Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan


metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid
dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin
dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel
beta langerhans kelenjar pancreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin.(17)

Penelitian epidemiologi telah menunjukkan adanya kecenderungan


peningkatan angka insiden dan prevalensi diabetes melitus di berbagai
penjuru dunia. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah
pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam
kurun waktu 25 tahun kemudian yaitu pada tahun 2025, jumlah itu akan
meningkat menjadi 300 juta orang. Sedangkan Indonesia akan menempati
peringkat 5 sedunia dengan jumlah pasien sebanyak 12,4 juta orang pada
tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995 dimana jumlah pasien
sebanyak 4,5 juta orang.(16)

Glibenclamid merupakan obat hipoglikemik oral ( OHO ) golongan


sulfonylurea yang hanya digunakan untuk mengobati individu dengan DM
tipe II. Obat golongan ini menstimulasi sel beta pancreas untuk melepaskan
insulin yang tersimpan . Mekanisme kerja obat golongan sulfonylurea dengan
cara mestimulasi pelepasan insulin yang tersimpan ( stored insulin ) dan
meningkatkan sekresi insulin akibat rangsangan glukosa.(15) Efek samping
OHO golongan sulfonylurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah,
antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat.

1
Golongan sulfonylurea cenderung meningkatkan berat badan. Bila pemberian
dihentikan, obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam.(15)

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah efek glibenklamide pada pasien diabetes mellitus tipe 2 ?
C. Tujuan
Mengetahui efek glibenklamide pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
D. Manfaat
1. Sebagai pengetahuan kepada masyarakat apa saja efek glibenklamide
pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
2. Sebagai referensi apa saja glibenklamide pasien diabetes mellitus tipe 2.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabts yang berarti pipa
air melengkung (syphon).(11) Diabetes mellitus (DM) merupakan kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang akibat tubuh mengalami gangguan dalam
mengontrol kadar gula darah. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh
sekresi hormon insulin tidak adekuat atau fungsi insulin terganggu (resistensi
insulin) atau justru gabungan dari keduanya.(1)
Diabetes melitus (DM) merupakan kelainan metabolik dengan etiologi
multifaktorial. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan
memengaruhi metabolisme karbohidrat, protein serta lemak.(3)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, diabetes
melitus merupakan sutau kelompok penyakit metabolik dengan karaketristik
hipoglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.(9)

1. Klasifikasi dan Patofisiologi


a) Diabetes Melitus tipe 1
Pada tipe ini sel-sel beta rusak, sehingga terjadi defisiensi
insulin absolut. Sebagian besar kasus adalah karena proses
imunologik walaupun sebagian kecil bersifat idiopatik.(13)
Diabetes Melitus tipe 1 ini disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas akibat reaksi autoimun. Penderita harus mendapat suntikan
insulin setiap hari selama hidupnya sehingga dikenal dengan istilah
Insulin Dependent Diabetes mellitus (IDDM) atau DM yang
tergantung pada insulin untuk mengatur metabolisme gula dalam
darah. Berdasarkan kondisinya, tipe ini merupakan DM yang paling
parah.(2)
b) Diabetes Melitus tipe 2
Disebabkan oleh resistensi hormon insulin, karena jumlah
reseptor insulin pada permukaan sel berkurang, meskipun jumlah
insulin tidak berkurang.(2)
Merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh satu atau lebih
faktor, seperti kerusakan sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak

3
tepat di dalam hati, atau penurunan sentivitas reseptor insulin perifer.
Faktor genetik merupakan hal yang signifikan, dan DM tipe ini
dipercepat oleh obesitas serta gaya hidup yang tidak sehat.(6)

2. Komplikasi

Pada saat ini Diabetes mellitus tipe 2 ( DMT2) telah menjadi


epidemik global di seluruh dunia selain akibat meningkatnya prevalensi
juga secara tidak langsung meningkatkan biaya kesehatan yang menjadi
beban baik bagi penderita maupun negara. Hal ini terkait dengan
peningkatan insidensi dan prevalensi komplikasi akibat diabetes adalah
membutuhkan pengelolaan medis secara terus menerus serta melakukan
edukasi terhadap penderita dalam upaya mencegah baik komplikasi akut
maupun kronik.Prevalensi komplikasi baik akut maupun kronik
meningkat disebabkan oleh kelainan metabolik kronik DMT2 secara
progresif.Kadar gula darah yang tinggi dan terus menerus dapat
menyebabkan suatu keadaan gangguan pada berbagai organ tubuh.
Seperti telah dipahami bersama, bahwa hiperglikemia yang berlangsung
lama dan terus menerus sangatlah jelas akan meningkatkan resiko terjadi
komplikasi makroangiopati maupun mikroangiopati. Penelitian
menyimpulkan bahwa penurunan kadar A1c lebih besar pengaruhnya
terhadap resiko terjadinya komplikasi. Dalam penelitian tersebut
didapatkan bahwa pemberian baik metformin maupun glibenklamid akan
menurunkan insidensi komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler.

B. Farmasi-Farmakologi
1. Sifat Fisiko Kimia dan rumus kimia obat

4
Gambar 1 : Rumus Kimia Glibenklamide

Berat Molekul : 493,99


Nama Kimia : 1- [(p- [2-(5-chloro-o-anisamido)-ethyl]
phenyl]- sulfo-nyl]-3-cyclohexylureaB.
Pemberian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak
berbau atau hampir tidak berbau.
Kelarutan : Glibenklamid tidak larut dalam air dan dalam
eter.
Titik Lebur : Memiliki titik lebur 172o sampai 174oC.

2. Farmasi Umum
a) Dosis
Dosis umum pemakaian glibenklamid adalah 2,5 mg hingga 5 mg
dalam satu hari. Dosis akan direvisi atau bisa diubah sesuai dengan
respon tubuh terhadap obat.
b) Cara penggunaan
Glibenklamid yang masa kerjanya panjang dapat diberikan 1 kali
sehari sebelum atau bersama sarapan.

3. Farmakologi umum
Resorpsinya dari usus umumnya lancar dan lengkap, sebagian besar
terikat pada protein antara 90-99%. Plasma t nya glibenklamid 6-7 jam.
a) Indikasi Glibenclamid
Obat penurun gula darah bagi penderita kencing manis
(diabetes).Terdapat beberapa golongan obat diabetes. Glibenclamid
termasuk dalam golongan obat yang disebut sebagai sulfonilurea.
Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan hormon
insulin. Insulin adalah hormon yang berfungsi untuk membantu

5
pemasukan gulakose dalam sel-sel otot sehingga otot dapat
menggunakannya sebagai sumber energi. Pada penderita diabetes,
terjadi kekurangan insulin atau tidak berfungsinya insulin yang ada.
b) Kontraindikasi Glibenklamid
Tidak boleh diberikan pada diabetes melitus juvenil, prekoma,
koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat, gangguan fungsi hati,
gangguan fungsi tiroid atau adrenal, pasien yang mengalami operasi
dan wanita hamil.

C. Farmakodinamik
Sering disebut insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi
insulin dari granulgranul sel beta langerhans pankreas. Rangsangannya
melalui interaksinyadenganATPsensitiveKChannelpadamembraneselsel
yang menimbulkandepolarisasimembrandankeadaaniniakanmembuka
kanalCa. DenganterbukanyakanalCamakaionCa++akanmasukkesel ,
merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin
dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptidaC. Selain itu, sulfonilurea
dapatmengurangiklirens insulindihepar.

D. Farmakokinetik

Semua golongan sulfonilurea diabsorpsi dengan baik setelah pemberian


oral.Dapat diminum bersama makanan.Gliburid lebih efektif diminum 30
menit sebelum makan. Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan
ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar terikat pada protein plasma terutama
albumin (70-99%).Studi menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif
menunjukkan bahwa, glibenklamid diserap sangat baik.Mula kerja (onset)
glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit setelah
pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam.
Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah pemberian kadar dalam
plasma hanya tinggal sekitar 5%. Masa kerja sekitar 15 = 24

6
jam.Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan
hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu
metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif.Metabolit
utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-trans, metabolit kedua
(M2) merupakan hasil hidroksilasi 3-cis, sedangkan metabolit lainnya belum
teridentifikasi.Semua metabolit tidak ada yang diakumulasi.Hanya 25-50 %
metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu
dan dikeluarkan bersama tinja.Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat
bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal. Bila
pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam.
Glibenklamid tidak diakumulasi di dalam tubuh, walaupun dalam pemberian
berulang.Glibenklamide memiliki sedikit efek yang tidak diinginkan selain
dari potensinya untuk menyebabkan hipoglikemia.Warna kemerahan pada
wajah (flushing) jarang dilaporkan setelah mengkonsumsi ethanol. Gliburide
tidak menyebabkan retensi air-seperti yang terjadi pada chlorpromide-tetapi
sedikit meningkatkan klirens air bebas.

E. Toksisitas
1. Efek samping
Efek samping glibenclamide umumnya ringan dan frekuensinya
rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf
pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan
hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit
kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik
termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia
aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi
apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan
fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan
oleh obatobat antidiabetik oral dengan masa kerja panjang. Golongan
sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.Adverse
reactionHipoglikemik, CNS (asthenia, tremor, nyeri, insomnia, depresi,

7
konfusi), dermatologic (reaksi alergi kulit, eksema, pruritis, urtikaria), GI
(mual, rasa terbakar), hematologi (leukopenia, agranulositosis,
eosinofilia). Beberapa pengaruh diantaranya :
a) Terhadap Kehamilan :
Penggunaan OHO golongan sulfonilurea tidak dianjurkan pada
wanita hamil Glibenklamid tidak terbukti secara signifikan dapat
melintasi plasenta, namun sebuah penelitian retrospektif
menunjukkan bahwa risiko terjadinya eklampsia pada penggunaan
glibenklamid lebih tinggi dibandingkan penggunaan insulin,juga
meningkatkan insidensi fototerapi pada neonatus.
b) Terhadap Ibu Menyusui :
Penggunaan OHO golongan sulfonilurea tidak dianjurkan pada
ibu menyusui, walaupun tidak terkumpul bukti signifikan yang
menunjukkan glibenklamid dapat memasuki ASI jika diberikan pada
ibu menyusui.

2. Interaksi dengan Obat Lain


a) Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik
b) Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan
efek sulfonilurea.
c) Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu
toleransi glukosa.
d) Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat
metabolisme OHO; oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin
dan OHO
e) Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik
f) Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida
dan trimetoprim): meningkatkan efek sulfonylurea
g) Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat
metabolisme)
h) Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik
i) Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma
sulfonilurea
j) Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea
k) Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral)
antagonis efek hipoglikemia

8
l) Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek
aditif terhadap OHO
m) Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan
menutupi gejala peringatan, misalnya tremor
n) Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik
o) Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonilurea.

BAB III
PENELITIAN LAIN

A. Pengaruh Pemberian Kombinasi Kuesertin Dan Glibenklamid Terhadap


Kadar Kolesterol LDL Pada Tikus Diabetes Melitus Tipe 2
Penelitian yang dilakukan oleh Monika, A.M., Lestariana,
W.MahasiswaFakultasKedokteran Universitas Islam Indonesia, Departemen
Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia tahun 2014.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi
kuersetin dan glibenklamid terhadap kadar kolesterol LDL pada tikus yang
mengalami DM tipe 2.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan desain kelompok
kontrol pre dan posttest. Terdapat 16 tikus diabetes sebagai subjek penelitian
yang akan dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan; kelompok 1 menerima
plasebo, kelompok 2 glibenklamid 5 mg/kgBB/peroral, kelompok 3 kuersetin
20 mg/kgBB/peroral dan kelompok 4 kombinasi keduanya. Perlakuan
diberikan selama 4 minggu dan diperiksa perubahan kadar kolesterol LDL
yang terjadi.
Berdasarkan analisis data menggunakan One Way Anova, dapat
disimpulkan bahwa kadar kolesterol LDL tikus DM setelah 4 minggu
perlakuan memiliki perbedaan yang bermakna antar kelompok (p=0,000).
Demikian juga dengan hasil uji Multivariate yang menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang bermaknaantara hasil pre-test dan post-test pada
masing-masing kelompok jika dibandingkan antar kelompok (p=0,000).

9
Kelompok 1 yang mendapat plasebo mengalami peningkatan rerata kadar
kolesterol LDL. Sedangkan pada kelompok 2 yang mendapat glibenklamid 5
mg/kgBB/hari, kelompok 3 yang mendapat kuersetin 20 mg/kgBB/ hari dan
kelompok 4 yang mendapat kombinasi keduanya mengalami penurunan kadar
kolesterol LDL secara bermakna pada pengukuran pos tes. Pada uji perbedaan
rerata kolesterol LDL antar kelompok pada pengukuran pos tes didapatkan
kelompok 4 yang diberi kombinasi kuersetin dan glibenklamid memiliki
rerata kadar LDL serum lebih rendah secara bermakna dibandingkan
kelompok yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi kuersetin dan
glibenklamid menurunkan kadar kolesterol lebih baik secara signifikan dari
pada tanpa kombinasi maupun plasebo (p<0.05). Kuersetin menurunkan
kadar kolesterol LDL lebih baik secara signifikan dari pada plasebo (p<0.05).

B. Efek Antidiabetes Kombinasi Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum


Linn.)dan Rimpang Kunyit (Curcumma domestica Val.) Pembanding
Glibenklamid pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Penelitian ini dilakukan oleh Ame Suciati, Elim Yulinah, I Ketut Adyana,
Hikmat Permanas, Primal Sudjana. Departemen Oral Biologi-Farmakologi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
Penelitian klinis dilakukan untuk melihat efek anti-
diabetes kombinasi ekstrak dibandingkan dengan antidiabetik
oral, glibenklamid. Subjek adalah usia >35tahun dengan DM
tipe 2 yang berobat ke poliklinik Penyakit Dalam dan Endokrin
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung periode November
2007Agustus 2008 dan telah mendapat terapi gizi medis
selama 2 minggu. Penelitian dilakukan secara paralel, acak, dan tersamar
ganda.
Jumlah subjek yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 19 orang,
subjek yang menyelesaikan terapi sesuai protokol selama 3 bulan sebanyak 8
orang mendapat terapi kombinasi bawang putih, kunyit dan 8 orang mendapat
terapi glibenklamid. Subjek yang tidak melanjutkan terapi 2 orang dari
kelompok bawang putih-kunyit (1 orang tidak patuh karena menggunakan

10
kortikosteroid dan 1 Penggunaan kombinasi ekstrak menunjukkan penurunan
kadarglukosa darah puasa rata-rata 9,25 mg/dL, glukosa darah 2 jam
postprandial (PP) 22,25 mg/dL, HbA1c 1,30%,serta insulin 12,57 mg/dL bila
dibandingkan dengan baseline glibenklamid rata-rata kadar glukosa darah
puasa72,37 mg/dL, glukosa darah 2 jam PP 114,25 mg/dL, dan HbA1c
4,12%, tetapi meningkatkan insulin 3,34 mg/dL. Kombinasi ekstrak tidak
mempengaruhi fungsi hati, ginjal, dan profil hematologi. Kesimpulannya
kombinasi ekstrak memiliki efek antidiabetes tetapi efek yang ditimbulkan
tidak sebaik glibenklamid.

C. Metformin or gliclazide, rather than glibenclamide,attenuate progression


of carotid intima-media thicknessin subjects with type 2 diabetes
Penelitian ini dilakukan oleh N. Katakami, Y. Yamasaki, R. Hayaishi-
Okano, K. Ohtoshi, H. Kaneto, M. Matsuhisa, K. Kosugi, M. Hori.
Department of Internal Medicine and Therapeutics, Osaka University
Graduate School of Medicine, Suita City, Osaka, Japan
Tujuan dari penelitian ini sebagaimana diketahui Metformin adalah agen
hipoglikemik oral yang terkenal dan telah umum digunakan, dikombinasi
dengan sulfonilurea, untuk mengobati diabetes tipe 2. Namun, efek dari
metformin yang dikombinasikan dengan sulfonilurea pada mikroangiopati
diabetikum belum diklarifikasi. Untuk mengevaluasi apakah
sulfonilureaataupun sulfonilurea ditambah metformin mencegah
mikroangiopati diabetikum, kami meneliti perkembangan ketebalan intima-
media (IMT) pada arteri karotis.
Subyek dengan diabetes tipe 2 dibagi menjadi tiga kelompok, yang
menerima treatment sebagai berikut : (i) glibenclamide; (ii) gliklazid; dan (iii)
glibenclamide + metformin. Perkembangan ketebalan intima-media (IMT)
pada arteri karotis diukur pada awal dan akhir periode penelitian.
Hasil Untuk jangka waktu follow-up 3 tahun, perubahan tahunan rata-
rata ketebalan intima-media (IMT) pada arteri karotis dari glibenklamid yang
dikombinasikan dengan kelompok metformin (0,003 0,048 mm) lebih kecil
dibandingkan dengan kelompok glibenclamide (0,064 0,045 mm) dan
kelompok gliclazide (0,032 0,036 mm) (p <0,0001 dan p = 0,043 masing-

11
masing). Pada kelompok gliclazide, rata ketebalan intima-media (IMT) pada
arteri karotis meningkat selama masa follow-up, tapi perubahan tahunan rata-
rata ketebalan intima-media (IMT) pada arteri karotis secara signifikan lebih
kecil dari kelompok glibenclamide (p = 0,005). Analisis regresi multivariabel
menunjukkan bahwa pemberian metformin atau gliclazide secara signifikan
(p <0,05) mengurangi perkembangan rata-rata ketebalan intima-media (IMT)
pada arteri karotis, dibandingkan dengan glibenclamide monoterapi.
Kesimpulan / interpretasi. Data ini menunjukkan bahwa metformin atau
gliclazide memiliki efek anti-aterogenik lebih baik daripada glibenklamid
pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

D. Clinical Trial Of Glimepiride Compared With Glibenclamide For


Efficacy And Safety In Type 2 Diabetes Mellitus In Jos, Nigeria
Penelitian ini dilakukan oleh F H Puepet, G A Onwuegbuzie, S O Ugoya,
A I Rowland, E I Agaba tahun 2007.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan efikasi dan keamanan Glimepirid terhadap glibenklamid
dalam pengelolaan pasien DM tipe 2 di Jos, Nigeria.
Desain penelitian menggunakan randomised controlled trial yang
dilakukan di Klinik Diabetes Teaching Hospital Jos University, Jos, Nigeria.
Pada penelitian ini, Tujuh puluh empat pasien diabetes tipe 2 secara acak
mendapatkan Glimepirid atau glibenklamid untuk setidaknya 12 minggu.
Pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah glukosa plasma puasa
(variable pertama) dan total kolesterol plasma puasa (TC), trigliserida (TG),
HDL-kolesterol, dan kepatuhan (variabel kedua) adalah variabel khasiat
bunga. Efek samping dan hitung darah lengkap, tes fungsi hati, elektrolit,
urea, asam urat, dan kreatinin adalah variabel keselamatan.
Dari penelitian ini di dapatkan hasil bahwa persentase pasien yang
mempunyai kadar glukosa darah yang baik, lebih tinggi pada kelompok yang
mendapatkan Glimepirid dengan dosis 1-6 mg/hari (85,7%) dibandingkan
kelompok yang mendapatkan Glibenklamid 1-6 mg/hari (52,8%), P <0,05.
Pasien yang mendapat Glimepirid memiliki kadar trigliserida dan kolesterol
plasma yang lebih rendah (total, LDL, HDL) dibandingkan pengukuran awal.
Kedua obat ini tidak mempengaruhi system hematologi atau profil biokimia

12
pasien. Tidak ada efek samping yang diamati dan ada tidak adanya episode
hipoglikemia.
Kesimpulan dari penelitian ini Glimepirid 1-6 mg sekali sehari dan
glibenklamid 5-20 mg sehari-hari adalah obat-obat yang efektif untuk orang
Nigeria dengan DM tipe 2.

13
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Implikasi Penatakasanaan DMT2


Pada dasarnya pengobatan pada DMT2 ditujukan pada disfungsi sel beta
dan resistensi insulin.Pada keadaan normal, aksi insulin tidak hanya
meningkatkan ambilan dan penggunaan glukosa di perifer tetapi juga
mensupresi glukosa endogen yang diproduksi oleh sel hepar.Pada keadaan
adanya resistensi insulin, maka kedua keadaan tersebut terjadi kegagalan,
yaitu gagalnya ambilan glukosa oleh sel sel otot dan gagalnya supresi glukosa
endogen, selanjutnya menimbulkan hiperglikemia yang sangat khas pada
DMT2. Sedangkan obat yang meningkatkan rangsangan terhadap sel
pankreas terjadi sekresi insulin berlebih (Insulin secretagogue) sehingga
terjadi hiperinsulinemia menyebabkan penurunan kadar glukosa darah.
Sulfonylurea salah satu obat diabetes paling lama dan sering digunakan dalam
mengontrol kadar glukosa darah. Golongan obat ini dapat menurunkan A1c
sebesar 1- 2%. Pada umumnya sering digunakan 1 atau 2 kali perhari untuk
mengontrol glukosa darah post prandial. Pada umumnya dengan penurunan
kadar glukosa darah akan menurunkan risiko penyakit kadar glukosa darah,
walaupun demikian terdapat penelitian yang menyatakan bahwa sulfonylurea
dapat menyebabkan kejadian penyakitkardiovaskuler. Sejak tahun 1970
diketahui SU meningkatkan kematian akibat kardiovaskuler.Pada penderita
yang menggunakan SU.Hal ini berkaitan langsung dengan mekanisme SU
dalam meningkatakan sekresi insulin. SU dalam sel pancreas akan berikatan
dengan sub unit adenosine Triphosphate (ATP)-sensitive potassium channel
yang akan menutup. Akibat menutupnya ATP-sensitive pottasium channel ini
akan mneyebabkan terjadi influks ion kalsium ke dalam sel, selanjutnya
terjadi eksositosis granule insulin. Pada umumnya proses ini tidak hanya
terjadi pada sel pankreas, tetapi juga terjadi pada tempat lain yang
mempunyai terjadi ikatan dengan ATP-sensitive pottasium channel yang

14
terdapat di sel otot jantung dan sel otot polos. Berbagai Sulfonylurea yang
beredar selama ini ternya mempunyai reseptor yangberbeda.Pada membran
sel beta didapat SUR-1 sedangkan pada membran sel otot jantung dan otot
skelet didapat SUR-2A dan membran sel otot polos SUR-2B.Karena
golongan SU ini termasuk insulin secretagouge maka semua mempunyai
SUR-1 sehingga terjadi sekresi insulin, tetapi tidak semua SU mempunyai
reseptor di organ jantung, seperti Tolbutamid, Glicazide, dan
glimepiride.Dengan terjadi ikatan SU dengan reseptornya pada jaringan organ
jantung dapat memberi keuntungan melalui mekanisme relaksasi sel otot
polos pembuluh darah yang memperbaiki aliran pada koroner, mengurangi
kerusakan jaringan miokard akibat iskemia, dan proteksi kardiomiosit dari
pembentukan energi mitokondria. Phenomena miokard toleran terhadap
periode iskemia ( setelah terjadi iskemia yang lama dapat menyebabkan
sedikit kerusakan dibanding dengan kondisi yang tidak terjadi iskemia ) yang
dikenal sebagai prekondisional iskemia.

B. Peran SU dalam kendali Glukosa Darah


Pola strategi optimalisasi dosis obat anti diabetik saat ini mengalami
perubahan dan dibutuhkan untuk mencapai target kontrol glikemi yang
diharapkan untuk mengurangi risiko komplikasi penderita diabetes mellitus
tipe 2. Perubahan target pada kadar gula darah puasa, post prandial dan
HbA1c telah disepakati dan menjadi pemeriksaan yang rutin dalam praktek
sehari hari. Diterimanya target terapi baru ini sebagai upaya mencapai dosis
optimal yang memberikan hasil yang maksimal. Strategi optimalisasi dosis
pemberian obat anti diabetik tidak hanya berlaku pada monotherapi, juga
dengan upaya terapi kombinasi.Dosis maksimum pada obat anti diabetes
seringkali terdapat keterbatasan individu yang haris menjadi pertimbangan
dalam hal untung rugibagi penderita. Target kontrol glikemia dapat dicapai
secara efektif dengan monoterapi obat antidiabetes (OAD), walaupun
demikian dalam kenyataannya, kebanyakan penderita diabetes masih

15
mempunyai kadar gula darah dengan kontrol yang buruk akibat terjadi
kegagalan sekunder.
UKPDS menyimpulkan bahwa 53% penderita baru DMT2 dengan terapi
Sulfonilurea, setelah 6 tahun ternyata memerlukan terapi tambahan insulin
dalam upaya mengontrol glikemiknya.Sedangkan pada penelitian lainnya,
menyimpulkan bahwa DMT2 dengan terapi kombinasi konvensional lebih
awal antara SU dengan metformin, meningkatkan tercapainya glikemik
kontrol dengan baik.Hambatan utama dalam mencapai hasil yang baik dalam
pengelolaan DMT2 adalah kompleksnya patofisiologi DMT2, keterbatasan
pengobatan dan kepatuhan yang buruk dari penderita.Salah satu keterbatasan
ini adalah adanya patofisiologi DMT2 sangat komplek, yaitu adanya
kegagalan sekresi insulin dan resistensi insulin yang mendasar kelainan
selanjutnya.Apabila kedua keadaan tersebut terjadi pada saat bersama dan
timbul secara simultan menyebabkan hiperglikemia yang manifest sebagai
DMT2.Dua hal yang menarik perhatian insulin secretagouge yang berpotensi
terjadi efek kardiovaskuler yang tidak diharapkan. Pertama, Secara teoritis
peningkatan kadar insulin yang tinggi mempromosi proses atherosklerotik,
walaupun pada penelitian invivo terakhir dijelaskan bahwa secara klinis tidak
berdasar alasan tersebut serta penelitian UKPDS memperlihatkan bahwa
penurunan HbA1c berhubungan dengan penurunan risiko 3-4 kali kejadian
infark miokard. (10). Hal kedua adalah perhatian terhadap kemungkinan SU
mempunyai efek kardiotoksik, yang dihubungkan dengan inhibisi reseptor SU
pada jantung (kardiomiosit) lebih besar atau lebih kecil, seperti juga terjadi
pada pancreas. Adanya kontroversi penggunaan SU terkait dengan adanya
efek farmakologi yang sama pada sel kardiomiosit, seperti adanya sifat
aterogenititas insulin serta Insulin secretagogue mempunyai efek
kardiovaskuler yang tidak diharapkan (adverse effect). Walaupun demikian
tidak semua SU bisa menyebabkan gangguan yang sama pada system
kardiovaskuler.

16
C. Keterbatasan SU sebagai terapi tunggal Obat anti diabetes.
UKPDS mendapatkan hampir seperempat penderita DMT2 dengan
control glikemik yang baik ( A1C< 7%) selama menjalani pengobatan 3
tahun. Sedangkan hampir setengahnya penderita yang mendapat terapi SU
selama 3 tahun akan mendapat insulin dan control glikemik baru tercapai
pada tahun ke 6-9. Hal ini menggambarkan adanya konsistensi kerusakan
pada sel beta pancreas yang mendapatkan terapi tunggal OAD, artinya dengan
perencanaan makan, aktifitas fisik dan pemberian OAD tunggal akan terjadi
kegagalan sekunder, sehingga menyebabkan kontrol glikemik yang makin
memburuk. (10)
Untuk mencapai efek terapi maksimal diperlukan cara penggunaan obat
yang benar sebagai contoh penggunaan obat glibenklamid yang benar adalah
30 menit sebelum makan dengan menggunakan maksimal dua kali sehari
pada pagi hari sebelum makan dan sebelum makan siang. Diberikan 30 menit
sebelum makan bertujuan agar obat dapat merangsang keluarnya insulin
sehingga dapat mengatasi peningkatan gula darah setelah makan ( McEvoy,
2002).

Selain cara penggunaan obat yang benar, efek samping yang minimal
juga dibutuhkan untuk mencapai efek terapi yang maksimal dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup pasien. Efek samping glibenklamid yang harus
diwaspadai adalah hipoglikemia karena dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran (koma). Tanda-tanda yang muncul pada saat hipoglikemia antara
lain adalah berkeringat, gemetar, muka pucat, jantung berdebar, dan merasa
lapar. Untuk mengatasi hipoglikemia ringan dimana pasien masih sadar cukup
diberikan gula atau minuman yang mengandung gula, tetapi bila hipoglikemia
sudah berat dimana pasien dimana pasien kehilangan kesadaran maka larutan
gula diberikan secara intravena (Katzung, 2004).

17
BAB V

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa orang tentang manfaat
glibenklamid pada pasien diabetes mellitus tipe 2, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kombinasi kuersetin dan glibenklamid dapat menurunkan kadar kolesterol


LDL pada tikus dengan diabetes tipe 2.

2. Kombinasi ekstrak bawang putih (Allium sativum Linn.) dan rimpang


kunyit (Curcumma domestica Val.) memiliki efek antidiabetes tetapi efek
yang ditimbulkan tidak sebaik glibenklamid pada penderita diabetes
melitus tipe 2.

3. Metformin atau gliclazide memiliki efek anti-aterogenik lebih baik


daripada glibenklamid pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

4. Glimepirid 1-6 mg sekali sehari dan glibenklamid 5-20 mg sehari-hari


adalah obat-obat yang efektif untuk orang Nigeria dengan diabetes
mellitus tipe 2.

18
BAB VI

CONCLUSION

From the research that has been done by some people about the benefits of
glibenclamide in patients with diabetes mellitus type 2 , it can be concluded that :
1. The combination of quercetin and glibenclamide can lower LDL
cholesterol levels in mice with type 2 diabetes.

2. The combination of extract of garlic (Allium sativum Linn. ) And turmeric


(Curcumma domestica Val. ) Has antidiabetic effects but the effects are not
as good as glibenclamide in patients with type 2 diabetes mellitus.

3. Metformin or gliclazide have anti-atherogenic effects better than


glibenclamide in patients with type 2 diabetes mellitus.

4. Glimepiride 1-6 mg once daily and glibenclamide 5-20 mg daily is an


effective drug for Nigerians with type 2 diabetes mellitus.

19
Daftar Pustaka

1. Anani S, Udiyono A, Ginanjar P. 2012. Hubungan Antara Perilaku


Pengendalian Diabetes dan Kadar Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan
Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon),
JKM vol. 1, No. 2, hal.466-478.

2. Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular Solusi Pencegahan


dari Aspek Perilaku dan Lingkungan, Elex Media Komputindo, Jakarta, hal.
40.

3. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. 2009.Gizi Kesehatan


Masyarakat, EGC, Jakarta, hal.407.

4. Katakami N, Yamasaki Y, Okano H, et al. 2004. Metformin or gliclazide,


rather than glibenclamide, attenuate progression of carotid intima-media
thickness in subjects with type 2 diabetes. Diabetologia 47:1906-1913.

5. Katzung, BG 2004.Bacic dan Clinical Pharmacology 9th, McGraw-Hill, New


York.

6. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2003. Buku Ajar Patofisiologi, EGC,


Jakarta, hal.519.

7. Kurniasari, D. 2012. Perbedaan Kadar Glukosa Darah pada Tikus Wistar


Jantan (Rattus norvegicus) Setelah Terpapar Stresor Renjatan Listrik, hal.7

8. McEvoy, K 2002, AHFS Drug Information, American Society of Health-


System Pharmacists, Wisconsin.

9. Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus :Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal


Gejala, Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi, Pustaka Populer Obor,
Jakarta, hal.51

10. Monika A, Lestariana W. 2014. Pengaruh Pemberian Kombinasi Kuersetin


Dan Glibenklamid Terhadap Kadar Kolesterol LDL Pada Tikus Diabetes
Melitus Tipe 2. JKKI, Vol.6, No.1

11. Nugroho, Agung E. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Melitus : Patologi Dan
Mekanisme Aksi Diabetogenik, BIODIVERSITAS, Vol. 7 No. 4, hal.379.

20
12. Puepet H F, Onwuegbuzie AG, Ugoya OS. 2007. Clinical Trial Of
Glimepiride Compared With Glibenclamide For Efficacy And Safety In Type
2 Diabetes Mellitus In Jos, Nigeria. Highland medical Research Journal Vol.5

13. Sacher RA, Mc Pherson RA. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium 11th Ed., EGC, Jakarta, hal.519

14. Setiawan A, dkk. 2011. Efek Anti diabetes Kombinasi Ekstrak Bawang Putih
(Allium sativum Linn.) dan Rimpang Kunyit (Curcumma domestica Val.)
dengan Pembanding Glibenklamid pada Penderita Diabetes MelitusTipe 2.
MKB, Vol. 43, No. 1

15. Soegondo S. 2005. Prinsip pengobatan Diabetes, insulin dan Obat


Hipoglikemik Oral. Dalam : Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

16. Yuriska A, Komala PSR. 2009. Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah
Tikus Wistar, Universitas Diponegoro, Semarang.

17. World Health Organization. 1993. Research guidelines for evaluating the
safety and efficacy of herbal medicines. Manila : WHO on regional office for
the western pacific.

21

Anda mungkin juga menyukai