Anda di halaman 1dari 25

LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Irvan Januard Adoe


102009016
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
*Email : agk_ivan@yahoo.com

Pendahuluan

Leukemia merupakan bentuk keganasan neoplasma yang paling sering ditemukan


pada masa kanak-kanak, terhitung sekitar 41% malignansi pada anak-anak dengan
usia <15 tahun. Acute lymphoblastic leukemia (ALL) terhitung sekitar 77% kasus pada
anak, acute myelogenous leukemia sebanyak 11%, dan sisanya terdiri dari bermacam-
macam jenis leukemia lainnya dan jarang ditemukan.

Leukemia didefinisikan sebagai suatu sekelompok penyakit keganasan yang dimana


abnormalitas genetik pada sel hematopoietik memberikan pengaruh terhadap proliferasi
klonal dari sel-sel. Keturunan dari sel-sel ini memiliki keuntungan yang besar terhadap
elemen-elemen selular normal yang disebabkan oleh adanya peningkatan dari
proliferasi sel dan berkurangnya kemampuan dari sel untuk apoptosis. Hasilnya adalah
gangguan fungsi sumsum yang merujuk pada kegagalan fungsi sumsum. Manifestasi
klinis, hasil laboratorium, dan respons terhadap pengobatan berbeda-beda tergantung
dari tipe leukemia.1-2

Anamnesis

Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal


mengenai hal-hal berikut:

1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien


(kemungkinan diagnosis).

2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding).

1
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut
(faktor predisposisi dan faktor risiko).

4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi).

5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien


(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan).

6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk


menentukan diagnosisnya.3

Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:

1Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan
diri atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama
merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita
pasien.

2Riwayat penyakit sekarang


Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya
perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat.
Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam
keluhan utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih
berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya.

3Faktor risiko dan faktor prognostik


Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya
suatu penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi perjalanan suatu penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor
risiko dan faktor prognostik dapat berasal dari pasien, keluarganya maupun
lingkungan.

Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat
pribadi seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan

2
perkembangan serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi
juga perlu dieksplorasi, untuk menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit
keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang diturunkan
atau ditularkan.3

Pada penyakit Leukemia Limfositik Akut (LLA), hasil anamnesa yang didapatkan
biasanya berupa gejala-gejala:

1 Pucat mendadak, demam, perdarahan kulit berupa bercak kebiruan, perdarahan


dari organ tubuh lainnya misalnya epistaksis, perdarahan gusi, hematuria dan
melena.
2 Bisa timbul mual, muntah, pusing dan nyeri pada sendi.
3 Sering demam dengan sebab yang tidak jelas.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan KGB

KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus
diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan,
kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.

1 Ukuran normal bila diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm
dikatakan abnormal).
2 Nyeri tekan umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
3 Konsistensi keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
4 Penempelan/bergerombol beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan
bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.

3
Pemeriksaan Hepar

Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga


kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks,
tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien
inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan
jari & raba permukaan anterior hepar. Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-
benjol.

Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan


pusar dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang
menghubungkan pusar dengan processus kifoideus.

Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan


beberapa bagian dari kedua garis tersebut. Harus pula dicatat: konsistensi, tepi,
permukaan dan terdapatnya nyeri tekan.

Pemeriksaan Limpa

Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 2 cm. Dibedakan dengan hati
yaitu dengan :

1 Limpa seperti lidah menggantung ke bawah


2 Ikut bergeerak pada pernapasan

Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan
atas. Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan
titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai
SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan
pembesaran limpa. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis
dari pusat kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai
pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII.

4
Pemeriksaan Tanda Vital
Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat
yaitu :

4 Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36C

5 Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5C

6 Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40C

7 Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40C

Rata-rata pernapasan normal pada anak :

1 <2 bulan : < 60/mnt


2 2-12 bulan : < 50/mnt
3 1-5 tahun : < 40/mnt
4 6-8 tahun : < 30
Tekanan nadi normal pada anak :

1 2-12 bulan: <160/mnt

2 1-2 tahun : < 120/ mnt

3 2-8 tahun : <110 / mnt3

Pemeriksaaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil yang ditemui


Complete blood count Leukosit tergantung, anemia, trombositopenia
Bone Marrow hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti
5
Puncture
Sitokimia Sudan black negatif, mieloperoksidase negatif
Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-
ALL), peroksidase + , esterase -
Imunoperoksidase peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur
kembali gen reseptor sel T dan Ig
Flowcytometry precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-
heavy chain, TdT
T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT
B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22
Sitogenetika analisa gen dan kromosom dengan
immunotyping untuk menguraikan klon maligna
Pungsi lumbal keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL
CSF
Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium pada LLA

Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA,


klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu:

1
Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan apus darah tepi.

Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan
sumsum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas. Terdapatnya sel
blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik pada leukimia.

Jumlah leukosit dapat normal,meningkat, atau rendah pada saat diagnosis.


Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi
200.000/mm3. Pada umunya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada

6
hitung leukosit bervariasi dari 0 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung
trombosit kurang dari 25.000/mm.

2
Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang.

Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi,


sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat
harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus
sumsum tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari
90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel
leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint
dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi.

Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton


yaitu hanya terdiri dari sel limfopoietik patologis sedangkan sistem lain terdesak
(aplasia sekunder).

3
Imunofenotipe (dengan sitometri arus/Flow cytometry).

Pemeriksaaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang
dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:

1
Untuk sel prekusor B: CD10 (common ALL antigen),CD19,CD79A,CD22,
cytoplasmis m-heavy chain, dan TdT

2
Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT

3
Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22

Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid antigen
mieloid yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan

7
dari abtigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus
ini jarang , dan perjalanan penyakit buruk.

4
Sitogenetik.

Analisis sitogeetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik


berhubungan dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi
prognostik. translokasi t(8;14), t(2;8) dan t(8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B,
dan kelainan kromosom ini meyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan
dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan
pada LLA atau LMA, misalnya kromosom Philadelphia, t(9;22)(q34;q11) yang khas
untuk leukemia mielositik kronik.

5
Pemeriksaan Lainnya.

1
Biopsi limpa

2 Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit dan
pulp sel.

3
Kimia darah, kolesterol mungkin merendah, asam urat dapat meningkat,
hipogamaglobulinemia.

4
CSS, bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini
berarti suatu leukemia meningeal.1,2,4,7

Diagnosis

Diagnosis ditentukan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan
dengan pemeriksaan sumsum tulang dan limpa. Pada stadium praleukemia dimana
gejala klinis tidak khas, bahkan sumsum tulang menunjukkan gambaran yang normal
atau gambran nonleukemik yang hanya dapat dibedakan dengan mikroskop elektron.

Diagnosis pada ALL ditunjang sebagian besar dari hasil pemeriksaan penunjang yang
menunjukan adanya kegagalan pada sumsum tulang. Anemia dan trombositopenia

8
paling banyak ditemukan pada pasien. Sel leukemik biasanya tidak diperhatikan pada
pemeriksaan darah tepi laboratorium. Banyak pasien dengan ALL dengan total hitung
leukosit <10,000/ L. Pada beberapa kasus, sel leukemik dilaporkan sebagai atipikal
limfosit dan hanya pada evaluasi lanjut sel tersebut dapat dikatakan bahwa sel tersebut
merupakan bagian dari keganasan. Ketika hasil dari analisis pemeriksaan darah tepi
dapat dipastikan leukemia, pemeriksaan sumsum tulang harus dilakukan. Pemeriksaan
sumsum tulang ini sangat baik, tetapi terkadang biopsi sumsum tulang memerlukan
jaringan adekuat agar dapat mendiagnosa.1,2

ALL didiagnosa dari evaluasi hasil aspirasi sumsum tulang yang memperlihatkan
adanya populasi dari limfoblas yang homogen pada sel-sel sumsum tulang sebanyak
>25%. 6

Acute lymphoblastic leukemia (ALL)

ALL adalah suatu keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus,
sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia
ini merupakan bentuk yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun demikian, 20%
dari kasus ALL adalah dewasa.

Klasifikasi

Klasifikasi ALL berdasarkan pada kombinasi dari morfologi (French-American-British


[FAB] ), imunologi, dan karakteristik gen.

Morfologi

Ciri-ciri fisiologis L1 L2 L3
Ukuran sel Predominan, sel Besar, ukuran Besar dan
kecil heterogen homogeny
Kromatin nukleus Homogen pada Variasi heterogen Berbintik-bintik
setiap kasus pada setiap kasus halus dan
homogeny
Bentuk nukleus Reguler, kadang Irreguler, terbelah Reguler, oval
terbelah atau dan sering berlekuk sampai bulat
berlekuk
Nukleolus Tidak terlihat, kecil, Tampak satu atau Prominen, satu
tidak jelas lebih, sering besar atau lebih
Sitoplasma Sedikit Variasi, sering kali Sering kali
9
berlebihan berlebihan
Sitoplasma Ringan atau sedang, Variasi, beberapa Sangat gelap
basophil jarang nyata tampak gelap
Vakuola Variasi Variasi Sering prominen
sitoplasma
Tabel 1. Klasifikasi LLA dan ciri-cirinya 1,2

Limfoblas ALL biasanya menunjukan hasil positif pada tes periodic acid Schiff (PAS)
dan terminal deoxynucleotide transferase. Bentuk ALL L1 lebih sering ditemukan pada
anak-anak, dimana kelas L2 lebih umum pada dewasa muda. ALL kelas L3 mempunyai
hubungan yang cukup kuat dengan imunologi dan klasifikasi genetik modern.

Klasifikasi Imunologi

Klasifikasi ini membagi ALL kepada sel-sel yang berasal dari sel precursor B awal atau
dari sel B dan sel T matang.

Fenotipe Charateristic marker Children Adults


Pre-B CD 10+ (CALLA) slg+ 80-90% 70-80%
B-cell CD 10+ ,slg+ 0-5% 5-10%
T-cell CD10-, 10-20% 10-20%
+ + + + +
CD7 ,CD5 ,CD2 ,CD3 ,CD6
Tabel 2. Klasifikasi imunologi

Klasifikasi genetik

Abnormalitas genetik Tipe Children Adults


sel
Hiperdiploidi >50 kromosom B 25% 7%
TEL-AML 1 t (12;21) B 22% 2%
MLL t(4;11) t(11;19) t(9;11) B 8% 10%
BCR-ABL t(9;22) B 3% 25%
E2A-PBX1 t(1;19) B 5% 3%
TAL1 1p32 T 7% 12%

10
HOX11 10q24 T 0.7% 8%
Tabel 3.6

Epidemiologi

Sekitar 2.000 anak-anak usia <15 tahun yang didiagnosis dengan ALL di Amerika
Serikat setiap tahun. ALL ini memiliki insidensi puncak yang mencolok pada usia antara
2-6 tahun dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, di
segala usia.Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak dengan kelainan kromosom
tertentu, seperti sindrom Down, sindrom Bloom, ataksia-telangiectasia, dan sindrom
Fanconi. Di antara kembar identik, risiko ke kembar kedua jika salah satu
mengembangkan leukemia lebih besar daripada pada populasi umum. Risikonya
adalah> 70% jika kembar pertama didiagnosis selama tahun pertama kehidupan dan si
kembar berbagi plasenta (monokorionik) yang sama. Jika kembar yang pertama
mengembangkan ALL sampai usia 5-7 tahun, risiko pada kembarannya setidaknya dua
kali lipat pada populasi umum, terlepas dari zygositas. 1

Etiologi

Secara sekilas pada semua kasus, etiologinya tidak diketahui, meskipun beberapa
faktor genetik dan lingkungan dapat dihubungkan dengan leukemia pada anak.
Paparan terhadap radiasi di dalam rahim maupun pada masa anak-anak dinyatakan
mempengaruhi peningkatan insiden ALL pada anak. Sejauh ini belum ada faktor lain
selain faktor radiasi yang dapat diidentifikasi di Amerika. Pada beberapa negara
berkembang, ALL dihubungkan dengan adanya B-cell ALL dan infeksi Epstein-Barr
virus.1,5

Faktor predisposisi

11
Tabel 4.1

GENETIC CONDITIONS

Down syndrome
Fanconi syndrome
Bloom syndrome
Diamond-Blackfan anemia
Schwachman syndrome
Klinefelter syndrome
Turner syndrome
Neurofibromatosis type 1
Ataxia-telangiectasia
Severe combined immune deficiency
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
Li-Fraumeni syndrome
ENVIRONMENTAL FACTORS

Ionizing radiation
Drugs
Alkylating agents
Nitrosourea
Epipodophyllotoxin
Benzene exposure
Advanced maternal age

12
Tabel 5.1

Patogenesis

13
Gambar 1. Patogenesa

Prinsip patofisiologi dari ALL ini adalah adanya blokade diferensiasi. Ini menuju kepada
akumulasi dari leukosit imatur di sumsum tulang, yang menekan fungsi dari sumsum
tulang tersebut yaitu hematopoietik stem sel. Kegagalan fungsi inilah yang
mngakibatkan munculnya manifestasi klinis ALL.1

Leukemia limfoid, atau limfositik akut (acute lymphoid, lymphocytic, leukemia,


LLA) adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit). Dihasilkan
leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit-leukosit
tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke
dalam sumsum tulang, mengganti unsur-unsur sel yang normal. Akibatnya, timbul
anemia, dan dihasilkan sel darah merah dalam jumlah yang tidak mencukupi. Timbul
14
perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Infeksi juga terjadi
lebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi sel-sel leukemik ke
dalam organ-organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan
limfadenopati.1,2,5,6

Gejala klinis

Onset tidak jelas. Kebanyakan pasien timbul gejala 3 bulan setelah onset. Gejala-gejala
ini berhubungan dengan adanya depresi fungsi normal sumsum tulang. Antara lain
adalah fatigue (anemia), demam (karena sedikitnya leukosit matang), dan pendarahan
(petechiae, epistaxis, memar, ekimosis, gum bleeding) yang disebabkan oleh
trombositopenia sekunder. Nyeri pada tulang dan tulang terasa lunak, dapat disertai
pembengkakan sendi. Gejala-gejala ini timbul karena adanya diseminasi sel leukemik
dan gejala-gejala ini lebih nyata pada ALL dibanding AML. Manifestasi klinis juga dapat
melibatkan sistem saraf pusat yang menimbulkan gejala sakit kepala, muntah, dan
kelumpuhan saraf (lebih sering pada anak dan ALL). 1

Gejala yang dapat ditemukan pada saat pemeriksaan fisik pada anak adalah anak
terlihat pucat, lesu, kulit ditemukan adanya purpura dan petechiae atau pendarahn
membran mukosa.2

Early pre-B cell ALL (CD10+ atau CALLA+) merupakan immunofenotipe yang paling
banyak ditemukan, dengan onset usia 1-10 tahun. Angka hitung leukosit rata-rata
biasanya 33,000 meskipun kebanyakan pasien (75%) <20,000. Trombositopenia terlihat
pada 75% pasien dan hepatosplenomegali pada 40% pasien. Pada semua tipe
leukemia, gejala SSP ditemukan pada 5% pasien. Keterlibatan gejala pada testis (20%)
dan ovarium (30%) yang timbul tidak perlu dilakukan biopsi. 1

Differential diagnosis

Acute myeloid leukemia

AML biasanya ditemukan pada orang dewasa dengan rata-rata umur 50 tahun. AML
ditemukan sebanyak 11% pada anak-anak, di Amerika ada sekitar 370 kasus pediatri
AML setiap tahunnya. Subtipe acute promyelocytic leukemia (APL) paling banyak
ditemukan. Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada
pewarnaan rutin membedakan ALL dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan
adanya diferensiasi (dengan perkecualian ALL sel B). Sedangkan pada AML, biasanya
ditemukan tanda-tanda diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas atau

15
progeninya. Diperlukan tes khusus untuk memastikan penegakan diagnosis AML atau
ALL dan untuk membagi lagi kasus-kasus AML atau ALL ke dalam subtype yang
berbeda.

Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya
gambaran AML dan ALL sekaligus. Ciri-ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama
(biphenotypic) atau pada populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup
ekspresi yang tak wajar dari petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak
wajar. Hal ini disebut leukemia akut hybrid dan pengobatan biasanya diberikan
berdasarkan pola yang dominan.6

Tabel.6 Pemeriksaan khusus untuk ALLdengan leukemia mieloid akut AML. 7

ALL AML

Sitokimia

Mieloperoksidase _ +(termasuk batang Auer)

Sudan black _ +(termasuk batang Auer)

Esterase non spesifik _ + pada M4, M6

Periodic acid-Schiff +(positivitas blok kasar pada +(blok halus pada M6)
LLA)
Fosfatase asam Pada M6 (difus)
+ pada ALL-T (pewarnaan Golgi)
Mikroskop elekron +(pembentukan granula
_ awal)
Gen imunoglobulin dan TCR
ALL prekursor B: penataan klonal Konfigurasi germline gen
gen imunoglobulin imunoglobulin dan TCR

ALL-T : penataan klonal gen TCR

Tabel 6. Perbedaan ALL dan AML


16
Mieloblas Limfoblas

Ukuran Besar Kecil

Sitoplasma Lebih banyak Lebih sedikit

Kromatin Halus Padat

Nukleoli/anak inti Jelas, jumlah > 2 buah Tidak jelas, jumlah 2 buah

Auer rod Ditemukan pada 10-40% kasus Tidak ada

Tabel 7.7

Anemia aplastik

Adalah suatu kelainan dimana adanya supresi fungsi dari myeloid stem sel yang
berujung pada gagalnya sumsum tulang. Aplasia ini bisa terjadi pada ketiga sistem
hematopoietik (eritropoietik, granulopoietik, dan trombositopoietik). Anemia anaplastik
biasanya terdapat pada anak yang lebih besar dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang
biasanya diakibatkan oelh pemberian obat (kloramfenikol) atau bahan kimia secara
terus menerus meskipun dengan dosis rendah.

Etiologi dari penyakit ini belum diketahui, tetapi dicurigai penyakit ini muncul karena
adanya autoreaksi dari limfosit T yang menyerang sel stem sumsum tulang yang
mengakibatkan stem sel menjadi sasaran fagositosis.

Gejala klinis pada anemia anaplastik diakibatkan karena kegagalan fungsi ketiga sistem
hematopoietik yang hampi sama dengan gejala leukemia. Cara membedakannya
adalah dengan melihat morfologinya. Sumsum tulang pada anemia aplastik ditemukan
hiposeluler dengan lebih dari 90% dari ruang intertrabecular terisi oleh lemak.
Selularitasnya terdiri atas limfosit dan sel plasma. Pada biopsi sumsum tulang
ditemukan dry tap . Pengobatan dengan prednison (2-5mg/kgBB/hr oral) dan
testosteron (1-2mg/kgBB/hr parenteral) atau oksimetasolon. Transfusi sebaiknya terlalu
sering dilakukan karena mempertahankan kadar Hb yang tinggi dapat menyebabkan
depresi sumsum tulang yang menimbulkan reaksi hemolitik. 2,6

Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)


17
ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia
yang menetap (angka trombosit daraf perifer kurang dari 150.000/ L) akibat
autoantibodi yang mengikat antigen trombosit yang menyebabkan dekstruksi prematur
trombosit dalam sistem retikuloendotelial terutama di limpa.

Ada dua bentuk ITP : ITP akut , sering terjadi pada anak-anak ( 2-8 thn), sembuh
dalam 6 bulan; ITP kronik, sering pada orang dewasa, trombositopenik menetap lebih
dari 6 bulan, sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit.

Patogenesis ITP kronik adalah sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya


IgG) menyebabkan disingkirkannya trombosit secara prematur dari sirkulasi oleh
makrofag sistem retikuloendotelial, khususnya limpa. Pada banyak kasus, antibodi
tersebut ditujukan terhadap tempat-tempat antigen pada glikoprotein IIb-IIIa atau
kompleks Ib. Masa hidup normal untuk trombosit adalah sekitar 7 hari tetapi pada ITP
masa hidup ini memendek menjadi beberapa jam.
Massa megakariosit total dan perputaran (turnover) trombosit meningkat secara sejajar
menjadi sekitar lima kali normal. ITP akut paling sering terjadi anak. Pada sekitar 75%
pasien, episode tersebut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau
mononukleosis infeksiosa. Sebagian besar kasus terjadi akibat perlekatan respon imun
non spesisfik. Remisi spontan lazim terjadi tetapi 5-10% kasus tersebut menjadi kronis
(berlangsung > 6 bulan). Untungnya, angka morbiditas dan mortalitas pada ITP akut
sangat rendah.

Pada kasus ditemukan riwayat penyakit sebelumnya, yaitu panas disertai pilek
dan diberikan penatalakasanaan amoxyllin. Dari daftar obat yang sering menyebabkan
ITP sebagaimana telah penulis lampirkan pada tinjauan pustaka ditemukan penicilin
dan turunannya. Hal ini mengindikasikan bahwa anak tersebut kemungkinan menderita
ITP yang diinduksi obat.

Untuk penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan lab antara lain Hitung


trombosit ( <100000/mm3), sediaan hapus darah tepi ( megatrombosit sering ditemukan
), waktu perdarahan (memanjang), waktu pembekuan (normal), aspirasi sumsum tulang

18
( peningkatan megakaryosit dan agranuler / tidak mengandung trombosit ),
pemeriksaan Imunoglobulin ( PAIgG ).

Gejala klinis yang ditemukan berupa petechiae dan ekimosis yang menyebar di
seluruh tubuh, dapat juga terjadi pendarahan pada selaput lendir terutama hidung dan
mulut. Pada ITP menahun umumnya hanya ditemukan kebiruan atau pendarahan
abnormal dengan remisi dan eksaserbasi.

Penatalaksanaan ITP akut adalah tanpa pengobatan, jadi sembuh spontan;


keadaan berat kortikosteroid ( prednison ) peroral dengan atau tanpa transfusi darah
keadaan sangat gawat ( perdarahan otak) transfusi suspensi trombosit; Ig secara IV
biasa dalam dosis tinggi : 0,4gr / kgBB / hr selama 5 hr. Menyebabkan blokade pd RES.
Pada ITP kronik adalah pemberian kortikosteroid selama 6 bulan ( azatioprin,
siklofosfamid), splenektomi jika resisten thd prednison dan obat imunosupresif. 1,2,4,6

Non Hodgkin Limfoma

Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan primer limfosit yang dapat


berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (natural
killer) yang berada dalam system limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologist,
gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. Umur
median pasien limfoma non-Hodgkin adalah 50 tahun. Limfoma secara umum
ditemukan sebagai solid tumor dari sistem limfoid yaitu kelenjar limfe, cincin Waldeyer,
limpa, darah, dan sumsum tulang. Umumnya NHL sangat responsif terhadap terapi.

Diagnosis limfoma yang paling baik adalah dengan mencari jumlah abnormal limfosit
yang menghancurkan jaringan limfoid normal atau jaringan non limfoid atau keduanya.

Gejala klinis pada NHL antara lain adalah pembesaran kelenjar limfe (multifokal) dan
limpa yang tidak nyeri. Efek dari pembesaran ini adalah obstruksi pernafasan,
pembuluh darah dan usus. Infiltrasi limfomatosa itu sendiri juga memicu terjadinya
respon inflamasi seperti demam, berat badan turun, dan keringat malam. Pembesaran
kelenjar limfe ini harus dibedakan terutama dengan palpasi (nyeri tekan, keras). Apabila

19
pembesaran sudah lebih dari beberapa minggu, tidak nyeri, kenyal ,serta bertambah
besar, maka diharuskan untuk biopsi.

Pemeriksaan yang dilakukan setelah adanya penentuan diagnosis oleh biopsi ialah
immunologic testing darah dan sumsum tulang. Dimana pada NHL ditemukan adanyaa
imunologi defisiensi yang ditandai dengan difus hypogammaglobulinemia atau karena
lemahnya respon imun terhadap infeksi dan antigen.

beberapa pasien dengan limfoma yang menyebabkan disfungsi sumsum mendalam


bahkan ketika sumsum tidak dapat terbukti terlibat dengan limfoma. Yang paling sering
ditemukan adalah adanya jumlah sel limfoma yang signifikan di sumsum tulang dengan
pemeriksaan darah tepi yang relatif normal. Anemia dan trombositopenia biasanya
disebabkan oleh efek terapi, bukan manifestasi klinis. Penatalaksanaan paling baik
dengan radioterapi.4

Penatalaksanaan

1 Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

2 Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi dosis


dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

3 Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(Oncovin), rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi
sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit kurang
dari 2.000/mm3.

4 Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
20
5 Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (10 5 106), imunoterapi mulai diberikan.
Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau
dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat
memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan
penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan
terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel
patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh
sempurna.2

Cara pengobatan

Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap
leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut :

Induksi

Sistemik :

1 VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.

2 ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga
pengobatan

3 Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off


selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali


dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)

1 Konsolidasi

1 MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR
keenam, kemudian dilanjutkan dengan :

21
2 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

3 CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari


konsolidasi

2 Rumat

Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :

1 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral

2 MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan


Kamis)

3 Reinduksi

Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat
dihentikan.

Sistemik :

1 VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali

2 Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1
minggu kemudian tapering off

SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX
intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali

4 Imunoterapi

BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing masing 0,2 ml. Suntikan BCG
diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat obat
rumat diteruskan.

5 Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

22
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah
6 minggu).2

Pencegahan

Pencegahan kuratif atau spesifik adalah penangan yang bertujuan menyembuhkan


seorang penderita. Strategi umum kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi,
intensifikasi (profilaksi susunan saraf pusat) dan lanjutan.
Pencegahan suportif adalah penanganan pada penyakit lain yang menyertai leukemia,
komplikasi dan tindakan yang mendukung penyembuhan, termasuk perawatan psikologi.
Perawatan suportif tersebut antara lain transfusi darah (trombosit), pemberian antibiotik pada
infeksi (sepsis), obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.
Banyak penelitian membuktikan bahwa angka kesakitan dan kematian bayi yang
mendapat ASI eksklusif (hanya ASI saja) selama enam bulan, jauh lebih rendah daripada bayi
yang tidak mendapat ASI. Penelitian lain dilakukan oleh tim dari University of Minnesota Cancer
Center yang dimuat Journal of the National Cancer Institute. Mereka menyatakan bahwa risiko
bayi yang mendapat ASI terkena leukemia turun sampai 30% bila dibandingkan dengan bayi
yang tidak mendapat ASI. Penyebab terjadinya kanker pada anak bisa jadi dipicu oleh
kekurangan imunitas. Di sinilah pentingnya peran pemberian ASI yang terbukti mengandung
IgA (Immunoglobulin A). Zat ini perlu untuk membantu kekebalan tubuh bayi.
Penyakit leukemia tidak dapat menular. Namun disarankan untuk menghindari
masuknya zat-zat kimia ke dalam tubuh, seperti debu, kapur, dan lainnya. Pencegahan
leukemia adalah dengan mengkonsumsi vitamin A, C, buah-buahan segar serta sayuran yang
kaya akan serat.1,2,5
Kesimpulan

Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal,
dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah
menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam
sumsum tulang.

LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak.


Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak
di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi
kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa.
23
Sebagian besar kasus tampaknya tidak memiliki penyebab yang pasti.
Radiasi, bahan racun (misalnya benzena) dan beberapa obat kemoterapi diduga
berperan dalam terjadinya leukemia. Kelainan kromosom juga memegang peranan
dalam terjadinya leukemia akut. Faktor resiko untuk leukemia akut adalah: Sindrom
Down, memiliki kakak/adik yang menderita leukemia, pemaparan oleh radiasi
(penyinaran), bahan kimia dan obat.

Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel
darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa: lemah dan sesak nafas,
karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit), infeksi dan demam karena,
berkurangnya jumlah sel darah putih, perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu
sedikit.

Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan


sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari
atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum
tulang.

Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin


memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit
untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi.

Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam


waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya
bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal.

Daftar Pustaka

1 Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton NF. Nelson textbook of pediatrics. 18 th
ed. Philadelphia : Saunders Elsevier;2007.ch.495.2.

24
2 Hassan R, Alatas H.editor. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Bagian 1. Cetakan ke-11.
Jakarta : Percetakan Info Medika;2007. h.469-79.

3 Burnside, John W.Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1989. h.172-175, 282-285.

4 Hilmann RS, Kenneth AA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4 th ed. New York
: The McGraw hill inc;2005.p.206-20;263-83;293-300.

5 Rudolph, M. Abraham. Leukemia limfoblastik akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi
20. EGC, Jakarta: 2006. h. 1397,1401.

6 Kumar V, Abbas K, Fausto N, Mitchell N. Robbins basic pathology. 8 th ed. Philadelphia :


Saunders Elsevier; 2007.p.444-68.

7 Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SH, Santoso R. Leukemia. penuntun patologi


klinik hematologi. Cetakan ketiga. Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta:
2009. h. 140-52.

25

Anda mungkin juga menyukai