Anda di halaman 1dari 21

Direktorat PPTM

15 Desember 2013

ditampilkan : 8512 kali

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular berdiri sejak tahun 2005, berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan.

TUGAS

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular mempunyai tugas melaksanakan penyiapan


perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian penyakit tidak menular.

FUNGSI

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak


Menular menyelenggarakan fungsi :

penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengendalian penyakit jantung dan pembuluh


darah, diabetes melitus dan penyakit metabolik, penyakit kanker, penyakit kronis dan
degeneratif, serta gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan;

pelaksanaan kegiatan di bidang pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah,


diabetes melitus dan penyakit metabolik, penyakit kanker, penyakit kronis dan
degeneratif, serta gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan;

penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian


penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes melitus dan penyakit metabolik, penyakit
kanker, penyakit kronis dan degeneratif, serta gangguan akibat kecelakaan dan tindak
kekerasan;

penyiapan pemberian bimbingan teknis dan kerjasama/kemitraan di bidang pengendalian


penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes melitus dan penyakit metabolik, penyakit
kanker, penyakit kronis dan degeneratif, serta gangguan akibat kecelakaan dan tindak
kekerasan; pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes melitus dan
penyakit metabolik, penyakit kanker, penyakit kronis dan degeneratif, serta gangguan
akibat kecelakaan dan tindak kekerasan; dan

pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Visi & Misi

2013-12-08

1. VISI

Visi Direktorat PPTM mengacu pada visi rencana strategis Kementerian Kesehatan RI
tahun 2010-2014, yaitu: Masyarakat Sehat yang Mandiri dalam Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular dan Berkeadilan.

2. MISI

MISI Dalam rangka mewujudkan visi Masyarakat Sehat yang Mandiri dalam Pencegahan
dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular dan Berkeadilan, maka misi Direktorat
PPTM adalah:

o Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat


termasuk swasta dan masyarakat madani dalam pencegahan dan penanggulangan
penyakit tidak menular.

o Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya


pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular yang paripurna, merata,
bermutu dan berkeadilan.

o Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan dalam pencegahan


dan penanggulangan penyakit tidak menular.

o Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik dalam pencegahan dan


penanggulangan penyakit tidak menular.

3. STRATEGI

o Memperkuat aspek legal pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular

o Meningkatkan surveilans epidemiologi penyakit tidak menular


o Meningkatkan deteksi dini (skrining) faktor risiko penyakit tidak menular

o Meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi pencegahan dan


penanggulangan penyakit tidak menular

o Meningkatkan kualitas penanganan kasus penyakit tidak menular

o Meningkatkan kemitraan dan peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan penyakit tidak menular

o Meningkatkan replikasi program pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak


menula

4. KEBIJAKAN

o Meningkatkan advokasi dan sosialisasi program pencegahan dan penanggulangan


penyakit tidak menular

o Memperkuat surveilans epidemiologi faktor risiko dan kasus penyakit tidak


menular

o Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi program pencegahan dan


penanggulangan penyakit tidak menular

o Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini (skrining) faktor risiko


penyakit tidak menular

o Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan dan kualitas peralatan


deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular

o Meningkatakan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini faktor risiko


penyakit tidak menular

o Meningkatan peran pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam


melakukan KIE yang benar tentang faktor risiko penyakit tidak menular

o Meningkatkan penanganan kasus penyakit tidak menular sesuai standar


o Mengembangkan dan memperkuat kegiatan program pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular berbasis masyarakat

o Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja program pencegahan dan


penanggulangan penyakit tidak menular, baik nasional maupun internasional

o Mengembangkan dan meningkatkan replikasi pilot proyek program pencegahan


dan penanggulangan penyakit tidak menular dari satu atau lebih propinsi dan
kabupaten/kota kep propinsi dan kabupaten/kota lainnya

o Meningkatkan monitoring pelaksanaan kegiatan program pencegahan dan


penanggulangan penyakit tidak menular

o Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan program pencegahan dan


penanggulangan penyakit tidak menular

5. INDIKATOR

TARGET
SASARAN
INDIKATOR KINERJA 2010 2011 2012 2013 2014
STRATEGIS
(%) (%) (%) (%) (%)

Menurunnya Persentase provinsi yang memiliki


angka kesakitan, peraturan tentang Kawasan Tanpa 40 60 80 90 100
kematian, dan Rokok
kecacatan akibat
penyakit tidak Persentase provinsi yang melakukan
menular pembinaan pencegahan dan
50 70 80 90 100
penanggulangan penyakit tidak
menular

Persentase kabupaten/kota yang


melaksanakan pencegahan dan
10 15 20 25 30
penanggulangan penyakit tidak
menular

Persentase kabupaten/ kota yang


5 10 15 20 25
melaksanakan IVA dan CBE

Persentase kabupaten/kota yang 10 15 20 25 30


mempunyai peraturan perundang-
undangan (Surat Edaran/
instruksi/SK/ Peraturan
walikota/bupati/PERDA) tentang
pencegahan dan penanggulangan
dampak merokok terhadap kesehatan

Program PTM

1. Pengendalian Konsumsi Rokok

Rokok terbukti sebagai faktor risiko utama penyakit stroke dengan kecendrungan kesakitan
sebesar 12,1%, penyakit hipertensi 31.7%, penyakit jantung 0.3% (Riskesdas, 2013). Penyakit-
penyakit tersebut merupakan 60% penyebab kematian di dunia maupun di Indonesia
(RISKESDAS 2010, WHO 2008).

Rokok mengandung 4000 bahan kimia, termasuk 43 bahan penyebab kanker. Rokok
berhubungan dengan 25 penyakit di tubuh manusia. Di Indonesia, rokok meningkatkan risiko
kematian penderita penyakit kronis menjadi 1.3-8.17 kali lebih besar (Surkesnas 2001).
Berdasarkan Studi Beban Biaya Kesehatan (Study on Medical Expenditure and Burden of Major
of Tobacco Attributed Disease in Indonesia) yang dilakukan Badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan tahun 2010, pengeluaran total biaya rawat inap dan rawat jalan karena penyakit terkait
tembakau adalah sebesar 2,11 triliun rupiah. Tahun 2010 diperkirakan 190.260 orang di
Indonesia meninggal akibat penyakit terkait tembakau. WHO, 2010 data hasil dari Global Report
on NCD (Non Communicable Disease) menunjukkan bahwa prosentase kematian akibat
penyakit tidak menular (PTM) menempati proporsi yang cukup besar (63%).

Konsumsi rokok di Indonesia yang tinggi dan terus meningkat di berbagai kalangan mengancam
kesehatan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menunjukkan prevalensi perokok pada tahun 2007, 2010 dan 2013 berturut-turut sebesar 34,2%,
34,7%, dan 36,3%.

Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 yang dilakukan oleh Balitbang Kemenkes RI menunjukkan
proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari adalah pada kelompok umur 30-34 tahun sebesar
33,4% diikuti kelompok umur 35-39 tahun sebesar 32,2%. Sementara proporsi perokok aktif
setiap hari pada anak umur 10-14 tahun adalah 0,5%, dan pada kelompok umur 15-19 tahun
adalah 11,2%. Proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok
perempuan (47,5% banding 1,1%). Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2009,
menunjukkan 20,3% remaja 13-15 tahun merokok. Perokok pemula remaja usia 10-14 tahun naik
2 kali lipat dalam 10 tahun terakhir dari 9,5% pada tahun 2001 menjadi 17,5% pada tahun 2010
(SKRT, 2001; RISKESDAS, 2010).

Tujuan :
Terjadinya perubahan perilaku merokok pada pasien

Meningkatnya kesadaran perokok dan keluarganya tentang bahaya rokok terhadap


kesehatan

Terlaksananya layanan upaya berhenti merokok berupa kegiatan edukasi dan konseling

Sasaran:

Perokok aktif dan mayarakat terutama kelompok rentan berisiko (wanita hamil dan anak-
anak)

Petugas kesehatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK) primer

Kegiatan:

Pengendalian tembakau dilakukan secara komprehensif, berkelanjutan, terintegrasi


dengan harmonisasi kebijakan publik dan melalui periode pentahapan pembangunan
jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian tembakau melalui APBN,


APBD dan sumber penganggaran lainnya.

Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam pengendalian tembakau.

MPOWER mencakup :

o Monitor (prevelensi) penggunaan tambakau dan kebijakan preventifnya;

o Perlindungan masyarakat dari asap tembakau;

o Optimalisasi dukungan berhenti merokok, dengan menyediakan upaya layanan


berhenti merokok di fasyankes primer

o Waspadakan masyarakat akan bahaya (asap) tembakau;

o Eliminasi iklan, promosi serta sponsor tembakau/ rokok;

o Raih kenaikan cukai tembakau/rokok.

Indikator dan target dari program ini adalah

penurunan prevalensi perokok relatif di Indonesia sebesar 5% pada akhir tahun 2019.
50% puskesmas sudah memberikan pelayanan berhenti merokok terintegrasi dengan
pengendalian penyakit pada akhir tahun 2019

2. Kawasan Tanpa Rokok

Asap rokok sangat membahayakan kesehatan si perokok maupun orang lain yang ada di
sekitarnya. Pemerintah telah menetapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk
melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui Undang-Undang Kesehatan No
36/2009 pasal 115 ayat 1 dan 2 yang mengamanatkan kepada Pemerintah daerah (wajib) untuk
menetapkan dan menerapkan KTR di wilayahnya.

Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis senyawa kimia. Sekitar 400 jenis diantaranya
merupakan zat beracun (berbahaya) dan 43 jenis tergolong zat penyebab kanker (karsinogenik).
Orang yang tidak merokok namun menghirup asap rokok yang dihisap orang lain mempunyai
risiko yang sama dengan yang merokok. Tidak ada batas aman untuk pemaparan asap rokok
orang lain.

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan
merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk
tembakau. KTR merupakan upaya efektif untuk melindungi seluruh masyarakat dari asap rokok
orang lainapabila seluruh ruang tertutup di dalam gedung 100% bebas asap rokok. Ruang
merokok di dalam gedung tidak dibenarkan karena tifdak ada sistem ventilasi atau saringan
udara yang mampu menghilangkan racun asap rokok. Demikian pula pemisahan ruang untuk
merokok dan tidak merokok dalam satu gedung juga tidak efektif untuk melindungi masyarakat
dari paparan asap rokok orang lain.

Selain dampak kesehatan, asap rokok orang lain juga akan berdampak terhadap ekonomi
individu, keluarga dan msyarakat akibat hilangnya pendapatan karena sakit dan tidak dapat
bekerja, pengeluaran biaya obat dan biaya perawatan.

KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat,
parlemen maupun pemerintah, untuk melindungi generasi sekarang maupun yang akan datang.
Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan KTR.
Tujuan dari kebijakan KTR adalah melakukan upaya perlindungan masyarakat terhadap bahaya
asap rokok orang lain dan menurunkan angka kesakitan, kematian akibat penyakit yang
disebabkan oleh paparan asap rokok orang lain.

Kegiatan:

Pengembangan regulasi tentang KTR di berbagai tingkat pemerintahan dan didukung


oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai tatanan. Dengan telah
ditandatanganinya PP nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan , harusnya hal ini
sudah merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam pengendalian tembakau.

Penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai dengan ketentuan yang ada
dalam melindungi dampak kesehatan akibat rokok

Peningkatan pemahaman tentang bahaya rokok kepada seluruh lapisan masyarakat


dengan melibatkan stakeholder termasuk masyarakat, organisasi profesi, akademisi,
lembaga sosial masyarakat (LSM).

Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penerapan/implementasi KTR di lapangan.

Ruang Lingkup KTR meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, rumah ibadah, tempat belajar
mengajar, sarana bermain anak, angkutan umum, tempat kerja dan tempat-tempat umum lain
yang ditetapkan. Pemerintah bersama-sama dengan organisasi masyarakat melakukan edukasi
bagi masyarakat. Keberhasilan KTR tergantung dari dukungan masyarakat, sehingga masyarakat
perlu terlibat sejak awal pembentukan KTR.

Indikator dan target penilaian program KTR ini adalah persentase provinsi dan kabupaten/kota
yang mempunyai peraturan perundangundangan tentang pencegahan dan penanggulangan
dampak merokok terhadap kesehatan (surat edaran/ instruksi/sk/peraturan walikota/ bupati/
perda), dimana pada akhir tahun 2014 diharapkan seluruh provinsi dan 30% kabupaten/kota
sudah memiliki aturan perundang-undangan terkait KTR.

3. Posbindu PTM

Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan dan
tindak lanjut faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini
dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini masyarakat dalam mengendalikan faktor risiko
PTM karena pada umumnya faktor risiko PTM tidak bergejala dan seringkali masyarakat datang
ke fasilitas pelayanan kesehatan dalam keadaan komplikasi. Sasaran utama Posbindu PTM yang
dilakukan untuk pengendalian faktor risiko PTM, yaitu masyarakat sehat, masyarakat berisiko
dan masyarakat dengan PTM berusia mulai dari 15 tahun ke atas.

Pengendalian faktor risiko PTM yang dilakukan meliputi masalah konsumsi rokok, alkohol,
kurang makan sayur-buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga,
aktivitas fisik, Indeks Massa Tubuh (IMT), analisa lemak tubuh dan tekanan darah, sedangkan
peman-tauan lengkap yaitu meliputi pemeriksaan kadar gula darah, kolesterol darah,
pemeriksaan uji fungsi paru sederhana, pemeriksaan kadar alkohol pernafasan, dan tes
amfetamin urin. Tindak lanjutnya berupa pembinaan secara terpadu dengan peningkatan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang cara mencegah dan mengendalikan faktor
risiko PTM, yang dilakukan melalui penyuluhan/ dialog interaktif secara massal dan atau
konseling faktor risiko secara terintegrasi pada individu dengan faktor risiko, sesuai dengan
kebutuhan masyarakat termasuk rujukan terstruktur.

Dengan Posbindu PTM diperkenalkan kata CERDIK yang merupakan jargon berisikan
implementasi perilaku sehat untuk pengendalian fakto risiko PTM. Kata CERDIK itu sendiri
terdiri dari beberapa huruf awal yang dirangkaikan menjadi kalimat perilaku sehat untuk
mencegah terjadinya penyakit tidak menular, yaitu Cek Kondisi Kesehatan secara Berkala,
Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet yang sehat dengan kalori berimbang, Istirahat
yang cukup, Kendalikan stres.

Perilaku CERDIK ini menjadi aktifitas rutin yang dilakukan masyarakat melalui Posbindu PTM.
Implementasi Perilaku CERDIK tidak hanya terbatas pada saat pelaksanaan Posbindu PTM
sedang berlangsung, namun dapat disosialisasikan membumi lebih jauh ke berbagai tatanan
dengan menggunakan media/metode yang ada. Melalui perilaku CERDIK, diharapkan
masyarakat lebih termotivasi minatnya untuk dapat mengendalikan faktor risiko PTM secara
mandiri sehingga kejadian PTM dapat dicegah peningkatannya.

Dalam penyelenggaraannya, Posbindu PTM diintegrasikan ke dalam kegiatan masyarakat yang


sudah aktif berjalan baik, antara lain kegiatan-kegiatan di sekolah, di tempat kerja, maupun di
lingkungan tempat tinggal di desa/kelurahan. Saat ini, sudah terselenggara 7.225 Posbindu PTM
dari 3.314 pada tahun 2010 di seluruh Indonesia. Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
nanti, Posbindu PTM merupakan upaya kesehatan yang strategis dalam mencegah meningkatnya
PTM, karena PTM merupakan salah satu penyakit katastropik.

Mengapa Posbindu Diperlukan?

Dengan tingginya angka kematian (dari 10 penyebab kematian disebabkan oleh Penyakit Tidak
Menular). Di sisi lain, PTM merupakan penyakit katastropik yang menimbulkan beban sosial
ekonomi besar bagi penderita, keluarga dan negara. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian
masyarakat terhadap PTM, menjadi permasalahan yang mengakibatkan keterlambatan dalam
penanganan sehingga komplikasi dan kematian terjadi lebih dini. Oleh karena itu, diperlukan
partisipasi masyarakat sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang berbasis
masyarakat dikenal dengan nama Posbindu PTM.

Apa Itu Diperlukan?

Kegiatan Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini,
pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan.

Apakah Posbindu PTM termasuk UKBM?

Posbindu PTM merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) dalam upaya pengendalian faktor risiko PTM dibawah pembinaan Puskesmas.

Apa saja kegiatan Posbindu PTM?


Wawancara sederhana tentang :

1. riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta,

o aktivitas fisik

o merokok

o kurang makan sayur dan buah

2. Pengukuran Indeks Massa Tubuh, lingkar perut

3. Pemeriksaan fungsi paru sederhana.

4. Pemeriksaan gula darah

5. Pemeriksaan kolesterol total darah dan trigliserida

6. Pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok pengemudi
umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompetensi.

7. Konseling dan penyuluhan

8. Aktivitas fisik atau olah raga bersama

9. Rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan pemanfaatan sumber


daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam penanganan prarujukan.

Siapa yang membina perkembangan Posbindu PTM?

Kegiatan Posbindu PTM merupakan partisipasi masyarakat dalam rangka mawas diri terhadap
faktor risiko PTM. Oleh karena itu, kegiatan ini sepatutnya mendapatkan legitimasi dari
Pemerintah daerah, di mana dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab dan pengawasan
Puskesmas.

Apakah Posbindu PTM termasuk UKBM?

Posbindu PTM merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) dalam upaya pengendalian faktor risiko PTM dibawah pembinaan Puskesmas.

Bagaimana Pembiayaan Operasional Kegiatan Posbindu PTM?


Biaya penyelenggaraan Kegiatan Posbindu PTM dapat berasal dari berbagai sumber. Pada awal
pelaksanaan mungkin mendapat stimulasi atau subsidi dari pemerintah. Diharapkan masyarakat
mampu membiaya kesehatan secara mandiri, bisa dalam bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat (JPKM), asuransi kesehatan, maupun iuran peserta yang dikumpulkan setiap bulan.
Pengembangan mekanisme dalam penghimpunan dana masyarakat untuk penyelenggaraan
posbindu PTM disesuaikan dengan karakteristik wilayah setempat.

Apakah pemerintah dapat membiayai operasional kegiatan Posbindu PTM?

Pemerintah melalui Puskesmas selaku pembina kesehatan di wilayah kerjanya juga dapat
memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang potensial untuk mendukung dan memfasilitasi
penyelenggaraan Kegiatan Posbindu PTM. Salah satunya melalui pemanfaatan Bantuan
Operasional Kesehatan yang ada di Puskesmas untuk fasilitasi transport petugas Puskesmas
untuk melakukan pemantauan tumbuh kembang.

4. Pelayanan PTM di Fasilitas Kesehatan Dasar

Pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah pelayanan PTM yang meliputi :
deteksi dini, tindak lanjut dini, respon cepat kegawatdaruratan, pengobatan, rehabilitatif dan
paliatif dengan pendekatan faktor risiko dan gejala PTM (rokok, obesitas, hiperkolesterol,
hipertensi, alkohol dan stress) secara terintegrasi dan komprehensif (promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif) di fasilitas pelayanan kesehatan dasar.

Upaya pengendalian PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar ditekankan pada masyarakat
yang masih sehat (well being) dan masyarakat yang berisiko (at risk) dengan tidak melupakan
masyarakat yang berpenyakit (deseased population) dan masyarakat yang menderita kecacatan
dan memerlukan rehabilitasi (Rehabilitated population).

Tujuan pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah agar terselenggaranya
rujukan PTM dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar lain yang belum memiliki layanan PTM
dan Posbindu. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dengan pelayan PTM dapat berfungsi
sebagai rujukan penyakit tidak menular dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar lainnya dan
terselenggaranya pelayanan PTM secara komprehensif.

Target yang telah ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan setiap Kab/Kota memiliki minimal
1(satu) Puskesmas yang mampu melaksanakan pelayanan PPTM terintegrasi yang ditentukan
oleh Kab/Kota sendiri

5. Deteksi Dini Kanker


Anim pariatur cliche reprehenderit, enim eiusmod high life accusamus terry
richardson ad squid. 3 wolf moon officia aute, non cupidatat skateboard dolor
brunch. Food truck quinoa nesciunt laborum eiusmod. Brunch 3 wolf moon tempor,
sunt aliqua put a bird on it squid single-origin coffee nulla assumenda shoreditch et.
Nihil anim keffiyeh helvetica, craft beer labore wes anderson cred nesciunt sapiente
ea proident. Ad vegan excepteur butcher vice lomo. Leggings occaecat craft beer
farm-to-table, raw denim aesthetic synth nesciunt you probably haven't heard of
them accusamus labore sustainable VHS.
6. Jejaring PTM
Pengertian

Upaya yang melibatkanberbagaisektor, kelompokmasyarakat, lembaga pemerintah untuk


berkerjasama berdasarkan atas kesepakatan, prinsipdanperananmasing-masing dalam
pengendalian penyakit tidak menular

Mengapa Jejaring PPTM diperlukan ?

Jejaring PPTM diperlukan karena adanya keterbatasan sumber dayameliputi tenaga/orang, sarana
dan prasarana, dana, bahan dan alat dengan menggunakan potensi yang ada dimasing-masing
pihak; adanya kesenjangan kompetensi serta adanya kebutuhan program.

Hakekat Jejaring

Ada dua pihak/lebihorganisasi/lembaga, Memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan, Ada
kesepakatan/kesepahaman, Saling percaya dan membutuhkan serta Komitmen bersama.

Tujuan dan Hasil Yang Diharapkan dari Jejaring PPTM

1. Meningkatnyakomitmenberbagaipihakdlm PPTM

2. TerpantaunyaprevalensiPTM danfaktorresiko

3. Adanyasinergidlmberbagaikegiatanpromosidanpencegahan PTM

4. Meningkatnyakualitaspelayanankasus PTdi saranakesdanmasyarakt

5. Meningkatnyakemampuandankemandirianmasyarakatdalam PPTM

Sehingga akan tercapai Percepatan, efektivitasdanefisiensi PPTM dalam menekan


kecenderungan peningkatan PTM.

Pokok Kegiatan
Pokok kegiatan jejaring PPTM dapat meliputi kegiatan Surveilans, MasalahMerokok,
Gizi, AktifitasFisik dan ManajemenPelayanan.
Mekanisme Jejaring PPTM
Kerjasama aktif melalui :Pertemuanrutin, komunikas iregular, info-base nasional, adanya
website, memfasilitasi peningkatan kapasitas SDM dan infrastruktur.

Peran Berbagai Pihak dalam Jejaring PPTM

Pokok Kegiatan

Pokok kegiatan jejaring PPTM dapat meliputi kegiatan Surveilans, MasalahMerokok, Gizi,
AktifitasFisik dan ManajemenPelayanan.

Mekanisme Jejaring PPTM

Kerjasamaaktifmelalui :Pertemuanrutin, komunikasiregular, info-base nasional, adanya website,


memfasilitasipeningkatankapasitas SDMdan infrastruktur.

7. Program Pengendalian Penyakit Stroke

Tujuan Program Pengendalian Penyakit Stroke adalah untuk menurunkan angka kesakitan,
kecacatan dan kematian akibat stroke dan meningkatkan pelayanan stroke di masyarakat, secara
efisien dan efektif terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan dan berkesinambungan.

Kebijakan Pengendalian Penyakit Stroke Di Indonesia

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengendalian Faktor Risiko Stroke

Deteksi Dini Dan Monitoring Faktor Risiko Stroke

Tatalaksana Dan Pencegahan Stroke Sekunder

Surveilans Epidemiologi

Jejaring Kerja Pengendalian Stroke

Strategi Pengendalian Penyakit Stroke Di Indonesia

Promosi Kesehatan / Kie

Deteksi Dini Dan Monitoring Faktor Risiko Stroke

Respon Cepat Kegawat Daruratan Stroke

Pengobatan Dan Kepatuhan Minum Obat


Rehabilitasi / Restorasi Survivor Stroke

Surveilans

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT STROKE

1. Promosi Kesehatan / KIE

o Health in All Policy

o Peraturan (Perda, Pergub, Perbup, Perwali, Edaran, Instruksi) tentang


Kawasan Tanpa Rokok dan Penerapan Peringatan Kesehatan
Bergambar pada bungkus rokok

o Edukasi dan Pendidikan Kesehatan tentang Diet sehat dan Gizi


Seimbang (Mengurangi konsumsi gula-garam-lemak)untuk terhindar
dari Faktor risiko PTM

o Sosialisasi Permenkes no. 30 tahun 2013

Penguatan Food labeling (Mewajibkan Pencantuman informasi


kandungan Gula total, Natrium total dan lemak total)

Pesan kesehatan tentang batas maksimum konsumsi Gula,


Garam dan Lemak per orang per hari

o Peningkatan konsumsi sayur dan buah

o Peningkatan aktifitas fisik

o Pengelolaan stres

o Sosialisasi perilaku CERDIK

o Kampanye nasional senam PTM,

o Jejaring Kerja Pengendalian PTM

2. Pelayanan Kesehatan

o Peningkatan Deteksi & Tindak Lanjuti Dini Faktor Risiko melalui


kegiatan Posbindu PTM
o Peningkatan Tatalaksana Faktor Risiko Utama (Konseling berhenti
merokok, Hipertensi,Dislipidemia, Obesitas, dan lainya) di Fasilitas
pelayanan primer (Puskesmas, dokter keluarga, praktek swasta)

o Peningkatan Respons cepat kegawatdaruratan PTM di masyarakat dan


fasilitas pelayanan kesehatan dasar

o Peningkatan Pelayanan kesehatan rujukan di Rumah Sakit

o Pengembangan rehabilitasi dan paliatif berbasis masyarakat


(Perkesmas, Caregiver,home visitedll)

3. Surveilans
Jenis surveilans

o Surveilans faktor risiko PTM

o Survey Kesehatan Berkala (Riskesnas)

o Registri PTM

o Registri penyebab kematian

KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT STROKE

PELAYANAN PRA STROKE

Dilaksanakan di puskesmas, fasyankes primer lain dan posbindu PTM

1. Deteksi dini dan monitoring faktor risiko stroke melalui posbindu PTM

2. Deteksi dini serangan akut stroke dengan SEGERA KE RS

3. Deteksi Dini Dan Monitoring Faktor Risiko Stroke Di Pelayanan Kesehatan


Primer

PELAYANAN SERANGAN STROKE

Dilaksanakan di rumah sakit dipusatkan pada unit stroke/pojok stroke atau rumah sakit khusus

Diagnostik Dan Tatalaksana Stroke di Pelayanan kesehatan primer ,


Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier

PELAYANAN PASKA STROKE


Dilaksanakan di rumah sakit, puskesmas dan posbindu PTM
Pencegahan Sekunder Serangan Stroke dan Manajemen Kecacatan

1. Pencegahan Sekunder Serangan Stroke di Masyarakat melalui deteksi dini


serangan Stroke dan pelatihan bagi caregiver dan survivor stroke

2. Pencegahan Stroke Sekunder di Pelayanan kesehatan Primer meliputi


manajemen FR. Stroke yang harus dilakukan 1 minggu paska rawat di RS

3. Kegiatan Perkesmas, home visite dll

4. Kegiatan Neurorestorasi

8. SALURI - Periksa Lupus Sendiri

Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik (sistemik lupus erithematosus/SLE) merupakan penyakit


inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya. Penyakit ini terutama menyerang
wanita usia produktif dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan
hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam perjalanan penyakit ini. Penyakit Lupus ini
dikenal juga dengan istilah penyakit seribu wajah, karena memiliki variasi gambaran klinis
yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam. Kekeliruan dalam pengenalan
penyakit ini masih sering terjadi, sehingga seringkali terlambat dalam diagnosis dan
penatalaksanaannya.

Insiden tahunan SLE di Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk sementara prevalensi
SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio jender wanita dan laki-
laki antara 9-14:1. Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo(RSCM) jakata, didapatkan
1.4 % kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik reumatologi penyakit dalam,
sementara di RS. Hasan sadikin Bandung terdapat 291 pasien SLE atau 10,5% dari total pasien
yang berobat ke poliklinik reumatologi selama 2010. SLE yang tidak ditangani dengan baik, bila
sampai berkelanjutan, bisa mempengaruhi kehidupan dan produktivitas penderitanya.

Deteksi dini dapat dilakukan pada masyarakat berisiko Penyakit SLE, yaitu perempuan usia
reproduksi, di Posbindu PTM menggunakan formulir SALURI (Periksa Lupus Sendiri ) dan di
Puskesmas atau di sarana pelayanan kesehatan lainnya bagi masyarakat yang dicurigai menderita
penyakit SLE.
Langkah-langkah SALURI adalah sebagai berikut:

Demam lebih dari 38oC, dengan sebab yang tidak jelas

Rasa lelah dan lemah berlebihan


Sensitif terhadap sinar matahari

Ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu di wajah, yang sayapnya melintang


dari pipi ke pipi

Ruam kemerahan di kulit

Sariawan yang tidak kunjung sembuh, terutama di atap rongga mulut

Nyeri dan bengkak pada persendian terutama di lengan dan tungkai,


menyerang lebih dari 2 sendi dalam jangka waktu lama

Ujung-ujung jari tangan dan kaki menjadi pucat hingga kebiruan saat udara
dingin

Nyeri dada terutama saat berbaring dan menarik napas

Kejang atau kelainan saraf lainnya

Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium (atas anjuran dokter);

o Anemia, penurunan kadar sel darah merah

o Leukositopenia, penurunan kadar seldarah putih

o Trombositopenia, penurunan sel pembekuan darah

o Hematuria dan Proteinuria, terdapat darah dan protein pada


pemeriksaan urine

o Positif ANA dan atau Anti ds.DNA

Kecurigaan tersebut dilanjutkan dengan melakukan penapisan terhadap penyakit lainnya. Jika
ditemukan gejala-gejala yang mencurigakan dimintakan untuk mewaspadai kemungkinan
penyakit SLE dan dilanjutkan dengan melakukan rujukan.

Waspadalah apabila anda memiliki 4 atau lebih gejala di atas, segera konsultasi dengan
dokter pemerhati lupus.

SALURI merupakan salah satu instrumen deteksi dini penyakit LUPUS, yang dapat
dilakkukan oleh masyarakat awam, terutama wanita usia produltif usia 15-45 th. SALURI
dapat dilaksanakan melalui kegiatan Posbindu PTM

Pada dasarnya pasien Penyakit SLE dan keluarga memerlukan informasi yang benar dan
dukungan dari sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan akan
perjalanan penyakit dan kompleksitasnya. Edukasi kepada keluarga juga perlu diberikan untuk
mengurangi stigma psikologik dan memberikan dukungan yang seimbang kepada pasien
Penyakit SLE. Hal ini dimaksudkan agar keluarga mengerti kebutuhan pasien Penyakit SLE
untuk dapat hidup mandiri dalam kesehariannya.

Tujuan:
Dengan kegiatan ini, diharapkan:

1. Masyarakat mempunyai pengetahuan mengenai faktor risiko SLE

2. Terdeteksinya secara dini kelompok masyarakat berisiko SLE

3. Terdiagnosisnya dan tertatalaksananya pasien SLE sesuai standar/kriteria

4. Menurunnya angka kesakitan akibat SLE

5. Menurunnya angka kematian akibat SLE

6. Meningatkan kualitas hidup

Sasaran:

Kelompok masyarakat yang berisiko penyakit SLE (seperti perempuan usia


reproduksi)

Petugas kesehatan pada PFK primer

Kegiatan:

Sosialisasi dan Advokasi ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota

Kegiatan Deteksi Dini berupa skrining penyakit SLE

Pelatihan bagi tenaga kesehatan

9. Program Pengendalian Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik
90 mmhg. Peningkatan Tekanan Darah ini sering tanpa gejala. Tekanan darah yang tidak
terkontrol dapat mengakibatkan komplikasi, stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung
dan kerusakan ginjal.
Tujuan Program pengendalian Hipertensi adalah terselenggaranya upaya Pengendalian
Hipertensi guna menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dan akibat hipertensi di
Indonesia.

KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN HIPERTENSI

Mengembangkan dan memperkuat pengendalian faktor risiko hipertensi yang


terintegrasi dan berbasis masyarakat melalui kegiatan Posbindu PTM

Mengembangkan dan memperkuat kegiatan promosi pencegahan faktor


risiko dan perilaku CERDIK dalam pengendalian hipertensi

Mengembangkan dan memperkuat kegiatandeteksi dini faktor risiko


hipertensi Mengembangkan dan memperkuat kegiatan tindak lanjut dini
faktor risiko dan respon cepat kegawatdaruratan hipertensi

Meningkatkan dan memperkuat pelayanan rujukan hipertensi di rumah sakit

Mengembangkan rehabilitasi berbasis masyarakat

Meningkatkan advokasi dan sosialisasi pengendalian faktor risiko hipertensi

Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pengendalian


faktor risiko hipertensi

Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan dan kualitas


peralatan deteksi dini faktor risiko hipertensi

Mengembangkan dan memperkuat surveilans epidemiologi faktor risiko dan


kasus hipertensi

Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi pengendalian hipertensi

Meningkatkan monitoring dan evaluasipelaksanaan pengendalian hipertensi

Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian hipertensi


yang terintegrasi dengan jejaring nasional pengendalian penyakit tidak
menular

STRATEGI PENGENDALIAN HIPERTENSI

1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan


penanggulangan faktor risiko hipertensi
2. Mengembangkan dan memperkuat upaya promosi kesehatan dan
pengendalian faktor risiko hipertensi

3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini dan


tatalaksana faktor risiko hipertensi yang berkualitas

4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans epidemiologi dan sistem


informasi, serta monitoring dan evaluasi pengendalian hipertensi

5. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian hipertensi


yang terintegrasi dengan jejaring kerja nasional pengendalian penyakit tidak
menular

PROGRAM PENGENDALIAN HIPERTENSI

1. Prevensi Dan Penurunan Faktor Risiko

2. Deteksi Dini Dan Pengobatan Kontinyu

3. Surveilans Dan Monitoring

KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN HIPERTENSI

1. Di Masyarakat.
Wawancara dan pengukuran faktor risiko di masyarakat melalui kegiatan
posbindu PTM dan Implemenntasi Perilaku CERDIK.

2. Deteksi dini dengan melakukan pengukuran tekanan darah :

o Deteksi dini dengan melakukan pengukuran tekanan darah

o Melakukan tindakan pencegahan primer

Promosi, preventif dengan perubahan pola hidup (penurunan BB,


Aktifitas fisik teratur, mengurangi minum alkohol, mengurangi
asupan garam, berhenti merokok (sesuai Buku Pedoman/materi
pola hidup sehat)

Manajemen faktor risiko

KIE merupakan upaya promosi kesehatan yang bertujuan untuk


meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pencegahan penyakit dan berperilaku CERDIK yaitu:
Melalui

Penyuluhan langsung ke perorangan dan kelompok


Penyuluhan melalui media massa

o Tatalaksana / Pengobatan

Risiko penyakit dinilai berdasarkan tingginya tekanan darah,


adanya faktor risiko lain, adanya kerusakan target organ dan
adanya penyakit penyerta

Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke


tingkat yang diinginkan, harus diberikan obat.

Tentukan tingkatan tekanan darah tinggi dan dirujuk ke


Puskesmas untuk penggunaan obat

Tentukan ada tidaknya keadaan krisis tekanan darah tinggi dan


tatalaksananya

Anda mungkin juga menyukai