Belum pernah, Allah Swt. itu memanggil mengajak dialog dengan orang
kafir dengan bahasa, “ya ayyuha alladzina kafaru”. Dengan kata lain,
Allah hanya mengajak dialog kepada orang yang beriman dengan bahasa
“ya ayyuha alladzina amanu”. Karena orang beriman itu cerdas.
Disamping cerdas, dia berpikir. Berpikir universal, sadar, futuristik. Tidak
berpikir ‘sesaat’ yang dia lihat, tapi berpikir kedepan. Segala aspek,
termasuk fenomena itu bisa dibaca oleh orang beriman.
يَآ أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ا اَل تَ ْعتَ ِذرُوْ ا ْاليَوْ َم
Untuk itu, diperlukan sebuah mental yang kuat dan keimanan yang
mapan, baru bisa diberi beban syariat puasa Ramadan. Tidak sama
dengan syariat shalat. Syariat shalat itu tidak sekedar dibebankan kepada
yang mukallaf, yang beriman, yang dewasa. Melainkan sudah ditata sejak
kecil. Sejak belum baligh, umur 7 tahun diperintah shalat. Umur 10
tahun, membangkang, diberi pelajaran. Ada sanksi fisik yang bersifat
edukasi. Ketika baligh, (shalat) menjadi tanggung jawab sendiri.
Kenapa tidak ada perintah puasa untuk anak kecil. Kenapa ada perintah
shalat untuk anak kecil.
Perintah shalat bagi anak kecil itu menyehatkan, dan sama sekali tidak
mereduksi, tidak menganggu kesehatan. Anak menjadi senang, bergerak-
gerak, berkumpul dengan teman-temannya, terkadang berlari-lari.
Gerakan (shalat) itu mendisiplinkan.
Tidak ada perintah, menyuruh anak berpuasa. Mohon maaf. Kiranya perlu
pemikiran kitab-kitab fikih yang diajarkan di pondok pesantren ‘apakah
semuanya pasti sesuai dengan konteks kekinian?’. Salah satunya ada
kitab yang dibaca di pesantren, itu membuat analog. Anak kalau sudah
umur 7 tahun disuruh untuk berpuasa dan kalau sudah umur 10 tahun
boleh dipukul (kalau membangkang). Padahal pendapat ini tidak ada,
pada qoul sahabat. (Pendapat itu) dianalogikan pada hadis perintah
shalat.
Mohon maaf. Siapa pun yang mengerti kondisi fisik anak. Bahwa anak
berlapar-lapar lebih dari 12 jam itu tidak baik. Tidak baik. Dehidrasi dan
lain-lain. Seharusnya dalam usia kecil itu diberi gizi secara bagus.
memerintahkan puasa anak kecil itu menyalahi konsep-konsep
kesehatan, karena itu nabi tidak pernah memerintahkan. Kadang-kadang
kita sendiri yang terlalu emosi. Ingin mendidik anaknya terlalu dini tapi
lupa ada yang tereduksi dari pendidikan itu. Kadang anaknya dijanjikan
kalau puasa penuh akan mendapat hadiah nanti. Tidak baik, sampai
anaknya kurus.
Yang betul adalah, biarlah anak kecil tidak perlu diperintah. Kalau mau
puasa bedug (setengah hari) itu masih mending. Walaupun fikih syariat
puasa bedug itu tidak ada.
Untuk itu, dialog-dialog antara fikih klasik dengan konteks kekinian perlu
dicerdasi. Oleh penerus-penerus kader ulama yang diproduk dari pondok
pesantren maupun dunia akademik. Yang sering saya sampaikan sejak
dulu, ‘kok masih ada ya, fatwa menyempurnakan puasa dengan cara
tidak gosok gigi setelah zawal atau zuhur’. Saya tahu di fathul qorib, ada.
Dalilnya itu-itu saja.
ِ يح ْال ِمس ْ
ْك ِ لَ ُخلُوفُ فَ ِم الصَّائِ ِم أَطيَبُ ِع ْن َد هللاِ ِم ْن ِر
Bau badeg mulut orang yang puasa itu lebih harum bagi Allah (bukan
bagi manusia) dibanding parfum misik.
َإِ َّن هللاَ يُ ِحبُّ التَّوَّابِ ْينَ َويُ ِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين
Tiga. Tentang orang yang uzur puasa. Khusus bagi orang yang hamil dan
ibu yang menyusui, mereka sehat tapi karena ada beban hamil atau
menyusui maka dianggap uzur. Tidak sama dengan uzur yang terus-
menerus seperti orang yang sudah tua. Kalau orang sudah tua tidak
mampu puasa dan tidak mungkin kembali muda lagi, itu dengan
membayar fidyah. Tidak qada’ puasa tapi fidyah. Dalilnya sama;
ٌَو َعلَى الَّ ِذينَ ي ُِطيقُونَهُ فِ ْديَة
Cobalah tiga pendapat ini kita dialogkan dengan konteks, dengan realita.
Seorang ibu, istri anda, karena hamil atau menyusui satu bulan tidak
puasa. Mengganti puasa satu bulan itu berat. Saya melihat sendiri, ibu-
ibu di kampung-kampung itu keberatan qada’ satu bulan.
Tetapi para kyai dan para ustad umumnya tidak ada yang memakai
pendapat Ibnu Abbas. Saya yang memakai, karena:
Sebaliknya perang Uhud yang jatuh pada bulan Syawal dimana para
sahabat sedang sering berpesta, kenyang, nyaman, dan berenak-enakan.
Dalam hidup hedonistik dan menuruti kemauan-kemauan. Sahabat
banyak yang gemuk-gemuk, adalah tanda kecintaan terhadap syahwat
keinginan dunia itu lebih. Tetapi bukan berarti menjadi haram.
Ketika perang Uhud bagaimana, kalah. Karena di dalam pandangannya itu
ada yang disebut dengan profit-oriented. Ada pandangan duniawiyah
yang masuk disitu. Allah tidak mau menurunkan bantuan dan malaikat
pun hanya nongkrong saja. Karena dasa pemikirannya berbeda dengan
perang Badar kemarin yang terjadi pada bulan Ramadan.