Anda di halaman 1dari 7

Sya’ban dan Persiapan Menyambut Ramadhan

 
 
Ayyuhannas Rahimakumullah!
Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala! 
Bulan Sya’ban adalah bulan ke delapan dalam Islam. Para ulama
mengatakan bahwa bulan ini dinamakan Sya’ban karena berasal dari
kata sya’b atau syi’b yang kadang disebut dengan lembah. Manusia
berpencar untuk mencari air setelah berlalunya bulan Rajab.
Bulan Sya’ban di satu sisi bagi kebanyakan orang tidak
memiliki keistimewaan tersendiri, namun ternyata Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam mengistimewakannya dengan melakukan
berbagai amalan di dalamnya, di antaranya adalah dengan berpuasa.
Imam Ahmad dan Imam Nasai rahimahumallahu meriwayatkan
dari sahabat yang mulia Usamah bin Zaid radhiyallahu anhuma, salah
seorang sahabat yang paling dekat dan dicintai oleh Nabi shallallahu
alaih wa sallam. Beliau memerhatikan bahwa junjungan beliau yang
paling beliau cintai dan mencintai beliau, ketika datang bulan Sya’ban
memperbanyak puasa. Tidak sama dengan bulan-bulan yang lain.
Maka beliau bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Ada
apa gerangan wahai Rasulullah sehingga Anda memperbanyak puasa
sunnah di bulan Sya’ban, puasa yang tidak pernah Anda lakukan
sebanyak itu selain di bulan Sya’ban?”
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjawab pertanyaan ini
dengan dua alasan.
Pertama:  Beliau mengatakan,
 ‫ضا َن‬ ٍ ‫ك َش ْهر َي ْغ ُفل النَّاس َعْنهُ َبنْي َ ر َج‬ِ
َ ‫ب َو َر َم‬ َ ُ ُ ٌ َ ‫َذل‬
“Itulah bulan yang manusia lalai darinya—bulan yang
berada di antara Rajab dan Ramadhan….” (HR. An-Nasa’i).
Banyak manusia yang melalaikan bulan Sya’ban. Banyak
manusia yang memforsir ibadah di bulan Rajab, karena dia
merupakan salah satu bulan yang diharamkan atau diagungkan oleh
Allah. Lalu seolah dengan berlalunya bulan Rajab maka tiba waktu
untuk beristirahat sebelum masuk bulan Ramadhan. Bulan yang
nantinya mereka akan kembali mengoptimalkan ibadah di dalamnya.
Melihat fenomena ini, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
ingin  mengubah pandangan mereka. Sehingga beliau justru
memperbanyak ibadah di bulan Sya’ban. Salah satunya adalah dengan
memperbanyak puasa sunnah.
Kedua: Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan,
‫صائِ ٌم‬ ِ ِ ‫ب الْعالَ ِمني فَأ‬ ِ
َ ‫ب أَ ْن يُْرفَ َع َع َملي َوأَنَا‬
ُّ ‫ُح‬ َ َ ِّ ‫ال إِىَل َر‬ ُ ‫َع َم‬ْ ‫َو ُه َو َش ْهٌر ُت ْرفَ ُع ف ِيه اأْل‬
“….Dia adalah bulan yang diangkat di dalamnya berbagai
amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu,
aku senang jika amalanku diangkat sementara aku sedang
berpuasa.” (HR. An-Nasa’i).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa bulan
Sya’ban merupakan bulan di mana amal-amal shaleh diangkat dan
dilaporkan kepada Allah Rabbul ‘Alamin. Dan beliau suka ketika
amalannya diangkat ke langit dan malaikat membawa catatan
amalannya di sisi Allah malaikat berkata, “Wahai Allah hamba-Mu
Muhammad dalam keadaan berpuasa, ketika saya membawa catatan-
catatan malam ini.”
Hal tersebut juga mengingatkan kita tentang alasan mengapa
beliau Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa Senin Kamis. Beliau
menjelaskan alasannya adalah karena hari-hari tersebut adalah waktu
diangkatnya amal-amal shaleh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bulan Sya’ban yang banyak dilalaikan ini, ternyata
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam justru memperbanyak beribadah di
dalamnya dengan dua alasan tadi. Karena manusia banyak
melalaikannya. Ini merupakan isyarat bahwa ketika banyak manusia
yang lalai dan lupa kepada Allah pada suatu waktu, lalu ada hamba
yang memanfaatkan waktu tersebut, maka hamba itu menjadi mulia di
sisi Allah ‘Azza wa Jalla.
Bukankah kita masih ingat bahwa di antara shalat-shalat yang
begitu dianjurkan kepada kita adalah shalat lail yang merupakan
shalat yang paling afdhal? Di antara alasan mengapa dia menjadi
afdhal adalah karena pada waktu shalat lail itulah banyak manusia
yang lalai. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
.‫بِ َسالٍَم‬ َ‫اجْلَنَّة‬ ‫تَ ْد ُخلُوا‬ ،‫نِيَ ٌام‬ ‫َّاس‬ َّ ِ ُّ َ ‫ َو‬ ،‫ـام‬
ُ ‫ َوالن‬ ‫باللْي ِل‬ ‫صل ْوا‬
ِ ِ
َ ‫اْأل َْر َح‬ ‫ َوصلُوا‬ ،‫الطَّ َع َام‬ ‫ َوأَطْع ُموا‬ ،‫السالَ َم‬
َّ  ‫أَفْ ُشوا‬ ‫َّاس‬ُ ‫الن‬ ‫أَيُّ َها‬ ‫يَا‬
“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berilah makan,
sambunglah tali silaturahim dan shalatlah di malam hari saat
manusia tertidur, niscaya kalian akan masuk ke dalam surga dengan
selamat.” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan Ad-Darimi).
Hadits di atas mengisyaratkan kepada kita bahwa siapa yang
bangkit dan beribadah pada waktu di mana kebanyakan manusia lalai,
maka dia akan mendapatkan keutamaan di sisi Allah Subahanahu wa
Ta’ala. Bukankah ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam
menyebutkan akan terjadinya fitnah di tengah-tengah kaum muslmin,
terjadi pertempuran, pertengkaran dan seterusnya maka pada saat itu
manusia akan disibukkan dengan fitnah-fitnah yang terjadi di tengah-
tengah mereka, maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
َّ‫العِبَ َادةُ يِف اهلَْر ِج َك ِه ْجَر ِة إيَل‬  
 
“Ibadah pada zaman al-harj seperti hijrah kepadaku.” (HR
Muslim dan Ibnu Majah).
 Bukankah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam
mengatakan,
‫ص ي ِه ْم أَ ْكَث ُر مِم َّْن‬ ِ ‫اس س و ٍء َكثِ ٍري من يع‬
َْ ْ َ ‫ول اللَّ ِه قَ َال أُنَ اس َ حِل ىِف‬
ْ َ ِ َ‫ص ا ُو َن أُن‬ ٌ َ ‫طُ وىَب لِْلغَُربَ ِاء فَِقي َل َم ِن الْغَُربَ اءُ يَ ا َر ُس‬
‫يُ ِطيعُ ُه ْم‬
“Beruntunglah orang-orang yang terasing.” Lalu ada yang
bertanya, “Siapa orang yang terasing itu wahai, Rasulullah?”
Jawab beliau, “Orang-orang yang shalih yang berada di tengah
banyaknya orang-orang yang jelek. Orang yang mendurhakainya
lebih banyak daripada yang menaatinya.” (HR. Ahmad).
Maka mari kita memanfaatkan waktu ini untuk memperbanyak
ibadah utamanya ibadah puasa. Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika
ditanya bagaimana puasa Nabi shallallahu alaihi wasallam pada bulan
Sya’ban? Beliau mengatakan,
ِ
ُ‫وم َش ْعبَا َن ُكلَّه‬
ُ ‫ص‬ُ َ‫ فَِإنَّهُ َكا َن ي‬، ‫وم َش ْهًرا أَ ْكَثَر م ْن َش ْعبَا َن‬
ُ ‫ص‬ُ َ‫مَلْ يَ ُك ِن النَّىِب ُّ – صلى اهلل عليه وسلم – ي‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
tidak pernah berpuasa dalam satu bulan lebih banyak dari bulan
Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada
bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Walaupun yang dimaksud dengan puasa satu bulan penuh
adalah memperbanyak puasa, sebagaimana dikatakan oleh para ulama
berdasarkan informasi dari istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
yang lainnya. Jadi dikatakan bahwa beliau berpuasa sebulan penuh
karena beliau memperbanyak puasa di bulan tersebut.  
Sekalipun bulan Muharram adalah bulan yang paling afdhal
untuk berpuasa sunnah namun puasa sunnah yang paling banyak
dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah justru di bulan
Sya’ban.
Lalu apa hikmahnya?
Para ulama menyebutkan bahwa hikmah terbesar mengapa
beliau memperbanyak puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai
persiapan, latihan, dan pemanasan sebelum
memasuki musabaqah atau perlombaan yang hakiki. Yaitu
perlombaan hamba-hamba Allah di bulan Ramadhan untuk menuju
predikat yang paling tinggi bagi seorang hamba yaitu predikat
takwa. Maka marilah kita memanfaatkan waktu ini untuk melatih diri
kita berpuasa.
Mungkin sebagian kita, sejak perginya bulan Ramadhan yang
lalu tidak lagi pernah merasakan bagaimana indahnya berpuasa karena
Allah. Maka saatnya kita mencoba berpuasa di bulan Sya’ban ini agar
tubuh kita tidak kaget dengan kedatangan bulan Ramadhan, di mana
kita akan berlapar-lapar dan berhaus-haus karena Allah selama satu
bulan penuh. Untuk itu kita jadikan Sya’ban sebagai latihan dan
pemanasan bagi kita.
Para salaf memahami bahwa bukan hanya puasa yang harus kita
biasakan sebelum datangnya bulan Ramadhan. Di antara ibadah yang
mereka anjurkan untuk dibiasakan sejak sekarang adalah membaca
Alquran. Karena Ramadhan adalah bulannya Alquran sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
ِ َ‫ت ِّمنَ ْاله ُٰدى َو ْالفُرْ ق‬
  ۚ ‫ان‬ ِ َّ‫ي اُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ ٰا ُن هُدًى لِّلن‬
ٍ ‫اس َو بَيِّ ٰن‬ ْٓ ‫ضانَ الَّ ِذ‬
َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan
Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang
batil).” (QS. Al-Baqarah: 185).
Dia adalah bulan untuk membaca Alquran dan
mengkhatamkannya berkali-kali, tiga kali, sepuluh kali, bahkan ada
dari kalangan ulama kita yang mengkhatamkannya sebanyak enam
puluh kali. Tapi tidak mungkin kita bisa membaca Al-Quran sebanyak
itu, jika kita tidak pernah menyentuh Al-Quran sejak
perginya Ramadhan yang lalu.
Maka bulan Sya’ban adalah bulannya membaca Alquran. Kata
Salamah bin Suhail, “Bulan Sya’ban adalah bulannya para qurro‘
(pembaca Alquran)”.
Amr bin Qais Al-Mula’i beliau bahkan menutup kedai-kedai
beliau setelah datangnya bulan Sya’ban untuk mengonsentrasikan diri
khusus untuk membaca Al-Quran.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia, bulan suci, bulan
yang bersih. Maka mari kita bersihkan hati-hati kita dengan
memperbanyak taubat kepada Allah dan menghentikan maksiat-
maksiat yang selama ini kita lakukan. Bulan Ramadhan adalah bulan
yang suci dan bersih, maka tidak mungkin kita sambut dengan sebaik-
baiknya kecuali dengan hati yang bersih pula. Dan cara
membersihkan hati adalah dengan banyak taubat kepada Allah serta
memperbanyak amal shaleh, karena amal shaleh bisa menghilangkan
noda-noda kemaksiatan dan dosa kita.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ّ ٰ ِ‫ك ِذ ْك ٰرى ل‬
  َ‫لذ ِك ِر ْين‬ َ ِ‫ت ي ُْذ ِه ْبنَ ال َّسي ِّٰاتِؕ ٰذ ل‬
ِ ‫ار َو ُزلَـفًا ِّمنَ الَّ ْيلِؕا ِ َّن ْال َح َس ٰن‬ ٰ
ِ َ‫َواَقِ ِم الصَّلوةَ طَ َرفَ ِي النَّه‬
“Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan
petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan
baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang selalu mengingat (Allah).” (QS. Hud: Ayat 114).
ِ ‫ ُقْلت م ا مَسِ عتم و‬.‫الذ ْك ِر احْل ِكي ِم‬ ِّ ‫ات و‬ ِ ِ ِ ِ ‫مِب‬ ِ ِ
َ‫أس َت ْغفُروا اهلل‬
ْ َ ْ ُْ َ ُ ْ َ َ َ‫ َو َن َف َعيِن َا فْيه م َن اآلي‬.‫بَ َار َك اهللُ يِل َولَ ُك ْم يِف الْ ُق ْرآن الْ َعظْي ِم‬ 
          ‫الر ِحْي ُم‬ َّ ‫اسَت ْغ ِفُر ْوهُ إنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬ ِِ ِ ِ
ْ َ‫يِل ْ َولَ ُك ْم َول َسائ ِر الْ ُم ْؤمننْي َ ف‬
KHOTBAH KEDUA
ُ‫ك لَ ه‬ َ ْ‫ْدهُ اَل ْ َش ِري‬ ْ ‫ َوأ‬، ‫ َوالْ ُّش كُْر لَ هُ َعلَ ْى َت ْوفِْي ِق ِه َو ْامتِنَاْنِ ِه‬، ‫هلل َعلَ ْى إِ ْح َس اْنِِه‬
َ ‫ َوح‬، ُ‫َش َه ُد أَ ْن اَل ْ إِلَ هَ إِاَّل ْ اهلل‬ ِ ‫ْد‬ ُ ‫احْلَم‬
‫َص َحاْبِِه َو َس لَّ َم‬ ِِ ِِ ِِ ْ ‫ْداْ ِعي إِىَل ِر‬ ْ ‫ َوأ‬، ‫َت ْع ِظْي َم اً لِ َش أْنِِه‬
ْ ‫ص لَّى اهللُ َعليْه َو َعلَ ْى آل ه َوأ‬ َ ‫ض َواْنه‬ ْ ْ َّ ‫ْدهُ َو َر ُس ْولُهُ ال‬ َّ ‫َش َه ُد أ‬
ُ ‫َن حُمَ َّم َداً َعب‬
. ً‫تَ ْسلِْي َماً َكثِْيَرا‬
Hadirin sekalian!
Sebagai penutup! Saat ini kita berada di pertengahan
bulan Sya’ban. Lalu apakah ada amalan khusus dengan datangnya
pertengahan Sya’ban?
Ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
‫وموا‬
ُ ‫ص‬ُ َ‫ف َش ْعبَا ُن فَالَ ت‬ َ َ‫إِ َذا ا ْنت‬
َ ‫ص‬
“Jika tersisa separuh bulan
Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (HR. Tirmidzi dan Abu
Daud).
Hadits ini dishahihkan oleh sebagian ulama dan dilemahkan
oleh sebagian yang lain. Ulama yang melemahkannya mengatakan
bahwa tetap dibolehkan untuk berpuasa sunnah sebagaimana yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Dan sebagian ulama yang menshahihkannya mengatakan
bahwa maksudnya adalah jangan memulai berpuasa di
pertengahan Sya’ban sehingga orang-orang yang memulai puasanya
di awal Sya’ban tidak mengapa meneruskan puasa sunnahnya.
Kesimpulannya Jamaah sekalian, ketika datang pertengahan
Sya’ban maka tidak mengapa—insya Allah—bagi mereka yang ingin
melakukan puasa-puasa sunnah untuk berpuasa.
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah yang
mengatakan bahwa malam Sya’ban adalah malam di mana Allah
mengampuni seluruh hamba-hamba-Nya kecuali seorang musyrik dan
seseorang yang bertengkar dengan saudaranya. Hadits ini pun
dilemahkan oleh sebagian ulama dan dishahihkan oleh sebagian yang
lainnya. Ulama yang menshahihkannya menjelaskan bahwa hal ini
menunjukkan di antara keutamaan bulan Sya’ban dan secara khusus
pertengahannya. Namun tidak ada penegasan bahwa adanya ibadah-
ibadah dan amalan-amalan khusus seperti shalat-shalat dan puasa-
puasa khusus yang hanya diniatkan pada pertengahan Sya’ban.
Sya’ban secara keseluruhan adalah momen untuk
memperbanyak ibadah dan tidak khusus hanya di lima belas Sya’ban
saja.
Tentu saja yang terpenting dari semua ini adalah kita perlu
memperbanyak doa kepada Allah, karena sekalipun Ramadhan sudah
sangat dekat, namun tidak ada jaminan bahwa kita masih hidup ketika
hilal Ramadhan terlihat. Padahal kita begitu butuh dengan Ramadhan.
Maka mari kita memperbanyak doa agar Allah kembali
mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan.
Dan yang lebih penting dari itu adalah semoga kita bisa menjadi
orang-orang yang memanfaatkan bulan Ramadhan
dengan banyak beribadah sebagaimana yang Allah inginkan dari
kita dan dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad shallallah alaihi wa
sallam.
Hari jumat adalah waktu yang tepat untuk beribadah dan berdoa
kepada Allah. Hari ini ada satu waktu yang kapan seorang hamba
berdoa pada waktu tersebut pasti Allah akan mengabulkan doanya.
Kita juga dianjurkan untuk memperbanyak shalawat serta
salam kepada Nabi yang tercinta Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam.

Anda mungkin juga menyukai