Anda di halaman 1dari 11

Di bulan Sya’ban terjadi beberapa peristiwa dan kejadian yang seharusnya mendapatkan perhatian

tersendiri dengan mengadakan berbagai macam kegiatan.

Diantaranya adalah:

1. Perpindahan Qiblat

Pada bulan Sya’ban terjadi perpindahan qiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Inilah yang
diharapkan Rasulullah SAW. Allah menurunkan sebuah ayat:

ُ ‫ْج ِد ْال َح َر ِام ۗ َو َحي‬


‫ْث َما ُك ْنتُ ْم فَ َولُّوْ ا‬ ْ ‫ك َش‬
ِ ‫ط َر ْال َمس‬ َ َ‫ ۖ فَ َولِّ َوجْ ه‬%‫ضىهَا‬ ٰ ْ‫ب َوجْ ِهكَ فِى ال َّس َم ۤا ۚ ِء فَلَنُ َولِّيَنَّكَ قِ ْبلَةً تَر‬ َ ُّ‫قَ ْد ن َٰرى تَقَل‬
‫هّٰللا‬ ُّ ‫ب لَيَ ْعلَ ُموْ نَ اَنَّهُ ْال َح‬ ْ ‫ُوجُوْ هَ ُك ْم َش‬
/‫ ( البقرة‬١٤٤ َ‫ق ِم ْن َّربِّ ِه ْم ۗ َو َما ُ بِغَافِ ٍل َع َّما يَ ْع َملُوْ ن‬ َ ‫ط َر ٗه ۗ َواِ َّن الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬
)144 :2
Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan
Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam.
Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang
diberi kitab41) benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidilharam) itu adalah
kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.
(Al-Baqarah/2:144)

Syaikh Abu Hatim al-Busty berkata: “Orang Islam sholat menghadap ke Baitul Maqdis selama 17
bulan dan 3 hari. Demikian itu karena Rasulullah SAW tiba di Madinah pada hari Senin tanggal 12
Robi’ul Awal. Lalu Allah memerintahkan beliau menghadap Ka’bah pada hari Selasa pertengahan
bulan Sya’ban .

2. Pelaporan Amal

Di antara keistimewaan bulan Sya’ban adalah bulan dilaporkannya amal perbuatan manusia.
Pelaporan ini adalah pelaporan yang sifatnya lebih luas dari pada pelaporan-pelaporan yang lain.
Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid:

 
“Aku mengatakan: Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa di suatu bulan dari
bulan-bulan yang ada seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban, lalu beliau bersabda : Bulan itu
banyak dilupakan oleh manusia. Ia adalah suatu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. la
adalah suatu bulan yang mana pada saat itu amal perbuatan manusia dilaporkan kepada Allah Tuhan
semesta alam. Dan aku ingin ketika amal perbuatanku dilaporkan, aku dalam keadaan sedang
berpuasa.” Imam Mundziri berkata: H.R. Imam Nasa’i.

3. Penentuan Umur

Di dalam bulan Sya’ban terdapat penentuan umur,artinya pada bulan itu ditampakkan penentuan itu
kepada Malaikat. Karena apapun yang dilakukan Allah tidak dibatasi dan tidak terikat oleh waktu
dan tempat.

َ ‫م فِ ْي ۗ ِه لَي‬%ْ ‫ض َج َع َل لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا َّو ِمنَ ااْل َ ْن َع ِام اَ ْز َواج ًۚا يَ ْذ َرُؤ ُك‬
‫ْس َك ِم ْثلِ ٖه َش ْي ٌء َۚوه َُو‬ ِ ۗ ْ‫ت َوااْل َر‬
ِ ‫فَا ِط ُر السَّمٰ ٰو‬
)11 :42%/‫ ( الشورى‬١١ ‫ر‬%ُ ‫ص ْي‬ ِ َ‫ال َّس ِم ْي ُع ْالب‬

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (Allah), dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat” (Q.S asy-Syura 11)

Telah diriwayatkan sebuah hadits dari Sayyidah Aisyah RA beliau berkata:

“Sesungguhnya dahulu Rasulullah SAW berpuasa di bulan Sya’ban sebulan penuh. Aisyah berkata:
Lalu aku bertanya: Wahai Rasulullah, Apakah bulan yang lebih engkau sukai berpuasa itu bulan
Sya’ban? Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah telah menulis (mentakdirkan) setiap jiwa yang
akan mati pada tahun itu. Maka aku berharap di saat ajalku datang,aku sedang dalam keadaan
berpuasa.” (H.R. Abu Ya’la, Hadits tersebut termasuk kategori Hadits Ghorib namun Sanadnya
Hasan)
Oleh karena itu, dahulu Rasulullah memperbanyak berpuasa di bulan Sya’ban. Anas bin Malik RA
bertutur kata:

“Bahwa Rasulullah SAW selalu berpuasa seolah-olah tidak pernah berbuka (tidak berpuasa),
sehingga kita mengatakan: Tidak ada pada diri Rasulullah SAW berbuka (tidak berpuasa) selama
setahun. Kemudian Rasulullah berbuka dan tidak melakukan puasa, sehingga kita berkata: Tidak
ada pada diri Rasulullah SAW melakukan puasa sepanjang tahun. Puasa sunah yang paling
disenangi Rasulullah adalah puasa bulan Sya’ban”. (H.R. Ahmad dan Thabrani)

Keutamaan Puasa Di Bulan Sya’ban

Rasulullah SAW pernah ditanya:

“Puasa apakah yang lebih utama selain puasa Ramadlan? Beliau menjawab: Puasa di Bulan
Sya’ban. Lalu ditanya lagi: Shodaqoh apakah yang lebih utama? Beliau menjawab: yaitu
bershodaqoh di Bulan Ramadlan“. (H.R. Tirmidzi, ia berkata ini adalah hadits Gharib)

Bahkan Sayyidah Aisyah berkata:

“Dahulu Rasulullah selalu berpuasa sehingga kami mengatakan, nyaris Rasulullah SAW tidak pernah
berbuka (tiada hari tanpa puasa) dan di saat yang lain, beliau selalu berbuka (tidak puasa) sampai
sampai kita mengatakan nyaris Rasulullah SAW tidak pernah puas, Saya tidak pernah melihat
Rasulullah menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadlan dan aku tidak pernah
melihat Rasulullah memperbanyak puasa pada suatu bulan seperti beliau memperbanyak puasa di
bulan Sya’ban”. (H.R. Bukhori, Muslim dan Abu Dawud)

Diriwayatkan oleh Imam Nasa’i, Turmudzi dan yang lain, bahwa Sayyidah Aisyah berkata:
“Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa di suatu bulan yang melebihi bulan Sya’ban.
Beliau melakukan puasa di Bulan itu kecuali hanya beberapa hari bahkan kadang-kadang beliau
berpuasa seluruhnya ( sebulan penuh )”.

Penajaman Pernyataan Tentang Puasa Sya’ban

Diceritakan dari Sayyidah “Aisyah RA, ia berkata:

“Rasulullah SAW tidak pernah melakukan puasa di suatu bulan yang melebihi puasa di bulan Sya
‘ban”. (H.R. al-Bukhorni)

Riwayat lain dari Imam Bukhori dan Muslim bersumber dari Sayyidah Aisyah RA, beliau berkata:

“Aku sama sekali tidak melihat (Rasulullah) menyempurnakan puasanya di suatu bulan, kecuali di
bulan Ramadlan. Dan aku tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa di suatu bulan yang
melebihi puasanya di bulan Sya’ban”.

Disebutkan dalam riwayat lain juga dari Sayyidah Aisyah RA, beliau berkata:

“Beliau tidak pernah berpuasa selain bulan RamadHan yang melebihi banyaknya puasa di bulan
Sya’ban ,sesungguhnya beliau berpuasa keseluruhannya.”

Riwayat lain yang dimiliki Imam Abu Dawud :


 

“Bulan yang paling disenangi Rasulullah untuk melakukan puasa adalah bulan Sya’ban kemudian
beliau menyambungnya dengan Ramadlan”.

Riwayat lain yang dimiliki Imam Nasa’i :

“Beliau berpuasa di bulan Sya’ban (secara utuh) atau berpuasa kebanyakan hari-hari bulan
Sya’ban”

Riwayat lain juga:

“Beliau berpuasa di bulan Sya’ban secara keseluruhan”,

Hadits hadits diatas memberi penjelasan bahwa puasa di bulan Sya’ban adalah lebih utama daripada
berpuasa di bulan Rajab atau bulan-bulan mulia yang lain, namun penjelasan di atas seakan-akan
bertentangan dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah (dengan riwayat Marfu’):

 
“Lebih utama-utamanya puasa setelah puasa Ramadlan adalah berpuasa di bulan Muharrom'”,

Para Ulama’ menjawab atas anggapan pertentangan di atas, bahwa dimungkinkan adanya keutamaan
puasa di bulan Muharrom (.   ) itu baru diketahui oleh Rasulullah di akhir hayat beliau sehingga
beliau belum sempat melakukan puasa di bulan itu, atau karena adanya udzur berupa bepergian atau
sakit sehingga tidak sempat memperbanyak puasa di bulan tersebut. Demikian dikatakan oleh Imam
Nawawi .

Namun Imam Mairok berkomentar: Kedua alasan di atas tidak lepas dari sebuah pemahaman yang
jauh dari bisa dicerna, juga dikuatkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani
yang bersumber dari Sayyidah Aisyah RA.

“Dahulu Rasulullah SAW selalu berpuasa 3 hari di setiap bulan namun kadang kadang beliau
mengakhirkan puasa tersebut. Sehingga bertemulah dengan puasa sunah (yang lain), lalu beliau
berpuasa bulan Sya’ban”.

Disamping itu, beliau mengkhususkan bulan Sya’ban untuk dilakukan berpuasa, karena demi
mengagungkan bulan Ramadlan. Maka status puasa di bulan Sya’ban adalah bagaikan sholat sunnah
rowatib qobliyah sebelum melakukan sholat fardlu. Juga dikuatkan oleh sebuah hadits Ghorib yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, sekalipun dalam deretan sanadnya terdapat seorang rowi yang
bernama Shodaqoh,yang oleh Ahli Hadits dianggap kurang begitu kuat, bahwa Rasulullah pernah
ditanya:

“Puasa apakah yang lebih utama selain puasa Ramadlan ? beliau menjawab: Puasa Sya ‘ban,karena
demi mengagungkan Ramadlan”.

Puasa Sya’ban adalah bagaikan latihan untuk melatih diri dalam menghadapi puasa Ramadlan. Oleh
karenanya, larangan berpuasa pada separuh terakhir (kedua) bulan Sya’ban adalah terkhusus bagi
orang yang hanya berpuasa separoh kedua saja, yang mana ia tidak melakukan puasa di hari-hari
sebelumnya. Atau ia tidak membiasakan berpuasa sepanjang tahun dan juga tidak berupa puasa
qodho’ atau puasa nadzar, sehingga dikhawatirkan puasanya tadi itu justru akan membuatnya lemah
di saat sedang berpuasa di bulan Ramadlan.

Keutamaan puasa Sya’ban juga dikuatkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i
dan Imam Abu Dawud, yang dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah yang bersumber dari

Usamah bin Zaid, ia mengatakan

 
“Wahai Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa di suatu bulan seperti engkau berpuasa di
bulan Sya’ban? Beliau menjawab: Bulan itu banyak dilupakan manusia, yaitu bulan diantara Rajab
dan Ramadlan. Pada Bulan itu dilaporkannya amal perbuatan manusia kepada Allah, Tuhan alam
semesta, maka aku merasa senang jika ketika amal perbuatanku sedang dilaporkan aku dalam
keadaan berpuasa”.

Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la yang bersumber dari Sayyidah Aisyah RA hanya
saja dalam Hadits ini Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya pada tahun itu Allah menulis kematian setiap Jiwa, maka aku senang jika ajalku tiba,
aku sedang dalam keadaan berpuasa”.

Hadits di atas memberikan suatu pengertian bahwa dahulu orang-orang gemar melakukan puasa di
bulan Rajab, karena ja adalah salah satu bulan mulia. Maka diperingatkan jangan sampai melupakan
puasa di bulan Sya’ban karena ada satu kelebihan, yaitu: Pada bulan itu dilaporkannya amal
perbuatan dan ditentukannya ajal manusia.

Hadits di atas diperkuat juga dengan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah
bahwasanya ia berkata:

 
“Wahai Rasulullah, kenapa aku melihat engkau memperbanyak puasa di bulan Sya’ban ?. lalu
beliau menjawab: Sesungguhnya di bulan ini telah dituliskan kepada malaikat maut siapa-siapa
yang akan dicabut (nyawanya), maka aku berharap, jangan sampai ajalku termasuk yang ditulis
kecuali aku dalam keadaan sedang berpuasa”.

Barang kali karena hikmah tersebut bulan Sya’ban mendapatkan prioritas dari Rasulullah SAW
dalam sebuah hadits, beliau bersabda:

“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku,Sedangkan Ramadhan adalah bulan umatku“.
(H.R. Dailami dan lainya dari Anas)

Penulis berkomentar: Hadits di atas telah disebutkan oleh Imam Suyuthi secara mursal dan beliau
berkata: Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu al-Fath bin Abi al-Fawaris dalam kitabnya al-Amali
dari al-Hasan dengan riwayat mursal. Ja adalah termasuk kategori hadits dhoif.

Imam al-Manawi berkata: Imam al-Hafidz Zain al-Irogy berkomentar dalam Syarah Tirmidzi:
Hadits diatas adalah hadits yang dhoif sekali, ia adalah merupakan salah satu mursalnya al-Hasan
yang kami riwayatkan dalam kitab Targhib wa Tarhib milik imam Asbihani sedangkan mursal-
mursalnya hasan tidak dianggap oleh ahli Hadits, disamping itu tidak ditemukan satu hadits pun
yang menjelaskan tentang keutamaan bulan Rajab.
 

Perkataan mushonif di atas adalah bagaikan penjelasan bahwa ia tidak menemukan riwayat secara
musnad. Sebab jikalau ia menemukannya, niscaya ia tidak akan meriwayatkannya secara mursal.
Pernyataan ini disebut cukup aneh, sebab Imam Dailami juga meriwayatkannya dalam kitab Musnad
al-Firdaus melalui tiga buah sanad. Begitu juga Ibnu Nashr dan lainya juga meriwayatkannya dari
Anas dengan lafadz yang sama.

Imam al-‘Ijluni dalam kitab Kasyful Khofa?” mengomentari sabda Rasulullah SAW:

“Sya’ban adalah bulanku,sedangkan Ramadlan adalah bulan Allah, Bulan Sya‘ban itu mensucikan,
sedangkan bulan Ramadlan itu melebur (dosa )”.

Bahwa hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Dailami bersumber dari Sayidah Aisyah RA
diriwayatkan secara marfu’. Ibnu Ghors berkata: Guru kami al-Hijazi mengatakan bahwa hadits di
atas adalah dhoif. Sabda Rasulullah SAW.  (Sya’ban adalah bulanku) artinya aku yang
mengajarkan perbuatan amal ibadah di dalamnya.

Penulis berkata: Bisa jadi penisbatan itu karena pada bulan Sya’ban diturunkannya ayat yang
memerintahkan bersholawat kepada Nabi SAW.
 

Anda mungkin juga menyukai