Khutbah Jumat Keutamaan Bulan Sya
Khutbah Jumat Keutamaan Bulan Sya
KHUTBAH PERTAMA
(Syaban) ini adalah bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu (terletak) antara
bulan Rajab dan Ramadhan (HR. An-NasaI; hasan)
Kelalaian manusia atas bulan Syaban bisa diketahui dari keterkejutan mereka ketika Ramadhan
telah tiba. Lho, kok sudah Ramadhan, Tiba-tiba sudah Ramadhan ya dan komentar-komentar
sejenisnya menggambarkan betapa Syaban telah dilalaikan.
Ada pula yang sebenarnya tahu bahwa Syaban telah tiba. Ramadhan telah menjelang. Tetapi
mereka justru meningkatkan kemaksiatan. Semampang belum Ramadhan, alasannya.
Di bulan inilah amal perbuatan manusia diangkat kepada Rabb semesta alam (HR. An-
Nasai; hasan)
Inilah keutamaan pertama bulan Syaban. Bulan diangkatnya amal manusia kepada Allah Azza
wa Jalla.
Keutamaan kedua dari bulan Syaban ada pada pertengahannya, yakni Nisfu Syaban. Rasulullah
shallalahu alaihi wasallam bersabda tentang keutamaan nishfu Syaban :
Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam nishfu Syaban. Lalu Dia mengampuni
seluruh makhluk-Nya, kecuali yang berbuat syirik atau yang bertengkar dengan saudaranya
(HR. Ibnu Majah; shahih)
Itulah dua keutamaan bulan Syaban berdasarkan hadits shahih. Dan cukuplah kita dengan hadits
shahih meskipun di masyarakat berkembang banyak keutamaan bulan Syaban namun didasari
oleh hadits dhaif bahkan maudhu. Misalnya:
Rajab adalah bulan Allah, Syaban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku
(HR. Dailami)
Hadits ini derajatnya dhaif. Demikian pula hadits-hadits sejenis yang menyebut bahwa bulan
Rajab adalah bulan Allah, Syaban adalah bulan Rasulullah dan Ramadhan bulan umat Islam.
Aku (Usamah bin Zaid) berkata kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, saya tidak melihat
engkau berpuasa di satu bulan melebihi puasamu di bulan Syaban. Rasulullah menjawab, Ini
adalah bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu antara bulan Rajab dan
Ramadhan. Di bulan inilah amal perbuatan manusia diangkat kepada Rabb semesta alam.
Karena itu aku ingin saat amalku diangkat kepada Allah, aku sedang berpuasa. (HR. An-
NasaI; hasan)
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha juga meriwayatkan kebiasaan hadits yang
menunjukkan amal di bulan Syaban ini.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah berpuasa sunnah di satu bulan yang lebih
banyak daripada bulan Syaban. Sungguh, beliau berpuasa penuh pada bulan Syaban. (HR. Al
Bukhari)
Ketika menjelaskan hadits ini dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqalani menerangkan bahwa
kalimat berpuasa sebulan penuh adalah ungkapan majaz. Dalam ungkapan bahasa Arab,
seseorang boleh mengatakan berpuasa sebulan penuh padahal yang dimaksud adalah berpuasa
pada sebagian besar hari di bulan itu.
Dari keterangan tersebut, kita menjadi tahu bahwa berpuasa sunnah di bulan Syaban menjadi
begitu istimewa karena pada bulan ini amal diangkat, bulan ini dilalaikan oleh banyak manusia,
dan sekaligus puasa Syaban merupakan persiapan puasa Ramadhan. Sebagaimana dijelaskan
oleh Syaikh Muhyidin Mistu, Mushthafa Al-Bugha, dan ulama lainnya dalam Nuzhatul
Muttaqin.
Ulama yang lain menjelaskan bahwa memperbanyak puasa sunnah di bulan Syaban itu
maksudnya adalah puasa-puasa sunnah. Yakni puasa Senin Kamis, puasa ayyamul bidh, puasa
Dawud dan puasa yang disunnahkan lainnya.
Adapun mengkhususkan berpuasa pada satu atau dua hari terakhir Syaban hukumnya makruh.
Kecuali puasa yang memang wajib akibat nadzar, qadha atau kafarat. Atau puasa sunnah yang
biasa dilakukan baik Senin Kamis maupun puasa Dawud.
Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya.
Kecuali seseorang yang (memang seharusnya/biasanya) melakukan puasanya pada hari itu.
Maka hendaklah ia berpuasa (HR. Al Bukhari)
Aisyah mengatakan:
Aku punya hutang puasa Ramadan, aku tak dapat mengqadhanya kecuali di bulan Syaban,
karena sibuk melayani Nabi shallallahu alaihi wasallam. (HR. Al Bukhari)
KHUTBAH KEDUA