Pendahuluan
Anamnesis
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding).
1
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut
(faktor predisposisi dan faktor risiko).
1Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan
diri atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama
merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita
pasien.
Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat
pribadi seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan
2
perkembangan serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi
juga perlu dieksplorasi, untuk menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit
keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang diturunkan
atau ditularkan.3
Pada penyakit Leukemia Limfositik Akut (LLA), hasil anamnesa yang didapatkan
biasanya berupa gejala-gejala:
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan KGB
KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus
diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan,
kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
1 Ukuran normal bila diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm
dikatakan abnormal).
2 Nyeri tekan umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
3 Konsistensi keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
4 Penempelan/bergerombol beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan
bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
3
Pemeriksaan Hepar
Pemeriksaan Limpa
Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 2 cm. Dibedakan dengan hati
yaitu dengan :
Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan
atas. Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan
titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai
SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan
pembesaran limpa. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis
dari pusat kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai
pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII.
4
Pemeriksaan Tanda Vital
Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat
yaitu :
Pemeriksaaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1
Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan apus darah tepi.
Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan
sumsum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas. Terdapatnya sel
blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik pada leukimia.
6
hitung leukosit bervariasi dari 0 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung
trombosit kurang dari 25.000/mm.
2
Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang.
3
Imunofenotipe (dengan sitometri arus/Flow cytometry).
Pemeriksaaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang
dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:
1
Untuk sel prekusor B: CD10 (common ALL antigen),CD19,CD79A,CD22,
cytoplasmis m-heavy chain, dan TdT
2
Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT
3
Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22
Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid antigen
mieloid yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan
7
dari abtigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus
ini jarang , dan perjalanan penyakit buruk.
4
Sitogenetik.
5
Pemeriksaan Lainnya.
1
Biopsi limpa
2 Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit dan
pulp sel.
3
Kimia darah, kolesterol mungkin merendah, asam urat dapat meningkat,
hipogamaglobulinemia.
4
CSS, bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini
berarti suatu leukemia meningeal.1,2,4,7
Diagnosis
Diagnosis ditentukan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan
dengan pemeriksaan sumsum tulang dan limpa. Pada stadium praleukemia dimana
gejala klinis tidak khas, bahkan sumsum tulang menunjukkan gambaran yang normal
atau gambran nonleukemik yang hanya dapat dibedakan dengan mikroskop elektron.
Diagnosis pada ALL ditunjang sebagian besar dari hasil pemeriksaan penunjang yang
menunjukan adanya kegagalan pada sumsum tulang. Anemia dan trombositopenia
8
paling banyak ditemukan pada pasien. Sel leukemik biasanya tidak diperhatikan pada
pemeriksaan darah tepi laboratorium. Banyak pasien dengan ALL dengan total hitung
leukosit <10,000/ L. Pada beberapa kasus, sel leukemik dilaporkan sebagai atipikal
limfosit dan hanya pada evaluasi lanjut sel tersebut dapat dikatakan bahwa sel tersebut
merupakan bagian dari keganasan. Ketika hasil dari analisis pemeriksaan darah tepi
dapat dipastikan leukemia, pemeriksaan sumsum tulang harus dilakukan. Pemeriksaan
sumsum tulang ini sangat baik, tetapi terkadang biopsi sumsum tulang memerlukan
jaringan adekuat agar dapat mendiagnosa.1,2
ALL didiagnosa dari evaluasi hasil aspirasi sumsum tulang yang memperlihatkan
adanya populasi dari limfoblas yang homogen pada sel-sel sumsum tulang sebanyak
>25%. 6
ALL adalah suatu keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus,
sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia
ini merupakan bentuk yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun demikian, 20%
dari kasus ALL adalah dewasa.
Klasifikasi
Morfologi
Ciri-ciri fisiologis L1 L2 L3
Ukuran sel Predominan, sel Besar, ukuran Besar dan
kecil heterogen homogeny
Kromatin nukleus Homogen pada Variasi heterogen Berbintik-bintik
setiap kasus pada setiap kasus halus dan
homogeny
Bentuk nukleus Reguler, kadang Irreguler, terbelah Reguler, oval
terbelah atau dan sering berlekuk sampai bulat
berlekuk
Nukleolus Tidak terlihat, kecil, Tampak satu atau Prominen, satu
tidak jelas lebih, sering besar atau lebih
Sitoplasma Sedikit Variasi, sering kali Sering kali
9
berlebihan berlebihan
Sitoplasma Ringan atau sedang, Variasi, beberapa Sangat gelap
basophil jarang nyata tampak gelap
Vakuola Variasi Variasi Sering prominen
sitoplasma
Tabel 1. Klasifikasi LLA dan ciri-cirinya 1,2
Limfoblas ALL biasanya menunjukan hasil positif pada tes periodic acid Schiff (PAS)
dan terminal deoxynucleotide transferase. Bentuk ALL L1 lebih sering ditemukan pada
anak-anak, dimana kelas L2 lebih umum pada dewasa muda. ALL kelas L3 mempunyai
hubungan yang cukup kuat dengan imunologi dan klasifikasi genetik modern.
Klasifikasi Imunologi
Klasifikasi ini membagi ALL kepada sel-sel yang berasal dari sel precursor B awal atau
dari sel B dan sel T matang.
Klasifikasi genetik
10
HOX11 10q24 T 0.7% 8%
Tabel 3.6
Epidemiologi
Sekitar 2.000 anak-anak usia <15 tahun yang didiagnosis dengan ALL di Amerika
Serikat setiap tahun. ALL ini memiliki insidensi puncak yang mencolok pada usia antara
2-6 tahun dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, di
segala usia.Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak dengan kelainan kromosom
tertentu, seperti sindrom Down, sindrom Bloom, ataksia-telangiectasia, dan sindrom
Fanconi. Di antara kembar identik, risiko ke kembar kedua jika salah satu
mengembangkan leukemia lebih besar daripada pada populasi umum. Risikonya
adalah> 70% jika kembar pertama didiagnosis selama tahun pertama kehidupan dan si
kembar berbagi plasenta (monokorionik) yang sama. Jika kembar yang pertama
mengembangkan ALL sampai usia 5-7 tahun, risiko pada kembarannya setidaknya dua
kali lipat pada populasi umum, terlepas dari zygositas. 1
Etiologi
Secara sekilas pada semua kasus, etiologinya tidak diketahui, meskipun beberapa
faktor genetik dan lingkungan dapat dihubungkan dengan leukemia pada anak.
Paparan terhadap radiasi di dalam rahim maupun pada masa anak-anak dinyatakan
mempengaruhi peningkatan insiden ALL pada anak. Sejauh ini belum ada faktor lain
selain faktor radiasi yang dapat diidentifikasi di Amerika. Pada beberapa negara
berkembang, ALL dihubungkan dengan adanya B-cell ALL dan infeksi Epstein-Barr
virus.1,5
Faktor predisposisi
11
Tabel 4.1
GENETIC CONDITIONS
Down syndrome
Fanconi syndrome
Bloom syndrome
Diamond-Blackfan anemia
Schwachman syndrome
Klinefelter syndrome
Turner syndrome
Neurofibromatosis type 1
Ataxia-telangiectasia
Severe combined immune deficiency
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
Li-Fraumeni syndrome
ENVIRONMENTAL FACTORS
Ionizing radiation
Drugs
Alkylating agents
Nitrosourea
Epipodophyllotoxin
Benzene exposure
Advanced maternal age
12
Tabel 5.1
Patogenesis
13
Gambar 1. Patogenesa
Prinsip patofisiologi dari ALL ini adalah adanya blokade diferensiasi. Ini menuju kepada
akumulasi dari leukosit imatur di sumsum tulang, yang menekan fungsi dari sumsum
tulang tersebut yaitu hematopoietik stem sel. Kegagalan fungsi inilah yang
mngakibatkan munculnya manifestasi klinis ALL.1
Gejala klinis
Onset tidak jelas. Kebanyakan pasien timbul gejala 3 bulan setelah onset. Gejala-gejala
ini berhubungan dengan adanya depresi fungsi normal sumsum tulang. Antara lain
adalah fatigue (anemia), demam (karena sedikitnya leukosit matang), dan pendarahan
(petechiae, epistaxis, memar, ekimosis, gum bleeding) yang disebabkan oleh
trombositopenia sekunder. Nyeri pada tulang dan tulang terasa lunak, dapat disertai
pembengkakan sendi. Gejala-gejala ini timbul karena adanya diseminasi sel leukemik
dan gejala-gejala ini lebih nyata pada ALL dibanding AML. Manifestasi klinis juga dapat
melibatkan sistem saraf pusat yang menimbulkan gejala sakit kepala, muntah, dan
kelumpuhan saraf (lebih sering pada anak dan ALL). 1
Gejala yang dapat ditemukan pada saat pemeriksaan fisik pada anak adalah anak
terlihat pucat, lesu, kulit ditemukan adanya purpura dan petechiae atau pendarahn
membran mukosa.2
Early pre-B cell ALL (CD10+ atau CALLA+) merupakan immunofenotipe yang paling
banyak ditemukan, dengan onset usia 1-10 tahun. Angka hitung leukosit rata-rata
biasanya 33,000 meskipun kebanyakan pasien (75%) <20,000. Trombositopenia terlihat
pada 75% pasien dan hepatosplenomegali pada 40% pasien. Pada semua tipe
leukemia, gejala SSP ditemukan pada 5% pasien. Keterlibatan gejala pada testis (20%)
dan ovarium (30%) yang timbul tidak perlu dilakukan biopsi. 1
Differential diagnosis
AML biasanya ditemukan pada orang dewasa dengan rata-rata umur 50 tahun. AML
ditemukan sebanyak 11% pada anak-anak, di Amerika ada sekitar 370 kasus pediatri
AML setiap tahunnya. Subtipe acute promyelocytic leukemia (APL) paling banyak
ditemukan. Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada
pewarnaan rutin membedakan ALL dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan
adanya diferensiasi (dengan perkecualian ALL sel B). Sedangkan pada AML, biasanya
ditemukan tanda-tanda diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas atau
15
progeninya. Diperlukan tes khusus untuk memastikan penegakan diagnosis AML atau
ALL dan untuk membagi lagi kasus-kasus AML atau ALL ke dalam subtype yang
berbeda.
Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya
gambaran AML dan ALL sekaligus. Ciri-ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama
(biphenotypic) atau pada populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup
ekspresi yang tak wajar dari petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak
wajar. Hal ini disebut leukemia akut hybrid dan pengobatan biasanya diberikan
berdasarkan pola yang dominan.6
ALL AML
Sitokimia
Periodic acid-Schiff +(positivitas blok kasar pada +(blok halus pada M6)
LLA)
Fosfatase asam Pada M6 (difus)
+ pada ALL-T (pewarnaan Golgi)
Mikroskop elekron +(pembentukan granula
_ awal)
Gen imunoglobulin dan TCR
ALL prekursor B: penataan klonal Konfigurasi germline gen
gen imunoglobulin imunoglobulin dan TCR
Nukleoli/anak inti Jelas, jumlah > 2 buah Tidak jelas, jumlah 2 buah
Tabel 7.7
Anemia aplastik
Adalah suatu kelainan dimana adanya supresi fungsi dari myeloid stem sel yang
berujung pada gagalnya sumsum tulang. Aplasia ini bisa terjadi pada ketiga sistem
hematopoietik (eritropoietik, granulopoietik, dan trombositopoietik). Anemia anaplastik
biasanya terdapat pada anak yang lebih besar dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang
biasanya diakibatkan oelh pemberian obat (kloramfenikol) atau bahan kimia secara
terus menerus meskipun dengan dosis rendah.
Etiologi dari penyakit ini belum diketahui, tetapi dicurigai penyakit ini muncul karena
adanya autoreaksi dari limfosit T yang menyerang sel stem sumsum tulang yang
mengakibatkan stem sel menjadi sasaran fagositosis.
Gejala klinis pada anemia anaplastik diakibatkan karena kegagalan fungsi ketiga sistem
hematopoietik yang hampi sama dengan gejala leukemia. Cara membedakannya
adalah dengan melihat morfologinya. Sumsum tulang pada anemia aplastik ditemukan
hiposeluler dengan lebih dari 90% dari ruang intertrabecular terisi oleh lemak.
Selularitasnya terdiri atas limfosit dan sel plasma. Pada biopsi sumsum tulang
ditemukan dry tap . Pengobatan dengan prednison (2-5mg/kgBB/hr oral) dan
testosteron (1-2mg/kgBB/hr parenteral) atau oksimetasolon. Transfusi sebaiknya terlalu
sering dilakukan karena mempertahankan kadar Hb yang tinggi dapat menyebabkan
depresi sumsum tulang yang menimbulkan reaksi hemolitik. 2,6
Ada dua bentuk ITP : ITP akut , sering terjadi pada anak-anak ( 2-8 thn), sembuh
dalam 6 bulan; ITP kronik, sering pada orang dewasa, trombositopenik menetap lebih
dari 6 bulan, sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit.
Pada kasus ditemukan riwayat penyakit sebelumnya, yaitu panas disertai pilek
dan diberikan penatalakasanaan amoxyllin. Dari daftar obat yang sering menyebabkan
ITP sebagaimana telah penulis lampirkan pada tinjauan pustaka ditemukan penicilin
dan turunannya. Hal ini mengindikasikan bahwa anak tersebut kemungkinan menderita
ITP yang diinduksi obat.
18
( peningkatan megakaryosit dan agranuler / tidak mengandung trombosit ),
pemeriksaan Imunoglobulin ( PAIgG ).
Gejala klinis yang ditemukan berupa petechiae dan ekimosis yang menyebar di
seluruh tubuh, dapat juga terjadi pendarahan pada selaput lendir terutama hidung dan
mulut. Pada ITP menahun umumnya hanya ditemukan kebiruan atau pendarahan
abnormal dengan remisi dan eksaserbasi.
Diagnosis limfoma yang paling baik adalah dengan mencari jumlah abnormal limfosit
yang menghancurkan jaringan limfoid normal atau jaringan non limfoid atau keduanya.
Gejala klinis pada NHL antara lain adalah pembesaran kelenjar limfe (multifokal) dan
limpa yang tidak nyeri. Efek dari pembesaran ini adalah obstruksi pernafasan,
pembuluh darah dan usus. Infiltrasi limfomatosa itu sendiri juga memicu terjadinya
respon inflamasi seperti demam, berat badan turun, dan keringat malam. Pembesaran
kelenjar limfe ini harus dibedakan terutama dengan palpasi (nyeri tekan, keras). Apabila
19
pembesaran sudah lebih dari beberapa minggu, tidak nyeri, kenyal ,serta bertambah
besar, maka diharuskan untuk biopsi.
Pemeriksaan yang dilakukan setelah adanya penentuan diagnosis oleh biopsi ialah
immunologic testing darah dan sumsum tulang. Dimana pada NHL ditemukan adanyaa
imunologi defisiensi yang ditandai dengan difus hypogammaglobulinemia atau karena
lemahnya respon imun terhadap infeksi dan antigen.
Penatalaksanaan
1 Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
3 Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(Oncovin), rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi
sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit kurang
dari 2.000/mm3.
4 Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
20
5 Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (10 5 106), imunoterapi mulai diberikan.
Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau
dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat
memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan
penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan
terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel
patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh
sempurna.2
Cara pengobatan
Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap
leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut :
Induksi
Sistemik :
2 ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga
pengobatan
Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)
1 Konsolidasi
1 MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR
keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
21
2 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
2 Rumat
3 Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat
dihentikan.
Sistemik :
2 Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1
minggu kemudian tapering off
SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX
intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali
4 Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing masing 0,2 ml. Suntikan BCG
diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat obat
rumat diteruskan.
22
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah
6 minggu).2
Pencegahan
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal,
dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah
menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam
sumsum tulang.
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel
darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa: lemah dan sesak nafas,
karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit), infeksi dan demam karena,
berkurangnya jumlah sel darah putih, perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu
sedikit.
Daftar Pustaka
1 Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton NF. Nelson textbook of pediatrics. 18 th
ed. Philadelphia : Saunders Elsevier;2007.ch.495.2.
24
2 Hassan R, Alatas H.editor. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Bagian 1. Cetakan ke-11.
Jakarta : Percetakan Info Medika;2007. h.469-79.
3 Burnside, John W.Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1989. h.172-175, 282-285.
4 Hilmann RS, Kenneth AA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4 th ed. New York
: The McGraw hill inc;2005.p.206-20;263-83;293-300.
5 Rudolph, M. Abraham. Leukemia limfoblastik akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi
20. EGC, Jakarta: 2006. h. 1397,1401.
25