Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Disusun oleh :
H2A012017
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2017
1
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
2
ABSTRAK
Penyakit ginjal kronis - yang timbul dari gangguan ginjal bawaan atau didapat -
adalah salah satu penyebab paling umum dari hipertensi sekunder. Renal parenchymatous
hypertension yang disertai penyakit ginjal bilateral atau unilateral lebih menonjol daripada
hipertensi renovaskular. Prevalensi dan keparahan hipertensi dipengaruhi oleh usia, berat
badan, jenis kerusakan ginjal, dan kedalaman disfungsi ginjal. Dalam patogenesis
multifaktorial, retensi natrium dan ketidakseimbangan efek dari zat vasoaktif yang berbeda
memerankan peran penting; namun, sulit dibedakan antara hipertensi jenis volume dan jenis
renin. Pengobatan hipertensi ginjal meliputi perubahan gaya hidup yang sesuai,
farmakoterapi, metode hemoelimination dan prosedur radiologi atau urologis invasif. Pada
penyakit ginjal kronis dengan peningkatan albuminuria atau proteinuria, ACE inhibitor dan
AT1-blocker lebih dipilih. Kombinasi dari beberapa antihipertensi sering diperlukan untuk
mencapai target tekanan darah. Peningkatan tekanan darah tidak hanya manifestasi dari
penyakit ginjal kronis tetapi juga merupakan faktor penting berkenaan dengan risiko ginjal
dan kardiovaskular.
1. Pendahuluan
Hubungan antara peningkatan tekanan darah (BP) dan ginjal adalah banyak arah.
Ginjal berpartisipasi dalam perkembangan dan pengabadian/pemeliharan hipertensi esensial.
Penyakit ginjal kronis (CKDs) adalah salah satu penyebab paling umum dari hipertensi
sekunder. Di sisi lain, hipertensi dari etiologi apapun dapat menyebabkan gangguan ginjal
(nefrosklerosis jinak atau ganas) dan peningkatan BP yang disertai dengan proteinuria
merupakan suatu faktor penting yang berhubungan dengan perkembangan CKD.
Menurut perkiraan awal, setiap 10 orang dewasa menderita CKD di seluruh dunia.
Namun, prevalensi CKD di AS meningkat dari 10% (1988-1994) menjadi 13% (1999-2004)
dari populasi orang dewasa. Data serupa mengenai tingkat CKD yang tinggi dikumpulkan di
benua-benua lainnya - di Cina (13%) dan Australia (16%). Pasien dengan penyakit diabetes
mellitus, hipertensi arteri dan kardiovaskular (CV) telah meningkatkan risiko perkembangan
CKD. Stadium CKD awal sering masih tidak dikenali. Meningkatnya jumlah pasien CKD
saat ini mewakili suatu masalah kesehatan, ekonomi dan sosial yang penting secara global.
3
Pedoman internasional baru telah dipublikasikan dalam dua tahun terakhir, baik
perihal hipertensi ginjal maupun CKD.
5
sirkulasi hiperkinetik yang disebabkan oleh anemia dan anastomosis arteriovenous yang
diciptakan untuk membuat hemodialisis memungkinkan.
6
Hipertensi paling sering terjadi pada kasus-kasus penyusutan ginjal unilateral yang
disebabkan oleh pielonefritis kronis dan nefropati refluks. Hipertensi dapat juga
menyertai hidronefrosis, trauma ginjal, nefritis radiasi, infeksi tuberkulosis atau suatu
kista ginjal soliter yang besar. Hipertensi jelas terlihat pada 100% kasus dari suatu tumor
langka yang timbul dari sel-sel juxtaglomerular - hemangiopericytoma (reninoma), pada
50% dari anak-anak dengan nefroblastoma (tumor Wilms), dan pada 30% dari pasien
dewasa dengan karsinoma ginjal.
5.5 Hipertensi renovaskular
Ditemukan pada 1-2% dari semua pasien hipertensi. Penyebab paling umum dari
stenosis arteri ginjal yang signifikan secara hemodinamik adalah aterosklerosis (80%)
dan displasia fibromuskular pembuluh darah (20%).
7
albuminuria. Terapi dengan ACE inhibitor atau AT1-blocker dapat dimulai pada semua
stadium CKD dengan albuminuria >30 mg/24 jam, baik pada penderita diabetes dan non-
diabetes (Tabel 5). ACE inhibitor dan AT1-blocker menurunkan tekanan sistemik dan
glomerulus dan mereka menekan albuminuria lebih efektif daripada antihipertensi lainnya.
ACE inhibitor dengan eliminasi ganda (fosinopril, spirapril dan trandolapril) dianggap lebih
aman. Rasio eliminasi ginjal:hati baik terutama pada trandolapril (33%:66%), di mana
penyesuaian dosis diperlukan hanya pada laju filtrasi glomerulus <30 ml/menit.
Tabel 4 Kategori albuminuria dan proteinuria (diadaptasi dari [5])
Normal hingga agak tinggi Tinggi sedang Tinggi sekali
AU (mg/24 h) < 30 30-300 >300
PU (mg/24 h) < 150 150-500 >500
A/Cr (mg/mmol) <3 3-30 >30
A/Cr (mg/g) < 30 30-300 >300
P/Cr (mg/mmol) < 15 15-50 >50
P/Cr (mg/g) < 150 150-500 >500
AU = albuminuria, PU = proteinuria, A/Cr = albumin urin/creatinine ratio, P/Cr = protein
urin/creatinin ratio
8
harus ditambahkan ke diuretik loop. Efek chlorthalidone lebih kuat dan berlangsung lebih
lama daripada hydrochlorothiazide. Diuretik, serta pembatasan asupan garam,
mempotensiasi kedua efek antihipertensi dan efek anti-proteinurik dari ACE inhibitor dan
AT1-blocker. Dosis diuretik harus dititrasi secara perlahan untuk mencegah kemungkinan
hipotensi. Bila tidak muncul hiperhidrasi, kami lebih memilih non-dihydropyridine calcium
channel blockers - terutama verapamil, di mana efek anti-proteinurik terbukti. Kombinasi
ACE inhibitor dengan AT1-blocker dapat digunakan pada pasien diabetes dan non-diabetes
dengan CKD pada persistensi proteinuria >1 g/24 jam meskipun target tekanan darah
tercapai dengan dosis tinggi ACE inhibitor atau AT1-blocker. Hal yang penting adalah
pemantauan hati-hati kemungkinan efek samping (penurunan GFR, hiperkalemia).
10. Terapi hipertensi pada pasien dewasa dengan penyakit ginjal kronis yang diobati
dengan dialisis
9
Terapi yang sukses terutama tergantung pada perencanaan pengobatan
hemoelimination yang tepat sehingga cairan ekstraseluler berlebihan dihilangkan tanpa
episode hipotensi. Ketika gagal memenuhi target BP optimal, yang ditetapkan secara
individual sesuai dengan usia, penyakit penyerta dan status CV/neurologis, farmakoterapi
diperlukan. Semua antihipertensi selain diuretik (dengan pengecualian pada pasien dialisis
yang mempertahankan diuresis residual) adalah efektif. Calcium channel blockers, ACE
inhibitor atau AT1-blocker digunakan paling sering. Pada kebanyakan kasus, ini harus
dikombinasikan dengan jenis antihipertensi lainnya (beta atau alpha-blocker). Beberapa
antihipertensi (inhibitor ACE dan beta-blocker tertentu) dieliminasi oleh dialisis, yang berarti
bahwa pilihan agen antihipertensi individu dan waktu penerapannya harus disesuaikan
dengan fakta ini. Kontrol hipertensi yang efektif dengan ACE inhibitor, AT1-blocker, beta-
blocker atau calcium channel blockers menurunkan risiko kejadian CV dan kedua mortalitas
umum dan CV. Konferensi KDIGO sehubungan dengan BP pada pasien yang dialisis (CKD
5) sampai pada kesimpulan pada tahun 2009 bahwa banyak pertanyaan yang masih belum
terselesaikan dalam topik ini - pengukuran BP yang benar pada pasien yang dihemodialisa,
hubungan antara BP dan risiko CV atau pengetahuan tentang interaksi faktor-faktor yang
mempengaruhi BP sistolik dan diastolik.
10
Tujuan terapi revaskularisasi (angioplasti transluminal perkutan dengan implantasi
stent), menghasilkan kontrol BP yang efektif hanya pada pasien yang lebih muda dengan
displasia fibromuskular (dan jarang pada stenosis aterosklerosis pada pasien yang lebih tua),
adalah untuk mencegah cedera ginjal. Indikasi saat ini dari pengobatan ini meliputi: stenosis
arteri ginjal yang menyuplai secara anatomis atau ginjal soliter secara fungsional, hipertensi
yang resisten farmakoterapi berat/parah, episode berulamg dari edema paru atau
perkembangan insufisiensi ginjal meskipun kontrol BP yang baik.
11
(1).Primer: Pada uji coba BENEDICT, ACE inhibitor trandolapril mengurangi risiko
mikroalbuminuria sekitar 53% pada pasien normoalbuminurik dibandingkan dengan
plasebo; bila dikombinasikan dengan non-dihydropyridine calcium channel blocker, itu
menurunkan risiko ini lebih jauh sekitar 61%. Outcome yang menguntungkan ini
dijelaskan oleh adanya interaksi antara trandolapril dan vas efferens dan dengan efek
proporsional non-dihydropyridine calcium channel blocker pada kedua glomerulus vas
efferens dan afferens ketika pemberian kombinasi digunakan;
(2).Sekunder: Pada uji coba IRMA 2, AT1-blocker irbesartan mengurangi tingkat
perkembangan dari mikroalbuminuria hingga proteinuria yang nyata/jelas sebesar 70%
dibandingkan dengan plasebo;
(3).Tersier: Dibandingkan dengan plasebo, AT1-blocker losartan (uji coba RENAAL) dan
irbesartan (uji coba IDNT) memperlambat perkembangan insufisiensi ginjal kronis
sekitar masing-masing 18% dan 20%.
13. Kesimpulan
CKD merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Pedoman internasional baru
menekankan pendekatan individual untuk mendefinisikan tekanan darah target sehubungan
dengan usia, tingkat keparahan albuminuria dan adanya komorbiditas CV. Algoritma
pengobatan antihipertensi tergantung pada ada atau tidak adanya proteinuria. Agen yang
memblokade sistem renin-angiotensin digunakan baik pada penderita diabetes dan non-
diabetes yang menderita CKD. Kontrol hipertensi dan pengobatan dari faktor-faktor risiko
yang dapat diubah lainnya merupakan bagian penting dari langkah-langkah pencegahan yang
efektif memperlambat perkembangan CKD.
12