappeda, N.T.B. 2003. Rencana Strategis Pengembangan Wilayah Lahan Kering


Propinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2003-2007: Keputusan Gubernur Nusa
Tenggara Barat Nomor 167 tahun 2003. Bappeda Nusa Tenggara Barat.

Bobo, J. 2003. Transformasi Ekonomi Rakyat. PT Pustaka Cidesindo. Jakarta. 196


pp.

Dendi, A., G.P. Shivakoti, R. Dale, S.L. Ranamukhaarachchi. 2004. Evolution Of


Minangkabaus Shifting Cultivation in West Sumatra Highland of Indonesia and
Strategic Implication for Dynamic Farming Systems. Land Degradation and
Development, Forthcoming 2005. John Wiley and Sons Ltd.

Dipokusumo, B., A. Dendi, H.J. Heile, H. Sufriadi. 2004. Isu dan Strategi Menuju
Sistem Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan dan Penanggulangan
Kemiskinan: Kasus Petani Mete Nusa Tenggara Barat. Makalah disajikan
sebagai makalah utama (akan muncul dalam prosiding seminar) dalam seminar
nasional Pemberdayaan Petani Miskin di Lahan Marginal Melalui Inovasi
Teknologi Tepat Guna tanggal 31 Agustus-1 September 2004 di Mataram.
Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi, Universitas Mataram dan
Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) propinsi NTB.

GTZ, and MoHA. 2002. Raising Capacities of the Poor: Experiences of Nusa
Tenggara Project. GTZ and Ministry of Home Affairs of the Republic of
Indonesia. Jakarta. 18 pp.

GTZ, ed. 2003. Guide to Rural Economic and Enterprise Development. Working
paper edition 1.0, November 2003. Eschborn.

INDEF. 2003. Pertumbuhan Tanpa Daya Saing. Laporan pertengahan tahun. Indef,
Jakarta.

Lindgren, M., and H. Bandhold. 2003. Scenario Planning: The Link Between Future
and Strategy. Palgrave Macmillan. New York. 180 pp.

Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. BPFE Yogyakarta.

PROMIS-NT. 2003. Laporan Pelaksanaan PACA di Kabupaten Bima dan Kabupaten


Dompu, Nusa Tenggara Barat. GTZ PROMIS-NT.

43
Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal
Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara

Rachbini, D.J. 2002. Ekonomi Politik: Paradigma dan Teori Pilihan Publik. Ghalia
Indonesia. Jakarta. 206 pp.

Rauch, Theo, M. Bartels, A. Engel. 2001. Regional Rural Development: A Regional


Response to Rural Poverty. Bundesministrium fur wirtschaft Zusammenarbeit
und entwicklung and Deutsche Gesellchaft fur Technische Zusammenarbeit
(GTZ) GmbH. Wiesbaden, Germany.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun


2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta.

Riyadi, and D.S. Bratakusumah. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi


Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 360 pp.

Robinson, D., T. Hewitt, J. Harris, eds. Managing Development: Understanding Inter-


Organizational Relationships. Sage Publications. London.

Sumawata, S. 2004. Politik Ekonomi Kerakyatan. PT Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. PT Bumi Aksara. Jakarta.
175 pp.

Tjiptoherijanto, P. 2004. Kependudukan, Birokrasi dan Reformasi Ekonomi:


Pemikiran dan Gagasan Masa Depan Pembangunan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
92 pp.

Uphoff, N. ed. 2002. Agroecological Innovations: Increasing Food Production With


Participatory Development. Earthscan publications Ltd. London. 306 pp.

Wickham, A.P. 2001. Strategic Entrepreneurship: A Decision Making Approach to


New Venture Creation and Management. 2nd edition. Pearson Education
Limited. Harlow, England.

44
PROMIS-NT
Penanggulangan Kemiskinan dan
Dukungan Pemerintahan Daerah di
NTB dan NTT

Kantor PROMIS-NT Mataram


Jl. Pendidikan No. 43, Mataram
Nusa Tenggara Barat
Telp. +62(0) 370 621 389 / 641 749
Fax. +62(0) 370 623 293
Email : promis-mtr@gtzpromis.or.id
Website : www.gtzpromis.or.id

Anda mungkin juga menyukai