Anda di halaman 1dari 12

Bab 1

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Gagal ginjal kronis adalah masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dengan
insiden dan prevalensi yang tinggi, hasil yang buruk, dan biaya perawatan yang tinggi.
Akibat utama dari penyakit ginjal kronis, termasuk perburukan gagal ginjal, komplikasi
penurunan fungsi ginjal, dan penyakit kardiovaskular (CVD). Semakin banyak bukti
menunjukkan bahwa beberapa hasil buruk ini dapat dicegah atau ditunda oleh deteksi dini
dan pengobatan. Sayangnya, penyakit ginjal kronis kurang terdiagnosis sehingga
mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.1
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, menunjukkan prevalensi penyakit gagal ginjal
kronis di Indonesia, berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%),
diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok
umur 75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan
(0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah
(0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks
kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3persen. 2

1.2 Rumusan Masalah


Apa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan Umum : Mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi gagal ginjal kronik
Tujuan Khusus : Mengetahui secara spesifik factor resiko yang mempengaruhi gagal ginjal
kronik

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah menjadi dasar untuk mengidentifikasi lebih lanjut mengenai
faktor-faktor yang berhubungan gagal ginjal kronik.

1
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Kerangka Teori
Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan berkelanjutan dari laju
filtrasi glomerulus (Glomerular filtration rate) atau sebagai bukti adanya kelainan
struktural atau fungsional dari ginjal pada urine, biopsi, atau imaging. Dalam penerapan
klinis, laju filtrasi glomerulus umumnya diperkirakan berdasarkan konsentrasi kreatinin
dalam serum dan faktor demografi (usia, jenis kelamin, dan asal etnis).
Penyakit ginjal kronis adalah gangguan umum yang akan sangat berhubungan
dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular, gagal ginjal, dan komplikasi
lainnya. Seiring dengan meningkatnya prevalensi global diabetes dan penyakit tidak
menular kronis lainnya, prevalensi penyakit gagal ginjal kronik juga meningkat di seluruh
dunia.1
Definisi penyakit ginjal kronis didasarkan pada adanya kerusakan ginjal
(misalnya, albuminuria) atau penurunan fungsi ginjal (yaitu, laju filtrasi glomerulus
[GFR] <60 mL / menit per 1,73 m2) selama 3 bulan atau lebih, terlepas dari diagnosis
klinis (panel 1) .1,10,11 Karena peran sentral GFR dalam patofisiologi komplikasi,
penyakit ini diklasifikasikan ke dalam lima tahap atas dasar GFR: lebih dari 90 mL /
menit per 1,73 m2 (stadium 1) , 60-89 mL / menit per 1,73 m2 (stadium 2), 30-59 mL /
menit per 1,73 m2 (stadium 3), 15-29 mL / menit per 1,73 m2 (stadium 4), dan kurang
dari 15 mL / menit per 1,73 m2 (stadium 5). Temuan dari studi eksperimental dan klinis
telah membuktikan peran penting proteinuria dalam patogenesis dan progresivitas dari
penyakit ini.3
Adapun factor-faktor yang yang mempengaruhi meningkatnya prevalensi kejadian gagal
ginjal kronik;

a. Tekanan Darah
Tekanan darah yang tinggi atau hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya gagal ginjal kronik. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih
dari 140/90 mm Hg. Di antara orang dewasa melaporkan diagnosis dokter untuk faktor

2
risiko kardiovaskular, pengendalian faktor risiko didefinisikan sebagai memiliki tekanan
darah <140/90 mm Hg untuk hipertensi.4

b. Umur
Berdasarkan prevalensi dari RisKesdas yang telah dituliskan sebelumnya, dapat
kita simpulkan bahwa angka penderita gagal ginjal kronik di usia lanjut lebih tinggi
dibandingkan mereka yang berusia lebih muda. 2
Seperti yang kita ketahui, Laju Filtrasi Glomerulus atau Glomerular filtration
rate pada penderita gagal ginjal kronik di usia lanjut lebih rendah dibandingkan dengan
mereka yang lebih muda. Hal tersebut belum secara jelas mencerminkan fenomena
penuaan normal ginjal dibandingkan peningkatan prevalensi pada usia lanjut yang
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi tertentu yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik.5

c. Jenis kelamin
Jenis kelamin bukanlah merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit ginjal
kronik karena hal ini juga berhubungan dipengaruhi oleh ras, faktor genetik, dan
lingkungan.
Secara klinik laki-laki mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 2 kali
lebih besar daripada perempuan. Hal ini dimungkinkan karena perempuan lebih
memperhatikan kesehatan dan menjaga pola hidup sehat dibandingkan laki-laki, sehingga
laki-laki lebih mudah terkena gagal ginjal kronik dibandingkan perempuan. Perempuan
lebih patuh dibandingkan laki-laki dalam menggunakan obat karena perempuan lebih
dapat menjaga diri mereka sendiri serta bisa mengatur tentang pemakaian obat.6

d. Genetik
Data terbaru tentang peran dari genetik terhadap perkembangan ginjal
menjelaskan beebrapa hal tentang terjadinya penyakit ginjal yang dapat diturunkan. Yang
pertama adalah Angiotensin converting enzyme (ACE) dan gen polimorfisme
angiotensin. Kedua hal tersebut berhubungan dengan meningkatnya kerentanan dari gagal
ginjal kronik pada gangguan-gangguang ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam
etiologi seperti diabetic nefropati dan hipertensi.Selain itu juga mempengaruhi
progresivitas dari gangguan ginjal yang sudah ada sebelumnya. Gen yang kedua adalah

3
alel e2 dari apolipoprotein E (APOE) yang juga menunjukkan kontribusi terhadap
progress penyakit yang menjadi lebih cepat dibandingkan dengan allele e4.Single
nukleotida polimorfisme pada gen MTHFS berhubungan dengan penyakit gagal ginjal
kronik berdasarkan hasil penelitian the Framingham Heart dan juga Atherosclerosis Risk
In Communities (ARIC). Kode gen MTHFS untuk enzim metheniltetrahidrofolat sintase
yang telah dilaporkan berperan penting dalam proses akumulasi dan turn over.7

e. Sosial Ekonomi dan Ras


Ras tententu memang telah dilaporkan memiliki prevalensi yang lebih tinggi
untuk gagal ginjal kronik. Orang berkulit hitam mempunyai proses perkembangan
penyakit yang lebih cepat dibandingkan dengan yang berkulit putih, dengan permulaan
usia penyakit yang lebih muda. Hal tersebut diduga merupakan penyebab dari faktor
lingkungan maupun genetik.
Perbedaan status sosial ekonomi dapat menjadi penghalang bagi seseorang untuk
mencapat tingkat kesehatan yang optimal, yang juga dipengaruhi berbagai faktor seperti
menurunnya angka kelahiran, sulitnya akses menuju pusat kesehatan dan keterlambatan
penanganan oleh ahli ginjal, nutrisi yang buruk, dan tingginya kemungkinan seseorang
terekspos lingkungan yang bersifat nefrotoksik.5

f. Kormobiditas
Kormobiditas atau terdapat dua penyakit atau lebih yang menyebabkan
munculnya suatu penyakit baru lainnya.Dalam hal ini adanya kormobiditas dapat menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan gagal ginjal.Kormobiditas yang dimaksud misalnya
datang dengan gangguan sirosis hati. Sirosis hati yang terjadi jika tidak segera ditangani
maka akan menyebakan terjadinya sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah
sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut
serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjaldan abnormalitas yang
nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas system vasoactive endogen. Pada ginjal terdapat
vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana sirkulasi diluar
ginjal terdapat vasodilasi arteriol yang luas menyebabkan penurunan resistensi vaskuler

4
sistemik total dan hipotensi. Keadaan ini akan membuat terjadinya gannguan pada ginjal
sehingga akan berkepanjangan menjadi gagal ginjal jika tidak ditangani dengan baik. 8
Komplikasi kronis diabetes melitus terutama disebabkan gangguan integritas
pembuluh darah dengan akibatnya berupa penyakit mikrovaskuler dan makrovaskuler.
Komplikasi tersebut kebanyakan berhubungan dengan perubahan-perubahan metabolik,
terutama hiperglikemia. Kerusakan vaskuler pada ginjal akibat diabetes melitus atau
nefropati diabetik, memberikan gejala berupa proneinuria, penurunan GFR serta
peningkatan tekanan darah yang perjalanannya progresif menuju gagal ginjal kronik dan
gagal ginjal terminal.8,9

g. Pola Makan
Penyakit kardiovaskuler, diabetes tipe 2 dan resiko gagal ginjal kronik merupakan
hasil dari efek kombinasi jenis makanan seseorang, dan juga intake makanan. Pola makan
yang miskin akan sayur dan buah-buahan akan menyebabkan rendahnya level vitamin
esensial, mineral, dan serat. Defisiensi zat-zat tersebut, khususnya makanan yang
mempunyai efek antioksidan, akan berujung pada penyakit-penyakit kronik seperti
jantung koroner dan juga kanker. Selain itu, makanan tinggi serat akan menurunkan
kecepatan absorbsi pada traktus gastrointestinal dan membantu meningkatkan kesehatan
usus. Makanan yang mengandung lemak jenuh juga akan meningkatkan resiko terjadinya
ketiga penyakit diatas, termasuk gagal ginjal kronik. Peningkatan kadar lemak jenuh
dapat mengakibatkan hiperinsulinemia, dan diabetes tipe dua, sehingga dapat berujung
pada gagal ginjal kronik.10

h. Status gizi
Status gizi harus diperhatikan dengan baik yakni dengan cara memantau
peningkatan atau penurunan indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh (IMT)
dikalsifikasikan menjadi kurus (underweight) memiliki IMT <18,5 kg/m2, normal 18,5-
22,9 kg/m2, gemuk (overweight)memiliki IMT23 24,9 kg/m2, obesitas tipe 1memiliki
IMT 25-29,9 kg/m2, obesitas tipe 2 memiliki IMT 30kg/m2. Peningkatan IMT
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya arterosklerosis karena obesitas.Dengan
adanya arterosklerosis dapat menyebabkan aliran darah arteri terhambat sehingga perfusi

5
ke organ menjadi menurun dan kerja organ menurun, Dalam hal ini berkaitan dengan
gagal ginjal apabila terjadinya penyumbatan pada arteri renalis sehingga aliran darah
arteri menurun dan akhirnya dapat menurunkan laju glomerulus filtrate rate. Jika
kejadian ini menetap dan tidak ditangani maka akan terjadi gagal ginjal yang dapt
menetap.11
i. Kreatinin darah
Kreatinin adalah hasil metabolisme sel otot yang terdapat di dalam darah yang
kemudian ginjal akan membuang kreatinin darah ke dalam urin. Tingkat produksinya
berhubungan dengan massa otot dan hanya sedikit bergantung pada asupan protein. Jika
fungsi ginjal menurun tentunya kadar kreatinin dalam daarah juga akan meningkat. Kadar
serum akan naik di atas ambang normal jika penurunan fungsi ginjal mencapai 50 %.
Kreatinin dalam plasma darah memiliki nilai normal 0,6-1,2 mg/dL. Namun ada beberapa
sumber yang membedakan nilai normal berdasarkan jenis kelamin, seperti pada pria
demgan kadar kreatinin 1,7 mg/dL dan wanita 1,4 mg/dL. Kadar kreatinin juga bisa
digunakan untuk mengukur laju filtrrasi glomerulus, yang menunjukan kemampuan
fungsi ginjal menyaring darah dalam satuan ml/menit/1,73m2.12

j. Intake Cairan Inadekuat


Intake cairan yang inadekuat atau dehidrasi dapat menyebabkan laju GFR
menurun akibat dari salah satunya yakni terjadinya penurunan volume plasma
(hipovolemia). Kondisi dehidrasi yang bertahan menetap atau tidak segera di kompensasi
tubuh atau dari luar (penambahan intake cairan) maka akan terjadinya hipovolemia yang
menetap sehingga berakhir dengan syok hipovolemia. Syok hipovolemia akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada ginjal yang semakin lama progresivitasnya akan
meningkat akibat dari berkurangnya perfusi aliran darah ke ginjal.13

k. Hemodialisis
Pasien yang menjalani hemodialisis kurang dari 45 minggu memiliki risiko
kematian 2,455 kali dibandingkan pasien yang menjalani hemodialisis lebih dari 45
minggu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Muzasti (2011) yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara lama hemodialisis dengan kelangsungan hidup pasien gagal ginjal

6
kronik.Semakin lama menjalani hemodialisis, maka kelangsungan hidupnya semakin
baik.Hal ini membuktikan bahwa semakin lama pasien menjalani hemodialisis, semakin
kecil risiko kematiannya.14

2.2 Kerangka Konsep


Kejadian Gagal
Ginjal Kronik

Faktor Perawatan (Pemberian obat, infus,


dll)

Faktor saat sakit (penyakit penyerta, kadar ureum, kreatinin,Faktor Sebelum sakit (Status gizi, umur, sex,
TD, dll) dll)

Bab 3
Metode Penelitian
3.1 Desain Penelitian

7
Desain penelitian ini adalah dengan menggunakan desain atau pendekatan cross sectional
(studi prevalensi), dimana pengumpulan data dan pengukuran variable penelitian
dilakukan pada saat yang sama dengan menggunakan persamaan regresi logistik.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada tanggal 30 September 2015 di Rumah sakit PGI Cikini Jakarta

3.3 Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
data sekunder dan tersier.

3.4 Analisis Data


Analisa Bivariat atau Multivariat
Jenis analisa penelitian yang memilki 2 variat atau lebih untuk mengetahui hubungan
antara umur, jenis kelamin, status gizi, riwayat penyakit dahulu, tekanan darah, dehidrasi,
kadar ureum, kadar kreatinin, kadar albumin, dan hemodialisis terhadap gagal ginjal
kronik menggunakan uji Anova dan Chi square. Analisis dilakukan pada tingkat
kemaknaan 95% untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bermaknaan secara statistik
menggunakan uji SPSS versi 16.

3.5 Populasi Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita gagal ginjal kronik yang berusia 20-
60 tahun di RS PGI Cikini Jakarta

3.6 Sampel Penelitian

8
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode random
sampling terhadap semua penderita gagal ginjal kronik yang berusia 20-60 tahun di RS
PGI Cikini Jakarta

3.7 Variabel Penelitian


a. Umur, adalah hasil pengurangan dari tanggal,bulan, tahun subjek saat ini dengan tanggal
bulan dan tahun kelahiran subjek. Umur dikategorikan menjadi dewasa (25 40 tahun),
pertengahan (41 60 tahun) dan lansia ( > 60 tahun). Hasil ukur berskala interval.
b. Jenis kelamin, jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hasil ukur berskala nominal.
c. Tekanan darah, subjek dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) bila tekanan darah sistolik
140mmHg dan diastolic 90mmHg, sementara tidak hipertensi bila memiliki tekanan darah
sistolik <140mmHg dan diastolic <90mmHg. Hasil Ukur berskala ordinal.
d. Indeks Massa Tubuh, dikategorikan dengan menjadi kurus (underweight) dengan IMT <18,5
kg/m2, normal dengan 18,5-22,9 kg/m2, gemuk (overweight) dengan IMT23 24,9 kg/m2,
dan obesitas dengan IMT 25 kg/m2. Hasil ukur skala interval
e. Riwayat penyakit diabetes mellitus, dikelompokkan menjadi ada dan tidak ada. Hasil ukur
berskala nominal.
f. Kadar kreatinin darah adalah kadar jumlah kreatinin (mg) dalam volume darah (dl). Kadar
kreatinin darah tinngi dan rendah. Patokannya adalah kreatini darah normal 0,5-1,3. Hasil
ukur berskala interval.

3.8. Kriteria inklusi dan eksklusi


Kriteria inklusi atau kriteria yang harus dimiliki subjek pada populasi target subjek
adalah sesudah dipastikan berdasarkan manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang,
subjek yang dipilih adalah penderita gagal ginjal kronik (berdasarkan rekam medik,
wawancara), subjek yang melakukan hemodialis berumur 20-60 tahun di RS PGI Cikini
Jakarta.
Kriteria eksklusi adalah dimana beberapa subjek yang memenuhi kriteria inklusi harus
dikeluarkan dari studi karena berbagai sebab. Dalam hal ini; subjek yang menolak
berpartisipasi, subjek yang bukan pasien tetap , atau pasien yang gagal ginjal akibat gagal
jantung kogenital, subjek yang melakukan tranplantasi ginjal, subjek yang menderita
gangguan ginjal kogenital.

9
Daftar Pustaka
1. Wen CP, Matsushita Kunihiro, Coresh Josef, Iseki Kunihitso, Islam Muhamad, Katz
Ronit et all. Relative risk of chronic disease for mortality and end-stage renal disease

10
across races are similar. ed 86 [serial online]. Kidney International: 2014 diunduh dari
www.kidney-international.org. 20september 2015
2. Hasil Riset Kesehatan Dasar tentang Gagal Ginjal Kronik . Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta;2013:hal 94.
3. James, Tview Mattew, Hemmelgarn, Brenda, Marcello Tonneli. Renal Medicine 2: Early
recognition and prevention of chronic kidney disease. The Lancet [series online 375.9722
] ;2010:1296-309.
4. Meredith C, Rawlings, Andreea M, Marrett, Elizabeth, Neff, et all. Cardiovascular risk
factor burden, treatment, and control among adults with chronic kidney disease in the
United States. Foster,. The American Heart Journal 166;2013: 150-6.
5. Daugirdas JT. Handbook of chronic kidney disease management. Philadelphia; Lippincott
Williams and Wilkins; 2013
6. Pranandari R, Supadmi W. Faktor risiko gagal ginjal kronik di unit hemodialisis RSUD
Wates Kulon Progo. Majalah farmaseutik 2015; 11(2);318.
7. Aloysius Johan. Analisis Polimorfisme Gen Reseptor Bradykinin B2 pada Pasien
Hipertensi di Rumah Sakit Dr. Saiful, Anwar Malang. Universitas Brawijaya. 2012.
Diunduh dari: Biotropika.ub.ac.id. 20 september 2015.
8. Sutadi SM. Sindroma Hepatorenal. Fakultas Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Sumatera Utara. 2014. Diunduh dari:
www.digitalized.libraryabouthepatorenal. 20 september 2015.
9. Arsono Soni. Studi kasus pada pasien RSUD prof. DR. Margono Soekarjo Purwekerto:
Diabetes melitus sebagai faktor resiko kejadian gagal ginjal terminal. Universitas
Diponegoro Semarang, 2010.h.2.
10. Australian Institute of Health and Welfare. Risk factor trends: ages patterns in key health
risks over time. Canberra: AIHW; 2012.p.4.
11. Purba Martalena. Artikel tentang pengaruh gizi terhadap kesehatan [serias online]. Edisi
2013. Diambil dari: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/806, 20
september 2015
12. Aziz MF, Witjaksono J, Rasjidi I. Panduan pelayanan medik: model interdisiplin
penatalaksanaan kanker serviks dengan gangguan ginjal. Jakarta: EGC; 2008.h.32
13. Intake cairan. 2014. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/801012-
overview. 20 september 2015.
14. RA Musasti. Hubungan phase angel pada bioelectrical impedance analysis dengan
berbagai karakteristik dan lama harapan hidup pasien hemodialisis. Medan: Universitas
Sumatera Utara;2011.

11
12

Anda mungkin juga menyukai