Anda di halaman 1dari 59

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu

proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya,


dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada
hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut
berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan
konsep lingkungan maka saBerdasarkan sifatnya

Sampah organik - dapat diurai (degradable)

Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-
daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos.

Contohnya : Daun, kayu, kulit telur, bangkai hewan, bangkai tumbuhan, kotoran hewan dan
manusia, Sisa makanan, Sisa manusia. kardus, kertas dan lain-lain.

Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah
pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan
sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersial atau sampah yang laku dijual
untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah
plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan
kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.

Berdasarkan bentuknya

Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan lagi dan dibuang.
Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai:

Sampah padat

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair.
Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan
lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung
bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari
peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun
dan sebagainya.

Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi
menjadi:

1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses
biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah
pertanian dan perkebunan.
2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi.
Dapat dibagi lagi menjadi:
o Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena
memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
o Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat
diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan
lain-lain.

Sampah cair

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan
dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung
patogen yang berbahaya.
Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan
tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.

Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam
dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi
biasa dikaitkan dengan polusi.

Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal
juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir
semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang
kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.

Sampah alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami,
seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar,
sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan
pemukiman.

Sampah manusia

Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-
hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya
serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit
yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia
adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang
higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa
(plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem
urinoir tanpa air.

Sampah konsumsi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sampah konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang,
dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah
yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih
jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan
industri.
Limbah radioaktif

Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium
dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu
sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan
aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau
jarang namun kadang masih dilakukan).mpah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.
engertian Sampah

Sampah

Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Sementara didalam UU No 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari
hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa
zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang
dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan.

Sampah berasal dari beberapa tempat, yakni :

1. Sampah dari pemukiman penduduk pada suatu pemukiman biasanya


sampah dihasilkan oleh suatu keluarga yang tinggal disuatu bangunan
atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya cendrung organik,
seperti sisa makanan atau sampah yang bersifat basah, kering, abu plastik
dan lainnya.
2. Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan tempat tempat
umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang berkumpul
dan melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi
yang cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat
perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan
umumnya berupa sisa-sisa makanan,sayuran busuk, sampah kering, abu,
plastik, kertas, dan kaleng-kaleng serta sampah lainnya.

Berbagai macam sampah yang telah disebutkan diatas hanyalah sebagian kecil
saja dari sumber- sumber sampah yang dapat ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia tidak akan pernah
lepas dari sampah. Terutama penumpukan sampah yang terjadi di tempat-
tempat umum seperti di pasar-pasar.

Jenis-jenis Sampah
Jenis-jenis sampah jenis sampah yang ada di sekitar kita cukup beraneka ragam,
ada yang berupa sampah rumah tangga, sampah industri, sampah pasar,
sampah rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan, sampah
peternakan, sampahninstitusi/kantor/sekolah, dan sebagainya.
Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu
sebagai berikut :

1. Sampah organic, adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati


yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah
ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah
tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah
organik, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus
(selain kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah, daun dan
ranting. Selain itu, pasar tradisional juga banyak menyumbangkan
sampah organik seperti sampah sayuran, buah-buahan dan lain-lain.
2. Sampah Anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non
hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi
pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi :
sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah
kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar
anorganik tidak dapat diurai oleh alam/ mikroorganisme secara
keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat
diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah
tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng, (Gelbert
dkk, 1996).

Berdasarkan wujud atau bentuknya dikenal tiga macam sampah atau limbah
yaitu : limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Contoh limbah cair yaitu air
cucian, air sabun, minyak goreng sisa, dll. Contoh limbah padat yaitu bungkus
snack, ban bekas, botol air minum, dll. Contoh limbah gas yaitu karbon dioksida
(CO2), karbon monoksida (CO), HCl, NO2, SO2 dll.

Dampak negatif sampah-sampah padat yang bertumpuk banyak tidak dapat


teruraikan dalam waktu yang lama akan mencemarkan tanah. Yang
dikategorikan sampah disini adalah bahan yang tidak dipakai lagi ( refuse)
karena telah diambil bagian-bagian utamanya dengan pengolahan menjadi
bagian yang tidak disukai dan secara ekonomi tidak ada harganya.

Menurut Gelbert dkk (1996) ada tiga dampak sampah terhadap manusia dan
lingkungan yaitu:

a. Dampak terhadap kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah


yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme
dan menarik bagi berbagai binatang seperti, lalat dan anjing yang dapat
menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan
adalah sebagai berikut :
Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air
minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga
meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang
memadai.
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salahsatu


contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing
pita(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk kedalam pencernakan binatang
ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.

b. Dampak terhadap lingkungan

Cairan rembesan sampah yang masuk kedalam drainase atau sungai akan
mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga
beberapa spesien akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem
perairan biologis. Penguraian sampah yang di buang kedalam air akan
menghasilkan asam organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau
kurang sedap, gas ini pada konsentrasi tinggi dapat meledak.

c. Dampak Terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi

Dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut :

Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya


tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya
pembiayaan (untuk mengobati kerumah sakit).
Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang
tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan
air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang
akan cenderung membuang sampahnya dijalan. Hal ini mengakibatkan
jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

Pengelolaan Sampah Dengan Konsep 3R


Menurut Departemen Pekerjaan Umum Kota Semarang (2008), pengertian
pengelolaan sampah 3R secara umum adalah upaya pengurangan pembuangan
sampah, melalui program menggunakan kembali (Reuse), mengurangi (Reduce),
dan mendaur ulang (Recycle).

1. Reuse (menggunakan kembali) yaitu penggunaan kembali sampah secara


langsung,baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain.
2. Reduce (mengurangi) yaitu mengurangi segala sesuatu yang
menyebabkan timbulnya sampah.

3. Recycle (mendaur ulang) yaitu memanfaatkan kembali sampah setelah


mengalami proses pengolahan.

Mengurangi sampah dari sumber timbulan, di perlukan upaya untukmengurangi


sampah mulai dari hulu sampai hilir, upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
mengurangi sampah dari sumber sampah (darihulu) adalah menerapkan prinsip
3R.

Teknik Pengolahan Sampah


Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang
dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis
(karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat.

Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari rumah


tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan. Berdasarkan
komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa
80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut
dapat digunakan kembali.

Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani


sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis
besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan
sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan
pembuangan akhir

Jangan lupa membagikan referensi ini jika bermanfaat

Terimakasih
mpah Organik adalah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan

dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan

prosedur yang benar. Organik adalah proses yang kokoh dan relatif cepat, maka tanda apa

yang kita punya untuk menyatakan bahwa bahan-bahan pokok kehidupan, sebutlah molekul

organik, dan planet-planet sejenis, ada juga di suatu tempat di jagad raya? sekali lagi

beberapa penemuan baru memberikan rasa optimis yang cukup penting. Sampah organik

adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan

yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos).

Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daun-daunan, jerami,

alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain yang sejenis yang proses pelapukannya

dipercepat oleh bantuan manusia. Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar

buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik
sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat

beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya

anorganik.

2.2 Sistem penanggulangan sampah organik

Sampah Organik (Kompos) merupakan hasil perombakan bahan organik oleh

mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan

yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang

dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih

tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut

terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan

berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia

efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat

berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.

Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar

mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini

bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku

kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ternak dan sebagainya.

Cara pembuatan kompos bermacam-macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, buaday

orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia

dan selera si pembuat.

Yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah:

a) Kelembaban timbunan bahan kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi

oleh kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
b) Aerasi timbunan. Aerasi berhubungan erat dengan kelengasan. Apabila terlalu anaerob

mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat

pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan

yang dikomposkan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena

menguap berupa NH3.

c) Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 60 0C). Selama pengomposan

selalu timbul panas sehingga bahan organik yang dikomposkan temperaturnya naik bahkan

sering temperatur mencampai 60 0C. Pada temperatur tersebut mikrobia mati atau sedikit

sekali yang hidup. Untuk menurunkan temperatur umumnya dilakukan pembalikan timbunan

bakal kompos.

d) Proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam-asam organik, sehingga menyebabkan

pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi kemasaman.

e) Netralisasi kemasaman sering dilakukan dengan menambah bahan pengapuran misalnya

kapur, dolomit atau abu. Pemberian abu tidak hanya menetralisasi tetapi juga menambah hara

Ca, K dan Mg dalam kompos yang dibuat.

f) Kadang-kadang untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas kompos, timbunan diberi

pupuk yang mengandung hara terutama P. Perkembangan mikrobia yang cepat memerlukan

hara lain termasuk P. Sebetulnya P disediakan untuk mikrobia sehingga perkembangannya

dan kegiatannya menjadi lebih cepat. Pemberian hara ini juga meningkatkan kualitas kompos

yang dihasilkan karena kadar P dalam kompos lebih tinggi dari biasa, karena residu P sukar

tercuci dan tidak menguap.

Teknik Pembuatan Pupuk Organik (Kompos) dalam Rumah Tangga

Bahan dan Peralatan


Bahan-bahan yang digunakan seperti daun-daunan, rumput, sayur-sayuran, kulit buah,

sisa-sisa makanan, dan EM-4. Sedangkan alat yang digunakan adalah wadah plastik, pisau,

sprayer, plastik penutup, dan tali.

Persiapan Tempat

Sebaiknya tempat penyimpanan kompos tidak terbuka atau terkena sinar matahari

langsung, seperti di bawah pohon atau tempat yang beratap agar proses pengomposan

berjalan optimal.

Proses Pembuatan Kompos

1. Pengumpulan dan Pemilahan Sampah

Sampah dikumpulkan dan dipilah ke dalam dua tempat yaitu untuk sampah organik

dan sampah anorganik. Pengomposan hanya dilakukan untuk sampah organik saja seperti

daun-daunan, rumput, sayur-sayuran, kulit buah, dan sisa-sisa makanan. Dari proses

pemilahan ini dapat diketahui seberapa persen komposisi sampah organik yang dapat

dikomposkan. Proses pengumpulan dan pemilahan sampah dapat dilihat pada gambar 1 dan 2

di bawah ini.

2. Pencacahan Sampah Organik

Sampah organik seperti daun-daunan, rumput, sayur-sayuran, dan kulit buah dipotong-

potong kurang lebih 5-10 cm supaya proses pengomposan lebih cepat. Proses pencacahan

dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.

3. Pencampuran dan Pembentukan Tumpukan

Sampah organik yang telah melewati proses pencacahan kemudian ditumpuk ke

dalam suatu wadah plastik. Sampah organik yang akan dikomposkan dicampur terlebih
dahulu atau pada saat pembentukan tumpukan dilakukan secara berlapis. Proses pencampuran

dan pembentukan tumpukan dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini.

4. Penyemprotan EM-4

Pertama-tama EM-4 dilarutkan dalam air secukupnya kemudian dimasukkan dalam

sprayer sederhana. Penyemprotan EM-4 dilakukan secara merata ke seluruh adonan sampah

organik sambil diaduk-aduk sampai kandungan air adonan mencapai 50% (bila adonan

dikepal dengan tangan air tidak keluar dari adonan). Penyemprotan ini hanya dilakukan sekali

pada awal pembuatan kompos. Fungsi penambahan EM-4 adalah untuk mempercepat proses

pengomposan dengan menggunakan bakteri pengurai. Proses penyemprotan dapat dilihat

pada gambar 5 di bawah ini.

5. Pembalikan

Pembalikan tumpukan dilakukan dengan cara membalik posisi sampah atau mengaduk-

aduk untuk memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan. Hal ini dilakukan untuk

meratakan proses pelapukan di setiap tumpukan serta membantu penghancuran bahan organik

menjadi partikel yang lebih kecil. Pembalikan dilakukan secara manual 1 kali dalam

seminggu.

6. Pematangan

Setelah pembalikan, kompos ditutup kembali dengan menggunakan plastik dan

dimatangkan hingga 30-40 hari. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

7. Penyaringan (Pemilahan Kembali)

Setelah 2 minggu kompos dikeluarkan dari wadahnya untuk dipilah kembali. Ternyata

pengomposan yang dilakukan belum sempurna, oleh karena itu semua bahan yang belum

terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan semula agar lebih matang lagi.


Sistem Pengelolaan Sampah Organik (Kompos)

Sistem pengelolaan sampah (kompos) selama 14 hari belum cukup optimal. Pada hari

ke-14 ternyata kompos belum dapat dipanen, semua bahan organik belum terkomposkan

dengan sempurna. Oleh karena itu, semua bahan organik yang belum terkomposkan (kompos

kasar) dikembalikan ke tumpukan semula kemudian ditutup kembali untuk proses

pematangan lebih lanjut.

2.3 Sarana dan prasarana penanggulangan sampa

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang


sampai saat ini masih tetap menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia
adalah pembuangan sampah. Sampah-sampah itu diangkut oleh truk-truk
khusus dan dibuang atau ditumpuk begitu saja di tempat yang sudah disediakan
tanpa di apa-apakan lagi. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap
lingkungan sekitar dimana lingkungan menjadi kotor dan sampah yang
membusuk akan menjadi bibit penyakit di kemudian hari.
Walaupun terbukti sampah itu dapat merugikan bila tidak dikelola dengan
baik, tetapi ada sisi manfaatnya. Hal ini karena selain dapat mendatangkan
bencana bagi masyarakat, sampah juga dapat diubah menjadi barang yang
bermanfaat. Kemanfaatan sampah ini tidak terlepas dari penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam menanganinya dan juga kesadaran dari
masyarakat untuk mengelolanya.

1.2 Rumusan masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Pengertian pencemaran sampah yang termasuk pencemaran ?
2. Apa saja jenis-jenis sampah ?
3. Bagaimanakah pengaruh sampah terhadap lingkungan hidup ?
4. Upaya-upaya pengelolaan sampah ?

1.3 Tujuan penulisan

Di harapkan para pembaca dapat mengetahui upaya-upaya yang dapat


dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup terutama yang mencakup
pengelolaan sampah dan pembaca diharapkan dapat menerapkanya dalam
kehidupan sehari-hari.

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pencemaran

Pencemaran adalah masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen


lain ke dalam air atau udara, baik yang disengaja maupun yang tida disengaja.
Pencemaran juga dapat dikatakan berubahnya tatanan (komposisi) air atau
udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/ udara
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Pencemaran terhadap lingkungan dapat terjadi dimana saja dengan laju yang
sangat cepat, dan beban pencemaran yang semakin berat akibat limbah industri
dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat.

Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran di sebut polutan,


yang salah satu contohnya adalah sampah. Sampah merupakan material sisa
yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan
oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam
sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang
dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi
karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka sampah
dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.

Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun


disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan
biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang
dapat dicegah dan dikendalikan.

Karena kegiatan manusia, pencemaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran


lingkungan tersebut tidak dapat dihindari, namun yang dapat kita lakukan adalah
mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan
kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak
mencemari lingkungan.

2.2 Jenis-jenis sampah

1. Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan sifatnya sampah dapat digolongkan sebagai
berikut :
A. Sampah organik - dapat diurai (degradable)

Sampah organik yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa


makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah
lebih lanjut menjadi kompos

B. Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

Sampah anorganik yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti


plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas
minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya.

2. Berdasarkan Sumbernya
Menurut sumbernya sampah dapat digolongkan sebagai
berikut :
1. Sampah alam
2. Sampah manusia
3. Sampah konsumsi
4. Sampah nuklir
5. Sampah industri
6. Sampah pertambangan.

3. Berdasarkan Bentuknya
Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan lagi dan
dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi menjadi :

A. Sampah Padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine
dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah
kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini
dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik
Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan
organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari
peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu
pembersihan kebun dan sebagainya. Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam
(biodegradability), maka sampah dapat dibagi lagi menjadi:

1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh


proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan,
sampah pertanian dan perkebunan.

2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses


biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:

a) Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki
nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.

b) Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat
diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan
lain-lain.

B. Sampah Cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan
kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
1. Sampah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet dan industri. Sampah ini
mengandung patogen yang berbahaya.

2. Sampah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi
dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.

Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas
industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan,
manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah
pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah
konsumsi. Untuk mencegah sampah cair adalah pabrik pabrik tidak membuang
limbah sembarangan misalnya membuang ke selokan.

C. Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur
ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi
tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah,
misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.

D. Sampah manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan
terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah
manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan
sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit. Sampah dapat berada pada
setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang
disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi
biasa dikaitkan dengan polusi.

E. Limbah radioaktif
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang
menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan
hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-
tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat
yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun
kadang masih dilakukan).

2.3 Pengaruh sampah terhadap lingkungan hidup

Sampah-sampah yang tidak dikelola dengan baik akan berpengaruh besar


terhadap lingkungan hidup yang berada disekitarnya, dimana sampah akan
menimbulkan beberapa dampak negatif dan bencana seperti :

1. Dampak Terhadap Kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah


yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme
dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat
menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan
adalah sebagai berikut:

1. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air
minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga
meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang
memadai.
2. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

3. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu


contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaaan binatang
ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.

4. Sampah beracun:

Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat


mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal
dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan
akumulator.

2. Rusaknya Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan
mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga
beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem
perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan
menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau
kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.

3. Terjadinya Banjir

Banjir merupakan peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering)


karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang
berlebihan di suatu tempat akibat akibat hujan besar dan peluapan air sungai.
Sampah yang dibuang ke dalam got/saluran air yang menyebabakan manpat
adalah faktor utama yang belum disentuh, berton-ton sampah masuk aliran
sungai dan memampatkan aliran dan menyebabkan polusi sampah di muara
pantai,sungai dan danau.

Banjir dan sampah, keduanya dipandang oleh sebagian golongan sangat


berhubungan dengan sebab-akibat. Dimana sampah mengakibatkan banjir dan
banjir mengakibatkan sampah. bukan semata masalah perilaku, namun lebih
dalam dari itu adalah masalah kesejahteraan.

Sampah sungai berasal dari sampah rumah tangga dari warga yang
bertempat tinggal dipinggiran sungai, mereka tidak mempunyai tempat
pembuangan sampah resmi yang dikoordinir lingkungannya. Ini berkaitan juga
dengan kebiasaan warga/penduduk yang tidak mempunyai kesadaran artinya
polusi, tenggang rasa serta kebiasaan mau enaknya sendiri. Ini berkaitan budaya
masyarakat yang kurang pembinaan tentang artinya kebersihan lingkungan dan
cara mengatasi.

4. Dampak Terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi


Dampak dyang apat ditimbulkan sampah terhadap keadaan sosial ekonomi
adalah :
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang
kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

2. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

3. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat


kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan
secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak
langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).

4. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan
memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan,
drainase, dan lain-lain.

5.Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika
sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung
membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering
dibersihkan dan diperbaiki.

2.4 Upaya-upaya dalam pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan,


pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya
mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan
biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan
atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber
daya alam . Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau
radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.

Praktek pengelolaan sampah berbeda beda satu Negara ke Negara yang


lain (sesuai budaya yang berkembang) , dan hal ini berbeda juga antara daerah
perkotaan dengan daerah pedesaan , serta rberbeda juga antara daerah
perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya
dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan
industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.

Pengelolaan sampah memiliki tujuan untuk mengubah sampah menjadi


material yang memiliki nilai ekonomis dan juga untuk mengolah sampah agar
menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup. Metode
pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya tipe zat
sampah , tanah yg digunakan untuk mengolah, dan ketersediaan area.

Upaya-upaya dalam pengelolaan sampah, dapat dilakukan dengan


menerapkan beberapa metode atau cara sebagai berikut :

1. Melakuakan Metode Pembuangan dan Penimbunan

Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya


untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia.
Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yg tidak terpakai, lubang bekas
pertambangan , atau lubang lubang dalam. Sebuah lahan penimbunan darat yg
dirancang dan dikelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah
yang hiegenis dan murah. Sedangkan penimbunan darat yg tidak dirancang dan
tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan ,
diantaranya angin berbau sampah , menarik berkumpulnya Hama , dan adanya
genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas methan dan
karbon dioksida yang juga sangat berbahaya.Karakteristik desain dari
penimbunan darat yang modern diantaranya adalah metode pengumpulan air
sampah menggunakan bahan tanah liat atau pelapis plastik. Sampah biasanya
dipadatkan untuk menambah kepadatan dan kestabilannya , dan ditutup untuk
tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan sampah mempunyai
sistem pengekstrasi gas yang dipasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas
yang terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di
menara pembakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk
membangkitkan listrik.

2. Melakukan Metode Daur-ulang

Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk
digunakan kembali disebut sebagai Daul-ulang. Ada beberapa cara daur ulang
yaitu pengampilan bahan sampah untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari
bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listrik. Metode baru dari Daur-
Ulang yaitu :

A. Pengolahan kembali secara fisik

Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang, yaitu
mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang telah dibuang
contohnya kaleng minum alumunium, kaleg baja makanan / minuman, botol
bekas, kertas karton, koran, majalah dan kardus . Pengumpulan biasanya
dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah /
kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur. Jenis
sampah plastik lain yang dapat digunakan seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga
bisa di daur ulang.Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau
mobil lebih susah, karena bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan
menurut jenis bahannya.

B. Pengolahan kembali secara biologis

Material sampah (organik), seperti zat makanan, sisa makanan / kertas, bisa
diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos atau dikenal dengan
istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagai
pupuk dan gas yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.

Metode ini menggunakan sistem dasar pendegradasian ba han-bahan


organik secara terkontrol menjadi pupuk dengan memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme bisa dioptimalisasi pertumbuhannya
dengan pengkondisian sampah dalam keadaan basah (nitrogen), suhu dan
kelembaban udara (tidak terlalu basah dan atau kering), dan aerasi yang baik
(kandungan oksigen). Secara umum, metode ini bagus karena menghasilkan
pupuk organik yang ekologis (pembenah lahan) dan tidak merusak lingkungan.
Serta sangat memungknkan melibatkan langsung masyarakat sebagai pengelola
(basis komunal) dengan pola manajemen sentralisasi desentralisasi (se-
Desentralisasi) atau metode Inti (Pemerintah/Swasta)-Plasma (kelompok usaha di
masyarakat). Hal ini pula akan berdampak pasti terhadap penanggulangan
pengangguran. Metode ini yang perlu mendapat perhatian serius/penuh oleh
pemerintah daerah (kab/kota)
Proses pembuatan kompos adalah dengan menggunakan aktivator EM-4,
yaitu proses pengkomposan dengan menggunakan bahan tambahan berupa
mikroorganisme dalam media cair yang berfungsi untuk mempercepat
pengkomposan dan memperkaya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan
adalah : Bahan Baku Utama berupa sampah organik, Kotoran Ternak, EM4,
Molase dan Air. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah : Sekop, Cakar,
Gembor, Keranjang, Termometer, Alat pencacah, Mesin giling kompos dan
Ayakan.

Contoh dari pengolahan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah


Green Bin Program (program tong hijau) di toronto, kanada dimana sampah
organik rumah tangga seperti sampah dapur dn potongan tanaman dikumpulkan
di kantong khusus untuk di komposkan.

C. Pemulihan energi

Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung


dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan
cara mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara
perlakuan panas bervariasi mulai dari menggunakannya sebagai bahan bakar
memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan
borlaer untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan
Gusifikasi adalah dua bentuk perlakuan panas yang berhubungan, dimana
sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini
biasanya dilakukan di wadah tertutup pada tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah
padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat, gas dan cair. Produk cair
dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi
produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti
karbon aktif. Gasifikasi busure plasma yang canggih digunakan untuk
mengonversi material organik langsung menjadi gas sintetis (campuran antara
karbon monoksida dan hidrogen). Gas kemudian dibakar untuk menghasilkan
listrik dan uap.

3. Melakukan Metode Penghindaran dan Pengurangan

Sebuah metode yang penting pengelolaan sampah adalah pencegahan zat


sampah bentuk, atau dikenal juga dengan Penguangan sampah metode
pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai, memperbaiki
barang yang rusak, mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa
digunakan kembali, mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang
sekali pakai, mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih sedikit
untuk fungsi yang sama.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Pencemaran adalah masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain
ke dalam air atau udara yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Pencemaran juga bisa dikatakan berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara
oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/ udara menjadi
kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.

2. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya


suatu proses.

3. Jenis-jenis sampah secara umum terbagi menjadi 2, yaitu sampah organic dan
anorganik
4. Sampah menimbulkan beberapa masalah terhadap lingkungan hidup dimana
sampah menyebabkan kerusakan lingkungan, munculnya penyakit, terjadinya
banjir, sampai kerugian ekonomi.

5. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari sampah
ialah dengan mendaur ulang sampah, melak.ukan penimbunan sampah, dan
tentunya kesadaran dari masing-masing individu

3.2 Saran
Di harapkan kepada para mahasiswa dan pembaca makalah ini
khususnya program studi biologi untuk lebih mendalami ilmu tentang upaya-
upaya pengelolaan sampah untuk kelestarian lingkungan hidup. Karena
pencemaran oleh sampah sudah sangat mengkhawatirkan dimana lingkungan
yang kita huni ini sudah tercemar oleh berbagai jenis sampah, baik yang
berbahaya maupun tidak, baik yang dapat dimanfaatkan maupun tidak.
Untuk para mahasiswa yang ingin mengetahui lebih dalam/banyak
tentang makalah ini, di sarankan untuk mencari buku yang lebih khusus di
perpustakaan atau website yang relevan dan terpercaya di internet.

Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang yang telah dikemukakan dapat kita rumuskan

permasalahannya sebagai berikut :

1. Apakah jenis-jenis sampah yang dapat diolah menjadi kompos ?


2. Bagaimanakah proses pengolahan kompos ?

C. Tujuan

Berdasarkan dengan permasalahan diatas, Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian

ini adalah :

1. Mendeskripsikan jenis-jenis sampah yang dapat diolah menjadi pupuk kompos


2. Mendeskripsikan cara pengolahan kompos.

D. Manfaat penelitian

1. Mampu menyediakan pupuk organik yang ramah lingkungan

2. Menyelamatkan lingkungan dari kerusakan berupa bau


3. Meningkatkan kesadaran manusia akan pentingnya kesehatan, karna disampi

sampah bias menjadi berkah sampah juga dapat menjadi sumber berbagai

wabah penyakit.

4. Menambah nilai ekonomi rakyat tidak mampu, karna penjalan pupuk organik dapat

Menghasilkan uang.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian

Sampah menurut bahasa merupakan konsep buatan manusia, sedangkan menurut istilah
Sampah merupakan material sisa yang tidak dinginkan setelah berakhirnya suatu proses.

Pengertian sampah menurut kamus lingkungan tahun 1994 sampah merupakan bahan yang

tidak memiliki nilai atau harga unnntuk digunakan secara biasa atau khusus dalam produksi

atau pemakaian. Namun sekarang, sampah tidak dapat dipandang sebelah mata karna sampah

dapat menghasilkan pendapatan yang tidak bias dibilang sedikit. Disini sampah yang akan

dibahas penulis yaitu sampah organik.

Sampah organik adalah sampah yang tidak dipakai dan dibung oleh pemilik / pemakai

sebelumnya. Akan tetapi masih bias kita pakai jika dikelola dengan baik. Sampah organic

dapat berupa : rumput, dedaunan, sisa makanan, kulit telur, hasil serutan pensil, kotoran

hewan dan masih banyak lagi. Bahan- bahan ini dapat kita olah menjadi pupuk kompos.

Kompos merupakanm bahan organis yang telah menjadi lunak. Menurut J. H. Crowford

kompos merupakan hasil penguraian tidak lengkap yang dipercepat oleh berbagai macam

populasi mikroba dalam lingkungan yang hangat dan lembab. Sedangkan pengomposan
adalah proses dimana bahan- bahan organik mengalami penguraian secara biologis,

khususnya mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan oganik sebagai sumber energi.

B. Permasalahan yang timbul

Aktivitas didunia pendidikan (sekolah), dapat menghasilkan sampah yang relative

banyak. Sumber sampah ini berasal dari :

1. Aktivitas warga sekolah, seperti : kegiatan belajar mengajar, administrasi kantor, kegiatan

kantin dan lain-lain.


2. Aktivitas kehidupan lainnya seperti : daun yang jatuh dari atas pohon, kotoran hewan dan

sebagainya.

Sampah dilingkungan sekolah pada umumnya tidak berbeda jauh dengan sampah yang

berada dilingkungan penduduk. Permasalahan yang timbul karena aktivitas dilingkungan

sekolah maupun pemukiman penduduk, yaitu sebgai berikut :

1. Meningkatya jumlah sampah, hal ini disebabkan pola gaya hidup warga sekolah maupun

masyarakat yang senang memproduksi sampah dan menggunakan barang sekali pakai

(dipossable).
2. Membakar sampah sembarangan tanpa mempedulikan akibat yang ditumbulkan dari asap

hasil pembakaran atau sering disebut gas dioksin.


3. Membiarkan ampah organic terbuka dan menjadi tempat perindukan bagi binatang

penggangu, seperti : tikus, kecoa, lalat yang dapat berperan aktif dalam penularan penyakit

saluran pencernaan berupa : diare, disentri,tifus, cacingan, dan lain- lain.

C. Solusi
Dilihat dari permasalahan diatas, sampah dapat ditanggulangi dengan melakukan hal-hal

sebagai berikut :

1. Membuang sampah pada tempat sesuai dengan jenisnya


2. Membiasakan mengumpulkan sampah setelah selesai kegiatan
3. Mengurangi penggunaan barang sekali pakai
4. Mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos
5. Memanfaatkan pupuk kompos sebagai media tanaman

D. Proses pengolahan kompos

Sampah perlu kita olah menjadi barang yang berguna, salah satunya dengan mengolah

sampah organic menjadi pupuk kompos. Pengolahan kompos dapat dibuat dengan beberapa

metode yaitu : komposter, aerob, bokashi, sukunan dan masih banyak lagi. Namun metode

pengomposan yang penulis pakai yaitu metode bokashi, karna menurut penulis metode ini

mudah dimengerti dan dibuat.

Metode bokashi merupakan suatu metode pengomposan yang dapat menggunakan starter

aerobik maupun anaerobic untuk mengomposkan bahan oganik. Selain itu pengolahan

sampah menjadi pupuk kompos dengan metode bokashi juga seing dipakai pada lingkungan

sekolah, perkantoran, masyarakat. Mengapa sering dipakai ? karena bahan- bahan yang

dibutuhkan sangat mudah untuk didapatkan.

Langkah - langkah pembuatan pupuk kompos dalam metode bokashi yaitu sebagai berikut :

Persiapkan biostarter (EM 4)


Bahan dan alat seperti :
Cangkul
Sekop
Terpal
Ember
Keranjang sampah
Bahan yang digunakan yaitu bahan organic yang berada dilingkungan sekitar.
Nah setelah semua bahan adan alat terkumpul, kita bias memulai proses

pengomposannya. Dimulai dengan mencacah / mencincang bahan bahan organic kemudian

letakan dilantai yang kedap air dan ditata setinggi 20 cm , kemudian ditaburi tipis tipis

dengan bebatuan yang halus, kemudian disiram dengan gembar dan merata dengan kadar

kebasahan 20%, setelah disiram bahan organik ditaburkan diatasnya dengan ketebalan + 2cm.

Taburi dengan dedak berupa hasil serutan gergaji, kemudian siram semua dengan feses

( kotoran hewan) dan bahan organic, lalu tutp dengan terpal.

Pada bagian tengah terpal ( tumpukan) diberi saluran udara dengan bamboo agar

terjadi sirkulasi udara yang dibutuhkan bakteri untuk berkembang biak dan merombak bahan

organik tersebut menjadi pupuk kompos. Kompos sudah siap digunakan apabila kompos

sudah berubah warna menjadi kehitaman, bau tidak lagi menyengat, dan bila dipegang terasa

dingin.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa :

1. Kebersihan lingkungan sangat penting bagi kesehatan, karena jika lingkungan bersih maka

udara tidak tercemar dan dapat mencegh kita dari berbagai macam wabah penyakit.
2. Untuk menanggulani sampah sampah kita pelu mengolahnya menjadi barang yang berguna

sehingga sampah tersebut dapat kita gunakan kembali, & akan mengurangi volume sampah

yang berada dilingkungan sekitar.

B. Saran- Saran

Pada akhir karya tulis ini penulis dapat mengemukakan saran- saran sebagai berikut :
Perlu adanya kebijakan pemerintah untuk melaksanakan pengolahan sampah bagi warga

Negara, berupa : surat keputusan, surat edaran, dan himbauan.


Adanya sosialisasi tentang bahaya sampah ke masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Ir. Bambang Harimurti , ( 2008 ). Pengolahan Sampah Mandiri. Bapedalda provinsi DIY

Apri Arrahman , Wikipedia Google Indonesia

Fahmi Idrus, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Gresinda press

ENDAHULUAN
A. Latar Belakang
MasalahSampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap
aktifitas manusia pasti menghasilkan sampah. Jumlah atau volume sampah
sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita
gunakan sehari-hari. Demikianjuga dengan jenis sampah, sangat tergantung
dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak
bisa lepas juga dari pengelolaan gaya hidup masyrakat. Masalah sampahsudah
menjadi topik utama yang ada pada bangsa kita. Mulai dari lingkungan terkecil
sampai kepada lingkup yang besar. Banyak halyang menyebabkan terjadinya
penumpukan sampah ini. Namun yang pasti faktor individu sangatlah
berpengaruh dalam hal ini. Indonesia merupakan contoh nyata dalam hal
persoalan sampah.
Sampai sekarang, pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan
paradigma lama: kumpul-angkut-buang. Source reduction (reduksi mulai dari
sumbernya) atau pemilahan sampah tidak pernah berjalan dengan baik.
Meskipun telah ada upaya pengomposan dan daur ulang, tapi masih terbatas
dan tidak sustainable. Sehingga banyak tejadi pencemaran dimana-mana, hal ini
terlebih dalam kasus sampah, di mana gangguan bau yang menusuk dan
pemandangan (keindahan/kebersihan) sangat menarik perhatian panca indera
kita. Begitu dominannya gangguan bau dan pemandangan dari sampah inilah
yang telah mengalihkan kita dari bahaya racun dari sampah, yang lebih
mengancam kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita baik oleh bentuk, rupa,
maupun bau yang di timbulkan. Dampak kesehatannya yang berjangka panjang,
membuatnya lepas dari perhatian kita. Kita lebih risau dengan gangguan yang
langsung bisa dirasakan oleh panca indera kita dari pada efek jangka
panjangnya.
dengan bantuan mikroba maupun biota tanah. Sampah terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah
mencapai 80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan
yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat
semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan
akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke
udara. Jepara menghasilkan hampir 2500 ton sampah setiap harinya, di mana
sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton
dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jepara, di mana 95%-nya adalah
sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh
masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk
organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi,
2005).
Pengomposan adalah cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah sampah
organik. Dengan pengomposan sampah organik akan di ubah menjadi pupuk
yang dapat di gunakan untuk menunjang kesuburan tanah ataupun tanaman.
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alaminnya.
Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi
sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan
teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang
terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga
pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi
pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi
permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-
kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Meskipun demikian, masih banyak warga dan masyarakat kita yang belum
mengerti apa manfaat sampah organik itu. Sehingga perlu adanya informasi atau
penyuluhan bagi masyarakat agar sumber daya yang ada di sekitah mereka
tidak terabai dan terbuang dengan percuma. Untuk itu, makalah dengan judul
Pemanfaatan Sampah Organik Untuk Pembuatan Kompos sangat menarik
untuk di simak.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah sampah organik bisa dimanfaatkan sebagai kompos?
2. Bagaimana pemanfaatan sampah organik sebagai kompos?
C. Tujuan Penelitian
1. mendeskripsikan tentang sampah organik dan pengomposannya.
2. menjelaskan pengertian kompos.
3. menjelaskan proses-proses pengomposan.
4. menjelaskan manfaat-manfaat sampah organik.
D. Manfaat Penelitian
1. Masyarakat mengetahui manfaat sampah organik.
2. Masyakat menjadi tahu apa itu kompos dan bagaiman prosesnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1. Pengertian Sampah Organik
Sampah Organik adalah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai
dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau
dikelola dengan prosedur yang benar. Organik adalah proses yang kokoh dan
relatif cepat, maka tanda apa yang kita punya untuk menyatakan bahwa bahan-
bahan pokok kehidupan, sebutlah molekul organik, dan planet-planet sejenis,
ada juga di suatu tempat di jagad raya? sekali lagi beberapa penemuan baru
memberikan rasa optimis yang cukup penting. Sampah organik adalah sampah
yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang
lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos).
2. Jenis-jenis Sampah Organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun
tumbuhan.Sampah organik sendiri dibagi menjadi :
a. Sampah organik basah.
Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air
yang cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran.
b. Sampah organik kering.
Sementara bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik
lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering di antaranya
kertas, kayu atau ranting pohon, dan dedaunan kering.
3. Prinsip Pengolahan Sampah
Berikut adalah prinsip-prinsip yang bisa diterapkan dalam pengolahan sampah.
Prinsip-prinsip ini dikenal dengan nama 4R, yaitu:
a. Mengurangi ( reduce)
Sebisa mungkin meminimalisasi barang atau material yang kita pergunakan.
Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang
dihasilkan.
b. Menggunakan kembali ( reuse)
Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari
pemakaian barang-barang yang sekali pakai, buang ( disposable).
c. Mendaur ulang ( recycle)
Sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna didaur ulang lagi.
Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah banyak tidak resmi
(informal) dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi
barang lain.
d. Mengganti (replace)
Teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa
dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama.
4. Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-
bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik
atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sampah pasar khusus
seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam,
sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani.
Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara
umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aaerobik maupun
anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan
yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec,
SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna
mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan
sendiri-sendiri. Pengomposan sampah kota umumnya sama saja seperti
pengomposan bahan baku lainnya. Hanya yang patut dipikirkan adalah jumlah
bahan organik kering yang digunakan dalam pencampuran bahan baku proses
pengomposan. Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik
(menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Peran bahan organik
terhadap sifat fisik tanah di antaranya adalah :
1. merangsang granulasi.
2. memperbaiki aerasi tanah.
3. meningkatkan kemampuan menahan air.
Sedangkan peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah :
1. meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen
dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S.
Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah :
1. meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara
oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa
kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada
kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman
yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik
dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing
(vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan
bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya
terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek
apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan
media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal.
Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga
meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh
tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang
dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum
officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga
bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada
peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur.
Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak
meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun
diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi
dan Tinjaun Pustaka. Metode observasi merupakan suatu metode dalam meneliti
status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang secara langsung.
Sedangkan tinjaun pustaka adalah suatu metode dengan menggali sumber dari
berbagai sumber refrensi seperti buku, koran, majalah, kamus, internet ataupun
pendapat para ahli yang telah terbukti kebenarannya.
C. Deskripsi Masalah
1. Pengertian Kompos dan Pengomposan
Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah
mengalami penguraian sehingga bentuk dan wujudnya sudah tidak dikenali
bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau.
Dari definisi di atas, menurut gambaran saya, Kompos merupakan hasil
pelapukan bahan-bahan organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang,
sampah, rumput, dan bahan lain yang sejenis yang sudah tidak bisa di kenali lagi
bahan satu dengan yang lain dan proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan
manusia. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Pada dasarnya semua
bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah
tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan,
limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas,
limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit
untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut. Cara pengkomposan
merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai
nilai ekonomi. Sampah rumah tangga bisa diubah menjadi kompos yang berguna
untuk tumbuh-tumbuhan di pekarangan rumah sendiri. Sampah basah (organik)
bekas makanan-atau minuman sehari-hari dipisahkan dari sampah kering
(anorganik) seperti kaleng, plastik, kertas. Sampah basah itu kemudian ditumpuk
dalam sebuah lubang kecil di pekarangan rumah. Dalam jangka waktu tertentu
bagian paling bawah dalam tumpukan tersebut bisa diangkat kemudian
ditebarkan ke tanaman sebagai pupuk kompos. Pengolahan sampah menjadi
kompos, yang bisa dimanfaatkan memperbaiki struktur tanah, untuk
meningkatkan permeabilitas tanah, dan dapat mengurangi ketergantungan pada
pemakaian pupuk mineral (anorganik) seperti urea. Selain mahal, urea juga
dikhawatirkan menambah tingkat polusi tanah.
2. Manfaat Kompos
Berikut ini beberapa manfaat pembuatan kompos menggunakan sampah rumah
tangga.
a. Mampu menyediakan pupuk organik yang murah dan ramah lingkungan.
b. mengurangi tumpukan sampah organik yang berserakan di sekitar tempat
tinggal.
c. Membantu pengelolaan sampah secara dini dan cepat.
d. Menghemat biaya pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir
(TPA).
e. Mengurangi kebutuhan lahan tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
f. Menyelamatkan lingkungan dari kerusakan dan gangguan berupa bau,
selokan macet, banjir, tanah longsor, serta penyakit yang ditularkan oleh
serangga dan binatang pengerat.
Beberapa manfaat kompos yang lain adalah Kompos memperbaiki struktur tanah
dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan
kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas
mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap
unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan
kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk
dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih
segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di
tempat pembuangan sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

C. Solusi Masalah
1. Cara Pembuatan Kompos
Berikut ini adalah proses pembuatan kompos dengan menggunakan cara yang
praktis:
Bahan yang diperlukan:
Bahan organik , misal: sisa sayur, sisa nasi, daun yang sudah kering dan
sampah organik lain yang telah dipotong dan dibasahi.
Cara membuat kompos:
1. Potong-potong bahan organik diatas sehingga berukuran kecil
2. Setelah itu, tumpuk dan taruh rumput di bagian atas pada wadah drum,
ember plastic, atau bisa juga menggunakan.
3. Buat tumpukan setebal 15 cm
4. Taruh kotoran ternak yang telah dibasahi pada bagian paling atas tumpukan,
kotoran ternak ini berfungsi sebagai mikroorganisme pengurai (atau bisa
menggunakan tumbuhan kompos).
5. Lakukan menggunakan cara yang sama sampai semua bahan habis.
6. Tumpuk semuanya sampai mencapai ketinggian maksimal 1,2 m
7. Jaga kelembaban dalam tumpukan bahan agar tetap lembab dan tidak
becek
8. Apabila pengomposan berlangsung baik, pada minggu ke 3-4 akan terjadi
kenaikan suhu. Gunakan tongkat kayu untuk mengetahui telah terjadi kenaikan
suhu dengan cara menusukkan tongkat kayu tersebut ke dalam tumpukan
kompos kemudian tarik dan lihat ujung tongkatnya, apakah sudah terasa lembab
dan hangat. Bila iya, berarti proses pengomposan berjalan dengan normal dan
baik. Jika ujung tongkat terasa kering, segera siramkan air ke dalam kompos. Bila
ujung tongkat terasa dingin, berarti pengomposan gagal dan harus diulang
kembali pembuatannya dari awal.
9. Setelah terjadi kenaikan suhu, maka suhu akan mengalami penurunan. Pada
saat inilah tumpukan kompos harus dibalik.
10. Sebulan setelah terjadi penurunan suhu dan kompos telah dibalik, maka
kompos telah jadi dan siap dipakai
3. Proses Pengomposan
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau
anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses
aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi
bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan
oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan,
karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap.
Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak
sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat,
puttrecine), amonia, dan H2S.

4. Faktor yang memengaruhi proses pengomposan


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan adalah sebagai
berikut:
a. Ukuran dan jenis bahan organik adalah salah satu komponen penting untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan dari pengomposan. Ukuran bahan organik
yang relatif lebih kecil akan mempermudah percepatan proses pengomposan,
disamping ukuran, jenis dan karakter dari bahan organik juga sangat
menentukan, misalkan gabah, partikel kayu/ranting, sabut kelapa, yang
semuanya relatif mempunyai unsur karbon yang tinggi.
b. Keseimbangan Nutrisi (Rasio C:N) adalah sangat berpengaruh terhadap
kinerja mikroorganisme dalam merombakan bahan organik selama proses
pengomposan berlangsung. Karbon (C) dibutuhkan oleh mikroorganisme, seperti
bakteri, jamur dan aktinomisetes sebagai sumber energi (makanan), sedangkan
Nitrogen (N) yang umumnya berasal dari protein yang terkandung dalam bahan
organik diperlukan untuk membiakan diri. Apabila kandungan C terlalu tinggi
maka proses pengomposan akan cenderung melambat, namun apabila
kandungan N terlalu tinggi maka umumnya akan cenderung menimbulkan bau
amonia atau bahkan cenderung mengarah pada pembusukan. Keseimbangan
karbon(C) yang berbanding dengan 1 bagian Nitrogen (N).
c. Suhu atau Temperatur yang ditimbulkan selama proses pengomposan adalah
merupakan hasil pelepasan energi reaksi eksotermik dalam tumpukan. Kenaikan
suhu selama proses pengomposan sangat menguntungkan bagi beberapa jenis
mikroorganisme thermofilik, akan tetapi proses pengomposan yg tidak
terkontrol, misalkan suhu di atas 65-70 C akan menyebabkan aktivitas populasi
mikroorganisme menjadi menurun drastis. Untuk menjaga kondisi suhu yang
optimum sedianya suhu dalam tumpukan dipertahankan antara 50-60 C,
selama kurun waktu 9-11 hari pertama sejak awal pengomposan atau cukup 7-9
hari pertama dengan menjaga suhu berkisar antara 60-65 C. Kondisi ini (kurva
suhu tumpukan kompos) juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti karakter bahan
organik yang dikomp. Makin tinggi volume tumpukan maka makin besar isolasi
panas yang terjadi dalam tumpukan bahan yang dikomposkan.
Perlakuan pembalikan tumpukan kompos akan sangat membantu proses aerasi
dan homogenitas suhu dan bahan. Pembalikan secara berkala dan teratur akan
membantu pemerataan kondisi terhadap tumpukan kompos bagian bawah,
tengah dan atas, namun sebaiknya pembalikan jangan sering dilakukan,
terutama fase awal /dekomposisi, hal ini untuk menjaga kondisi suhu tumpukan
dan aktivitas mikroorganisme dalam tumpukan. Suhu tumpukan yang dingin
akan berakibat proses pengomposan menjadi lambat.
d. Kelembaban atau Kadar Air. Dalam proses pengomposan adalah penting. Air
merupakan media reaksi kimia atau pelarut media membawa nutrisi dan bahan
utama bagi kehidupan mikroorganisme. Jika kondisi kadar air (kelembaban)
dalam tumpukan bahan yang dikomposkan sangat rendah, maka proses
pengomposan akan berjalan sangat lambat, sebaliknya apabila kadar air terlalu
tinggi proses pengomposan juga akan kurang baik, dimana ruang oksigen dalam
tumpukan akan berkurang serta akan menimbulkan bau yang kurang sedap,
proses pengomposan akan cenderung pada anaerob. Kondisi kelembaban yang
optimal berkisar antara 45%-60%. Untuk memperkirakan kadar air dapat
dilakukan dengan cara menggenggam/meremas bahan organik, bila tidak
menetes cairan dan apabila genggaman dibuka bahan organik akan
mengembang namun tidak berhambur, maka diperkirakan kadar airnya telah
cukup untuk proses pengomposan tsb. Untuk lebih mudahnya dapat diukur
dengan alat pengukur kelembaban ( Gauge Moisture Content).
e. Aerasi atau Oksigen diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan
respirasi. Selama itu berlangsung kandungan oksigen tumpukan akan berkurang
dan kandungan karbondioksida akan meningkat. Ketika kandungan oksigen
dalam tumpukan kurang dari 10% akan menimbulkan bau yang kurang sedap
dan proses pengomposan akan mengarah pada kondisi anaerob. Untuk menjaga
kondisi udara baik yang jumlahnya besar, dapat dilakukan dengan menyuntikkan
udara ke dalam tumpukan atau bila jumlahnya sedikit dapat juga tumpukan
dibalik/ diaduk. Pembalikan tumpukan sebaiknya setiap minggu sekali gunanya
untuk menghomogenkan bahan-bahan yg dikomposkan dan memberikan proses
pengomposan yg stabil antara tumpukan kompos bagian bawah, tengah dan
atas.
f. Bioaktivator adalah penambahan aktivator mikroorganisme yg
menguntungkan akan sangat membantu dalam proses percepatan
pengomposan, dilain pihak penambahan ini akan memungkinkan kompos yg
dihasilkan memiliki karakteristik yang lebih sehat dan lebih baik bila diterapkan
ke dalam tanah. Juga dapat membantu menekan populasi mikroorganisme
penyakit (pathogen) yang banyak terdapat dalam bahan organik yang
dikomposkan terutama bila yang berasal dari kotoran hewan atau limbah
tanaman berpenyakit.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pemanfaatan sampah organik rumah tangga sebagai kompos dapat memberikan
fungsi ganda, selain menghasilkan pupuk juga membantu masyarakat hidup
bersih. Guna memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan ruang untuk
melestarikan lingkungan hidup menuju masyarakat sejahtera.
Kompos dapat di manfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman yang sekaligus
berperan dalam penyuburan tanah. Selain itu pemanfaatan sampah organik
sebagai kompos juga dapat menghemat banyak sumber daya. Contohnya,
sumber daya materi untuk pembelian pupuk bisa diganti dengan kompos atau
bisa juga sumber daya lahan yang awalnya sebagai tempat pembuangan bisa
dijadikan lahan perkebunan dan ladang.
B. Saran
1. Jagalah kebersihan lingkungan dari material-material yang merusak dan
mengurangi keindahannya. Sebagai contoh adalah sampah.
2. Sampah bukan sesuatu yang sudah tak ada artinya, namun sampah adalah
sebuah masalah yang harus di cari solusi dan jalan keluarnya.
3. Pemanfaatan sampah organik dapat membantu melestarikan lingkungan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Gunakan kompos sebagai pupuk bagi tanaman, yang lebih hemat dan
ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.suaramerdeka.tv/view/video/31665/manfaatkan-limbah-rumah-
tangga-menjadi-kompos| Rabu, 5 mei 2012 01:50
http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah_Organik, Rabu, 5 mei 2012 01 :15
http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/12/sampah-organik/ Senin, 3 mei 2012
22:22
http://berbagi-kuman.blogspot.com/2012/02/kompos-sampah-organik-rumah-
tangga.html, Senin, 3 mei 2012 20:27
http://id.masagri.com/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-proses-pengomposan/
Minggu, 6 - Mei- 2012, 15:34:35
http://www.itb.ac.id/news/1833.xhtml, Minggu, 6 - Mei- 2012, 15:57:35

Karya : Shofwatun Amaliyah (XII IPA 1)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di perkembangan saat ini, aktivitas manusia selalu meninggalkan sisa yang dianggap
sudah tidak berguna lagi atau barang buangan yang disebut sampah. Mulai dari sampah
rumah tangga, pasar, limbah pabrik atau sisa-sisa kegiatan produksi dalam industri. Sampah
menjadi masalah penting yang perlu ditangani sebab jumlah sampah yang semakin banyak
seiring dengan banyaknya limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia menjadi sumber
penyakit jika terus menerus menumpuk tanpa adanya upaya untuk mengurangi jumlah
sampah tersebut. Bukan hanya berdampak pada kesehatan saja namun juga mengenai
berbagai sisi kehidupan.
Sampah secara sederhana digolongkan menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Melihat kawasan SMA Negeri 3 Bangkalan yang banyak ditumbuhi oleh banyak
pepohonan sehingga jumlah sampah organik menjadi sangat melimpah. Oleh karena itu
sebagai siswa dari SMA Negeri 3 Bangkalan Kami merasa bertanggung jawab atas hal
tersebut. Sehingga kami berupaya mencari solusi yakni dengan memanfaatkan sampah
dedaunan tersebut sebagai pupuk kompos. Dengan melakukan hal tersebut kami berharap
dapat berdampak pada pengurangan jumlah sampah yang ada.
Manusia sebagai pengelola lingkungan seharusnya memperhatikan hal tersebut dan
mengupayakan suatu cara untuk mengelola sampah yang tidak memiliki nilai fungsi lagi
menjadi suatu barang yang dapat dimanfaatkan kembali. Jadi upaya pemanfaatan sampah
untuk kompos ini merupakan hal yang cukup efektif karena selain untuk mengurangi jumlah
sampah yang ada tetapi juga untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produkrivitas tanaman
terutama di bidang pertanian.
Dengan demikian maka perlu dilakukan suatu penelitian dan pengamatan untuk
menerapkan upaya pengurangan sampah dengan membuat pupuk kompos serta karya tulis
yang bisa dijadikan petunjuk dalam mempraktikkannya. Penelitian ini dilakukan demi
terciptanya generasi yang peduli lingkungan yang berupaya mengelola lingkungan sebaik
mungkin.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas kami mengajukan permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi proses pengomposan sampah?


2. Bagaimana peranan sampah dapat digunakan sebagai pupuk kompos pada
lingkungan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan kami melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses pengomposan sampah


2. Mengetahui peranan sampah yang dapat digunakan sebagai pupuk kompos pada
lingkungan

1.4 Manfaat
Penelitian yang kami lakukan ini kami harap akan bermanfaat untuk:

1. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi proses


pengomposan sampah
2. Memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pupuk Kompos


Pupuk kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-
bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan
pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis,
khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat
terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,
pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah
untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi
bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara.
Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik..
Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon dan
nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah
industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku
pengomposan.
Asal Bahan
1. Pertanian
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung,
Limbah dan residu
semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut
tanaman
kelapa
Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak,
Limbah & residu ternak
cairan biogas
Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah
Limbah padat kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan
hewan
Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah
Limbah cair
pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah tangga
Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota

2.2 Manfaat Pupuk Kompos


Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air
tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara
dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi
serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih
tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah


2. Mengurangi volume/ukuran limbah

3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

Aspek Lingkungan :

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari
sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan
sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah


2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah

3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah

4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah

5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)

6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman

7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman

8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi,
memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik
terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan
pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik
terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga
memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan


Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan
bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan
bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai
atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan
mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan
keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:

Rasio C/N

Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis
protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan
N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk
sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama
jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu,
ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus,
misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan
menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.

Ukuran Partikel

Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang
lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi
akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan
(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel bahan tersebut.

Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara
hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi
ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat,
maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan
kompos.

Porositas

Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas


dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini
akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan.
Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses
pengomposan juga akan terganggu.

Kelembapan (Moisture content)

Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme


mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat
memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan
40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di
bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap.

Temperatur/suhu

Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan
suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi
oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi
dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-
benih gulma.

pH

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya
berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan
pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara
temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi
amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-
fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

2.4 Tahapan Pengomposan

1. Pemilahan Sampah
o Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik
(barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti
karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

2. Pengecil Ukuran

o Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga


sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos

3. Penyusunan Tumpukan

o Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran
kemudian disusun menjadi tumpukan.

o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan


dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi
mengalirkan udara di dalam tumpukan.

4. Pembalikan
o Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan
udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap
bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran
bahan menjadi partikel kecil-kecil.

5. Penyiraman

o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering
(kelembapan kurang dari 50%).

o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras


segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka
tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas
sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan
pembalikan.

6. Pematangan

o Setelah pengomposan berjalan 30 40 hari, suhu tumpukan akan semakin


menurun hingga mendekati suhu ruangan.

o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman.
Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

7. Penyaringan

o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai


dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat
dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang


baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

8. Pengemasan dan Penyimpanan

o Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan
pemasaran.
o Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan
terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur
dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa
oleh angin.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Adapun jenis penelitian yang kami lakukan adalah eksperimen atau percobaan.
Penelitian ini mengidentikkan pada praktik untuk memanfaatkan sampah dan melibatkan
beberapa percobaan untuk membuat pupuk.

3.2 Variabel Penelitian


Penelitian yang kami lakukan ini sifatnya terikat dan melibatkan beberapa variabel
penelitian sebagai berikut:
Variabel bebas
Jumlah sampah daun yang digunakan, jumlah kotoran hewan, jumlah bekatul
Variabel terikat
Waktu pematangan pupuk kompos
Variabel kontrol
EM4, gula, air, suhu, kelembapan

3.3 Alat dan Bahan


1. Sampah daun yang sudah digiling
2. Kotoran hewan
3. Bekatul
4. EM4
5. Gula
6. Air
7. Timbangan
8. Karung beras ukuran 25 kg
9. Tali Rafia
3.4 Langkah Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan pupuk kompos
2. Daun atau sampah pasar dipotong kecil-kecil (digiling), ditimbang 10 kg.
3. Tuangkan satu tutup botol EM4 dan 1 sendok makan gulayang sudah dilarutkan dalam air ke
daun tadi
4. Campurkan sambil diaduk agar EM4 dan gula tercampur merata di dalam daun
5. Tambahkan kotoran hewan dan bekatul. Sambil ditambah air dengan jumlah yang relatif
hingga berjumlah 5-10 tetes ketika dicoba untuk diperas. Hal itu menandakan bahwa jumlah
air telah cukup.
6. Setelah tercampur semua letakkan pupik ke dalam karung beras dengan tinggi sekitar
setengah dari tinggi karung dan ikat dengan tali rafia. Usahakan ikatan erat agar tidak ada
udara yang masuk.

Note:
Percobaan 1
Kotoran hewan 15 kg
Bekatul 3 kg
Percobaan 2
Kotoran hewan 10 kg
Bekatul 2 kg
Percobaan 3
Kotoran hewan 5 kg
Bekatul 1 kg

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pupuk yang diberi daun dengan jumlah yang seimbang dengan kotoran hewan
menghasilkan tanaman yang pengomposannya lebih cepat. Percobaan 2 dalam waktu 15 hari
pupuk kompos sudah bisa digunakan. Dengan tanda-tanda warna pupuk hitam, sudah tidak
berbau, dan bentuknya menyerupai tanah.

4.2 Analisis Hasil Penelitian


Dari penelitian yang sudah dilakukan ternyata percobaan ke dua dengan jumlah daun
yang seimbang dengan jumlah kotoran sapi menunjukkan proses pengomposan yang lebih
cepat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah:
1. Ukuran bahan
2. Rasio C/N
3. Kelembaban dan Aerasi
4. Temperature pengomposan
5. Derajat keasaman (pH) Pengomposan
6. Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan

4.3 Pembahasan
4.3.1 Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Proses Pengomposan Sampah
Dalam pembuatan kompos ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses
pengomposan sampah diantaranya:
1. Ukuran bahan
Proses pengomposan akan lebih baik dan cepat bila bahan mentahnya memiliki
ukuran yang lebih kecil. Karen aitu, bahan yang ukurannya besar perlu dicacah atau digiling
terlebih dulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil.bahan yang lebih kecil akan mudah
didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas
mikroorganisme perombak. Namun, ukurannya bahan tersebut jangan terlalu kecil. Ukuran
bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga
timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen kedalam timbunan akan semakin
berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang mikroorganisme yang ada didalamnya tidak bisa
bekerja secara optimal.

2. Rasio C/N
Rasio C/N merupakan factor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini
disebabkan proses pengomposan terantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan
karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel.
Besarnya nilai C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan
menghasilkan rsio C/N yang ideal sebesar 20 40, tetapi rasio paling baik adalah 30.
Jika rasio C/n tinggi, aktivitas mikroorganisme akan berkurang. Selain itu diperlukan
beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga
waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan bermutu rendah.
Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan nitrogen (N) yang tidak
dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang memlaui volatisasi
sebagai ammonia atau terdenitrifikasi.
3. Kelembaban dan Aerasi
Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan melakukan aktivitas
metabolisme diluar sel tubuhnya. Sementara itu reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput
airtersebut membutuhkan oksigen dan air. Karena itu dekomposisi bahan organic sangat
tergantung dari kelembaban lingkungan dan oksigen yang diperoleh dari rongga udara yang
terdapat diabtara partikel bahan yang dikomposkan. Dekomposisi secara aerobic dapat terjadi
pada kelembaban 30 -100% dengan pengadukan yang cukup.
Secara umum, kelembaban yang baik untuk berlangsungnya proses dekomposisi
secara aerobic adalah 50 -60 % dengan tingkat terbaik 50 %. Namun sebenarnya kelembaban
yang baik pada pengomposan tergantung dari jenis bahan organic yang digunakan dalam
campuran bahan kompos.
Kisaran kelembaban kompos yang baik harus dipertahankan karena jika tumpukan
bahan terlalu lembab, proses pengomposan akan terjadi lebih lambat. kelebihan kandungan
air akan menutupi rongga udara dalam tumpukan bahan kompos sehingga kadar oksigen yang
ada didalam tumpukan bahan kompos akan berkurang (kadar oksigen yang baik 10 80%
namun jika tumpukan terlalu kering proses proses pengoposan akan terganggu karena
mikroorganisme perombak sangat membutuhkan air sebagai tempat hidupnya.
Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan memerlukan oksigen. Bahan organic
yang ditimbun akan mengalami dekomposisi dengan cepat jika berada dalam keadaan aerob.
Aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung
belerang.

4. Temperature pengomposan
Proses pengomposan akan berjalan dengan baik jika bahan berada dalam temperature
yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Tempertur optimum yang
dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35-55 derajat Celsius. Namun
setiap kelompok mikroorganisme memiliki temperature optimum pengomposan merupakan
integrasi dari berbagai jenis microorganisme yang terlibat.
Pada pengomposan secara aerobic akan terjadi kenaikan temperature yang cukup
cepat selama 3 -5 hari pertama dan temperature tersebut merupakan yang terbaik bagi
pertumbuhan microorganisme.pada kisaran temperature ini mikroorganisme dapat tumbuh
tiga kali lipat dibandingkan dengan temperature yang kurang dari 55 derajat selsius.selain itu
pada temperature tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif mengurai bahan organic.
Penurunan rasio C/N juga dapat berjalan dengan sempurna.
Temperature yang tinggi berperan untuk membunuh mikroorganisme pathogen (bibit
penyakit) menetralisir bibit Mycobacterium tuberculosis biasa nya akan rusak pada hari ke 14
pada suhu 65 derajat Celsius. Virus volio akan mati jika berada pada temperature 54 derajar
selsius selama 30 menit. Salmonella akan menjadi tidak aktif jika berada pada temperature 60
derajat Celsius pada waktu 60 menit. Ascaris lumbricoides, cacing beracun yang ditemukan
pada saluran pencernaan babi akan terbunuh pada temperature 60 derajat selsius dalam waktu
60 meit proetein microorganisme yang mati ini akan digumpalkan. Karena itu keadaan
tetemperatur yang tinggi perlu dipertahankan minimum 15 hari berturut turut. Untuk
mempertahankan temperature pengomposan perlu diperhatikan ketinggian tumpukan bahan
mentah.
Ketinggian tumpukan yang baik adalah 1 1,2 dan tinggi maximum adalah 1,5 1,8
m. tumpukan bahan yang terlalu rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan panas
sehingga temperature yang tinggi tidak akan tercapai. Selain itu,microorganisme pathogen
tidak akan mati dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme termofilik tidak akan tercapai.
Jika timbunan yang dibuat terlalu tinggi akan menyebabkan pemadatan pada bahan dan
temperature pengomposan menjadi terlalu tinggi.
Pengomposan pada bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau
jerami gandum peningkatan temperature tidak dapat melebihi 52 derajat Celsius. Keadaan ini
menunjukkan bahwa peningkatan temperature juga tergantung dari tipe bahan yang
digunakan.
5. Derajat keasaman (pH) Pengomposan
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 8,0 derajat keasaman bahan pada
permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0 7,0) derajat
keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah
mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organic menjadi asam
organic. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme, dari jenis yang lain akan mengkonversi
asam organic yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi
dan mendekati netral.
Seperti factor lainnya derajat keasaman perlu dikontrol selama proses pengomposan
berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa konsumsi oksigen akan
semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagilingkungan. Derajat keasaman yang
terlalu tinggi juga akan menyebabkan unsure nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi
ammonia (NH3) sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan
menyebabkan sebagian mikroorganisme mati.
Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan menambahkan kotoran
hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa ditingkatkan
dengan menambahkan kapur dan abu dapur kedalam bahan kompos.
6. Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan
Mikroorganisme merupakan factor terpenting dalam proses pengomposan karena
mikroorganisme ini yang merombak bahan organic menjadi kompos. Beberapa ratus spesies
mikroorganisme,terutama bakteri,jamur dan actinoycetes berperan dalam proses dekomposisi
bahan organic. Sebagian besar dari mikroorganisme yang melakukan dekomposisi berasal
dari bahan organic yang digunakan dan sebagian lagi berasal dari tanah.pengomposan akan
berlangsung lama jika jumlah mikroorganisme pada awalnya sedikit. Populasi
mikroorganisme selama berlangsungnya perombakan bahan organic akan terus berubah.
Mikroorganisme ini dapat diperbanyak dengan menambahkan starter atau activator.
Pada proses pengomposan dikenal adanya inokulan (starter atau activator) yaitu bahan
yang terdiri dari enzim, asam humat bahan dan mikroorganisme seperti kultur bakteri.
Berdasarkan kondisi habitatnya, terutama temperature, mikroorganisme yang terlibat dalam
pengomposan terdiri dari 2 golongan, yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme
mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature rendah (10 45 derajat
Celsius) mikroorganismetermofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature
tinggi (45 65 derajat Celsius) pada temperature tumpukan kompos kurang dari 45 proses
pengomposan dibantu oleh mesofilik sedangkan ketika temperature tumpukan berada pada 65
organisme yang berperan adalah termofilik.
Dilihat dari fungsinya mikroorganisme mesofilik berfungsi untuk memperkecil
ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mepercepat
pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi
untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi
dengan cepat.

4.3.3 Peranan Sampah Dapat Digunakan sebagai Pupuk Kompos Pada Lingkungan
Pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos adalah upaya dalam menjaga
lingkungan dengan mengurangi jumlah sampah yang ada dan otomatis ini berdampak pada
lingkungan. Pembuatan kompos berperan penting dalam mencegah berbagai kerusakan
lingkungan yang diakibatkan banyaknya jumlah sampah. Berikut beberapa peranan
pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos pada lingkungan :

1. Mengurangi polusi udara

Banyak masyarakat yang berusaha menguarangi jumlah sampah yang ada dengan
melakukan pembakaran. Padahal kegiatan pembakaran tersebut menghasilkan gas polutan
yang mencemari udara. Dengan pembuatan kompos yang menggunakan sampah organik yang
tidak berguna tentu kita telah memperoleh suatu cara untuk mengatasi permasalahan sampah
dan cara itu tidak berbahaya pada lingkungan karena tidak menghasilkan zat pencemar
apapun.

2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Upaya pemerintah kota di Indonesia untuk mencari tempat pembuangan sampah yang
representatif mengalami kesulitan, karena pendekatannya bukan mengolah, melainkan
membuang sampah. Pada akhirnya hanya berupaya mencari lahan kosong dan kemudian
berpindah lagi jika telah penuh atau dianggap tidak layak Hal tersebut tentu membutuhkan
lahan yang banyak hanya untuk tempat penimbunan sampah. Dengan pemanfaatan sampah
sebagai pupuk kompos setidaknya telah mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
sampah karena sampah-sampah yang ada sudah dimanfaatkan menjadi pupuk kompos.

3. Mencegah pemanasan global.

Sampah yang semakin menumpuk dan mengalami pembusukan menghasilkan gas


metana yang merupakan gas rumah kaca. Metana (CH4) adalah gas rumah kaca yang memicu
terjadinya pemanasan global. Bisa dibayangkan apabila gas metana meningkat jumlahnya di
atmosfer maka suhu bumi meningkat dan perubahan cuaca terjadi. Hal-hal itu adalah akibat
dari pemanasan global. Oleh karena itu dengan pembuatan kompos melalui pemanfaatan
sampah maka pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri
metanogen di tempat pembuangan sampah bisa diatasi dan pemanasan globalpun dapat
dicegah.
4. Menanggulangi lahan kritis atau degradasi lahan

Dengan pupuk kompos maka usaha reklamasi lahan bekas galian tambang yang
mengalami degradasi dapat dilakukan. Karena pemberian pupuk kompos sedikit demi sedikit
dapat memperbaiki lahan kritis yang ada. Lahan yang tanahnya rusak karena penggunaan
bahan kimia seperti pupuk sintesis dan pestisida bisa diatasi dengan pemberian pupuk
kompos dan mengembalikan unsur hara yang ada sebelumnya serta memperbaiki strukrur
tanah.

5. Meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman

Pemanfaatan pupuk kompos untuk tanaman dapat meningkatkan kesuburan tanah.


Sehingga pertumbuhan tanaman bisa semakin cepat. Pupuk kompos menyediakan bahan
organik bagi tanah. Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang
granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran
bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme
yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan
organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga
memengaruhi serapan hara oleh tanaman.
Selain itu aktivitas mikroba dapat membuat tanaman tahan dengan serangan penyakit.
Aktivitas mikroorganisme tanah meningkatkan penyediaan hara bagi tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman dapat berlangsung cepat.

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan kami menyimpulksn bahwa:
1. Pemanfaatan sampah sebagai pupuk kompos adalah salah satu upaya dalam
mengurangi jumlah sampah yang ada di lingkungan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan sampah adalah ukuran bahan,
Rasio C/N, kelembaban dan Aerasi, temperature pengomposan, derajat

3. Peranan sampah sebagai pupuk kompos pada lingkungan:

Mengurangi polusi udara

Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Mencegah pemanasan global.

Menanggulangi lahan kritis atau degradasi lahan

Meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman

5.2 Saran
Karya tulis yang dibuat tentu masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami
menyarankan untuk:
1. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi
laju pengomposan beserta cara mengoptimalkan pembuatan pupuk kompos agar
diperoleh hasil yang besar dalam waktu yang cepat.
2. Melakukan penelitian mengenai pemanfaatan sampah tidak sebatas sampah organik
tetapi juga sampah anorganik seperti pendaur ulangan sampah atau teknologi
alternatif pembuatan bahan bakar (retrieve energy).

DAFTAR PUSTAKA

http://galeriukm.web.id/peluang-usaha/peluang-usaha-pengolahan-sampah-organik (13 Februari


2010)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos
http://petroganik.blogspot.com/2008/06/faktor-yang-mempengaruhi-laju.html
http://www.suaramedia.com/ekonomi-bisnis/usaha-kecil-dan-menengah/21057-lapangan-kerja-
baru-olahan-ekonomis-sampah-organik.html (03 Juli 2011)

Anda mungkin juga menyukai