Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012


tercatat Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 359 per 100.000 kelahiran
hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebanyak 32 per 1000 kelahiran
hidup. Kesehatan ibu dan bayi di Kabupaten A dirasa masih buruk, hal ini
tergambarkan bahwa dalam kurun waktu 1 tahun terakhir diketahui angka
kematian ibu dan kematian bayi masih tinggi. Kematian ibu pada tahun 2015
sebanyak 59 kasus , dan kematian bayi 125 kasus. (Profil Kesehatan Kab. A
2015).
Banyak faktor yang bisa diungkap sebagai penyebab terjadinya
kematian ibu dan bayi, faktor penyebab langsung terjadi karena komplikasi
pada kehamilan dan persalinan yang sering berdampak pada terjadinya
kematian ibu dan bayi. Selain penyebab langsung, terdapat faktor lain yang
justru hadir menjadi akar permasalahan yang sesungguhnya, yakni faktor
kemiskinan, termasuk miskinnya pengetahuan yang dalam banyak aspeknya
telah membatasi akses ibu hamil dan bersalin untuk memperoleh haknya
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan (Depkes, HSP, 2007).
Menurut Depkes (2005), masalah tingginya kematian ibu dan bayi
erat hubungannya dengan masalah-masalah non medis, tetapi selama ini
penanganannya lebih ditekankan kepada pelayanan kesehatan, padahal
penyebab mendasarnya adalah kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan,
dan juga aspek sosial budaya. Permasalahan yang masih dirasakan oleh
Departemen Kesehatan terkait dengan kesehatan ibu dan anak adalah tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan status kesehatan ibu, masih
rendahnya cakupan dan kualitas pelayanan untuk ibu hamil, ibu melahirkan,
dan ibu nifas. (Depkes, 2002).
Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten A didapatkan data 45 bayi
mengalamai gizi buruk, 34% ibu hamil mengalami anemia, dan cakupan
angka air bersih baru 60 %. Hal ini menunjukan sangat buruknya kondisi

1
kesehatan masayarakat kabupaten A. padahal apabila dilihat dari segi potensi
kesehatan yang ada bahwa di Kabupaten A terdapat 39 puskesmas, 15
puskesmas dengan tempat perawatan, 18 puskesmas poned, 1 rumah sakit
Ponek, dan terdapat 89 posyandu.
Kabupaten A memiliki 2 institusi kebidanan (AKBID) dan 1 AKPER,
dimana keberadaan institusi pendidikan ini sebetulnya sangat diharapkan
dalam penyelesaian masalah kesehatan yang ada di Kabupaten A. Institusi
pendidikan sebagai pemberi pelayaan pre service diharapkan dapat
berkontribusi terhadap penyelesaian masalah kesehatan yang terjadi di
Kabupaten A. Melihat kondisi di atas, banyak sekali masalah yang muncul
terkait dengan masalah kesehatan, yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan
memberdayakan potensi yang dimiliki di Kabupaten A.

BAB II

2
PERMASALAHAN

Berdasarkan gambaran yang telah dijelaskan di bab sebelumnya,


didapatkan beberapa yang menjadi permasalahan kesehatan di kabupaten A,
antara lain sebagai berikut:
A. Masih tingginya kasus kematian ibu dan bayi di Kabupaten A
Kematian maternal/AKI merupakan kematian wanita sewaktu hamil,
melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak
tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang
berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak secara
kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. (Sarwono,2002:22)
Angka kematian Bayi (AKB) adalah angka probabilitas untuk
meninggal di umur antara lahir dan 1 tahun dalam 1000 kelahiran hidup.
1. Penyebab Kematian Maternal
a. Faktor reproduksi meliputi :
1) Usia
Usia paling aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30
tahun.
2) Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal.
3) Kehamilan tidak di inginkan
4) Komplikasi obstetric
a) Perdarahan pada abortus.
b) Perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan
trimester I umumnya disebabkan oleh abortus, dan hanya
sebagian kecil saja karena sebab-sebab lainnya.
c) Kehamilan ektopik
d) Penyakit radang panggul, penyakit hubungan seksual atau
infeksi pada paska abortus sering merupakan factor
predisposisi pada kehamilan ektopik.
e) Perdarahan pada kehamilan trimester III
Penyebab utama perdarahan ini adalah plasenta previe dan
solusio plasenta.
f) Perdarahan post partum
Disebabkan oleh atonia uteri atau sisa plasenta sering
berlangsung sangat banyak dan cepat. renjat an karena

3
perdarahan banyak segera akan disusul dengan kematian
maternal, jika masalah ini tidak dapat di atasi secara cepat
dan tepat oleh tenaga yang terampil dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memadai.
g) Infeksi nifas
Terjadi pada pertolongan persalinan yang tidak
mengindahkan syarat-syarat asepsis-antisepsis, partus lama,
ketuban pecah dini dan sebagainya.
h) Gestosis
Primipara dan gravida pada usia 35 tahun merupakan
kelompok resiko tinggi untuk gestosis.
i) Distosia
Panggung kecil, persalinan pada usia sangat muda, kelainan
presentasi janin, letak lintang dapat menyebabkan timbulnya
distosia.
j) Pengguguran kandungan
Pengguguran kandungan secara illegal, merupakan penyebab
kematian maternal yang penting. Sisa jaringan, serta tindakan
yang tidak steril serta tidak aman secara medis akan berakibat
timbulnya perdarahan dan sepsis.
b. Faktor-faktor pelayanan kesehatan
1) Kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan maternal
2) Asuhan medic yang kurang baik
3) Kurangnya tenaga terlatih dan obat-obat penyelamat jiwa.
2. Penyebab Kematian Perinatal
a. Infeksi
b. Asfiksia neonatorum
c. Trauma kelahiran
d. Cacat bawaan/kelainan kongenital
e. Penyakit yang berhubungan dengan prematuritas dan dismaturitas
f. Imaturitas, dll.

B. Tingginya kasus gizi buruk pada balita


Gizi buruk atau malnutrisi adalah suatu bentuk terparah akibat kurang
gizi menahun. Bila gizi buruk disertai dengan tanda-tanda klinis seperti ;
wajah sangat kurus, muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput disebut
Marasmus, dan bila ada bengkak terutama pada kaki, wajah membulat dan
sembab disebut Kwashiorkor. Marasmus dan Kwashiorkor atau Marasmus

4
Kwashiorkor dikenal di masyarakat sebagai busung lapar. Gizi mikro
(khususnya Kurang Vitamin A, Anemia Gizi Besi, dan Gangguan Akibat
Kurang Yodium).
Banyak faktor yang yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk.
Penyebab gizi buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau
makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan
sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.Bayi dan balita tidak mendapat
makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi bayi
yaitu air susu ibu, dan sesudah usia enam bulan anak tidak mendapat
makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan
kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi
dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat,
vitamin B, serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan
baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali anaknya harus puas
dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita
karena ketidaktahuan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga
tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Terjadinya kejadian
infeksi penyakit ternyata mempunyai hubungan timbal balik dengan gizi
buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya
tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain anak
yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk
cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan
diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan,
penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu,

5
penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tinggi
rendahnya kejadian penyakit infeksi.
Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti demam
berdarah, diare, polio, malaria, dan sebagainya secara hampir bersamaan
dimana-mana, menggambarkan melemahnya pelayanan kesehatan yang
ada di daerah. Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh
kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko
meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan
anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian
bayi dan balita didasari oleh keaadaan gizi anak yang jelek.
Ada berbagai penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi
kurang diantaranya yaitu:
1. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah
maupun mutu gizinya. Namun kemiskinan kadang menjadikan hambatan
dalam penyediaan pangan bagi keluarga.
2. Pola pengasuhan anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu,
perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang
dengan baik baik fisik, mental dan sosial. Di masa modern ini pengasuhan
anak kadang kita serahkan kepada pembantu yang belum tentu tahu
perkembangan dan kebutuhan makan anak.
3. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin
penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Berbagai kesulitan
air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan menyebabkan kurangnya
jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi buruk di masyarakat yaitu
kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber
daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun

6
tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya berbagai
kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan.
Ketiga faktor tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan,
pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat
ketahanan pangan keluarga, semaikin baik pola pengasuhan anak, dan semakin
banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung di atas, berkaitan dengan
pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat
nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan
masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan
keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.
Akar masalah gizi buruk adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan
keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan
meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh
krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia.
Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat
kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.

C. Tingginya kasus anemia pada ibu hamil


Anemia pada kehamilan merupakan salah satu masalah nasional
karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan
pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia
pada ibu hamil disebut Potensial danger to mother and child (potensial
membahayakan ibu dan anak). Oleh karena itulah anemia memerlukan
perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan.
Seorang wanita hamil yang memiliki kadar (Hb) kurang dari 11g %
disebut anemia. Kekurangan zat besi pada wanita hamil merupakan penyebab
penting yang melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu
kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai
akibat komplikasi kehamilan. Sekitar 20 % kematian maternal di negara

7
berkembang disebabkan oleh anemia deficiency besi. Anemia pada saat hamil
juga akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan
peningkatan kematian perinatal.
Kematian ibu dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena
anemia. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia relatif tinggi yaitu sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Ini berarti setiap jam ada 1 ibu
yang meninggal karena proses kehamilan dan persalinan. Padahal Angka
Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan
kesehatan di suatu negara.
Anemia pada ibu hamil adalah keadaan dimana seorang ibu hamil
mengalami defisiensi zat besi dalam darahnya. Anemia atau sering disebut
kurang darah adalah keadaan di mana darah merah kurang dari normal, dan
biasanya yang digunakan sebagai dasar adalah kadar Hemoglobin (Hb).
WHO menetapkan kejadian anemia hamil berkisar antara 20% sampai 89%
dengan menentukan Hb 11 gr% sebagai dasarnya (Depkes RI, 2009).
Klasifikasi anemia pada ibu hamil berdasarkan berat ringannya anemia
pada ibu hamil dikategorikan adalah anemia ringan dan anemia berat. Anemia
ringan apabila kadar Hb dalam darah adalah 8 gr% sampai kurang dari 11 gr
%, anemia berat apabila kadar Hb dalam darah kurang dari 8 gr% (Depkes
RI,
2009). Menurut (Prawiroharjdo, 2008) anemia dalam kehamilan meliputi:
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia megaloblastik
c. Anemia hipoplastik
d. Anemia hemolitik
Adapun yang menjadi factor penyebab anemia Pada ibu hamil adalah
1. Faktor Dasar
a. Sosial ekonomi
Pada ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi yang baik, otomatis akan
mendapatkan kesejahteraan fisik dan psikologis yang baik pula. Status
gizipun akan meningkat karena nutrisi yang didapatkan berkualitas.

8
Tingkat sosial ekonomi terbukti sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan fisik dan psikologis ibu hamil (Sulistyawati, 2009).
b. Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan ibu mempengaruhi perilakunya, makin tinggi
pendidikan atau pengetahuannya, makin tinggi kesadaran untuk
mencegah terjadinya anemia.
c. Pendidikan
Pendidikan yang baik akan mempermudah untuk mengadopsi
pengetahuan tentang kesehatannya. Rendahnya tingkat pendidikan
ibu hamil dapat menyebabkan keterbatasan dalam upaya menangani
masalah gizi dan kesehatan keluarga.

2. Faktor tidak langsung


a. Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Antenatal Care adalah pengawasan sebelum persa linan terutama pada
pertum buhan dan perkembangan janin dalam rahim. Kasus anemia
defisiensi gizi umumnya selalu disertai dengan mal nutrisi infestasi parasit,
semua ini berpangkal pada keengganan ibu untuk menjalani pengawasan
antenatal.
b. Umur Ibu
Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil, akan
berpe ngaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur muda (<20
tahun) perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan untuk
pertumbuhan dan perkem bangan dirinya sendiri juga harus berbagi
dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur yang tua
diatas 30 tahun perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang
makin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka
memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan
yang sedang berlangsung (Kristiyanasari, 2010).

9
3. Faktor Langsung
a. Kecukupan konsumsi tablet besi
Tablet besi adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi anemia gizi
besi yang diberikan kepada ibu hamil.
b. Jarak kehamilan
Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun.
c. Paritas
Paritas adalah kelahiran setelah gestasi 20 minggu, tanpa memperhatikan
apakah bayi hidup atau mati. Paritas ibu merupakan frekuensi ibu pernah
melahirkan anak hidup atau mati, tetapi bukan aborsi.
d. Status gizi
Maulana (2010) kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang
buruk bagi ibu dan janin. Ibu dapat menderita anemia, sehingga suplai
darah yang mengantarkan oksigen dan makanan pada janin akan
terhambat, sehingga janin akan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Oleh karena itu pemantauan gizi ibu hamil sangatlah
penting dilakukan.

e. Penyakit Infeksi
Beberapa infeksi penyakit memperbesar risiko anemia. Infeksi itu
umumnya adalah TBC, cacingan dan malaria, karena menyebabkan
terjadinya peningkatan penghancuran sel darah merah dan terganggunya
eritrosit. Cacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung,
namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing
akan menyebabkan malnutrisi dan dapat mengakibatkan anemia defisiensi
besi. Infeksi malaria dapat menyebabkan anemia.

D. Rendahnya cakupan air bersih


Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang
tidak dapat bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu
penopang hidup bagi manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah

10
ruah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum
sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya lima persen saja yang
tersedia sebagai air minum, sedangkan sisanya adalah air laut. Selain itu,
kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air
bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula
kebutuhan akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin
berkurang.
Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu
baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam
melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi.
Untuk konsumsi air minum menurut departemen kesehatan, syarat-syarat
air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak
mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh
manusia, terdapat risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya
Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan
memasak air hingga 100 C, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat
dihilangkan dengan cara ini.
1. Sebab-sebab Terjadinya Krisis Air Bersih
a. Perilaku Manusia
Kodoatie dalam bukunya yang berjudul Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu mengungkapkan bahwa faktor utama krisis air adalah perilaku
manusia guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna
lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal. Sebagian besar
masyarakat Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi tidak
tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan persoalan
air, terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan air secara
bijak. Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial.
Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber
air minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan.
Sedangkan sumber air baku (sungai), difungsikan berbagai macam
kegiatan sehari hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan

11
pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih menganggap
bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak
tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama.
b. Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata.
Pemanfaatan sumberdaya air bagi kebutuhan umat manusia semakin hari
semakin meningkat. Hal ini seirama dengan pesatnya pertumbuhan
penduduk di dunia, yang memberikan konsekuensi logis terhadap upaya-
upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi kebutuhan akan
sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan
pencemaran sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi
industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan
penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah
orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar.
Selain itu meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi
yang buruk yang akan berpengaruh besar pada kualitas air. Sekitar 60
rumah di Jakarta memiliki sumur yang berjarak kurang dari 10 meter dari
septic tank. Jumlah septic tank di Jakarta lebih dari satu juta.
Melimpahnya jumlah septic tank yang terus bertambah tanpa ada regulasi
yang baik mengakibatkan pencemaran air tanah dan membahayakan jutaan
penduduk.
c. Kerusakan Lingkungan
1) Penggundulan Hutan
Kerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan hutan
merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih.
Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air
(catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan
di semua wilayah sumber air semakin cepat, baik karena
penggundulan di hulu maupun pencemaran di sepanjang DAS.
Kondisi itu akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air
sebagai penyedia air bersih.
2) Global Warming

12
Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang
mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya
ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk
lainnya. Seiring dengan semakin panasnya permukaan bumi, tanah
tempat di mana air berada juga akan cepat mengalami penguapan
untuk mempertahankan siklus hidrologi. Air permukaan juga
mengalami penguapan semakin cepat sedangkan balok-balok salju
yang dibutuhkan untuk pengisian kembali persediaan air tawar justru
semakin sedikit dan kecil. Ketika salju mencair tidak menurut
musimnya yang benar, maka yang terjadi bukanlah salju mencair dan
mengisi air ke danau, salju justru akan mengalami penguapan. Danau-
danau itu sendiri akan menghadapi masalahnya sendiri ketika airnya
tidak lagi membeku.
d. Pencemaran Air
Saat ini pencemaran air sungai, danau dan air bawah tanah
meningkat dengan pesat. Sumber pencemaran yang sangat besar berasal
dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton sampah per hari, dan diikuti
kemudian dengan sektor industri dan perstisida dan penyuburan pada
pertanian (Unesco, 2003). Sehingga memunculkan prediksi bahwa
separuh dari populasi di dunia akan mengalami pencemaran sumber-
sumber perairan dan juga penyakit berkaitan dengannya.
e. Manajemen Pengelolaan Air yang Kurang Baik
1) Kurangnya koordinasi antara institusi terkait
2) Anggaran yang tidak mencukupi
2. Akibat Ketiadaan Air Bersih
a. Penyakit diare. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian kedua
terbesar bagi anak-anak dibawah umur lima tahun. Sebanyak 13 juta anak-
anak balita mengalami diare setiap tahun. Air yang terkontaminasi dan
pengetahuan yang kurang tentang budaya hidup bersih ditenggarai menjadi
akar permasalahan ini. Sementara itu 100 juta rakyat Indonesia tidak
memiliki akses air bersih.

b. Penyakit cacingan.

13
c. Pemiskinan. Rumah tangga yang membeli air dari para penjaja membayar
dua kali hingga enam kali dari rata-rata yang dibayar bulanan oleh mereka
yang mempunyai sambungan saluran pribadi untuk volume air yang hanya
sepersepuluhnya.
E. Kurangnya pemanfaatan fasilitas kesehatan
Banyaknya fasilitas kesehatan yang dibangun dan disediakan oleh
pemerintah adalah salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap
peningkatan pelyanan kesehatan kepada masyarakat, dan untuk bisa terjadinya
proses pelayanan salah satu yang di butuhkan adalah tenaga kesehatan, maka
pemerintah membuat program penyebaran tenaga kesehatan yang merata
sampai ke pelosok daerah. Untuk menunjang penyebaran tenaga kesehatan ke
daerah daerah terpencil dengan menyediakan fasilitas kesehatan untuk
menunjang pelayanan kesehatan namun pada kenyataannya dilapangan
banyanya petugas kesehatan yang terdaftar dari tiap lulusan setiap tahunnya
baik bidan, perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainya tidak mau atau tidak
berkenan ditempatkan di daerah terpencil dengan alasan tidak menunjangnya
sarana dan prasarana dalam kehidupan sehari- hari dan medan atau letak
giografis yang kurang bersahabat, serta faktor lainnya yang berkaitan dengan
fasilitas lain terkait fasilitas penunjang seperti fasilitas .

F. Menjamurnya institusi pendidikan yang kurang berkontribusi terhadap


masalah kesehatan Kabupten A
Menjamurnya isntitusi pendidikan bisa dipandang sebagi bentuk dukungan
pemerintah untuk mencetak tenaga- tenaga kesehatan yang nantinya bisa
bekerja dimasyarakat. Namun menjamurnya istitusi pendidikan malah
membuat banyak lulusan lulusannya yang bekerja di daerah daerah perkotaan
atau tertumpuk pada satu tempat dan tidak menyebar secara merata khususnya
di daerah terpencil. Jika dilihat dari sudut pandang visi dan misi yang dibuat
oleh masing masing intitusi tidak bisa menjamin para lulusan mereka siap
untuk bekerja dimana saja dan di tempatkan dimana saja. Dengan demikian
banyak lulusan lulusan yang nganggur atau bertumpuk di satu tempat.

14
BAB III
PRIORITAS MASALAH

Dari beberapa masalah yang telah dipaparkan di bab sebelumnya, yang


menjadi prioritas dalam penyelesaiannya adalah banyaknya institusi pendidikan
kesehatan yang kurang berkontribusi terhadap derajat kesehatan masyarakat di
Kabupaten A
Masalah kematian ibu dan bayi merupakan masalah bersama yang
penyelesainnya pun memerlukan banyak pihak yang terkait. Permasalahan bukan
hanya di sektor kesehatan , tetapi banyak sektor lain yang sangat terkait dalam
penyelesaian masalah ini. Pembagian kerja merupakan hal yang perlu
diperhatikan, sehingga agar tenanga kesehatan yang di lulusakan mau ditempatkan
dan mau bekerja di mana saja khusunya daerah terpencil maka dari awal pihak
institusi memperhatikan dan menjadi perhatian utama dengan tidak asal mencetak
lulusan tapi tidak memperhatikan kwalitas dan kesiapan mental dari lulusan unuk
terjun kemasyarakat dalam pemberian pelayanan yang prima dengan tulus dan
ihklas.
1. Pengkajian data

15
a. Dari gambaran data yang ada di Kabupaten A, terdapat 3 institusi
pendidikan kesehatan
b. Terdapat lulusan tenaga kesehatan (bidan dan perawat)
c. Kompetansi lulusan yang tidak siap kerja
d. Pendistribusian lulusan yang ditempatkan untuk bekerja tidak merata
e. Kurikulum yang ada di pendidikan sering tidak relevan dengan
kebutuhan dunia kerja
f. Sarana prasarana di pendidikan yang tidak menunnjang terhadap
kompetansi lulusan.
2. Interprestasi data
Institusi pendidikan sebagai penyedia layanan pre-service harus dapat
memberikan dampak terhadap derajat kesehatan masyarakat. Dengan
menjamurnya institusi pendidikan yang tidak sesuai standar pendidikan
dapat berkontribusi terhadap permasalahan kesehatan. Kualitas pendidikan
kesehatan sangat berpengaruh terhadap permasalahan yang ada di
Kabupaten A.
3. Diagnose
Kualitas pendidikan kesehatan yang tidak sesuai standar
4. Menyusun Rencana
a. Penyusunan kurikulum berbasis kompetensi
b. Perbaikan sarana prasarana pendidikan yang sesuai standar
c. Menjalin kerjasama untuk mendistribusikan alumni dari institusi ke
institusi pelayanan kesehatan sehingga diharapkan alumni terserap oleh
lapangan pekerjaan atau user.
d. Memberikan informasi mengenai lowongan pekerja kepada alumni
ataupun mahasiswa yang akan lulus.
e. Untuk standar kompetensi lulusan D-3 sebaiknya menggunakan sistem
SKS karena menyeleksi lulusan.
f. Tidak memberikan kemudahan ijin pendirian institusi pendidikan
kesehatan.
g. Selektif dalam peneriman mahasiswa baru.
5. Melaksanakan
1. Kurikulum berbasis kompetensi telah disusun dengan melibatkan
Steake holder, user, dan seluruh pihak yang terkait.
2. Sarana prasarana pendidikan sesuai standar, dengan memperhatikan
kebutuhan dan ratio mahasiswa
3. Kerjasama terjalin, dan banyak alumni yang terdistribusi di institusi
pelayanan kesehatan

16
4. Informasi mengenai lowongan pekerjaan dilakukan dengan cara
memberikan pengumuman, dan membuat job replacement center
5. Proses pendidikan dengan menggunakan SKS
6. Standar ketat bagi pemangku kebijakan dalam memberikan ijin
penyelenggraaan pendidikan kesehatan
7. Seleksi penerimaan mahasiswa baru harus sesuai standar.
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara kontinyu, dan melihat kefekeftifan dari setiap
langkah yang dilakukan.

17
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

Dari beberapa masalah yang telah ditemukan, dapat tersusun pemecahan


masalah dalam bab ini diantaranya :
1. Kurikulum berbasis kompetensi telah disusun dengan melibatkan Steake
holder, user, dan seluruh pihak yang terkait.
Melakukan tukar pikiran dengan pihak steake holder, user dan seluruh
pihak terkait mengenai kompetensi kerja yang dibutuhkan, agar alumni
dari institusi pendidikan siap kerja.
2. Sarana prasarana pendidikan sesuai standar, dengan memperhatikan
kebutuhan dan ratio mahasiswa.
Memiliki gedung dan fasilitas yang memadai sesuai dengan rasio
mahasiswa, terutama di pasilitas laboratorium untuk menunjang mahasiwa
dalam melakukan pembelajaran praktik. Mengingat beban sks diinstitusi
kebidanan lebih banyak praktik dibandingkan teori.
3. Kerjasama terjalin, dan banyak alumni yang terdistribusi di institusi
pelayanan kesehatan
Menjalin kerjasama dengan alumni yang sudah berkembang di lahan
praktik terkait dengan mempercepat alumni agar terserap oleh lahan kerja.
4. Informasi mengenai lowongan pekerjaan dilakukan dengan cara
memberikan pengumuman, dan membuat job replacement center
Memberikan informasi kepada alumni mengani lowongan pekerjaan
dengan mengundang Steake holder, user dengan cara memberikan kriteria
dari masing masing individu sesuai dengan bidang kompetensinya.
5. Proses pendidikan dengan menggunakan SKS
Institusi pendidikan yang menggunakan sistem SKS/ sistem paket maka
semua mahasiswa kebidanan yang masuk akan mengikuti program yang
telah di susun oleh institusi pendidikan sehingga dampak negative kepada
mahasiswa yang kurang dalam segi kognitif, avektif dan psikomotor akan

18
sulit dan terpaksa harus mengikuti nya, ketika mahasiswa tersebut ketika
lulus belum siap untuk kerja.
6. Standar ketat bagi pemangku kebijakan dalam memberikan ijin
penyelenggraaan pendidikan kesehatan
Banyaknya institusi pendidikan kebidanan maka banyak pula lulusan
dalam pertahunnya. Ini berdampak kepada angka pengangguran dalam
pertahunnya. Jika standar perijinan penyelenggaran pendidikan kesehatan
diperketat maka dapat meminimalisir banyaknya alumni pertahun. Dan
pendirian ijin pendidikan bisa dipertimbangkan dengan letak geografis
dengan pendidikan lain. Sehingga tidak terlalu banyak institusi dalam satu
wilayah.
7. Seleksi penerimaan mahasiswa baru harus sesuai standar.
Lebih selektif dalam melakukan penerimaan mahasiswa baru, dengan cara
melakukan seksi akademik seperti tes tulis, tes wawancara dan tes
kesehatan. Dalam seleksi tes tulis ditambahkan tes MMPI, tes wawancara
menekankan kesiapan calon mahasiswa dalam minat belajar di kebidanan
dan siap menjadi seorang bidan, sedangkan tes kesehatan lebih
memperketat tes kesehatan sesuai dengan standar yang ditentukan salah
satunya mempertimbangka general chekup.

BAB V

19
ANTISIPASI MASALAH
Institusi pendidikan kesehatan saat ini memang cukup banyak namun
kontribusinya cenderung sedikit terhadap meningkatan dejarat kesehatan di
masyarakat, khususnya dalam upaya menurunkan AKI dan AKB. Meski jumlah
lulusan tergolong banyak, ternyata tidak bisa membuat kesehatan di masyarakat
lepas dari masalah. Masalah selalu ada dan bahkan dimulai dari institusi
pendidikan kesehatan sebagai penyedia sumber daya manusia, yaitu tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan yang dihasilkan dari institusi pendidikan diharapkan
tidak hanya memperhatikan kuantitasnya saja, namun lebih penting yaitu kualitas,
sehingga dapat memberikan asuhan dan menjadi pemimpin untuk juga
meberdayakan masyarakat dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat itu
sendiri. Tenaga kesehatan semestinya tidak bekerja sendiri melainkan
berkoordinasi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, maka dari itu, tidak ada
salahnya jika pemerintah dan seluruh pihak yang terlibat termasuk masyarakat
melakukan tindakan antisipasi untuk mencegah timbulnya masalah yang
menyebabkan performa upaya peningkatan kesehatan masyarakat tidak optimal.

DAFTRA PUSTAKA

20
Depkes RI. 2002. Asuhan Persalinan Normal. JHPIEGO. Jakarta.
Depkes RI. 2005. Asuhan Persalinan Normal. JHPIEGO. Jakarta.
Depkes RI. 2007. Konsep Asuhan Kebidanan. JHPIEGO. Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono, 2006, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,


Jakarta : YBP SP.

21

Anda mungkin juga menyukai