Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

Tahun Ajaran 2016/2017

Stase Keperawatan Maternitas

Disusun oleh:

Ach Farizal
NIM. 1611040003

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2016-2017
LAPORAN PENDAHULUAN
MIOMA UTERI

A. PENGERTIAN
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal dengan
istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007).
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul,
yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita,terutama wanita usai produktif. Walaupun tidak sering, disfungsi
reproduksi yang dikaitkan dengan mioma mencakup infertilitas, abortus spontan,
persalinan prematur, dan malpresentasi (Crum, 2003).
B. KLASIFIKASI
Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana
mereka tumbuh. Klasifikasinya sebagai berikut:
1. Mioma intramural: merupakan mioma yang paling banyak ditemukan.
Sebagian besar tumbuh di antara lapisan uterus yang paling tebal dan paling
tengah, yaitu miometrium.
2. Mioma subserosa: merupakan mioma yang tumbuh keluar dari lapisan uterus
yang paling luar, yaitu serosa dan tumbuh ke arah rongga peritonium. Jenis
mioma ini bertangkai (pedunculated) atau memiliki dasar lebar. Apabila
terlepas dari induknya dan berjalan-jalan atau dapat menempel dalam rongga
peritoneum disebut wandering/parasitic fibroid, ditemukan kedua terbanyak.
3. Mioma submukosa: merupakan mioma yang tumbuh dari dinding uterus
paling dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat
bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks, yang disebut mioma geburt
(Chelmow, 2005).
C. ETIOLOGI
1. Etiologi pasti belum diketahui.
2. Peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri
mempengarui pertumbuhan tumor.
3. Faktor predisposisi yang bersifat herediter, telah diidentifikasi kromosom
yang membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid.
Sebagian ahli mengatakan bahwa fibroid uteri diwariskan dari gen sisi paternal.
4. Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah
menopause jarang ditemukan sebelum menarke (Crum, 2005).
Faktor Risiko terjadinya mioma uteri yaitu:
1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan
pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Joedosaputro,
2005).
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada jaringan
miometrium normal (Djuwantono, 2005).
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri(Parker, 2007).
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri (Parker, 2007).
5. Makanan
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan
daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau
menurunkan insiden mioma uteri (Parker, 2007).
6. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini
mempercepat pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2003).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2
(dua) kali (Khashaeva, 1992).

D. TANDA DAN GEJALA

Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya


tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul
diantaranya:
1. Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktor-
faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
a. Terjadinya hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium
karena pengaruh ovarium.
b. Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya.
c. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma
diantara serabut miometrium.
2. Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat
menstruasi.
3. Pembesaran perut bagian bawah
4. Uterus membesar merata
5. Infertilitas
6. Perdarahan setelah bersenggama
7. Dismenore
8. Abortus berulang poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan
nyeri panggul(Chelmow, 2005).
E. PATOFISIOLOGI
Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan berproliferasi, hal
tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. Ukuran mioma sangat
bervariasi. Sangat sering ditemukan pada bagian body uterus (corporeal) tapi
dapat juga terjadi pada servik. Tumor subcutan dapat tumbuh diatas pembuluh
darah endometrium dan menyebabkan perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat
besar tumor ini dapat menyebabkan penghambat terhadap uterus dan
menyebabkan perubahan rongga uterus. Pada beberapa keadaan tumor subcutan
berkembang menjadi bertangkai dan menonjol melalui vagina atau servik yang
dapat menyebabkan terjadi infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang
bersifat ganas, infertile mungkin terjadi akibat dari mioma yang mengobstruksi
atau menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba falofi. Mioma pada badan
uterus dapat menyebabkan aborsi secara spontan, dan hal ini menyebabkan
kecilnya pembukaan servik yang membuat bayi lahir sulit.
F. PATHWAY
G. DIAGNOSIS

Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan dari:


1. Anamnesis
Dari anamnesis dapatditemukan antara lain:
a. Timbulbenjolandiperutbagianbawahdalamwakturelatif lama.
b. Kadang-kadangdisertaigangguanhaid.
c. Nyeriperutbilaterinfeksi, terpuntir mioma bertangkai, ataupecah.
2. Pemeriksaanfisik
Pemeriksaanfisikdapatdilakukandengan cara sebagaiberikut:
a. Pemeriksaan abdomen
1) Uterus yang membesardapatdipalpasi pada abdomen.
2) Teraba benjolan tidak teratur, tetap dan lunak.
3) Ada nyeri lepas yang disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal
b. Pemeriksaan pelvis
1) Adanyadilatasiserviks.
2) Uterus cenderung membesar, tidak beraturan dan berbentuk nodul.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
mioma uteri, sebagai berikut:
a. Ultra Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma,
ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma
juga dapat dideteksi dengan Computerized Tomografi Scanning (CT
scan) ataupun Magnetic Resonance Image ( MRI), tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal.
b. Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP)
pemeriksaaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
c. Histerografi dan histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
d. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
e. Laboratorium: hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai kadar
hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit.
f. Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin, karena
bisa membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh
karena kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat
menyebabkan pembesaran uterus menyerupai kehamilan.

MiomaUteri

H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding yang harus dipikirkan dengan adanya mioma uteri adalah
kehamilan, neoplasma ovarium, adenomiosis, keganasan uterus.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri secara umum, yaitu:
1. Degenerasi ganas
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom
abdomen akut.

J. PENATALAKSANAAN

1. Penanganan mioma menurutusia, paritas, lokasi dan ukuran tumor


Penanganan mioma uteritergantung pada usia, paritas, lokasi danukuran
tumor, dan terbagi atas:
a. Penanganankonservatif
Cara penanganankonservatifdapatdilakukansebagaiberikut:
1) Observasidenganpemeriksaan pelvis secara periodiksetiap 3-6 bulan.
2) Monitor keadaan Hb.
3) Pemberian zat besi.
4) Penggunaan agonis GnRH untuk mengurangi ukuran mioma.
b. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah:
1) Perdarahanuterusabnormal yang menyebabkanpenderita anemia.
2) Nyeri pelvis yang hebat.
3) Ketidakmampuanuntukmengevaluasiadneksa (biasanyakarena mioma
berukurankehamilan 12 mingguatausebesartinjudewasa).
4) Gangguanbuang air kecil (retensiurin).
5) Pertumbuhan mioma setelahmenopause.
6) Infertilitas
7) Meningkatnyapertumbuhan mioma (Moore, 2001).
Jenisoperasi yang dilakukan pada mioma uteridapatberupa:
a. Miomektomi
Miomektomiadalahpengambilansarang mioma
tanpapengangkatanrahim/uterus (Rayburn, 2001). Miomektomi lebih
sering dilakukan pada penderita mioma uteri secara umum.
Penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum
memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan
(Chelmow, 2005).
b. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk
mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun
seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Prawirohardjo, 2001).
Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi,
dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang
sudah bergejala. Ada dua cara histerektomi, yaitu:
1) Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama
mioma intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi.
2) Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus
gravid 12 minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya
rektokel, sistokel atau enterokel (Callahan, 2005).
Kriteria menurutAmerican College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
1) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan
bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan
anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
3) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri, meliputi nyeri
hebat dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian
bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria
mengakibatkan frekuensi miksi yang sering (Chelmow, 2005).
2. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring,
analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu
lebih disukai apabila janin imatur. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk
kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri
atau obstruksi mekanik.

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Data biografi pasien


2. Riwayat kesehatan saat ini, meliputi: keluhan utama masuk RS, faktor
pencetus, lamanya keluhan, timbulnya keluhan, faktor yang memperberat,
upaya yang dilakukan untuk mengatasi, dan diagnosis medik.
3. Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi: penyakit yang pernah dialami, riwayat
alergi, imunisasi, kebiasaan merokok,minum kopi, obat-obatan dan alkohol.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
5. Pemeriksaan fisik umum dan keluhan yang dialami. Untuk pasien dengan
kanker servik, pemeriksaan fisik dan pengkajian keluhan lebih spesifik ke
arah pengkajian obstretri dan ginekologi, meliputi:
a. Riwayat kehamilan, meliputi: gangguan kehamilan, proses persalinan, lama
persalinan, tempat persalinan, masalah persalinan, masalah nifas serta
laktasi, masalah bayi dan keadaan anak saat ini.
b. Pemeriksaan genetalia
c. Pemeriksaan payudara
d. Riwayat operasi ginekologi
e. Pemeriksaan pap smear
f. Usia menarche
g. Menopause
h. Masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
6. Kesehatan lingkungan/higiene
7. Aspek psikososial, meliputi: pola pikir, persepsi diri, suasana hati,
hubungan/komunikasi, kebiasaan seksual, pertahanan koping, sistem nilai dan
kepercayaan dan tingkat perkembangan.
8. Data laboratorium dan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain.
9. Terapi medis yang diberikan.
10. Efek samping dan respon pasien terhadap terapi.
11. Persepsi klien terhadap penyakitnya
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (kanker serviks) dan agen
injuri fisik (jika dilakukan terapi pembedahan).
2. PK : Anemia
3. Cemas berhubungan dengan krisis situasional (histerektomi atau kemoterapi),
ancaman terhadap konsep diri, perubahan dalam status kesehatan, stres.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis (status hipermatebolik berkenaan dengan kanker) dan faktor
psikososial.
5. Resiko infeksi dengan faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder;
ketidakadekuatan pertahanan imun tubuh, imunosupresi (kemoterapi), dan prosedur
invasif.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit, keterbatasan kognitif (dilihat dari tingkat pendidikan), misinterpretasi
dengan informasi yang diberikan, dan tidak familiar dengan sumber informasi.
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan dan perubahan
perkembangan penyakit.
8. Gangguan eliminasi fekal: Konstipasi berhubungan dengan menurunnya
mobilitas intestinal.
9. Retensi urin berhubungan dengan penekanan yang keras pada uretra
M. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI

TUJUAN (NOC)

INTERVENSI (NIC)
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (kanker serviks) dan agen injuri fisik (jika dilakukan terapi
pembedahan).

NOC:

Kontrol Nyeri

Setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan selama ..x 24 jam, diharapkan respon nyeri pasien dapat terkontrol
dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Klien mampu mengenal faktor-faktor penyebab nyeri, beratnya ringannya nyeri, durasi nyeri, frekuensi dan letak bagian
tubuh yang nyeri.
Klien mampu melakukan tindakan pertolongan non-analgetik, seperti napas dalam, relaksasi dan distraksi.
Klien melaporkan gejala-gejala kepada tim kesehatan.
Klien mampu mengontrol nyeri.
Ekspresi wajah klien rileks.
Klien melaporkan adanya penurunan tingkat nyeri dalam rentang sedang (skala nyeri: 4 sampai 6) hingga nyeri ringan
(skala nyeri : 1 sampai 3).
Klien melaporkan dapat beristirahat dengan nyaman.
Nadi klien dalam batas normal (80-100x/menit).
Tekanan darah klien dalam batas normal (120/80 mmHG).
Frekuensi pernafasan klien dalam batas normal (12 20 x/menit).
NIC:
Manajemen Nyeri
Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya
nyeri, dan faktor-faktor pencetus.
Observasi isyarat-isyarat verbal dan non verbal dari ketidaknyamanan, meliputi ekspresi wajah, pola tidur, nasfu
makan, aktitas dan hubungan sosial.
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan anjuran. Pemberian analgetik harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut : prinsip pemberian obat 6 benar (benar nama, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu pemberian, dan
benar dokumentasi).
Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri.
Kaji pengalaman masa lalu individu tentang nyeri.
Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan.
Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga.
Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan.
Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi musik, dan distraksi).
Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien.
Anjurkan klien untuk meningkatkan tidur/istirahat.
Anjurkan klien untuk melaporkan kepada tenaga kesehatan jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan lain.
PK : Anemia
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, perawat dapat meminimalkan komplikasi anemia yang
terjadi dengan kriteria hasil:
Konjungtiva merah muda
Capilary refille 2 detik
Mukosa mulut merah muda
Kadar Hb dbn (wanita dewasa: 12-14 g/dl), RBC dbn (wanita dewasa: 3,80-5,80 x 10 5/uL) dan Hct dbn (wanita
dewasa : 37,0-47,0%)
NIC:
Kaji gejala-gejala anemia yang terjadi.
Pantau tanda-tanda anemia yang terjadi.
Monitor hasil pemeriksaan lab untuk pemeriksaan kadar Hb, RBC, Hct.
Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang seimbang, terutama makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
Kolaborasi pemberian suplemen besi tambahan, vitamin dan mineral sesuai indikasi.
Kolaborasi pemberian transfusi darah sesuai kebutuhan.
Monitor efek samping dan respon pasien setelah dilakukan transfusi darah.

Cemas berhubungan dengan krisis situasional (histerektomi atau kemoterapi), ancaman terhadap konsep diri, perubahan
dalam status kesehatan, stres.

NOC:
Kontrol Cemas
Setelah dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama ... x 24 jam, diharapkan pasien dapat mengkontrol cemas
dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Perawat memonitor tingkat kecemasan pasien.
Klien mampu menurunkan penyebab-penyebab kecemasan.
Perawat dan keluarga dapat menurunkan stimulus lingkungan ketika pasien cemas.
Klien mampu mencari informasi tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan kecemasan.
Klien manpu menggunakan strategi koping yang efektif.
Klien melaporkan kepada perawat penurunan kecemasan.
Klien mampu menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas.
Klien mampu mempertahankan hubungan sosial, dan konsentrasi.
Klien melaporkan kepada perawat tidur cukup, tidak ada keluhan fisik akibat kecemasan, dan tidak ada perilaku yang
menunjukkan kecemasan
NIC:
Menurunkan Cemas
Tenangkan pasien dan kaji tingkat kecemasan pasien.
Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada pasien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan.
Berusaha memahami keadaan pasien (rasa empati).
Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan dengan komunikasi yang baik.
Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi perasaannya.
Ciptakan hubungan saling percaya.
Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa menimbulkan kecemasan.
Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang membuat cemas dan dengarkan dengan penuh perhatian.
Ajarkan pasien teknik relaksasi.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan ibadah dan berdoa.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan yang mengurangi kecemasan pasien.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (status hipermatebolik
berkenaan dengan kanker) dan faktor psikososial.
NOC:
Status Nutrisi: Intake Makanan Dan Minuman
Setelah dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama ... x 24 jam, diharapkan status nutrisi meliputi intake
makanan dan minuman membaik dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
Klienmampumengidentifikasikebutuhannutrisi.
Tidakada tanda tandamalnutrisi.
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
NIC:
1. Manajemen Nutrisi
Kaji adanya alergi makanan.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah nutrisi yang sesuai dengan keadaan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein, karbohidrat, dan vitamin C.
Berikan diet yang mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi pasien.
2. Monitoring Nutrisi
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan.
Berikan lingkungan yang nyaman dan bersih selama makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan.
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
Monitor turgor kulit.
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah.
Monitor mual dan muntah.
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
Kaji makanan kesukaan.
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva.
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Monitor variasi makanan yang dikonsumsi pasien
Resiko infeksi dengan faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder, ketidakadekuatan pertahanan imun tubuh,
imunosupresi (kemoterapi), dan prosedur invasi.

NOC:
Pengetahuan:Kontrol infeksi
Setelah dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama ... x 24 jam, diharapkan pasien dapat menjelaskan
kembali cara mengkontrol infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Mampu menerangkan cara-cara penyebaran infeksi.
Mampu menerangkan factor-faktor yang berkontribusi dengan penyebaran
Mampu menjelaskan tanda-tanda dan gejala.
Mampu menjelaskan aktivitas yang dapat meningkatkan resistensi terhadap infeksi.
NIC:
Kontrol Infeksi
Bersikan lingkungan setelah digunakan oleh pasien.
Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan.
Batasi jumlah pengunjung
Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu.
Anjurkan pasien untuk cuci tangan dengan tepat.
Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan.
Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan pasien.
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
Gunakan universal precautions.
Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV.
Lakukan teknik perawatan luka dengan memperhatikan prinsip septik dan aseptik.
Anjurkan istirahat.
Kolaborasi pemberian terapi antibiotik dengan memperhatikan prinsip pemberian obat 6 benar (benar obat, benar nama,
benar dosis, benar waktu, benar cara pemberian, dan benar dokumentasi).
Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda, gejala dari infeksi dan cara pencegahan infeksi.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, keterbatasan kognitif (dilihat dari tingkat
pendidikan), misinterpretasi dengan informasi yang diberikan, dan tidak familiar dengan sumber informasi.
NOC:
Pengetahuan : Proses Penyakit
Pengetahuan : Prosedur Perawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama ... x 24 jam, diharapkan pasien dapat menjelaskan
kembali tentang proses penyakit dan prosedur perawatan dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Pasien mengenal nama penyakit, proses penyakit, faktor penyebab atau faktor pencetus, tanda dan gejala, cara
meminimalkan perkembangan penyakit, komplikasi penyakit dan cara mencegah komplikasi
Pasien mengetahui prosedur perawatan, tujuan perawatan dan manfaat tindakan.

NIC:
1. Pembelajaran: Proses Penyakit
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit.
Jelaskan nama penyakit, proses penyakit, faktor penyebab atau faktor pencetus, tanda dan gejala, cara meminimalkan
perkembangan penyakit, komplikasi penyakit dan cara mencegah komplikasi.
Berikan informasi tentang kondisi perkembangan klien.
Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala kepada petugas kesehatan.
2. Pembelajaran : prosedur/perawatan
Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur/perawatan.
Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur/perawatan.
Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur yang akan dilakukan.
Jelaskan tujuan prosedur/perawatan.
Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama prosedur/perawatan.
Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur/perawatan.
Ajarkan tehnik koping seperti relaksasi untuk mengurangi efek dari prosedur yang dilakukan.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan dan perubahan perkembangan penyakit.
NOC:
Meningkatkan citra tubuh
Setelah dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama ... x 24 jam, diharapkan citra tubuh atau gambaran tubuh
pasien meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Pasien mengungkapkan penerimaan citra tubuh secara verbal maupuan non verbal.
Pasien mampu mempertahankan kontak mata ketika berkomunikasi.
Pasien mampu melakukan komunikasi terbuka.
Pasien menunjukkan tingkat kepercayaan diri.
NIC:
Pe Meningkatkan citra tubuh
Kaji penerimaan pasien tentang kondisinya saat ini.
Bantu klien untuk mendiskusikan perubahan tubuh akibta penyakit.
Bantu klien untuk mendiskusikan fungsi tubuh yang terganggu.
Kaji perasaan klien ketika berinteraksi dengan orang lain.
Kaji persepsi klien dan keluarga tentang perubahan tubuh yang terjadi.
Kaji strategi mengatasi masalah (koping) yang digunakan.
Kaji apakah perubahan gambaran diri mempengaruhi hubungan sosial klien.
Bantu klien mengidentifikasi bagian tubuh lain yang bernilai positif.
Kaji dukungan sosial yang dimiliki klien.

Gangguan eliminasi fekal: Konstipasi berhubungan dengan menurunnya mobilitas intestinal.


NOC:
Buang Air Besar
Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada pasien selama .x 24 jam, diharapkan pasien tidak mengalamai gangguan
dalam buang air besar, dengan kriteria hasil:
Pasien kembali ke pola dan normal dari fungsi bowel.
Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan factor penyebab konstipasi.
NIC:
Manajemen Konstipasi
Monitor tanda dan gejala konstipasi.
Monitor warna, konsistensi, jumlah dan waktu buang air besar.
Konsultasikan dengan dokter tentang pemberian laksatif, enema dan pengobatan.
Berikan cairan yang adekuat.

Retensi urinb.d penekanan yang keras pada uretra


NOC
Inkontinensia urin
Setelah dilakukan asuhan keperawaran selama ...x24 jam, pasien tidak mengalami inkontinensia urin, dengan kriteria hasil:
Pasien mampu memprekdisikan pola eliminasi urin.
Pasien mampu memulai dan memghentikan aliran urin.
Tidak adanya tanda-tanda infeksi.
NIC:
Pemasangan Kateter
Jelaskan prosedur dan rasional intervensi kateterisasi.
Monitore intake dan output.
Jaga teknik aseptik dalam melakukan kateterisasi.
Pelihara drainase urinari secara tertutup.
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat CM. (2004). Prosedur tetap Obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC.
Callahan MD MPP, Tamara L. (2005). Benign Disorders of the Upper Genital
Tract in Blueprints Obstetrics & Gynecology. Boston : Blackwell
Publishing,
Chelmow.D. (2005).GynecologicMyomectomy.
http://www.emedicine.com/med/topic331 9.html.
Crum MD, Christopher P & Kenneth R. Lee MD. (2003). Tumors of the
Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology. Boston :
Elsevier Saunders.
Djuwantono T. (2004). Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau
Miomektomi. Farmacia. Vol III NO. 12. Juli 2004. Jakarta: EGC.
Hart MD FRCS FRCOG, David McKay. (2000). Fibroids in Gynaecology
Illustrated. London : Churchill Livingstone.
Joedosapoetro MS. (2003). Ilmu Kandungan. Wiknjosastro H, Saifudin AB,
Rachimhadi T. Editor. Edisi Ke-2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Manuaba IBG. (2003). Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi.
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Moore JG. (2001). Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta: Hipokrates.
Panay BSc MRCOG MFFP, Nick et al. (2004). Fibroids in Obstetrics
and Gynaecology. London: Mosby.
Parker WH. (2007). Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas.
Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of
Medicine. California : American Society for Reproductive Medicine.
Rayburn WF. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: H. TMA Chalik. Jakata:
Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai