Anda di halaman 1dari 27

Paraplegia Inferior

LAPORAN KASUS
PARAPLEGIA FLACCID INFERIOR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Penyakit Saraf

Disusun oleh :

Rio Alexsandro (406151055)

Pembimbing :
dr. Sunaryo, M.Kes, Sp. S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD RAA SOEWONDO PATI
FAKULTAS KEDOKTERAB UNIVERSITAS
TARUMANAGARA
BAB I

STATUS PASIEN

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 1
Paraplegia Inferior

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. A

Umur : 24 tahun

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Pati

Pekerjaan : Mengemas ikan

Dirawat di ruang : Flamboyan


Tanggal masuk RS : 4 Januari 2017 (09:44)
II. DAFTAR MASALAH
Tanggal Aktif

4/1/2017 1. Paraplegia inferior


2. Para anesthesia inferior
3. Low Back Pain

III. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis kepada keluarga pasien
pada tanggal 9 Januari 2017, di Ruang Flamboyan.

1. Keluhan Utama : Kedua tungkai tidak dapat digerakan


2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Lokasi : Tungkai kanan dan kiri
Onset : Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
Kualitas : Kedua tungkai tidak dapat digerakan sama sekali
Kuantitas : Terus menerus tidak dapat digerakan
Kronologi : Kedua tungkai tidak dapat digerakan tiba-tiba saat bangun

tidur. Sebelumnya, pasien memliki riwayat jatuh terduduk saat bekerja.

Satu bulan terakhir pasien mengeluh sakit pinggang disertai kesemutan

yang menjalar dari pinggang hingga ke kedua tungkai pada kedua tungkai.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 2
Paraplegia Inferior

Dua minggu SMRS pasien mendadak tidak dapat menggerakan kedua

kakinya saat bangun tidur.


Faktor yang Memperberat: Jika kaki digerakan secara pasif, kadang

pinggang terasa sakit


Faktor yang Memperingan: Membaik saat istirahat
Gejala Penyerta: Nyeri pinggang disertai kesemutan sejak 1 bulan yang

lalu dan diperberat dengan pergerakan. Pasien juga mengeluhkan adanya

batuk dan nyeri pada tenggorokan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


o Riwayat penyakit serupa : disangkal
o Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
o Riwayat stroke : disangkal
o Riwayat kencing manis : disangkal
o Riwayat kolesterol : disangkal
o Riwayat jantung : disangkal
o Riwayat trauma : diakui 6 bulan yang lalu, jatuh terduduk
o Rwayat sakit lambung : disangkal
o Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


o Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
o Riwayat kencing manis : disangkal
o Riwayat Penyakit jantung : disangkal
o Riwayat Stroke : disangkal
o Keluhan serupa : disangkal
o Penyakit darah : disangkal
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Pribadi
Kesan Ekonomi: cukup

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2016, di Ruang Flamboyan

A Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Status Gizi : cukup
Tanda Vital
- Suhu Tubuh : 36 oC
- Tekanan Darah : 120/80
- Nadi : 62 x/menit, regular

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 3
Paraplegia Inferior

- Laju Nafas : 18 x/menit, reguler


B Status Internus
- Kepala/leher : normosefali, deformitas (-), bengkak (-)
: pembesaran KGB -/-
: pembesaran kelenjar tiroid -/-
- Mata : Reflek cahaya +/+
: Konjungtiva anemis -/-
: Sklera ikterik -/-
: Pupil isokor, 3mm/3mm
- Telinga/hidung : deformitas (-), nyeri (-), sekret (-)
: septum nasi ditengah
- Mulut/faring : mukosa hiperemis (+)
: tonsil T1/T1
: uvula ditengah

- Thorax
Paru
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris
: gerak napas tertinggal (-)
Palpasi : tactile fremitus simetris, sama kuat
: ekspansi normal
Perkusi : bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : pekak, batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 normal, (-) murmur, (-) gallop
- Abdomen
Inspeksi : cembung, bekas luka (-)
Auskultasi : bising usus normal, bruits (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan epigastrik (-)
: hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Punggung : nyeri punggung bawah (-)
- Ekstremitas : akral hangat
: deformitas (-), edema (-)
: CRT <2 detik

C Status Neurologis
I. Fungsi Luhur
- Kesadaran
Kualitatif : compos mentis
Kuantitatif GCS : E4M6V5
- Orientasi : tempat, waktu dan situasi baik
- Daya ingat
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 4
Paraplegia Inferior

Baru : baik
Lama : baik
- Gerakan abnormal : tidak ditemukan
- Gangguan berbahasa
Afasia motorik :-
Afasia sensorik :-
Akalkuli :-
2. Koordinasi dan Keseimbangan

- Tes stepping gait : tidak dilakukan


- Tes tunjuk hidung : normal
- Tes pastpointing test : tidak dilakukan
- Tes konfrontasi vertical : normal
-Tes konfrontasi horizontal: normal
- Tes Romberg : tidak dilakukan

3. Saraf Otonom

- Miksi : normal
- Defekasi : normal
- Sekresi keringat : normal

4. Nervi Cranialis

Nervus Kranialis Kanan Kiri


N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.II (Opticus)
a Daya penglihatan baik baik
b Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III (Oculomotorius)
a Ptosis (-) (-)
b Gerak mata keatas (+) (+)
c Gerak mata kebawah (+) (+)
d Gerak mata media (+)
(+)
e Ukuran pupil 3 mm
3 mm
f Bentuk pupil Bulat, reguler
Bulat, reguler
g Reflek cahaya langsung (+)
(+)

(-) (-)
(-) (-)
h Strabismus divergen
i Diplopia
N.IV (Trochlearis) :
a Gerak mata lateral bawah (+) (+)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 5
Paraplegia Inferior

b Strabismus konvergen (-) (-)


c Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a Menggigit (+) (+)
b Membuka mulut (+) (+)
c Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d Reflek kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e Reflek bersin Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f Reflek masseter Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g Reflek zigomatikus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.VI (Abducens) :
a Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
b Strabismus konvergen (-) (-)
c Diplopia (-) (-)
N. VII (Facialis)
a Kerutan kulit dahi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b Mengerutkan dahi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c Mengangkat alis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d Menutup mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e Sulcus nasolabialis simetris simetris
f Meringis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g Tik fasial Tidak dilakukan Tidak dilakukan
h Lakrimasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
i Daya kecap 2/3 depan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII (Vestibulocochlearis)
a Mendengarkan suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b Mendengarkan detik arloji Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
c Tes rinne Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
d Tes weber Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
e Tes schwabach Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
f Nistagmus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

N IX (Glossopharyngeus)
a Arkus faring Simetris Simetris
b Uvula Simetris Simetris
c Daya kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan- Tidak dilakukan-
d Reflek muntah (-) (-)
e Sengau (-) (-)
f Tersedak (-) (-)
N X (Vagus)
a Arkus faring Simetris Simetris
b Daya kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c Bersuara
(+) (+)
d Menelan
(+)
(+)

N XI (Accesorius)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 6
Paraplegia Inferior

a Memalingkan muka Tidak dilakukan Tidak dilakukan


b Sikap bahu Simetris Simetris
c Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d Trofi otot bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N XII (Hypoglossus)
a Sikap lidah N N
b Menjulurkan lidah N N
c Artikulasi N N
d Tremor lidah (-) (-)
e Trofi otot lidah (-) (-)
f Fasikulasi lidah (-) (-)

ANGGOTAGERAK ATAS Kanan Kiri


Sistem motorik :
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5-5 5-5
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas + +
Nyeri + +
Reflek fisiologik :
+ +
Bisep
+ +
Trisep + +

Radius
(-) (-)
Reflek Patologi : (-) (-)

Hoffman
Tromer

ANGGOTA GERAK
Kanan Kiri
BAWAH
Sistem motorik
Gerakan (-) (-)
Kekuatan 1-1-1-1 1-1-1-1
Tonus Hipotonus Hipotonus
trofi Eutrofi Eutrofi
Klonus (-) (-)
Reflek fisiologik (patella) (-) (-)
Sensibilitas (-) (-)
Nyeri (-) (-)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 7
Paraplegia Inferior

Keterangan Kanan Kiri

Reflek Patologis

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Mendel Bechterew - -

Rossolimo - -

Gonda - -

Klonus patella - -

Klonus kaki - -

Rangsang Meningeal

Kaku Kuduk - -

Kernig sign - -

Brudzinski I - -

Brudzinski II - -

Rangsang Radikuler

Tes Lasegue + > 70 + > 70

Tes kernique - -

TesPatrik + +

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 8
Paraplegia Inferior

Tes Kontra Patrik + +

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan laboratorium darah rutin

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hemoglobin 13.6 gr/dl 12.0-16.0
Hematokrit 39.2 % 37.0-47.0
Leukosit 14.8 10^3 ul 4.8-10.8
Eritrosit 4.95 10^6 ul 4.2-5.4
Trombosit 166 10^3 ul 150-450
MCV 79.2 Fl 79.0-99.0
MCH 27.25 Pg 27.0-31.0
MCHC 34.7 g/dl 33.0-37.0
RDW-CV 14.3 % 11.5-14.5
RDW-SD 39.8 fL 35-47
PDW 13.9 fL 9.0-13.0
MPV 11.1 fL 9.0-13.0
P-LCR 34.0 %
Neutrofil 84.60 % 50.0-70.0
Limfosit 9.20 % 25.0-40.0
Monosit 5.70 % 2.0-8.0
Eosinofil 0.40 % 2-4
Basofil 0.10 % 0-1
GDS 63 mg/dL 70-160
Ureum 27.3 mg/dL 10-50
Creatinin 0.53 mg/dL 0.6-1.2
Glukosa ACC 122 mg/dL 70-160
Natrium darah 141.1 Mmol/dL 135-155
Kalium darah 3.84 Mmol/dL 3.6-5.5
Chlorida 106.2 Mmol/dL 95-108

V. PEMERIKSAAN KHUSUS

Rontgen V.Thoracal AP/Lat : Tidak dilakukan

Ct-Scan Lumbar : Tidak dilakukan

MRI Lumbar : Tidak dilakukan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 9
Paraplegia Inferior

VI. RESUME
Ny. A, 23 tahun, datang dengan keluhan kedua kaki tidak dapat digerakan 2 minggu
SMRS. Gejala muncul secara tiba-tiba, saat bangun dari tidur. Satu hulan yang lalu
pasien mengeluhkan kesemutan pada kedua kaki. Sebelumnya pasien memiliki riwayat
jatuh dalam posisi duduk. Keluhan mual dan muntah disangkal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipotonus, kekuatan ekstremitas inferior 1-1-1-1/1-1-1-1 dengan reflex
fisiologis menurun. Fungsi sensoris kedua tungkai negatif. Tes patrik dan kontra patrik
positif pada kedua tungkai. Tidak didapatkan reflex patologis.

VII. DIAGNOSIS
a. Diagnosa Klinis : Paraplegia flaccid dengan Para-anestesia
b. Diagnosa Topis : Suspek radix ventralis dan dorsalis L4-S1
c. Diagnosa Etiologi : Suspek HNP

VIII. DIAGNOSIS KERJA


a. Paraplegia Flaccid dengan para anesthesia inferior susp.HNP
Kelemahan kedua tungkai secara tiba-tiba dengan reflex fisiologis yang menurun,
kekuatan tungkai kanan dan kiri 1-1-1-1/1-1-1-1, reflex patologis -. Keluhan
sebelumnya didahului kesemutan 1 bulan SMRS dan nyeri pinggang. Tes Patrick
dan kontra Patrick positif

IX. DIAGNOSIS BANDING


1 Abses epidural

X. TATALAKSANA
Ringer Asetat 20tpm

Futolit 1:1

Lameson 2x 62.5 mg

Lapibal 1x 500mg

Furamin 2x5cc

ODR 2x4 mg

Cefoperazon 2x1

L.Cor 1x1
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 10
Paraplegia Inferior

XI. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Differential Diagnosis
Paraplegia flaccid et causa susp. HNP
Paraplegia flaccid et causa susp. Epidural abcess

Usul:
Lumbal pungsi (LCS)
Imaging : Foto Thorax, Foto Lumbosacral, MRI

PARAPLEGI INFERIOR

1. Definisi dan Klasifikasi

Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi
yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah
kelemahan berat/kelumpuhan sebagai akibat kerusakan sistem saraf.
Plegia pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu :
Monoplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas atau
ekstremitas bawah.
Paraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada kedua ekstremitas bawah.
Hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu satu
ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
Tetraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada keempat ekstremitas.
Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh termasuk tungkai.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 11
Paraplegia Inferior

Paraplegi terbagi menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN). Paraplegi
spastik adalah kekakuan otot dan kejang otot disebabkan oleh kondisi saraf tertentu.
Paraplegi spastik disebabkan oleh spondylitis TB , spinal cord injury, genetic disorder
(hereditary spastic paraplegia), autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord
disorder)tumor medulla spinalis, mutiple sclerosis,

Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak memiliki
penyebab yang jelas. Otot lemas sebagian karena kurangnya aktivitas dalam otot,
gerakan sukarela yang sebagian atau seluruhnya hilang. Paraplegi flaksid termasuk
polio, lesi pada neuron motorik yang lebih rendah, Guillain Barre sydrome.

2. KELAINAN- KELAINAN
HNP
- Hernia nukleus pulposus (HNP), ialah keadaan dimana nukleus pulposus keluar menonjol
untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus yang robek.
Penonjolan dapat terjadi di bagian lateral dan ini yang banyak terjadi, disebut HNP lateral,
dapat pula di bagian tengah dan disebut HNP sentral.
Dasar terjadinya HNP ini adalah proses degenerasi diskus intervertebralis, maka
banyak terjadi pada usia pertengahan. Pada yang berusia muda mungkin ada faktor
penyebab yang lain. Ada umumnya HNP didahului oleh aktivitas yang berlebihan misalnya
mengangkat benda berat (terutama secara mendadak), mendorong benda berat. Laki laki
banyak mengalami HNP daripada wanita. Gejala yang timbul pertama kali adalah rasa nyeri
di punggung bawah disertai nyeri di otot otot sekitar lesi dan nyeri tekan di temapt tadi.
Hal ini disebabkan oleh spasme otot dan spasme ini menyebabkan mengurangnya lordosis
lumbal dan terjadi skoliosis. HNP sentral akan menimbulkan paraparese flaksid, parestesi
dan retensi urin. HNP lateral kebanyakan terjadi pada L5-S1 dan L4-L5. Pada HNP lateral
L5-S1 antara rasa nyeri terdapat di punggung bawah, di tengah tengah antara kedua pantat
dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Di tempat tempat tersebut akan terasa nyeri
bila ditekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiles negatif. Pada

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 12
Paraplegia Inferior

HNP latelar L4 L5 rasanyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian
lateral pantat, tungaki bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu
jari kkai berkurang dan refleks patela negatif. Sensabilitas pada dermatom yang sesuai
dengan radiks yang terkena menurun.

Pemeriksaan Neurologik
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah kasus nyeri pinggang bawah adalah
benar karena adanya gangguan saraf atau karena sebab yang lain.
1. Pemeriksaan sensorik
Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu saraf tertentu
maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan sensorik dengan menentukan batas-
batasnya, dengan demikian segmen yang terganggu dapat diketahui. Pemeriksaan
sensorik ini meliputi pemeriksaan rasa rabaan, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan
rasa getar (vibrasi). Bila ada kelainan maka tentukanlah batasnya sehingga dapat
dipastikan dermatom mana yang terganggu.

2. Pemeriksaan motorik

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 13
Paraplegia Inferior

Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen mana yang
terganggu akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai segmen L4 maka musculus
tibialis anterior akan menurun kekuatannya. Pemeriksaan yang dilakukan :
a. Kekuatan : fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan
jari lainnya dengan menyuruh penderita melakukan gerakan fleksi dan
ekstensi, sementara pemeriksaan menahan gerakan tadi.
b. Atrofi : perhatikan atrofi otot
c. Perlu perhatikan adanya fasikulasi ( kontraksi involunter yang bersifat halus)
pada otot otot tertentu.

3. Pemeriksaan reflek
Reflek tendon akan menurun pada atau menghilang pada lesi motor neuron bawah dan
meningkat pada lesi motor atas. Pada nyeri punggung bawah yang disebabkan HNP
maka reflek tendon dari segmen yang terkena akan menurun atau menghilang
- Refleks lutut/patela : lutut dalam posisi fleksi ( penderita dapat berbaring atau
duduk dengan tungkai menjuntai), tendo patla dipukul dengan palu refleks.
Apabila ada reaksi ekstensi tungkai bawah, maka refleks patela postitif. Pada
HNP lateral di L4-L5, refleksi ini negatif.
- Refleks tumit/achiles : penderita dalam posisi berbaring, lutut dalam posisi
fleksi, tumit diletakkan di atas tungkai yang satunya, dan ujung kaki ditahan
dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendo achiles dipukul. Apabila
terjadi gerakan plantar fleksi maka refleks achiles positif. Pada HNP lateral
L5-S1, refleksi ini negatif.
4. Tes-tes yang lazim digunakan pada penderita low back pain
a. Tes lasegue (straight leg raising)
Tungkai difleksikan pada sendi coxa sedangkan sendi lutut tetap lurus. Saraf
ischiadicus akan tertarik. Bila nyeri pinggang dikarenakan iritasi pasa saraf ini
maka nyeri akan dirasakan pada sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari
pantat sampai ujung kaki.
b. Crossed lasegue

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 14
Paraplegia Inferior

Bila tes lasegue pada tungkai yang tidak sakit menyebabkan rasa nyeri pada
tungkai yang sakit maka dikatakan crossed lasegue positif. Artinya ada lesi
pada saraf ischiadicus atau akar-akar saraf yang membentuk saraf ini.
c. Tes kernig
Sama dengan lasegue hanya dilakukan dengan lutut fleksi, setelah sendi coxa
90 derajat dicoba untuk meluruskan sendi lutut
d. Patrick sign (FABERE sign)
FABERE merupakan singkatan dari fleksi, abduksi, external, rotasi, extensi.
Pada tes ini penderita berbaring, tumit dari kaki yang satu diletakkan pada
sendi lutut pada tungkai yang lain. Setelah ini dilakukan penekanan pada sendi
lutut hingga terjadi rotasi keluar. Bila timbul rasa nyeri maka hal ini berarti ada
suatu sebab yang non neurologik misalnya coxitis.
e. Chin chest maneuver
Fleksi pasif pada leher hingga dagu mengenai dada. Tindakan ini akan
mengakibatkan tertariknya myelum naik ke atas dalam canalis spinalis.
Akibatnya maka akar-akar saraf akan ikut tertarik ke atas juga, terutama yang
berada di bagian thorakal bawah dan lumbal atas. Jika terasa nyeri berarti ada
gangguan pada akar-akat saraf tersebut
f. Viets dan naffziger test
Penekanan vena jugularis dengan tangan (viets) atau dengan manset sebuah
alat ukur tekanan darah hingga 40 mmhg (naffziger)
g. Obers sign
Penderita tidur miring ke satu sisi. Tungkai pada sisi tersebut dalam posisi
fleksi. Tungkai lainnya di abduksikan dan diluruskan lalu secara mendadak
dilepas. Dalam keadaan normal tungkai ini akan cepat turun atau jatuh ke
bawah. Bila terdapat kontraktur dari fascia lata pada sisi tersebut maka
tungkainya akan jatuh lambat.
h. Neris sign
Penderita berdiri lurus. Bila diminta untuk membungkuk ke depan akan terjadi
fleksi pada sendi lutut sisi yang sakit.
i. Percobaan Perspirasi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 15
Paraplegia Inferior

Percobaan ini untuk menunjukkan ada atau tidaknya gangguan saraf autonom,
dan dapat pula untuk menunjukkan lokasi kelainan yang ada yaitu sesuai
dengan radiks atau saraf spinal yang terkena.

Gambar 3. Pemeriksaan Patrick test dan Lasegue

PEMERIKSAAN PENUNJANG
FOTO
1. Plain
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang, sendi, dan luka
degeneratif pada spinal. Gambaran X-ray sekarang sudah jarang dilakukan, sebab sudah
banyak peralatan lain yang dapat meminimalisir waktu penyinaran sehingga efek radiasi
dapat dikurangi. X-ray merupakan tes yang sederhana, dan sangat membantu
untuk menunjukan keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray merupakan penunjang
diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri punggung, dan biasanya dilakukan sebelum
melakukan tes penunjang lain seperti MRI atau CT scan. Foto X-ray dilakukan pada posisi
anteroposterior (AP), lateral, dan bila perlu oblique kanan dan kiri.
2. Myelografi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 16
Paraplegia Inferior

Gambar 4. Myelografi

Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis spinal. Myelografi
merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang berwarna medium disuntikan ke kanalis
spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat pada layar fluoroskopi dan gambar
X-ray. Myelogram digunakan untuk diagnosa pada penyakit yang berhubungan dengan diskus
intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk abses spinal.

3. Computed Tornografi Scan (CT- scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan untuk pemeriksaan pada
otak, bahu, abdomen, pelvis, spinal, dan ekstemitas. Gambar CT-scan seperti gambaran X-ray
3 dimensi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih jelas daripada CT-
scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak mempunyai efek radiasi. MRI dapat
menunjukkan gambaran tulang secara sebagian sesuai dengan yang dikehendaki. MRI dapat
memperlihatkan diskus intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya pada punggung.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 17
Paraplegia Inferior

Gambar 5. MRI lumbosacral

4. Electro Miography (EMG) / Nreve Conduction Study (NCS)

EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang digunakan untuk pemeriksaan
saraf pada lengan dan kaki. EMG / NCS dapat memberikan informasi tentang :

1) Adanya kerusakan pada saraf

2) Lama terjadinya kerusakan saraf (akut atau kronik)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 18
Paraplegia Inferior

3) Lokasi terjadinya kerusakan saraf (bagian proksimalis atau distal)

4) Tingkat keparahan dari kerusakan saraf

5) Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf

Hasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi fisik pasien dimana
mungkin perlu dilakukan tindakan selanjutnya yaitu pambedahan.

Diferensial Diagnosis

TABLE 3
Differential Diagnosis of Low Back Pain

Primary mechanical derangements Metabolic disease


Ligamentous strain
Muscle strain or spasm Osteoporosis
Facet joint disruption or Osteomalacia
degeneration Hemochromatosis
Intervertebral disc degeneration or Ochronosis
herniation Inflammatory rheumatologic disorders
Vertebral compression fracture
Vertebral end-plate microfractures Ankylosing spondylitis
Spondylolisthesis Reactive spondyloarthropathies
Spinal stenosis (including Reiter's syndrome)
Diffuse idiopathic skeletal Psoriatic arthropathy
hyperostosis Polymyalgia rheumatica
Scheuermann's disease (vertebral
Referred pain
epiphyseal aseptic necrosis)
Infection Abdominal or retroperitoneal visceral
Epidural abscess process
Vertebral osteomyelitis Retroperitoneal vascular process
Septic discitis Retroperitoneal malignancy
Pott's disease (tuberculosis) Herpes zoster
Nonspecific manifestation of
systemic illness Paget's disease of bone
Bacterial endocarditis
Primary fibromyalgia
Influenza
Neoplasia Psychogenic pain
Epidural or vertebral carcinomatous
metastases Malingering

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 19
Paraplegia Inferior

Multiple myeloma, lymphoma


Primary epidural or intradural
tumors

Reprinted with permission from Heffernan JJ. Low back. In: Noble J, Greene HL II,
Modest GA, Levinson W, Young MJ, eds. Textbook of primary care medicine. 2d ed. St.
Louis: Mosby, 1996:1026-40. By permission of Mosby-Year Book.

Untuk mendiagnosa nyeri punggung bawah tidak mudah karena banyak faktor yang dapat
menyebabkannya, termasuk faktor non organik. Untuk itu pasien diminta untuk
mendeskripsikan distribusi nyeri, dan jenis nyeri. Jika distribusi yang ditunjukkan tidak sesuai
anatomi, harus dipertimbangkan adanya factor psikogenik. Test waddels dapat dikerjakan
untuk mengidentifikasi penyebab nonorganik .

Tabel 3. Waddell's Tests for Nonorganic Physical Signs


Test Inappropriate response

Tenderness Superficial, nonanatomic tenderness to light touch


Simulation
Axial loading Vertical loading on a standing patient's skull produces low back pain
Rotation Passive rotation of shoulders and pelvis in same plane causes low back pain
Distraction Discrepancy between findings on sitting and supine straight leg raising
tests
Regional
disturbances
Weakness "Cogwheel" (give-way) weakness
Sensory Nondermatomal sensory loss
Overreaction Disproportionate facial expression, verbalization or tremor during
examination
*--Three or more inappropriate responses suggest complicating psychosocial issues in patients with low back
pain.
Adapted from Waddell G, McCulloch JA, Kummel E, Venner RM. Nonorganic physical signs in low-back pain.
Spine 1980;5:117-25.

PENATALAKSANAAN

Farmakologi

1. Obat-obat analgesik

Obat-obat analgesik umumya dibagi menjadi dua golongan besar :

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 20
Paraplegia Inferior

- Analgetik narkotik

Obat-obat golongan ini terutama bekerja pada susunan saraf digunakan untuk menghilangkan
rasa sakit yang berasal dari organ viseral. Obat golongan ini hampir tidak digunakan untuk
pengobatan LBP karena bahaya terjadinya adiksi pada penggunaan jangka panjang.
Contohnya : Morfin, heroin, dll.

- Analgetik antipiretik

Sangat bermanfat untuk menghilangkan rasa nyeri mempunyai khasiat anti piretik, dan
beberapa diantaranya juga berkhasiat antiinflamasi. Kelompok obat-obat ini dibagi menjadi 4
golongan :

a. Golongan salisilat

Merupakan analgesik yang paling tua, selain khasiat analgesik juga mempunyai khasiat
antipiretik, antiinflamasi, dan antitrombotik. Contohnya : Aspirin

Dosis Aspirin : Sebagai anlgesik 600 900 mg, diberikan 4 x sehari

Sebagai antiinflamasi 750 1500 mg, diberikan 4 x sehari

Kontraindikasi: Penderita tukak lambung, Risiko terjadinya pendarahan, Gangguan


faal ginjal, Hipersensitifitas

Efek samping : Gangguan saluran cerna, Anemia defisiensi besi, Serangan asma bronkial

b. Golongan Paraaminofenol

Paracetamol dianggap sebagai analgesik-antipiretik yang paling aman untuk menghilangkan


rasa nyeri tanpa disertai inflamasi.

Dosis terapi : 600 900 mg, diberikan 4 x sehari

c. Golongan pirazolon

Dipiron mempunyai aceptabilitas yang sangat baik oleh penderita, lebih kuat dari pada
paracetamol, dan efek sampingnya sangat jarang.

Dosis terapi : 0, 5 1 gram, diberikan 3 x sehari

d. Golongan asam organik yang lain

Derivat asam fenamat

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 21
Paraplegia Inferior

Yang termasuk golongan ini misalnya asam mefenamt, asam flufenamat, dan Na-
meclofenamat.Golongan obat ini sering menimbulkan efek samping terutama diare.Dosis
asam mefenamat sehari yaitu 4500 mg, sedangkan dosis Na-meclofenamat sehari adalah 3-4
kali 100 mg.

Derivat asam propionat

Golongan obat ini merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang relatif baru, yang
juga mempunyai khasiat anal getik dam anti piretik. Contoh obat golongan ini misalnya
ibuprofen, naproksen, ketoprofen, indoprofen dll.

Derifat asam asetat

Sebagai contoh golonagn obat ini ialah Na Diklofenak. Selain mempunyai efek anti inflamasi
yang kuat, juga mempunyai efek analgesik dan antipiretik. Dosis terapinya 100-150 mg 1 kali
sehari.

Derifat Oksikam

Salah satu contohnya adalah Piroxicam, dosis terapi 20 mg 1 kali sehari.

Fisioterapi

a. Terapi Panas

Terap menggunakan kantong dingin kantong panas. Dengan menaruh sebuah kantong
dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau sakit selama 5-10 menit. Jika selama
2 hari atau 48 jam rasa nyeri masih terasa gunakan heating pad (kantong hangat).

b. Elektro Stimulus

- Acupunture

Menggunakan jarum untuk memproduksi rangsangan yang ringan tetapi cara ini tidak terlalu
efisien karena ditakutkan risiko komplikasi akibat ketidaksterilan jarum yang digunakan
sehingga menyebabkan infeksi.

- Ultra Sound

Untuk menghangatkan

- Radiofrequency Lesioning

Dengan menggunakan impuls listrik untuk merangsang saraf


Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 22
Paraplegia Inferior

- Spinal Endoscopy

Dengan memasukkan endoskopi pada kanalis spinalis untuk memindahkan atau


menghilangkan jaringan scar.

- Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS)

- Elektro Thermal Disc Decompression

- Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Menggunakan alat dengan tegangan kecil.

c. Traction

Helaan atau tarikan pada badan (punggung) untuk kontraksi otot.

d. Pemijatan atau massage

Dengan terapi ini bisa menghangatkan, merileksi otot belakang dan melancarkan perdarahan.

Latihan Low Back Pain dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Lying supine hamstring stretch

b. Knee to chest stretch

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 23
Paraplegia Inferior

Gambar 6. Latihan Low Back Pain

c. Pelvic Tilt

d. Sitting leg stretch

e. Hip and quadriceps stretch

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 24
Paraplegia Inferior

Alat Bantu

1. Back corsets.

Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk mengatasi Low Back Pain yang
dapat membungkus punggung dan perut.

2. Tongkat Jalan

Operasi

Tipe operasi yang dilakukan oleh dokter bedah tergantung pada tulang belakang/punggung
pasien. Biasanya prosedurnya menyangkut pada LAMINECTOMY yang mana menghendaki
bagian yang diangkat dari vertebral arch untuk memperoleh kepastian apa penyebab dari LBP
pasien. Jika disc menonjol atau bermasalah, para ahli bedah akan melakukan
bagian laminectomy untuk mencari tahu vertebral kanal, mengidentisir ruptered disc (disc
yang buruk), dan mengambil atau memindahkan bagian yang baik dari disc yang bergenerasi,
khususnya kepingan atau potongan yang menindih saraf. Ahli bedah mungkin
mempertimbangkan prosedur kedua yaitu SPINAL FUSION, jika pasien merasa
membutuhkan keseimbangan di bagian spinenya. Spinal fusion merupakan operasi dengan
menggabungkan vertebral dengan bone grafts. Kadang graft tersebut dikombinasikan dengan
metal plate atau dengan alat yang lain.

Ada juga sebagian herniated disc (disc yang menonjol) yang dapat diobati dengan teknik
PERCUTANEOUS DISCECTOMY, yang mana discnya diperbaiki menembus atau melewati
kulit tanpa membedah dengan menggunakan X-ray sebagai pemandu. Ada juga cara lain yaitu
CHEMONEUCLOLYSIS, cara ini menggunakan penyuntikan enzim-enzim ke dalam disc.
Cara ini sudah jarang digunakan.

Edukasi

Larangan

a. Berdiri terlalu lama tanpa diselingi gerakan seperti jongkok.

b. Membawa beban yang berat.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 25
Paraplegia Inferior

c. Duduk terlalu lama.

d. Memakai sepatu hak tinggi.

e. Menulis sambil membungkuk terlalu lama.

f. Tidur tanpa menggunakan alas di permukaan yang keras atau menggunakan kasur

yang terlalu empuk.

Anjuran

a. Posisikan kepala dititik tertinggi, bahu ditaruh sedikit kebelakang.

b. Duduk tegak 90 derajat.

c. Gunakanlah sepatu yang nyaman.

d. Jika ingin duduk dengan jangka waktu yang lama, istirahatkan kaki di lantai atau apa saja
yang mnurut anda nyaman.

e. Jika mempunyai masalah dengan tidur, taruhlah bantal di bawah lutut atau jika tidur
menyamping, letakkanlah bantal diantara kedua lutut.

f. Hindari berat badan yang berlebihan.

g. Ketika memerlukan berdiri dalam waktu lama salah satu kaki diletakkan diatas supaya
sudut ferguson tidak terlalu besar (sudut ferguson adalah sudut kemiringan sakrum dengan
garis horisontal).

3. ABSES EPIDURAL SPINAL


Dura mater tulang belakang terpisah dari arkus vertebra oleh jaringan ikat yang longgar. Jaringan
tersebut seolah-olah menyediakan ruang untuk kuman yang dapat membentuk abses. Faktor etiologi
dan oresipitasi yang penting adalah infeksi stafilokokus aureus. Tergantung lokasi epidural, maka
paraplegia dengan deficit sensorik akan berkembang secara berangsur-angsur. Kompresi medulla
spinalis dimulai dengan nyeri tulang belakang, kemudian nyeri radikular dan paraplegia akan timbul
sedikit demi sedikit dengan gangguan perasaan getar, gerak, dan posisi sebagai gejala dininya.
Seringkali selain medikamentosa untuk mengatasi kuman penyebab, abses epidural
membutuhkan tindakan operatif.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Page 26
Paraplegia Inferior

Referensi :

1. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006.
2. Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat.
Jakarta, 2010
3. Nursamsu, Handono Kalim. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang.
Malang. Lab./SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Brawijaya. 2004.
4. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Divisi Radiodiagnosis, Departemen Radiologi,
FK UI, RSCM. Jakarta, 2005.
5. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. PT Dian Rakyat. Jakarta,
2009.
6. Snell, Richard. S. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta.
7. www. America Academy of Orthopaedic Surgeon.org
8. Bratton, Robert L. Assessment And Management Of Acute Low Back Pain. The
American academy of family physician. November 15, 1999 (online www.aafp.org 22
Mei 2007 19.00 pm)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA SOEWONDO PATI Page 27

Anda mungkin juga menyukai